• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi Kasus I. Konsep dan Permasalahan Makro Ekonomi

N/A
N/A
Yunanto Puji Kartiko

Academic year: 2024

Membagikan "Studi Kasus I. Konsep dan Permasalahan Makro Ekonomi"

Copied!
33
0
0

Teks penuh

(1)

Studi Kasus I. Konsep dan Permasalahan Makro Ekonomi

Kondisi Perekonomian Indonesia dan Global saat ini

Berdasarkan laporan perekonomian Indonesia (2014) yang diterbitkan oleh Bank Indonesia kondisi ekonomi global saat ini tidak sebaik dari yang diperkirakan. Harga komoditas dunia pun terus melemah karena permintaan belum cukup kuat, khususnya dari Tiongkok. Di sektor keuangan, ketidakpastian kebijakan the Fed terkait tingkat suku bunga acuan telah meningkatkan kerentanan dan volatilitas di pasar keuangan dunia.

Sebagai negara berkembang (emerging market),
 Indonesia turut merasakan adanya pergeseran arus modal asing keluar dari Indonesia. Selain itu, terdapat adanya divergensi kebijakan moneter di negara-negara maju.

Berbeda dengan the Fed yang berencana melakukan normalisasi kebijakan moneternya, bank sentral Jepang (BoJ) dan Eropa (ECB) masih perlu menempuh kebijakan moneter yang sangat akomodatif.

Situasi perekonomian global tersebut ditambah oleh berbagai permasalahan struktural pada perekonomian domestik. Permasalahan struktural tersebut antara lain adalah ekspor yang masih didominasi produk berbasis SDA, ketahanan pangan dan energi yang masih rendah, pasar keuangan yang masih dangkal, serta ketergantungan pada pembiayaan eksternal yang meningkat. Kombinasi situasi global yang kurang kondusif dan sejumlah permasalahan domestik yang masih mengemuka tersebut pada gilirannya meningkatkan risiko instabilitas perekonomian makro, yang terlihat pada berbagai indikator seperti neraca pembayaran, fiskal, nilai tukar dan ekspektasi inflasi. Kondisi global yang kurang kondusif dan langkah stabilisasi makro yang diambil, di tengah belum optimalnya reformasi struktural, menyebabkan perekonomian domestik tumbuh melambat.

Kondisi ekonomi makro Indonesia berdasarkan indikator ekonomi dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1. Indikator Ekonomi Indonesia Sumber :Perhitungan PDB menggunakan tahun dasar 2010 : BPS, Kementerian Keuangan

Dari

tabel 1.

Indikator 2011 2012 2013 Tw I

2014

Tw II 2014

Tw III 2014

Tw IV

2014 2014

PDB 6,5 6,0 5,6 5,1 5,0 4,9 5,0 5,0

Konsumsi Rumah Tangga 5,1 5,5 5,4 5,4 5,1 5,1 5,0 5,1

Konsumsi Lembaga NonProfit

Rumah Tangga (LNPRT) 5,5 6,7 8,2 23,7 22,8 5,6 -0,2 12,4

Konsumsi Pemerintah 5,5 4,5 6,9 6,1 -1,5 1,3 2,8 2,0

Penanaman Modal Tetap

Bruto (PMTB) 8,9 9,1 5,3 4,7 3,7 3,9 4,3 4,1

Ekspor 14,8 1,6 4,2 3,2 1,4 4,9 -4,5 1,0

Impor 15,0 8,0 1,9 5,0 0,4 0,3 3,2 2,2

Inflasi 3,8 4,3 8,4 7,3 6,7 4,5 8,4 8,4

Inti 4,3 4,4 5,0 4,6 4,8 4,0 4,9 4,9

Diatur Pemerintah

(Administered Prices) 2,8 2,7 16,7 17,5 13,5 6,5 17,6 17,6

Bergejolak (Volatile Food) 3,4 5,7 11,8 7,3 6,7 4,2 10,9 10,9

Nilai Tukar Rupiah terhadap

dolar AS (rata-rata) 8.776 9.358 10.455 11.833 11.629 11.770 12.244 11.876

Defisit APBN/PDB (%) -1,1 -1,9 -2,2 -2,2

(2)

memasuki tahun 2014 Pemulihan ekonomi global yang berjalan lambat serta harga komoditas global yang masih rendah memberikan tekanan terhadap kinerja ekspor Indonesia. Namun, perbaikan ekspor manufaktur yang didorong oleh kenaikan pertumbuhan ekonomi negara maju, khususnya Amerika Serikat (AS), dan nilai tukar rupiah yang sesuai fundamental, serta tertahannya laju pertumbuhan impor sejalan dengan moderasi permintaan domestik telah membawa defisit transaksi berjalan menuju tingkat yang lebih sehat. Sementara itu, seiring dengan persepsi positif terhadap prospek ekonomi Indonesia dan transaksi modal dan finansial mencatat surplus yang meningkat. Nilai tukar rupiah pada 2014 mengalami depresiasi terhadap dolar Amerika Serikat (AS), namun mencatat apresiasi terhadap mata uang mitra dagang utama lainnya. Depresiasi rupiah terhadap dolar AS terjadi pada triwulan IV 2014 dikarenakan kuatnya apresiasi dolar AS terhadap mayoritas mata uang utama dunia. Hal ini sejalan dengan rilis data perbaikan ekonomi AS dan rencana kenaikan suku bunga Fed Fund Rate (FFR). Sementara itu, tingkat Inflasi pada tahun 2014 tetap terkendali di tengah tekanan yang tinggi dari administered prices (AP) dan volatile food (VF). Inflasi, yang hingga Oktober 2014 masih berada dalam kisaran sasarannya yaitu 4,19% (ytd), pada akhir 2014 tercatat sebesar 8,36% (yoy). Kenaikan inflasi terutama disebabkan pengaruh kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi dan dampak gejolak harga pangan domestik pada akhir 2014. Kenaikan harga BBM bersubsidi telah mendorong kenaikan harga- harga, baik oleh dampak langsung maupun dampak lanjutan (second round effect). Selain BBM, penyesuaian harga barang administered lainnya. juga terjadi sepanjang 2014, seperti tarif tenaga listrik (TTL) dan liquid petroleum gas (LPG) 12 kg. Namun, inflasi inti tetap terkendali pada level 4,93%(yoy).

Berdasarkan data pada tabel 1. Perekonomian Indonesia tahun 2014 tumbuh sebesar 5,0%, relatif mengalami perlambatan dibandingkan dengan tahun 2013 (5,6%) dan lebih rendah dibandingkan perkiraan pada awal tahun 2014 yaitu sebesar 5,5-5,9%. Dari sisi eksternal, perlambatan tersebut terutama dipengaruhi oleh pertumbuhan ekspor yang menurun akibat turunnya permintaan terutama dari emerging markets (EM) dan harga komoditas global, serta adanya kebijakan pembatasan ekspor mineral mentah.

Meskipun pertumbuhan ekspor secara keseluruhan menurun, ekspor manufaktur cenderung membaik sejalan dengan berlanjutnya pemulihan AS dan nilai tukar rupiah yang sesuai fundamental. Dari sisi permintaan domestik, perlambatan tersebut didorong oleh pertumbuhan konsumsi pemerintah yang melambat sebagai akibat program penghematan guna menjaga sustainabilitas fiskal. Sementara itu, sejalan dengan perlambatan ekspor dan sikap wait and see investor terkait Pemilu, kegiatan investasi juga tumbuh melambat. Namun demikian, kinerja pertumbuhan ekonomi yang masih cukup tinggi
 itu terutama ditopang oleh konsumsi rumah tangga yang tetap solid. Dibandingkan dengan rata-rata pertumbuhan ekonomi negara kawasan ASEAN 5, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2014 relatif lebih tinggi.

1. Berdasarkan penjelasan singkat mengenai kondisi ekonomi makro Indonesia di atas, menurut anda apakah yang menjadi masalah pokok makro ekonomi global dan Indonesia saat ini?

2. Dengan menggunakan data dari tabel 1. Apabila anda merupakan seorang pembuat kebijakan (policy maker), langkah-langkah (startegi) apa saja yang perlu dilakukan untuk mengatasi permasalahan makro ekonomi Indonesia yang terjadi saat ini!

Studi Kasus II. Perhitungan Pendapatan Nasional dan Biaya Hidup

PENGERTIAN PENDAPATAN NASIONAL

Salah satu indikator penting untuk mengetahui kondisi ekonomi di suatu negara dalam suatu periode tertentu adalah data Produk Domestik Bruto (PDB), baik atas dasar harga berlaku maupun atas dasar harga konstan.

PDB pada dasarnya merupakan jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha dalam suatu negara tertentu, atau merupakan jumlah nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi pada satu periode. PDB atas dasar harga berlaku (PDB nominal) menggambarkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga yang berlaku pada setiap tahun, sedangkan PDB atas dasar harga konstan (PDB riil) menunjukkan nilai tambah barang dan jasa tersebut yang dihitung menggunakan harga yang berlaku pada satu tahun tertentu sebagai dasar. PDB atas dasar harga berlaku dapat digunakan untuk melihat

(3)

pergeseran dan struktur ekonomi, sedang harga konstan digunakan untuk mengetahui pertumbuhan ekonomi dari tahun ke tahun. Sedangkan PDB Deflator merupakan rasio PDB nominal dan PDB riil  PDB deflator = PDB nominal X 100.

PDB riil

Dengan mengetahui data PDB, kita dapat dihitung pertumbuhan ekonomi suatu negara atau wilayah  pertumbuhan ekonomi = PDB t – PDB t-1 X100%

PDB t-1

Tabel 2.

Produk Domestik Bruto Per Kapita, Produk Nasional Bruto Per Kapita dan Pendapatan Nasional Per Kapita, 2000-2013 (Rupiah)

Deskripsi

2010 2011 2012* 2013**

Atas Dasar Harga Berlaku

Produk Domestik Bruto Per Kapita 27 028 695.01 30 658 976.15 33 531 354.56 36 508 486.32 Produk Nasional Bruto Per Kapita 26 269 975.42 29 762 690.91 32 540 449.99 35 378 758.40 Pendapatan Nasional Per Kapita 23 974 407.31 27 487 046.94 30 674 674.07 32 463 736.28

Atas Dasar Harga Konstan 2000

Produk Domestik Bruto Per Kapita 9 703 464.88 10 184 548.83 10 671 024.82 11 134 017.58 Produk Nasional Bruto Per Kapita 9 313 592.04 9 785 943.80 10 260 896.29 10 687 682.53

Pendapatan Nasional Per Kapita 8 488 596.72 9 027 335.72 9 665 117.07 9 798 899.43

Keterangan:

*) Angka Sementara

**) Angka Sangat Sementara Sumber : BPS

Untuk menghitung angka-angka PDB ada tiga pendekatan yang dapat digunakan, yaitu : 1. MenurutPendekatanProduksi

PDB adalah jumlah nilai tambah atas barang dan jasa yang dihasilkan oleh berbagai unit produksi di wilayah suatu negara dalam jangka waktu tertentu (biasanya satu tahun) sebagai contoh disajikan pada tabel 3. Unit- unit produksi tersebut dalam penyajian ini dikelompokkan menjadi 9 lapangan usaha (sektor) yaitu :

o Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan o Pertambangan dan Penggalian

o Industri Pengolahan o Listrik, Gas dan Air Bersih o Konstruksi

o Perdagangan, Hotel dan Restoran o Pengangkutan dan Komunikasi

o Keuangan, Real Estate dan Jasa Perusahaan

o Jasa-jasa termasuk jasa pelayanan pemerintah. Setiap sektor tersebut dirinci lagi menjadi sub- sub sektor.

(4)

Tabel 3.

PDB Indonesia atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha (miliar Rupiah)

Lapangan Usaha 2010 2011 2012 2013* 2014**

1. PERTANIAN, PETERNAKAN, 985 470.5 1 091 447.1 1 193 452.9 1 310 427.3 1 446 722.3

KEHUTANAN DAN PERIKANAN

2. PERTAMBANGAN DAN PENGGALIAN 719 710.1 876 983.8 972 458.4 1 026 297.0 1 058 750.2 3. INDUSTRI PENGOLAHAN 1 599 073.1 1 806 140.5 1 972 523.6 2 152 802.8 2 394 004.9 4. LISTRIK, GAS, DAN AIR BERSIH 49 119.0 55 882.3 62 271.6 70 339.6 81 131.0

a. L i s t r i k 30 450.3 35 443.1 39 377.6 46 521.5 54 730.7

b. Gas Kota 13 353.7 14 833.9 16 906.7 17 379.8 19 456.6

c. Air bersih 5 315.0 5 605.3 5 987.3 6 438.3 6 943.7

5. B A N G U N A N 660 890.5 753 554.6 844 090.9 907 267.0 1 014 540.8 6. PERDAGANGAN, HOTEL DAN RESTORAN 882 487.2 1 023 724.8 1 148 791.0 1 301 175.0 1 473 559.7 a. Perdagangan Besar dan Eceran 703 565.8 827 456.5 929 746.1 1 052 709.3 1 191 231.4

b. H o t e l 23 876.6 26 560.5 32 276.6 39 453.6 46 970.2

c. R e s t o r a n 155 044.8 169 707.8 186 768.3 209 012.1 235 358.1

7. PENGANGKUTAN DAN KOMUNIKASI 423 172.2 491 287.0 549 105.4 635 302.9 745 648.2 a. P e n g a n g k u t a n 217 318.1 254 524.2 287 346.1 344 485.8 425 179.0

1). Angkutan Rel 2 260.2 2 367.1 2 478.3 2 687.2 3 626.4

2). Angkutan Jalan raya 121 863.0 140 603.6 152 548.2 184 216.1 220 916.9

3). Angkutan laut 16 929.8 18 589.9 19 661.8 21 656.3 25 419.5

4). Angk. Sungai, Danau & Penyebr. 6 918.1 7 646.2 8 765.7 10 675.9 12 543.2

5). Angkutan Udara 34 781.0 46 701.8 62 153.3 79 038.2 111 231.8

6). Jasa Penunjang Angkutan 34 566.0 38 615.6 41 738.8 46 212.1 51 441.2 b. K o m u n i k a s i 205 854.1 236 762.8 261 759.3 290 817.1 320 469.2 8. KEUANGAN, PERSEWAAN & JASA PERSH. 466 563.8 535 152.9 598 433.3 682 973.2 771 961.5

a. B a n k 146 914.5 166 489.8 191 095.0 224 972.7 252 216.3

b. Lembaga Keuangan tanpa Bank 59 201.4 70 576.4 79 807.1 90 870.8 103 994.7

c. Jasa Penunjang Keuangan 3 481.1 4 075.8 4 582.2 5 117.1 5 662.5

d. Sewa Bangunan 168 220.6 191 928.5 209 521.8 232 221.7 258 868.5

e. Jasa Perusahaan 88 746.2 102 082.4 113 427.2 129 790.9 151 219.5

9. JASA - JASA 660 365.5 785 014.1 889 798.8 1 000 691.7 1 108 610.3

a. Pemerintahan Umum 359 840.9 433 370.9 486 315.2 541 191.3 579 981.2 1). Adm. Pemerintahan & Pertahanan 220 543.4 266 410.1 300 520.4 333 960.9 358 608.7 2). Jasa Pemerintahan lainnya 139 297.5 166 960.8 185 794.8 207 230.4 221 372.5

b. S w a s t a 300 524.6 351 643.2 403 483.6 459 500.4 528 629.1

1). Sosial Kemasyarakatan 114 237.6 135 184.9 159 177.1 185 103.2 215 684.0

2). Hiburan dan Rekreasi 17 345.0 20 455.7 23 069.3 26 483.8 31 351.5

3). Perorangan dan Rumah tangga 168 942.0 196 002.6 221 237.2 247 913.4 281 593.6 PRODUK DOMESTIK BRUTO 6 446 851.9 7 419 187.1 8 230 925.9 9 087 276.5 10 094 928.9 PRODUK DOMESTIK BRUTO TANPA MIGAS 5 941 951.9 6 795 885.6 7 589 809.0 8 419 133.9 9 391 537.3 Sumber :BPS

Catatan:

* Angka Sementara

** Angka Sangat Sementara

(5)

Tabel 4.

PDB Indonesia atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha (miliar Rupiah)

Lapangan Usaha 2010 2011 2012 2013* 2014**

1. PERTANIAN, PETERNAKAN, 304 777.1 315 036.8 328 279.7 339 560.8 350 722.2

KEHUTANAN DAN PERIKANAN

a. Tanaman Bahan Makanan 151 500.7 154 153.9 158 910.1 161 925.5 164 082.6

b. Tanaman Perkebunan 47 150.6 49 260.4 52 325.4 54 629.3 57 245.7

c. Peternakan dan Hasil-hasilnya 38 214.4 40 040.3 41 918.6 43 902.3 45 960.1

d. K e h u t a n a n 17 249.6 17 395.5 17 423.0 17 442.5 17 476.3

e. P e r i k a n a n 50 661.8 54 186.7 57 702.6 61 661.2 65 957.5

2. PERTAMBANGAN DAN PENGGALIAN 187 152.5 190 143.2 193 139.2 195 853.2 195 425.0

a. Minyak dan gas bumi 96 146.0 95 155.2 91 691.1 88 789.1 86 477.6

b. Pertambangan tanpa Migas. 68 481.5 70 814.4 75 473.0 79 470.0 79 620.1

c. Penggalian. 22 525.0 24 173.6 25 975.1 27 594.1 29 327.3

3. INDUSTRI PENGOLAHAN 597 134.9 633 781.9 670 190.6 707 481.7 741 835.7

a. Industri M i g a s 47 199.3 46 757.8 45 450.6 44 651.3 43 639.9

1). Pengilangan Minyak Bumi 21 346.5 21 459.7 21 046.5 21 286.5 21 566.5

2). Gas Alam Cair 25 852.8 25 298.1 24 404.1 23 364.8 22 073.4

b. Industri tanpa Migas 549 935.6 587 024.1 624 740.0 662 830.4 698 195.8

1). Makanan, Minuman dan Tembakau 159 947.2 174 566.7 187 787.0 194 063.0 208 105.4 2). Tekstil, Brg. kulit & Alas kaki 52 206.2 56 131.1 58 527.1 62 076.7 63 536.2 3). Brg. kayu & Hasil hutan lainnya. 19 359.7 19 427.4 18 817.8 19 980.8 21 446.3

4). Kertas dan Barang cetakan 27 544.7 27 930.3 26 603.5 27 786.1 29 494.6

5). Pupuk, Kimia & Barang dari karet 72 782.0 75 657.5 83 598.2 85 449.3 86 530.8 6). Semen & Brg. Galian bukan logam 16 255.6 17 424.1 18 783.4 19 346.5 19 640.3

7). Logam Dasar Besi & Baja 7 885.6 8 915.2 9 437.4 10 091.1 10 515.8

8). Alat Angk., Mesin & Peralatannya 189 947.9 202 892.0 217 152.1 240 031.6 254 564.1

9). Barang lainnya 4 006.7 4 079.8 4 033.5 4 005.3 4 362.3

4. LISTRIK, GAS, DAN AIR BERSIH 18 050.2 18 899.7 20 094.0 21 254.8 22 423.5

a. L i s t r i k 11 050.8 11 959.6 12 970.9 14 006.2 14 872.1

b. Gas Kota 4 718.0 4 583.9 4 696.4 4 763.7 5 010.0

c. Air bersih 2 281.4 2 356.2 2 426.7 2 484.9 2 541.4

5. B A N G U N A N 150 022.4 159 122.9 170 884.8 182 117.9 194 093.4

6. PERDAGANGAN, HOTEL DAN RESTORAN 400 474.9 437 472.9 473 152.6 501 040.6 524 309.5

a. Perdagangan Besar dan Eceran 331 312.9 364 472.1 396 116.0 419 251.1 437 784.4

b. H o t e l 16 230.9 17 868.6 19 577.5 21 321.5 23 059.0

c. R e s t o r a n 52 931.1 55 132.2 57 459.1 60 468.0 63 466.1

7. PENGANGKUTAN DAN KOMUNIKASI 217 980.4 241 303.0 265 383.7 291 404.0 318 527.9

a. P e n g a n g k u t a n 85 293.4 91 846.8 97 878.8 104 787.7 112 570.7

1). Angkutan Rel 832.0 798.8 745.5 765.7 926.5

2). Angkutan Jalan raya 35 974.4 38 339.3 41 071.0 44 282.6 47 705.9

3). Angkutan laut 8 864.6 9 157.2 9 547.9 10 128.9 10 832.6

4). Angk. Sungai, Danau & Penyebr. 2 964.2 3 083.5 3 288.9 3 518.1 3 758.2

5). Angkutan Udara 17 330.4 19 815.7 21 460.7 22 701.3 24 237.8

(6)

6). Jasa Penunjang Angkutan 19 327.8 20 652.3 21 764.8 23 391.1 25 109.7

b. K o m u n i k a s i 132 687.0 149 456.2 167 504.9 186 616.3 205 957.2

8. KEUANGAN, PERSEWAAN & JASA PERSH. 221 024.2 236 146.6 253 000.4 272 141.6 288 351.0

a. B a n k 90 167.8 96 393.1 104 391.0 113 983.6 119 372.3

b. Lembaga Keuangan tanpa Bank 19 333.5 20 745.1 22 200.5 23 769.5 25 574.0

c. Jasa Penunjang Keuangan 1 508.5 1 627.2 1 729.8 1 818.0 1 889.9

d. Sewa Bangunan 67 497.1 71 760.2 76 100.3 80 684.7 84 882.0

e. Jasa Perusahaan 42 517.3 45 621.0 48 578.8 51 885.8 56 632.8

9. JASA - JASA 217 842.2 232 659.1 244 807.0 258 198.4 273 493.3

a. Pemerintahan Umum 92 802.6 97 806.0 99 590.9 101 031.8 102 272.1

1). Adm. Pemerintahan & Pertahanan 58 395.7 61 510.9 62 553.2 63 407.2 64 178.4

2). Jasa Pemerintahan lainnya 34 406.9 36 295.1 37 037.7 37 624.6 38 093.7

b. S w a s t a 125 039.6 134 853.1 145 216.1 157 166.6 171 221.2

1). Sosial Kemasyarakatan 31 591.1 33 800.1 36 229.1 38 872.3 41 989.7

2). Hiburan dan Rekreasi 9 671.6 10 461.7 11 271.5 12 270.4 13 371.4

3). Perorangan dan Rumah tangga 83 776.9 90 591.3 97 715.5 106 023.9 115 860.1

PRODUK DOMESTIK BRUTO 2 314 458.8 2 464 566.1 2 618 932.0 2 769 053.0 2 909 181.5 PRODUK DOMESTIK BRUTO TANPA MIGAS 2 171 113.5 2 322 653.1 2 481 790.3 2 635 612.6 2 779 064.0 Sumber :BPS

Catatan:

* Angka Sementara

** Angka Sangat Sementara

2. Menurut Pendekatan Pendapatan

PDB merupakan jumlah balas jasa yang diterima oleh faktor-faktor produksi yang ikut serta dalam proses produksi di suatu negara dalam jangka waktu tertentu (biasanya satu tahun). Balas jasa faktor produksi yang dimaksud adalah upah dan gaji, sewa tanah, bunga modal dan keuntungan; semuanya sebelum dipotong pajak penghasilan dan pajak langsung lainnya. Dalam definisi ini, PDB mencakup juga penyusutan dan pajak tidak langsung neto (pajak tak langsung dikurangi subsidi).

3. Menurut Pendekatan Pengeluaran

PDB adalah semua komponen permintaan akhir yang terdiri dari :

o pengeluaran konsumsi rumah tangga dan lembaga swasta nirlaba o pengeluaran konsumsi pemerintah

o pembentukan modal tetap domestik bruto o perubahan inventori, dan

o ekspor neto (ekspor neto merupakan ekspor dikurangi impor).

Secara konsep ketiga pendekatan tersebut akan menghasilkan angka yang sama. Jadi, jumlah pengeluaran akan sama dengan jumlah barang dan jasa akhir yang dihasilkan dan harus sama pula dengan jumlah pendapatan untuk faktor-faktor produksi. PDB yang dihasilkan dengan cara ini disebut sebagai PDB atas dasar harga pasar, karena di dalamnya sudah dicakup pajak tak langsung neto.

(7)

Tabel 5. PDB Triwulan tahun 2014 menurut pengeluaran atas harga Konstan 2000 (miliar Rupiah) Type of Expenditure

2014**

Total

I II III IV

1 Pengeluaran Konsumsi Rumahtangga 390 163.40 395 896.12 406 948.92 408 226.14 1 601 234.58

a. Makanan 171 070.30 173 278.50 177 757.70 177 958.03 700 064.53

b. Bukan Makanan 219 093.10 222 617.62 229 191.22 230 268.10 901 170.04

2 Pengeluaran Konsumsi Pemerintah

(a+b-c) 40 245.61 50 416.36 56 120.02 73 094.45 219 876.43

a. Belanja Barang 19 691.51 31 107.09 36 607.45 54 011.13 141 417.18

b. Belanja Pegawai + Penyusutan (NTB) 24 977.81 24 742.84 26 256.86 26 294.57 102 272.07

c. Penerimaan Barang dan Jasa 4 423.71 5 433.57 6 744.30 7 211.24 23 812.83

3 Pembentukan Modal Tetap Domestik

Bruto 170 871.86 177 970.17 181 459.41 188 745.45 719 046.89

a. Bangunan 125 568.81 130 288.70 134 545.98 141 395.72 531 799.21

b. Mesin dan Perlengkapan Dalam

Negeri 3 737.70 3 962.50 4 030.03 4 057.17 15 787.39

c. Mesin dan Perlengkapan Luar Negeri 25 860.82 26 551.35 25 511.78 25 541.13 103 465.08

d. Alat Angkutan Dalam Negeri 3 046.48 3 155.48 3 174.48 3 181.77 12 558.21

e. Alat Angkutan Luar Negeri 6 489.51 7 447.76 7 348.81 7 219.01 28 505.09

f. Lainnya Dalam Negeri 3 660.00 3 915.94 4 084.05 4 364.71 16 024.71

g. Lainnya Luar Negeri 2 508.55 2 648.44 2 764.28 2 985.93 10 907.20

4 a. Perubahan Inventori 25 771.19 24 002.86 17 837.19 - 4 257.11 63 354.13

b. Diskrepansi Statistik 1) 1 168.11 2 210.43 2 612.44 - 8 937.60 - 2 946.62

5 Ekspor Barang dan Jasa 312 802.74 320 416.61 320 501.46 341 833.26 1 295 554.07

a. Barang 276 365.40 282 548.67 282 512.82 302 607.07 1 144 033.97

b. Jasa 36 437.34 37 867.95 37 988.64 39 226.19 151 520.11

6 Dikurangi Impor Barang dan Jasa 235 088.61 247 500.75 240 328.04 264 020.59 986 937.98

a. Barang 187 107.94 196 932.19 190 982.35 208 041.53 783 064.00

b. Jasa 47 980.67 50 568.56 49 345.69 55 979.06 203 873.98

7 PRODUK DOMESTIK BRUTO 705 934.30 723 411.80 745 151.40 734 684.00 2 909 181.50 8 Pendapatan Neto Terhadap Luar Negeri - 28 571.82 - 30 804.05 - 30 764.07 - 33 433.84 - 123 573.78

Atas Faktor Produksi

a. Pendapatan Dari Luar Negeri 2 415.67 4 178.66 3 974.02 3 921.44 14 489.79

b. Pendapatan Ke Luar Negeri 30 987.49 34 982.71 34 738.09 37 355.28 138 063.57

9 PRODUK NASIONAL BRUTO 677 362.48 692 607.75 714 387.33 701 250.16 2 785 607.72 10 Dikurangi Pajak Tidak Langsung Neto

(a-b) 29 276.35 5 955.33 17 766.70 26 473.25 79 471.63

11 Dikurangi Penyusutan 35 296.72 36 170.59 37 257.57 36 734.20 145 459.08

12 PENDAPATAN NASIONAL 612 789.41 650 481.84 659 363.06 638 042.71 2 560 677.02 Sumber: BPS

** Angka sangat sementara

1) Selisih antara PDB Lap. Usaha dan Pengeluaran

(8)

Tabel 6. PDB Triwulan tahun 2014 menurut pengeluaran atas harga berlaku (miliar Rupiah)

Jenis Pengeluaran 2014**

Jumlah

I II III IV

1 Pengeluaran Konsumsi Rumahtangga 1 354 594.72 1 383 860.64 1 443 288.14 1 483 482.81 5 665 226.31

a. Makanan 640 633.80 652 725.90 681 330.10 700 581.12 2 675 270.92

b. Bukan Makanan 713 960.92 731 134.74 761 958.04 782 901.69 2 989 955.39

2 Pengeluaran Konsumsi Pemerintah (a+b-c) 161 965.47 198 848.78 244 310.31 301 801.79 906 926.34

a. Belanja Barang 57 850.97 91 863.91 110 351.65 165 247.33 425 313.87

b. Belanja Pegawai + Penyusutan (NTB) 121 917.40 128 415.59 163 318.97 166 329.17 579 981.14

c. Penerimaan Barang dan Jasa 17 802.90 21 430.73 29 360.32 29 774.72 98 368.66

3 Pembentukan Modal Tetap Domestik

Bruto 736 951.27 778 131.57 814 394.89 870 215.56 3 199 693.29

a. Bangunan 625 449.80 659 091.10 693 018.07 745 793.19 2 723 352.16

b. Mesin dan Perlengkapan Dalam Negeri 7 265.65 7 846.31 8 026.43 8 158.89 31 297.28 c. Mesin dan Perlengkapan Luar Negeri 68 192.40 70 878.02 71 469.54 72 174.42 282 714.38

d. Alat Angkutan Dalam Negeri 6 294.92 6 577.12 6 667.02 6 712.40 26 251.46

e. Alat Angkutan Luar Negeri 13 805.91 16 086.04 16 496.91 16 786.21 63 175.08

f. Lainnya Dalam Negeri 10 583.50 11 632.75 12 419.45 13 700.68 48 336.37

g. Lainnya Luar Negeri 5 359.08 6 020.24 6 297.47 6 889.76 24 566.55

4 a. Perubahan Inventori 95 602.83 89 325.24 87 152.24 - 20 427.32 251 652.99

b. Diskrepansi Statistik 1) 68 560.47 90 284.34 76 861.69 12 940.57 248 647.07

5 Ekspor Barang dan Jasa 570 235.56 576 972.38 575 579.29 607 358.18 2 330 145.41

a. Barang 507 100.14 512 148.67 509 554.61 534 772.51 2 063 575.92

b. Jasa 63 135.42 64 823.71 66 024.68 72 585.67 266 569.49

6 Dikurangi Impor Barang dan Jasa 600 854.53 639 341.25 618 973.96 648 192.79 2 507 362.53

a. Barang 503 417.23 537 167.81 518 527.56 535 839.42 2 094 952.03

b. Jasa 97 437.29 102 173.44 100 446.39 112 353.37 412 410.49

7 PRODUK DOMESTIK BRUTO 2 387 055.80 2 478 081.70 2 622 612.60 2 607 178.80 10 094

928.90 8 Pendapatan Neto Terhadap Luar Negeri - 78 939.91 - 87 847.34 - 87 148.08 - 89 283.60 - 343 218.93

Atas Faktor Produksi

a. Pendapatan Dari Luar Negeri 4 432.48 7 574.26 7 167.75 6 930.04 26 104.53

b. Pendapatan Ke Luar Negeri 83 372.39 95 421.60 94 315.83 96 213.64 369 323.45

9 PRODUK NASIONAL BRUTO 2 308 115.89 2 390 234.36 2 535 464.52 2 517 895.20 9 751 709.97 10 Dikurangi Pajak Tidak Langsung Neto (a-b) 98 995.45 20 400.27 62 531.16 93 945.82 275 872.69

a. Pajak Tidak Langsung 138 546.42 156 028.30 157 128.39 189 420.89 641 124.00

b. Subsidi 39 550.97 135 628.03 94 597.23 95 475.07 365 251.31

11 Dikurangi Penyusutan 119 352.79 123 904.09 131 130.63 130 358.94 504 746.45

12 PENDAPATAN NASIONAL 2 089 767.66 2 245 930.01 2 341 802.73 2 293 590.45 8 971 090.84 Sumber : BPS

** Angka sangat sementara

1) Selisih antara PDB Lap. Usaha dan Pengeluaran

1. Berdasarkan penjelasan dan data yang ditampilkan di atas hitunglah PDB deflator dan pertumbuhan ekonomi Indonesia berdasarkan pendekatan perhitungan PDB yang telah diuraikan!

2. Berikan analisis singkat mengenai data-data yang ditampilkan di atas!

(9)

Pengukuran Biaya Hidup

Salah satu ukuran yang digunakan dalam mengukur biaya hidup konsumen secara keseluruhan adalah consumer price index (CPI) sedangkan ukuran biaya hidup produsen adalah producer price index (PPI). Kedua ukuran tersebut biasa untuk mengukur inflasi. Secara teori Inflasi merupakan salah satu masalah ekonomi yang banyak mendapatkan perhatian para pemikir ekonomi. Inflasi sebagai suatu kecenderungan meningkatnya tingkat harga umum secara terus menerus sepanjang waktu (a sustained tendency for the general level of prices to rise over time). Selain itu Inflasi merupakan salah satu indikator penting dalam perekonomian yang tidak bisa di abaikan, karena dapat menimbulkan dampak yang sangat luas baik terhadap perekonomian maupun kesejahtaraan masyarakat. Bagi perekonomian, inflasi yang tinggi dapat menyebabkan timbulnya ketidakstabilan, menurunkan gairah menabung dan berinvestasi, menghambat usaha peningkatan ekspor, menyebabkan melambatkan pertumbuhan ekonomi, maupun bisa berdampak pada meningkatnya jumlah pengangguran. Dalam perekonomian antara inflasi dan pertumbuhan ekonomi saling berkaitan.

Apabila tingkat inflasi tinggi maka dapat menyebabkan melambatnya pertumbuhan ekonomi, sebaliknya inflasi yang relatif rendah dan stabil dapat mendorong terciptanya pertumbuhan ekonomi.Begitu pula dengan pertumbuhan ekonomi, pertumbuhan ekonomi yang tingi dapat pula memicu terjadinya inflasi yang tinggi melalui kenaikan dalam permintaan agregat.

Kordinasi Pengendalian Inflasi melalui Tim Pemantauan dan Pengendalian Inflasi Daerah (TPID)

Sementara itu, sumber tekanan inflasi Indonesia tidak hanya berasal dari sisi permintaan. Dari hasil penelitian, karakteristik inflasi di Indonesia masih cenderung bergejolak yang terutama dipengaruhi oleh sisi suplai (sisi penawaran) berkenaan dengan gangguan produksi, distribusi maupun kebijakan pemerintah. Selain itu, shocks terhadap inflasi juga dapat berasal dari kebijakan pemerintah terkait harga komoditas strategis seperti BBM dan komoditas energi lainnya (administered prices). Berdasarkan karakteristik inflasi yang masih rentan terhadap shocks tersebut, untuk mencapai inflasi yang rendah, pengendalian inflasi memerlukan kerjasama dan koordinasi lintas instansi, yakni antara Bank Indonesia dengan Pemerintah. Diharapkan dengan adanya harmonisasi dan sinkronisasi kebijakan tersebut, inflasi yang rendah dan stabil dapat tercapai yang pada gilirannya mendukung kesejahteraan masyarakat.

Menyadari pentingnya peran koordinasi dalam rangka pencapaian inflasi yang rendah dan stabil, Pemerintah dan Bank Indonesia membentuk Tim Pemantauan dan Pengendalian Inflasi (TPI) di level pusat sejak tahun 2005. Penguatan koordinasi kemudian dilanjutkan dengan membentuk Tim Pengendalian Inflasi di level daerah (TPID) pada tahun 2008. Selanjutnya, untuk menjembatani tugas dan peran TPI di level pusat dan TPID di daerah, maka pada Juli 2011 terbentuk Kelompok Kerja Nasional (Pokjanas) TPID yang diharapkan dapat menjadi katalisator yang dapat memperkuat efektivitas peran TPID. Keanggotaan Pokjanas TPID adalah Bank Indonesia, Kemenko Perekonomian dan Kemendagri. Gambar 2 berikut menjelaskan koordinasi antara Bank Indonesia dan Pemerintah untuk mengendalikan inflasi.

(10)

Gambar 1. Koordinasi Antara Bank Indonesia dan Pemerintah Dalam Pengendalian Inflasi

Tabel 7.

Indeks Harga Konsumen dan Inflasi Bulanan Indonesia Tahun 2010-2014

IHK Inflasi IHK Inflasi IHK Inflasi IHK Inflasi IHK Inflasi

Januari 118,01 0,84 126,29 0,89 130,9 0,76 136,88 1,03 110,992) 1,07

Februari 118,36 0,3 126,46 0,13 130,96 0,05 137,91 0,75 111,28 0,26

Maret 118,19 -0,14 126,05 -0,32 131,05 0,07 138,78 0,63 111,37 0,08

April 118,37 0,15 125,66 -0,31 131,32 0,21 138,64 -0,1 111,35 -0,02

Mei 118,71 0,29 125,81 0,12 131,41 0,07 138,6 -0,03 111,53 0,16

Juni 119,86 0,97 126,5 0,55 132,23 0,62 140,03 1,03 112,01 0,43

Juli 121,74 1,57 127,35 0,67 133,16 0,7 144,63 3,29 113,05 0,93

Agustus 122,67 0,76 128,54 0,93 134,43 0,95 146,25 1,12 113,58 0,47

September 123,21 0,44 128,89 0,27 134,45 0,01 145,74 -0,35 113,89 0,27

Oktober 123,29 0,06 128,74 -0,12 134,67 0,16 145,87 0,09 114,42 0,47

November 124,03 0,6 129,18 0,34 134,76 0,07 146,04 0,12 116,14 1,5

Desember 125,17 0,92 129,91 0,57 135,49 0,54 146,84 0,55 119,00 2,46

Tingkat Inflasi 6,96 3,79 4,3 8,38 8,36

20142)

2011 2012 2013

Bulan 2010

sumber : BPS

Berdasarkan tabel 7, data Inflasi Indonesia menunjukkan pada saat memasuki tahun 2014 tetap terkendali di tengah tekanan yang tinggi dari administered prices (AP) dan volatile food (VF). Inflasi, yang hingga Oktober 2014 masih berada dalam kisaran sasarannya yaitu 4,19% (ytd), pada akhir 2014 tercatat sebesar 8,36% (yoy)

(11)

(Tabel 2). Kenaikan inflasi terutama disebabkan pengaruh kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi dan dampak gejolak harga pangan domestik pada akhir 2014. Kenaikan harga BBM bersubsidi telah mendorong kenaikan harga-harga, baik oleh dampak langsung maupun dampak lanjutan (second round effect) Selain BBM, penyesuaian harga barang administered lainnya juga terjadi sepanjang 2014, seperti tarif tenaga listrik (TTL) dan liquid petroleum gas (LPG) 12 kg. Namun, inflasi inti tetap terkendali pada level 4,93%(yoy). Hal ini tidak terlepas dari peran kebijakan BI dalam mengelola permintaan domestik, menjaga stabilitas nilai tukar, dan mengarahkan ekspektasi inflasi, serta semakin baiknya koordinasi kebijakan pengendalian inflasi antara BI dan Pemerintah.

Menurut keterangan Gubernur Bank Indonesia, Agus DW Martowardojo ditengah kurang baiknya perekonomian global dan domestik, pada tahun 2013 laju inflasi diekspektasikan mencapai dua digit sebagai akibat kenaikan harga BBM subsidi, Ekspektasi
 inflasi diperkirakan masih tetap terjaga sejalan dengan bauran kebijakan dan koordinasi yang ditempuh BI dan Pemerintah. Kebijakan tersebut diperkuat oleh koordinasi yang semakin baik dengan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah melalui TPI dan TPID, dimana inflasi relatif mampu dikelola dengan baik oleh BI dan pemerintah melalui 233 tim TPID. Salah satu upaya konkret yang diakukan TPID adalah subsidi ongkos pasokan pangan di Jawa Timur, hal tersebut diperkuat pernyataan dari menurut Gubernur Jawa Timur, Soekarwo bahwa Pemprov Jatim,dan TPID sangat penting dan substantif bagi pengendalian inflasi dan perekonomian di Jatim". Berdasarkan data BPS Provinsi Jatim laju inflasi tahun kalender (Desember 2013-Oktober 2014) Jawa Timur mencapai 3,83 persen. Inflasi year-on-year (Oktober 2014 terhadap Oktober 2013) Jawa Timur sebesar 4,57 persen. Angka itu lebih tinggi daripada inflasi year-on- year bulan September 2014 sebesar 4,13 persen. Namun dalam kurun waktu tiga tahun terakhir inflasi year- on-year bulan Oktober 2014 merupakan inflasi terendah. Selain itu di daerah lainnya adalah penambahan kapasitas bongkar muat di pelabuhan Kupang, pemberlakuan sistem resi gudang di Cirebon dan komunikasi di TPID-TPID dikawasan Sumatera untuk mengarahkan ekspektasi masyarakat terhadap inflasi.

Tabel 8.

INFLASI TAHUN KE TAHUN PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2010 - 2015

(dalam persen)

Bulan 2011 2012 2013 2014 2015

Jan 7,3 3,82 5,14 7,65 6,86

Peb 7,13 3,93 5,89 7,03

Mar 7,32 3,97 6,75 6,59

Apr 6,63 4,47 6,2 6,75

Mei 6,27 4,58 5,83 7,04

Jun 5,88 4,62 5,93 6,66

Jul 4,61 4,66 8,39 4,01

Agt 4,73 4,97 8,06 3,53

Sept 4,71 4,51 7,78 4,13

Okt 4,51 4,86 7,55 4,57

Nop 4,55 4,56 7,53 5,85

Des 4,09 4,5 7,59 7,77

Sumber : BPS Provinsi Jawa Timur

1. Berdasarkan uraian dan artikel diatas apakah penyebab utama peningkatan inflasi di Indonesia?

bagaimakah peranan TPID untuk meredam laju inflasi, dan apakah sudah cukup berhasil? Dan berikan rekomendasi strategi apa yang sebaiknya dilakukan pemerintah dalam meredam laju inflasi di daerah!.

2. Dari tabel diatas berikan analisis singkat mengenai data inflasi Indonesia dan Jawa Timur!

(12)

Studi Kasus III. Permintaan Agregat (AD)

Kurva Permintaan Agregat (Aggregate Demand Curve) adalah kurva yang menunjukkan jumlah barang dan jasa yang ingin dibeli oleh rumah tangga, perusahaan, dan pemerintah pada setiap tingkat harga. Faktor-faktor yang menyebabkan kurva permintaan agregat mempunyai slope negatif:

a. Efek kekayaaan (tingat harga dan konsumsi)

b. Efek tingkat suku bunga (tingkat harga dan investasi) c. Efek nilai tukar (tingkat harga dan ekspor neto )

Terdapat 4 Komponen pengeluaran agreagat (agregate exenditure)  AE = C+I+G+ (X-M) (*) C= konsumsi, I=investasi, G=pengeluaran pemerintah, Net Export = (X-M)

Pada gambar 2 apabila terjadi kenaikan terhadap tingkat harga P0 menjadi P1 mengakibatkan Jumlah uang yang beredar berkurang yang akan mengeser LM1 ke kiri LM2 serta mengakibatkan naiknya suku bunga dari i0 menjadi i1 dan besarnya pendapatan dari Y0 menjadi Y1.

Gambar 2. Penurunan Kurva AD dari IS-LM

Gambar 3. Kurva Permintaa Agregat (AD)

Ketika salah satu dari 4 komponen AE berubah, akan menggeser kurva permintaan agreagat dari D1 ke D2.

(13)

Gambar 4. Pergeseran pada Kurva Permintaan Agregat

Kasus

Fokus Pemerintahan Saat ini

Pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla (Jokowi-JK) saat ini memulai pembangunan proyek infrastruktur untuk menopang target pertumbuhan ekonomi 2015 sebesar 7%. Total dana yang dibutuhkan pemerintah untuk mendanai pembangunan proyek-proyek infrastruktur prioritas mencapai Rp 106 triliun. Menurut Sofyan Djalil, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian proyek-proyek yang akan dikerjakan tahun depan dan masuk dalam kategori prioritas adalah yang berkaitan dengan program peningkatan ketahanan pangan, irigasi, serta pelabuhan. Menteri Keuangan (Menkeu), Bambang Brodjonegoro, juga menyebutkan setelah Undang-Undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBNP) Tahun Anggaran 2015 disetujui oleh DPR dan Pemerintah Presiden Joko Widodo, anggaran infrastruktur meningkat lebih dari 100 triliun. Kementerian Pekerjaan Umum memperoleh alokasi anggaran sebesar Rp 81,3 triliun sementara Kementerian Perhubungan mendapat alokasi Rp 44,9 triliun. Kedua instansi tersebut mendapat tugas untuk membangun jalan raya baru, jalur kereta, jembatan, bus rapid transit, bandara, serta dermaga penyeberangan dan pelabuhan. Dana infrastruktur juga diperoleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral sebesar Rp 10 triliun untuk membangun jaringan transmisi listrik, peningkatan kapasitas gardu induk, membangun jaringan gas kota, dan pembangkit listrik. Terakhir, dana infrastruktur juga diberikan kepada Kementerian Perumahan Rakyat sebesar Rp 4,6 triliun untuk membangun rusunawa untuk masyarakat berpenghasilan rendah dan kawasan perumahan swadaya. Selain mengutamakan pembangunan infrastruktur presiden Jokowi berusaha menarik investor asing ke Indonesia, namun tantangan terbesar yang harus dihadapi antara lain pemotongan subsidi BBM, membangun infrastruktur dan menggenjot ekspor. Di berbagai ajang internasional, antara lain di KTT APEC (Beijing), KTT ASEAN (Naypyiday, Myanmar) dan terakhir di KTT G20 Brisbane, Australia, Presiden Jokowi terus mempromosikan potensi perekonomian Indonesia. Tujuannya untuk mengundang investor asing dan mendorong kembali investasi dan pertumbuhan. (www.cnnindonesia.com).

Pemotongan subsidi BBM

Presiden Jokowi sebelumnya berjanji akan mendongkrak pertumbuhan ekonomi sampai 7 persen dalam dua tahun mendatang. Antara lain dengan menggalakkan pembangunan infrastruktur dan pemberantasan korupsi untuk menarik kembali para investor asing. Langkah lain yang sangat mendesak adalah pemotongan subsidi BBM, yang menjadi sumber utama defisit neraca perdagangan Indonesia. Menurut data BPS, neraca perdagangan migas sampai September 2014 mencetak defisit sebesar USD 9,6 miliar. Selain itu, perekonomian kawasan memang sedang melemah, yang berakibat rendahnya permintaan di pasar ekspor. Hal itu terutama disebabkan oleh melemahnya perekonomian Cina sebagai salah satu aktor ekonomi utama.

(www.Fokus.kontan.co.id)

(14)

Konsumsi rumah tangga penunjang utama

Keputusan Bank Sentral Amerika Serikat, The "Fed", untuk mengakhiri program stimulus moneter secara bertahap, juga diperkirakan berakibat negatif pada perkembangan pasar dan investasi di kawasan Asia pada bulan-bulan mendatang. Data-data ekspor terbaru Indonesia menunjukkan penurunan 0,7% dibandingkan angka tahun lalu. Menurut data Biro Pusat Statistik (BPS), lemahnya perekonomian terutama karena turunnya permintaan untuk komoditi ekspor penting, seperti minyak sawit dan batubara. Turunnya ekspor juga merupakan dampak dari peraturan pemerintah tentang larangan ekspor mineral dan batubara, yang diputuskan pemerintahan sebelumnya. Faktor utama yang menunjang pertumbuhan ekonomi di Indonesia adalah konsumsi rumah tangga, yang terus meningkat dan mencapai pertumbuhan 5,44%.

(www.Kompas.com)

1. Berdasarkan artikel dan penjelasan di atas gambarkan peristiwa-peristiwa di atas dengan kurva AD!

2. Program-program pemerintah tersebut apakah menimbulkan efek multiplier (multiplier effect) bagi perekonomian? jelaskan !

Studi Kasus IV. Penawaran Agregat (AS)

Kurva penawaran agregat merupakan kurva yang menyatakan kuantitas barang dan jasa yang dihasilkan seluruh perusahaan pada berbagai tingkat harga. Slope kurva penawaran agregat tergantung pada periode waktu, dalam jangka panjang, kurva penawaran agregat berbentuk vertikal, sedangkan dalam jangka pendek berslope menaik.

Kurva AS jangka pendek memiliki slope menaik ada 3 teori yang menjelaskannya : a. the sticky-wage theory

b. the sticky-price theory c. the misperception theory

Gambar 5. Kurva AS Jangka Pendek (short-run)

Kurva AS jangka panjang berbentuk vertikal karena dalam jangka panjang perekonmian bergantung kepada supply tenaga kerja, kapital, sumber daya dan penggunaan teknologi dalam proses produksi. Dalam jangka panjang tingkat harga tidak mempengaruhi semua faktor tersebut, maka output (Y) yang dihasilkan dalam janka panjang akan tetap.

(15)

Gambar 6. Kurva AS Jangka Panjang (long-run)

Kasus:

Kebijakan Upah Minimum Regional Indonesia

Saat ini topik yang paling sering diperbincangkan di masyarakat selain tentang kenaikan atau penyesuaian harga BBM (Bahan Bakar Minyak) ialah tentang Kebijakan Upah Minimum Regional buruh seluruh Indonesia.

Pemerintah daerah harus mampu menghitung secara efektif dan efisien berapa kira-kira besaran UMR (Upah Minimum Regional) secara netral tanpa mengorbankan salah satu pihak yakni antara kaum buruh dengan para pengusaha. Salah perhitungan sedikit saja akan berdampak luas bagi perekonomian daerah tersebut dan bahkan bisa mengganggu stabilitas perekonomian pusat dan dikhawatirkan akan menyebabkan terganggunya perekonomian Indonesia. Oleh karena itu dalam penetapan Upah Minimum Regional ditetapkan berdasarkan pada hasil survey KHL (Kebutuhan Hidup Layak) yang dilakukan oleh Dewan Pengupahan yang terdiri dari perwakilan serikat pekerja, pengusaha, pemerintah, dan pihak netral yang berasal dari akademisi. Lebih jauh mengenai ketentuan KHL, diatur dalam Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. 13 tahun 2012.

Reaksi Buruh Terhadap UMR (UMP dan UMK)

Mulai Januari 2013, pemerintah menetapkan upah minimal regional untuk DKI Jakarta sebesar Rp. 2.200.000 (dua juta dua ratus ribu rupiah). Artinya para buruh menikmati upah minimum yang baru. Upah yang sudah ditetapkan itu lebih besar dari pada Kebutuhan Hidup Layak (KHL) di DKI Jakarta. Namun, ternyata angka yang ditetapkan tersebut masih jauh dibawah tuntutan para buruh pada saat orasi di jalanan, tetapi bagi mereka kenaikan UMR tahun 2013 cukup untuk melegakan hati.

Di lihat dari sisi Para Pengusaha

Dilain pihak muncul reaksi atas penetapan kenaikan Upah Minimum Regional Jakarta dan sekitarnya. Reaksi itu datang dari Kamar Dagang dan Industri (KADIN) yang mengatakan besaran angka UMR Jakarta sangat tidak rasional dan memberatkan pengusaha. Alasan tersebut diungkapkan karena kenaikan tersebut beggitu tinggi sehingga perusahaan tidak mampu membayarnya. Wakil Ketua KADIN mengungkapkan bahwa ketetapan itu harus dikaji ulang karena apabila ketetapan itu tetap dijalankan maka akan membahayakan pengusaha kecil dan menengah. Bukan tidak mungkin para pengusaha itu gulung tikar karena tidak sanggup menanggung beban biaya produksi di Jakarta. Pandangan lain juga mengatakan bahwa kenaikan UMR Jakarta akan diikuti oleh kenaikan upah semua buruh lain yang sudah memiliki upah di atas UMR. Selain itu pajak penghasilan dan iuran Jamsostek yang dibayar perusahaan secara otomatis juga akan meningkat. Beban gaji ini sekiranya sungguh memberatkan para pengusaha yang sedang bergeliat, terutama pengusaha kecil dan menengah.

Gambar

Tabel 1. Indikator Ekonomi Indonesia  Sumber :Perhitungan PDB menggunakan tahun dasar 2010 : BPS, Kementerian Keuangan
Tabel 5. PDB Triwulan tahun 2014 menurut pengeluaran atas harga Konstan 2000 (miliar Rupiah) Type of Expenditure
Tabel 6. PDB Triwulan tahun 2014 menurut pengeluaran atas harga berlaku (miliar Rupiah)
Gambar 1. Koordinasi Antara Bank Indonesia dan Pemerintah Dalam Pengendalian Inflasi
+7

Referensi

Dokumen terkait

Analisis Pengaruh Nilai Tukar, Suku Bunga, Laju Inflasi dan Pertumbuhan GDP Terhadap Indeks Harga Saham Sektor Properti-Kajian Empiris Pada Bursa Efek Indonesia

Terkait hubungan return saham dengan Debt to Equity Ratio (DER) Earning Per Share (EPS), dan Price to Book Value (PBV) serta kondisi Ekonomi yaitu inflasi, tingkat suku

Karena nilai (Prob > F) < 0.05, maka EPS, DER, ROA, PER, Inflasi,, Kurs dan Harga Minyak Dunia secara bersamaan memiliki pengaruh terhadap return saham

Analisis Pengaruh Nilai Tukar, Suku Bunga, Laju Inflasi dan Pertumbuhan GDP Terhadap Indeks Harga Saham Sektor Properti (kajian empiris pada bursa efek Indonesia) periode

Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah nisbah bagi hasil Pasar Uang Antar bank Syariah (O/N)(PUAS), pertumbuhan uang yang beredar (M1), tingkat inflasi, dan nilai

Penelitian ini menghasilkan bahwa pada alpha 5% variabel laju pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto, Indeks Pembangunan Manusia, aglomerasi produksi industri pengolahan, dan