PRAKTIK KONSELING EGO STATE Semester 7
Nama Konselor Nim
Nama Konseli
: Febrianti Nurzakiah : C21862010123 : SM
No Sesi Link video
1 Sesi 1 https://youtu.be/Rls6dGD_CTY?si=ZLYa235-V2WPCXkf 2 Sesi 2 https://youtu.be/FtHgK030fh8?si=C445vlYHYytop-X_
3 Sesi 3 https://youtu.be/-NqgXFNm2t4?si=FLQJJXXdCi8YKUst 4 Sesi 4 https://youtu.be/Y16aZFzHvsY?si=KlDPLzhS5BVK3sIo
EGO STATE DALAM MENANGANI PERASAAN TIDAK PERCAYA DIRI MAHASISWA
ARTIKEL
Diajukan Untuk Menyelesaikan Ujian Akhir Semester Mata Kuliah Ego State Teraphy, yang diampu oleh Dr. Gian Sugiana Sugara, M.Pd., Kons
Oleh
Febrinti Nurzakiah (C2186201023)
PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS
MUHAMMADIYAH TASIKMALAYA
2025
EGO STATE DALAM MENANGANI PERASAAN TIDAK PERCAYA DIRI MAHASISWA
A. DESKRIPSI KASUS
Konseli TR yang berusia 18 tahun adalah seorang siswa kelas 3 SMA. Setiap harinya, ia sibuk dengan kegiatan sekolah, mengerjakan tugas, serta mengikuti berbagai aktivitas yang merupakan bagian dari program studinya. Sebagai remaja yang sedang mempersiapkan diri untuk ujian dan kelulusan, konseli merasa terbebani dengan tuntutan akademik dan ekspektasi yang semakin tinggi. Ia sering kali merasa cemas, terutama ketika ditanya bekerja.
Ketakutan akan penilaian orang lain membuatnya merasa kurang percaya diri dan seringkali khawatir akan apa yang dipikirkan orang lain tentang dirinya.
Masalah sulit mengendalikan emosi yang dirasakannya bukan hal baru. Sejak di sekolah sebelumnya, perasaan cemas dan takut telah mengganggunya, bahkan hingga membuatnya merasa tidak bisa mengontrol diri. Selain masalah kecemasan, konseli juga merasa tidak nyaman dengan hubungan keluarganya, khususnya dengan sang ayah. Sejak kecil, ia di hadapkan dengan ayahnya yang berselingkuh. Ibu konseli juga sering meragukan kemampuannya, yang membuat konseli merasa kurang dihargai dan sulit untuk mengembangkan rasa percaya dirinya. Faktor keluarga ini, ditambah dengan kecemasan yang ia alAmel, membuat konseli merasa kesulitan dalam mengendalikan emosinya, terutama dalam menghadapi tekanan hidup sehari-hari.
B. GEJALA MASALAH
Gejala-gejala yang muncul karena permasalahan tersebut di antaranya seperti perasaan takut yang berlebihan, merasa pusing, gemetar, seringkali memikirkan pandangan orang lain tentang dirinya, dan selalu merasa bahwa dirinya ditolak/ tidak akan diterima oleh teman.
Selain itu, konseli sering menarik diri dari lingkungan pertemanan karena merasa tidak di terima
C. ASESMEN
Asesmen atau pengukuran yang digunakan sebelum dan sesudah melaksanakan sesi konseling yaitu dengan menggunakan Skala Depresi Kecemasan Dan Stres (Depression Anxiety Stress Scale/ DASS). Lovibond & Lovibond (dalam Arjanto, 2022) menjelaskan terkait DASS; Skala depresi menilai gejala seperti disforia, putus asa, tidak berharga, dan kurangnya minat; skala kecemasan terdiri dari item yang mengevaluasi gejala somatik, kecemasan situasional dan pengalaman subjektif dari perasaan cemas; sedangkan skala stres mengukur suatu kondisi dari gairah dan ketegangan persisten yang terdiri dari gejala seperti kesulitan bersantai, agitasi, kemarahan dan ketidak sabaran.
Setelah dilakukan pengukuran awal menggunakan DASS, maka didapatkan hasil terkait keadaan konseli dengan skor depresi = 10 (kriteria rendah); skor kecemasan=15 (kriteria sedang); dan skor stress=14 (kriteria sedang). Hal itu sebagaimana yang konseli sampaikan mengenai permasalahan yang selama ini cukup mengganggu aktivitasnya. Maka konselor menggunakan konseling ego state untuk menangani permasalahan konseli, dengan tujuan agar konseli bisa mengetahui akar permasalahan tersebut dan menemukan bagian dirinya yang lain, yang lebih positif. Serta menyelesaikan konflik yang mungkin saja terjadi pada antar state/ bagiannya.
Kemudian konseli melaksanakan empat sesi konseling Ego State, yang mana pada setiap sesinya konseli menunjukkan perubahannya secara signifikan. Setelah semua sesi selesai dilaksanakan, konseli diarahkan untuk mengisi asesmen DASS untuk mengukur kembali skala depresi, kecemasan dan stressnya. Hingga didapatkan hasil dari pengukuran setelah sesi konseling; skor depresi = 5 (kriteria normal); skor kecemasan = 7 (kriteria normal); dan skor stress = 5 (kriteria normal). Ada perubahan yang cukup signifikan dilihat dari pengukuran awal dan pengukuran akhir konseli. Selain itu, konseli juga menunjukkan perubahan-perubahannya yang positif.
D. KONSEPTUALISASI MASALAH & PROSES PERENCANAAN KONSELING 1. Analisis Permasalahan
Konseli mengalAmel perasaan tidak bisa mengontrol emosi dalam diri yang seringkali merasa kesal, pusing, hingga gemetar saat di hadapan orang yang menyebalkan atau tidak menyenangkan. Ia merasa tidak yakin pada dirinya sendiri, sehingga membuatnya terkadang tidak mampu berbicara dengan jelas. Jalaluddin Rakhmat (dalam Triningtyas, 2016) menyatakan bahwa keinginan menutup diri, selain karena konsep diri yang negatif timbul dari kurangnya kepercayaan kepada kemampuan sendiri. Seorang yang kurang percaya diri akan cenderung sedapat mungkin menghindari situasi komunikasi.
Gross (2002) menyatakan bahwa pengendalian emosi melibatkan proses regulasi emosi, yaitu upaya individu untuk mempengaruhi kapan, bagaimana, dan di mana emosi muncul. Hal ini dapat dilakukan melalui beberapa strategi seperti pengalihan perhatian, penilaian ulang, atau pengaturan ekspresi emosi . Adapun menurut Salovey dan Mayer (1990), pengendalian emosi merupakan bagian dari kecerdasan emosional (emotional intelligence), yaitu kemampuan untuk mengenali, memahAmel, dan mengelola emosi diri sendiri serta emosi orang lain. Pengendalian emosi membantu individu mengelola reaksi emosional secara adaptif dalam berbagai situasi.
Dari permasalahan yang dialAmel tersebut, konseli dikategorikan pada vaded with rejection, sebab ia merasa perasaan cemas dan takut yang berlebihan, merasa tidak
diinginkan teman lain, memikirkan pandangan orang lain tentang dirinya, dan selalu merasa bahwa dirinya ditolak/ tidak akan diterima oleh orang lain. Sebagaimana ciri-ciri vaded with rejection menurut Emmerson (2014), yaitu ketika konseli merasa dirinya tidak cukup baik; Vaded merupakan bagian yang diliputi oleh emosi negatif sampai pada titik di mana mereka tidak dapat lagi menjalankan fungsi normalnya, dan ketika mereka sadar, mereka membawa emosi negatif mereka (SEM), yang mengakibatkan perasaan konseli kesal dan ti dak terkendali. Ketika keadaan Vaded menjadi sadar, konseli merasa tidak enak secara emosional, dan ini dapat dialAmel sebagai kecemasan, ketakutan, frustrasi, panik, atau bahkan perasaan negatif yang tidak dapat dijelaskan.
Setelah mendapatkan informasi mengenai masa lalu konseli, ternyata pada saat usia 7 tahun dulu, konseli dibungkam bapaknya karena selingkuh dan diancam agar tidak membicarakan nya kepada ibu. Yang masih ia ingat sampai saat ini justru saat ia belum bisa mengenali emosi yang ia rasakan justru malah di bungkam dan di larang untuk mengekspresikan rasa emosinya. Padahal, Thomas and Chess (1977) dalam teori temperamen mengatakan anak-anak yang memiliki temperamen sensitif atau mudah marah perlu meluapkan emosi mereka sebagai cara untuk mengatur stres dan ketegangan. Mereka cenderung merespons lebih intens terhadap situasi emosional, dan jika emosi ini tidak dikelola atau diluapkan dengan cara yang sehat, bisa mempengaruhi kesejahteraan psikologis mereka. Oleh karena itu, penting bagi anak-anak untuk belajar mengungkapkan perasaan mereka secara konstruktif, seperti berbicara tentang perasaan atau beraktivitas fisik, untuk mencegah penumpukan stres yang bisa berdampak buruk bagi kesehatan mental.
2. Konseling Ego State
Ego state merupakan bagian dari kepribadian atau disebut juga sebagai mini personality, bukan multiple personality, bisa berubah, dan mempengaruhi kehidupan seseorang. Setiap ego state yang muncul memiliki cara berpikir, emosi dan tindakan. Selain itu, ego state juga memiliki tujuan dan fungsinya masing-masing bagi seseorang. ego state adalah bagian dari individu itu sendiri. tampilan seseorang setiap harinya, maka itulah ego state-nya yang dominan. Sebagaimana Emmerson (2010) menjelaskan bahwa Ego State adalah bagian kecil dari kepribadian seseorang. Ego state mulai berkembang ketika masa ka nak-kanak dimana otak mulai berkembang. Semua ego state berkembang untuk memuaskan beberapa kebutuhan (Arif, 2011)
Teori ego state lebih dari sekedar teori terapi. Ini juga merupakan teori kepribadian.
Asumsi bahwa kepribadian terdiri dari sekelompok keadaan yang terpisah, masing- masing memiliki identitas, ingatan, dan ciri-ciri tertentu, mendefinisikan struktur kepribadian.
Keadaan ego diciptakan berdasarkan kebutuhan, dan terus aktif, atau tersedia pada tingkat yang berbeda-beda. Trauma yang tidak terselesaikan menghasilkan ketegangan yang
mungkin terus mengganggu fungsi normal. Masalah komunikasi internal antar state dapat mengganggu kemampuan individu untuk bersantai dan merasa damai. Teori kepribadian ego state mempunyai implikasi yang berkaitan dengan beberapa pemahaman dasar kita tentang hakikat pikiran (Emmerson, 2007).
Watkins (1993) menjelaskan bahwa Konseling ego state adalah pemanfaatan teknik terapi keluarga dan kelompok untuk penyelesaian konflik antara keadaan ego yang berbeda yang membentuk "keluarga diri" dalam satu individu. JG Watkins & HH Watkins (1997) mendefinisikan konseling ego state sebagai sebuah konseling yang menggunakan pendekatan individu, keluarga, dan terapi kelompok dalam mengakses dan berhubungandengan ego state yang bertujuan untuk melepaskan dan mengatasi konflik ego state yang terjadi. Sebuah ego state merupakan satu bagian dari sekumpulan kelompok yang mempunyai keadaanatau kondisi emosi yang setara, yang dibedakan berdasarkan tugas khusus, perasaan (mood), danfungsi mental, dimana kesadaran diasumsikan sebagai identitas dari orang tersebut (Emmerson, 2010). Adapun Frederick (2005) memaparkan bahwa Ego State Therapy adalah psikoterapi yang memandang kepribadian manusia terdiri dari sejumlah bagian, atau subdiri, yang membentuk sesuatu seperti keluarga internal. Ini adalah kombinasi teknik terapi individu, kelompok, dan keluarga. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Daharnis, dkk (2021) menemukan bahwa terapi ego-state dapat menurunkan trypanophobia (asa takut yang berlebihan terhadap prosedur medis yang melibatkan suntikan atau jarum suntik). Berdasarkan temuan tersebut, terapi ini dapat menjadi salah satu pengobatan alternatif dalam pengurangan trypanophobia. Selain itu, Phillips (1993) dalam penelitiannya menyatakan Efektivitas terapi keadaan ego juga dieksplorasi dalam menangani ciri-ciri tertentu dari kondisi pasca trauma yang dapat mempersulit pengobatan, termasuk disosiasi dan fragmentasi, distorsi kognitif dan persepsi, serta kekakuan kepribadian dan perilaku. Barabasz, dkk (2013) juga menyatakan bahwa tampaknya ego state therapy ini merupakan intervensi yang efektif dan tahan lama untuk PTSD termasuk cedera akibat stres dan gangguan stres akut.
3. Perencanaan Intervensi Konseling
Berikut merupakan protokol konseling ego state untuk menangani konseli dengan vaded w ith rejection:
a) Vivify Spesific: Keadaan yang benar harus diidentifikasi oleh konselor sebagai penyebab utama kekhawatiran yang muncul. Menjembatani harus membawa Vaded ke gambaran peristiwa sensitisasi aslinya. Pastikan bahwa Vaded benar- benar Sadar hingga tingkat yang dibutuhkan.
b) Bridging: Dapatkan usia Bagian Vaded pada saat kejadian sensitisasi awal (initializing sensitizing event/ ISE). Salurkan fokus klien ke dalam peristiwa sensitisasi awal. Vaded harus diberdayakan dan/atau mencapai pemahaman dan diberikan perasaan aman, dukungan, dan perhatian.
c) Ekspresi: Memastikan konseli mengungkapkan perasaannya sepenuhnya.
d) Introject Speak: Semua Vaded State berbicara sebagai Introject yang menolak sehingga dapat lebih memahAmel ketidakmampuan Introject untuk berbagi cinta.
e) Removal: Memberi state pilihan untuk mempertahankan atau menghapus Introjek yang memberinya perasaan negatif.
f) Relief: Membawa state yang mengasuh/ dewasa dan penuh perhatian dari konseli yang merasa rapuh untuk memastikan bahwa klien mendapat dukungan dan perawatan.
Catatan: Jika sudah jelas bahwa Introject tidak mampu menunjukkan cinta tanpa syarat, bukan berarti orang yang diwakili Introject tersebut sebenarnya seperti itu. Ini hanya berarti bahwa orang tersebut diinternalisasikan oleh Vaded.
4. Tujuan Konseling
Tujuan dari konseling ego state secara umumnya adalah untuk mengembalikan state seseorang agar kembali menjadi normal; memfasilitasi ekspresi; melepas emosi negatif;
dan mengatasi konflik dalam diri. Emmerson (2007) juga menyebutkan tujuan dari konseling ego state, yang di antaranya yaitu:
a) Untuk menemukan keadaan ego yang menyimpan rasa sakit, trauma, kemarahan, atau frustrasi dan memfasilitasi ekspresi, pelepasan, kenyamanan, dan pemberdayaan;
b) Untuk memfasilitasi komunikasi fungsional antar keadaan ego (pernyataan “Saya benci diri saya sendiri jika saya seperti itu” menunjukkan dua keadaan yang kurang dalam komunikasi yang tepat); Dan
c) Untuk membantu konseli mempelajari keadaan ego mereka sehingga keadaan tersebut
dapat digunakan dengan lebih baik demi keuntungan konseli (misalnya, membiarkan konseli pada suatu saat terbuka untuk menikmati pengalaman emosional dan pada saat yang lain bersikap asertif ketika ditantang).
E. TUJUAN & TARGET PERUBAHAN KONSELI
Tujuan dan target untuk perubahan konseli adalah, agar ke depannya konseli dapat mengontrol dirinya saat perasaan emosi berlebih itu muncul. Lebih dari itu, konseli diharapkan bisa mengendalikan emosi dalam setiap permasalahannya yang saat ini ada.
Sehingga, pada akhirnya konseli mampu megendalikan dirinya sendiri dan orang lain, serta menemukan bagian dirinya yang lain, yang bisa menguatkan perubahan-perubahan positifnya. Tujuan khususnya yaitu agar konseli bisa bersikap lebih tenang dan meyakinkan dirinya untuk lebih bisa mengendalikan diri saat merasa kesal dengan orang lain.
F. PROSES KONSELING a) Sesi I : Emotional Release (E)
Pada sesi yang pertama ini, bertujuan agar konseli bisa merilis emosinya/ merilis state negatif yang ada di dalam dirinya. Dalam sesi ini juga ada tahapan untuk menemukan ISE (Initializing sensitizing event)/ pengalaman awal dimana emosi atau state tersebut pertama kali muncul. ISE merupakan pengalaman negative yang dialAmel oleh konseli pada usia anak-anak, dimana emosi tersebut terpendam, yang kemudian menjadi sumber masalah bagi konseli.
a) Vivify specific
Tahapan ini merupakan tahapan yang digunakan untuk memunculkan state ke permukaan, ke dalam kesadaran, untuk memfasilitasi menjembatani ke peristiwa sensitisasi awal.
Dalam tahapan ini, sangat penting adanya catatan yang rinci berisi pertanyaan-pertanyaan untuk mengidentifikasi waktu, tempat dan keadaan spesifik saat terjadinya reaksi emosional yang tidak diinginkan. Pernyataan apapun yang berkaitan dengan perasaan harus ditulis, sebab akan diperlukan dalam tahapan imagery check di akhir sesi.
Dalam tahapan ini, konseli mengatakan bahwa, ”Kadang merasa tidak nyaman dengan orang-rang tertentu. Aku takut gaada temen. Dan aku sering mengkhawatirkan pandangan orang lain tentang diri aku. Aku selalu takut jika aku gak bisa memuaskan ekspetasi mereka.”
Konselor : Kapan peristiwa terakhir kamu merasa seperti itu?
Konseli : Ketika adik melakukan kesalahan Konselor : Di mana
Konseli : Di rumah
Konselor : Siang hari atau malam hari?
Konseli : Siang
Konselor : Dan bayangkan kamu saat ini berada pada saat itu, saat dimana kamu tidak bisa mengendalikan emosi dengan baik karena merasa kesal ke adik kamu. Apa yang terjadi pada saat itu?
Konseli : Aku berusaha menasihati adik, tapi karena aku sangat marah dengan meluap aku tidak bisa mengendalikan diri untuk tidak membentak
Konselor : Perasaan apa yang mendominasi kamu pada saat itu?
Konseli : Merasa bersalah
b) Bridging
Tahapan bridging merupakan tahapan yang membawa konseli pada isu/ kejadian awal pertama kali suatu state tumbuh dan muncul ke permukaan. Dalam artian, tahapan ini membawa konseli Kembali ke masa lalu/ masa kecil. Tujuan lain dari bridging ini adalah untuk mengetahui peristiwa awal di masa kecil yang bisa jadi merupakan penyebab dari permasalahan yang ada pada konseli. Dalam pelaksanaannya:
- Pastikan bahwa vaded state benar-benar sadar sehingga ia terasa oleh konseli;
- Bantu konseli untuk fokus pada satu titik bagian tubuh di mana perasaan itu terasa sangat kuat;
- Koneksikan diri konseli pada saat ini ke kejadian awal saat perasaan itu muncul petama kali;
- Pandu konseli untuk masuk dan kembali ke masa tersebut, dengan pertanyaan yang spesifik.
Adapun percakapan yang dilakukan oleh konselor dan konseli dalam pelaksanaan sesinya
yaitu sebagai berikut:
Konselor : Tadi kamu mengatakan perasaan marah yang mendominasi kamu pada saat itu. Lalu kira-kira, di bagian tubuh kamu yang mana perasaan cemas itu terasa kuat?
Konseli : (di dada)
Konselor : Kira-kira perasaan itu berbentuk apa? Berukuran apa? Dan berwarna apa?
Konseli : Tidak berbentuk, berukuran sedang, dan tidak berwarna
Konselor : Saya ingin kamu membayangkan diri kamu dengan peristiwa di masa itu saat kamu merasa sangat marah. Kira-kira saat itu ada di siang hari atau malam hari? Sendirian atau ada orang lain? Dan pada usia berapa tahun kamu saat itu?
Konseli : Siang, ada orang lain, dalam ruangan, dan berusia 6 tahun Konselor : Ada siapa di sana?
Konseli : Ada bapak. Saya melihat dia medapatkan telpon dari wanita lain dan saya binggung itu siapa setelah itu ayah mengancamku untuk tidak mengatakannya pada ibu.
Konselor : Apa fungsi marah itu?
Konseli : Bisa untuk meluapkan rasa kesal namun dengan baik, tapi kalau berlebihan itu membuatku pusing, berkeringat dan gemetar,
c) Expression
Tujuan dari tahapan ekspresi ini di antaranya yaitu konseli menyampaikan apa yang dia rasakan, melakukan ekspresi terhadap state lain untuk memberdayakan, dan mengekspresikan emosi yang dulu dirasakannya. Ekspresi ini merupakan tahapan yang penting, khususnya dalam membawa vaded state ke normal state. Tahapan ekspresi juga menjadi tahapan yang berperan dalam memberdayakan state, dan membantunya memahAmel bahwa introjek hanyalah persepsi yang terinternalisasi, sebuah ilusi, yang tidak memiliki kekuatan.
Dalam tahapan ini, konseli menyatakan ekspresinya kepada teman nya, ”itu siapa si pak?
Bilangin ke mamah” ucapnya dengan gemetar
d) Introject speak
Tujuan dari introject speak adalah agar narasumber memperoleh pemahaman yang lebih mendalam dengan mengalAmel perspektif dan emosi dari Introjek. Tindakan ini paling sering digunakan selama fase resolusi untuk vaded with rejection. Ketika vaded with rejection memperoleh pemahaman bahwa orang yang menolak tidak mampu menunjukkan penerimaan tanpa syarat, terjadi perubahan cara pandang dari, "Saya tidak bisa dicintai,"
menjadi, "Orang lain itu tidak mampu menunjukkan cinta tanpa syaratnya kepada saya pada saat itu." Peralihan dari 'Tidak Dapat Dicintai' menjadi 'Orang lain itu tidak mampu menunjukkan cinta tanpa syarat' membantu memindahkan vaded with rejection ke normal state.
Yang menjadi introject konseli adalah sang ibu yang biasa dipanggil ’bapak’. Introject itu kemudian mengatakan, “kamu masi kecil gaakan ngerti sut diem aja gausah bilang mamah.”
Setidaknya dengan berbicaranya introject ‘bapak’, membuat konseli semakin binggung dan kesulitan mengekspresikan perasaan nya.
e) Removal
Tujuan dari langkah Penghapusan adalah untuk memberdayakan dan membantu vaded state agar merasa aman. Mengikuti langkah pemberdayaan Ekspresi, konseli akan merasa lebih kuat daripada Introject, dan oleh karena itu akan dapat memutuskan apakah Introject dapat tetap berada dalam ruang Vaded State atau tidak. Ketika konseli mampu membuat Keputusan ini, maka itu dapat memberdayakan state. Kemudian jika state tersebut ingin ruang yang bersih dari introject, maka mungkin itu akan membuatnya merasa lebih aman. Jika state menginginkannya, maka itu adalah kebijakan/ keputusannya sendiri untuk memilih introject itu apakah tetap ‘tinggal atau pergi’.
Langkah penghapusannya sederhana, cepat, dan mudah, namun penting. Ini adalah salah satu langkah yang harus dilakukan dalam urutan kronologis yang benar, karena vaded state tidak mungkin meminta introject pergi jika introject itu memiliki kekuatan yang lebih.
”Sosok bapak yang suka membuatku kecewa itu, apakah mau tinggal disisni atau pergi ?”
Konseli menjawab dengan sangat yakin, ”pergi”
”Bayangkan sosok bapak yang suka membandingkan itu perlahan hilang, pergi dan semakin hilang dari dalam diri kamu.”
Dan setelah itu, konseli merasa jauh lebih baik. Sebab ia merasa bahwa bagian ibunya yang seperti itu telah lenyap dan pergi. Kali ini vaded state nya merasa lebih tenang dan aman.
f) Relief
Relief adalah proses membawa state konseli yang lebih dewasa dan mengasuh ke Keadaan Vaded sebelumnya sehingga dapat membantunya merasa aman, dilindungi, dan dipelihara, mengikuti langkah-langkah Ekspresi dan removal.
Bagian yang dewasa/ bijak di dalam diri konseli itu bernama ‘usan’.
Usan mengatakan bahwa ia, ”Muncul kalau lagi merasa kesepian.”
Kemudian saat ditanya apa fungsinya bagi konseli, Amel menjawab, “Fungsi saya untuknya adalah untuk menemani Ketika merasa kesepian dan merangkul dia.”
usan selanjutnya berbicara dengan vaded state ’usan’, ia memberikan penyampaian- penyampaian yang membuat merasa jauh lebih baik dari sebelumnya.
Find resource
Tujuan dari tindakan ini adalah untuk menemukan dan mendapatkan akses yang terbaik dari state yang dimiliki konseli untuk menghadapi situasi yang dihadapi. Ini adalah teknik yang sangat berguna, dan seringkali bermanfaat. Penting untuk digunakan
dalam urutan yang benar, jika tidak maka akan menjadi tidak efektif. Jika suatu Vaded terlibat dalam masalah yang dihadapi, maka state tersebut harus mendapatkan penyelesaian terlebih dahulu, jika tidak maka konseli tidak akan dapat memperoleh akses ke state yang diinginkan.
Konseli mengatakan bahwa ’usan’ adalah bagian konseli yang lebih berdaya, bagian yang mampu membantu Amel dan cemas untuk menjadi lebih baik. Dia adalah sosok yang positif. Yang mengatakan pada susan, “coba jangan marah berlebihan, jangan mengambil keputusan Ketika marah.”
Percakapan antar state itu membuat konseli merasa bahwa dirinya tidak sendirian, melainkan bersama-sama dengan state-nya yang lain. Yang bahkan lebih dewasa dan mampu memberikan perasaan aman juga nyaman pada dirinya.
g) Imagery check
Pada awal terapi, Vivify Spesifik Action digunakan untuk mengidentifikasi Vaded yang membutuhkan resolusi. Imagery check digunakan untuk kembali ke gambaran awal untuk melihat apakah gambaran ini masih menimbulkan reaksi emosional negatif. Jika Imagery Check tidak menunjukkan respons emosional negative maka terdapat indikasi bahwa intervensi telah berhasil. Indikasi ini juga mempunyai manfaat positif bagi konseli. Ini menunjukkan bahwa perubahan telah dilakukan, dan memberikan praktik untuk masa depan.
Imagery check adalah proses yang mudah dan lugas. Karena penggunaannya hampir selalu pada saat menjelang akhir sesi ketika konseli dalam keadaan santai dan fokus, seringkali mudah bagi klien untuk kembali ke gambaran yang tadinya membuat stres. Catatan-catatan yang diambil selama Aksi Spesifik Vivify harus dikembalikan untuk menghidupkan kembali masa yang awalnya dianggap bermasalah.
“Saya ucapkan terima kasih banyak kepada marah, bapak, usan. Sekarang saya ingin mereka bersatu, saling berpelukan dan masuk kembali ke dalam diri susan menjadi bagian yang utuh. Saya ingin kamu kembali ke kondisi saat merasa marah, kira-kira dengan kondisi sekarang yg sudah membaik, bagaimana perasaanmu jika Kembali lagi ke masa itu?”
Konseli mengatakan, “Lebih tenang dari sebelumnya.”
Sesi II : Changing Chair > Conflict resolution (R )
Pada sesi yang kedua ini, konseli akan diarahkan untuk menemukan state yang lebih positif, yang mampu membantu konseli merasa dan menjadi lebih baik keadaannya.
a) Vivify specific
Dalam tahapan ini, konseli mengatakan bahwa. ”Dalam satu minggu kebelakang aku bisa ngelakuin tugas dari teteh tapi ada satu orang yang bikin emosi aku ngeluap.”
Konselor : Kapan peristiwa terakhir kamu merasa seperti itu?
Konseli : Tiga hari lalu Konselor : Di mana Konseli : sekolah
Konselor : Siang hari atau malam hari?
Konseli : Siang
Konselor : Memakai baju berwarna apa kamu pada saat itu?
Konseli : Baju silat
Konselor : Dan bayangkan kamu saat ini berada pada saat itu, saat dimana kamu berada di sekolah dan kamu merasa marah. Apa yang terjadi pada saat itu?
Konseli : Aku awalnya ngerasa baik baik aja sampe aku liat noval orang yang pernah terobsesi ke aku, lebih ke ilfee aja si tiap liatnya karna dia pernah neror aku.
Konselor : Perasaan apa yang mendominasi kamu pada saat itu?
Konseli : kesel
Rasa kesal muncul karna ia pernah merasa takut di teror oeh teman nya dengan berturut turut pake no baru. Fungsinya agar konslei lebih waspada pada konseli.
b) Changing chair
Changing chair ini dilakukan oleh tiga state yang konseli munculkan, di antaranya yaitu state konseli yang bernama si Hawatir, Amel, dan Amel. Tiga state itulah yang konseli munculkan untuk membantu dirinya di sesi yang kedua ini.
State yang pertama adalah state yang negative, yang beberapa minggu lalu muncul pada konseli. State itu diberi nama ‘Hawatir’. Hawatir mengatakan bahwa, “Fungsi saya bagi dia adalah agar dia lebih waspada dalam hal apapun. Khususnya agar dia lebih berhati hati kepada orang lain, sehingga itu bsa meminimalisir overthingking pada dirinya. Saya sering muncul saat ada di lingkungan baru atau ketika lagi mengobrol dengan orang lain.”
Bagian yang selanjutnya adalah bagian konseli yang lebih dewasa, ia diberi nama
’Amel’. Ia selalu memandang segala sesuatu dengan positif tapi datangnya kadang suka di akhir-akhir. Sebagaimana Amel itu menyampaikan, ”Kalau kesel ke sesorang tuh wajar tapi ga boleh berlebihan. Fungsi aku yaitu untuk mengingatkan dia dalam hal apapun.”
Amel mengingatkan hawatir agar tidak terlalu terburu-buru menilai sesuatu, ”kalau bisa lebih tenang aja,” begitulah ucapnya. Namun, hawatir tidak mampu menyetujui pendapat Amel begitu saja. Hawatir mengatakan, ”Tapi kadang sulit untuk mengontrolnya. Aku juga udah berusaha, tapi kadang ya gitu gabisa dikontrol.”
Amel menasehati hawatir lagi. Dan mengajak hawatir untuk bekerja sama.
Amel, sebagai motivator, mengingatkan konseli juga agar memandang segala sesuatu itu tidak hanya pada satu hal. Kemudian menyampaikan kata-kata bijaknya,”Gapapa kamu muncul, tapi jangan berlebihan. Karena suatu yg berlebihan itu gak baik.”
Setelah beberapa waktu antar state itu berdiskusi, akhirnya mereka bersepakat untuk bekerja sama, saling menguatkan, dan saling berjanji untuk selalu menemani konseli bagaimanapun kondisinya.
Setelah itu, konselor menanyakan kondisi hawatir. ”Saya ingin bertanya kepada hawatir.
Tadi usan dan Amel sudah memberikan kamu motivasi dan semangatnya. Mereka juga merangkul kamu agar merasa lebih baik. Kemudian saat ini bagaimana keadaanmu?”
Hawatir menjawab, ”Aku merasa lebih baik, lebih damai.”
Mendengar itu, konselor kemudian beralih bertanya kepada konseli, ”Dengan kondisi hawatir tadi yang sudah merasa jauh lebih baik dan damai, apakah dia masih cocok diberi nama ’hawatir’?”
Konseli mengangguk.
Konseli kemudian mengubah nama hawatir menjadi ’Enjoy’, yang memiliki makna bahwa state-nya yang hawatir itu kini merasa tenang dan lebih menerima apapun kondisinya.
c) Imagery check
Imagery check adalah proses yang mudah dan lugas. Karena penggunaannya hampir selalu pada saat menjelang akhir sesi ketika konseli dalam keadaan santai dan fokus, seringkali mudah bagi klien untuk kembali ke gambaran yang tadinya membuat stres. Catatan-catatan yang diambil selama Aksi Spesifik Vivify harus dikembalikan untuk menghidupkan kembali masa yang awalnya dianggap bermasalah.
Konselor bertanya, “Kalau misalkan dihadapkan dengan peristiwa di kampus saat merasa hawatir, sekarang gimana perasaannya?”
”Ngerasa gak perlu terlalu ngerasa bersalah. Lebih ke dibicarakan baik-baik aja dalam hal apaun. Dan bersikap tenang dulu, jangan terbawa panik duluan,” begitulah jawab konseli.
3. Sesi III: Positive state / empowering
Pada sesi yang ketiga ini bertujuan untuk membrikan penguatan pada konseli. Selain itu juga bertujuan dalam menemukan state yang lebih positif, yang menjadi penguat dan
penyemangat saat konseli menjalani aktivitas sehari-harinya.
a) Vivify specific
Konselor membantu konseli agar bisa mengingat kembali peristiwa positif yang pernah dialAmelnya.
Dalam tahapan ini, konseli mengatakan bahwa, ”Ada acara kelas. Nah temen-temen itu semuanya pada welcome. Aku ngerasa seneng, ngerasa diterima sama mereka. Kayak menikmati acaranya, sama kebersamaannya pada saat itu.”
Konseli menganggap bahwa itu mungkin hal yang terlihat begitu sederhana, tetapi baginya sangat bermakna. Dan hanya karena hal sesederhana itu saja dirinya bisa merasa senang dan diterima. Keadaan dan lingkungan yang penuh dengan kebersamaan itulah yang membuatnya bahagia.
b) Bridging
Percakapan yang dilakukan oleh konselor dan konseli dalam pelaksanaan sesinya yaitu sebagai berikut:
Konselor : Emosi di masa lalu apa yang ingin kamu rasakan kembali sekarang?
Konseli : Perasaan senang
Konselor : Kenapa kamu ingin merasakan itu?
Konseli : Karena kangen ngerasa kebersamaannya itu kerasa banget
Konselor : Apa yang akan terjadi kalau perasaan seneng itu muncul lagi memangnya?
Konseli : Bikin tenang
Konselor : Kapan perasaan itu muncul terakhir kali?
Konseli : Saat SD.
Konselor : Memakai baju apa?
Konseli : Baju Seragam sd.
Konselor : Saya ingin kamu tutup mata, bayangkan kembali saat kamu merasa senang itu, pada masa SD dulu. Bagaimanakah kejadiannya pada saat itu?
Konseli : Dulu itu lagi kumpul sama keluarga. Ketawa ketawa bareng, dibeliin mainan baru jalan jalan bareng nonton tv di ruang keluarga
Konselor : Kira2 emosi positif itu paling terasa di bagian tubuh kamu yang mana?
Konseli : (di dada)
Konselor : Perasaan itu berentuk atau tidak? Berwarna apa? Berukuran gimana?
Konseli : bulat, putih, dan berukuran besar.
Konselor : Saya ingin kamu merasakan perasaan senang itu dengan perasaan di masa lalu, kira2 bagian itu apa namanya?
Konseli : happy
c) Expression
Dalam tahapan ini, konseli menyatakan ekspresinya kepada bunga, ”Terima kasih telah hadir. Terima kasih udah ngasih kesan pada hidup aku. Kalau bisa selalu datang, dalam situasi apapun itu. Maaf kadang tidak menyadari kehadiran kamu
Konseli mengucapkannya dengan tersenyum, dia sangat merasakan sosok Bunga itu benar- benar hadir di hadapannya.
d) Relief
Relief adalah proses membawa state konseli yang lebih dewasa dan mengasuh ke Keadaan Vaded sebelumnya sehingga dapat membantunya merasa aman, dilindungi, dan dipelihara, mengikuti langkah-langkah Ekspresi dan removal.
Pada tahapan ini, konseli memanggil state yang bernama ’Amel’. Amel mengatakan bahwa,
”Saya muncul di akhir-akhir, tetapi saya selalu menyadarkan dia jalan mana yang terbaik un tuk dipilih.” Kemudian konseli menyampaikaan juga bahwa Amel adalah sosok yang dewasa, Amel ini bisa membantu Bunga agar selalu hadir. Amel juga membantu konseli agar memandang sesuatu itu secara menyeluruh dan mengambil hikmahnya dari segala kejadian.
e) Find resource
Dalam tahapan find resource ini, konseli menghadirkan ‘Amel’. Amel ini yang bisa membantu menguatkan bunga dan juga Amel. Dia selalu memberi motivasi dan sosok yang dewasa juga. Amel selalu menemani konseli saat sendirian, dan dia berkata, ”Terima kasih sudah hadir. Kalian juga berharga. Kalian selalu ada buat dia. Dan bunga hebat, sudah sellau menemani dia.”
f) Imagery check
Konselor mengatakan, “Bayangkan semua state itu masuk kembali ke dalam diri kamu.
Menjadi diri kamu yang lebih baik. Bunga itu tumbuh bermekaran di dalam diri kamu, membuat kamu merasa jauh lebih nyaman dan senang.”
Konselor melanjutkan, ”Selanjutnya saya ingin kamu kembali ke masa itu, saat kumpul sama temen-temen. Dengan bunga yang kuat. Bagaimana perasaanmu?”
”Seneng bisa kumpul sama mereka lagi,” jawab Konseli.
Sesi IV: Commitment to change
Sesi ini bertujuan untuk mengevaluasi perubahan dan sesi konseling secara keseluruhan. Pada sesi ini juga konseli diarahkan agar mau berkomitmen dengan perubahan-perubahan positif yang sudah dicapai, serta agar konseli bisa memiliki kemampuan untuk menyelesaikan permasalahannya.
a) Vivify spesific
Imagery check adalah proses yang mudah dan lugas. Karena penggunaannya hampir selalu pada saat menjelang akhir sesi ketika konseli dalam keadaan santai dan fokus, seringkali mudah bagi klien untuk kembali ke gambaran yang tadinya membuat stres. Catatan-catatan yang diambil selama Aksi Spesifik Vivify harus dikembalikan untuk menghidupkan kembali masa yang awalnya dianggap bermasalah.
Sekarang udah bisa berani mencoba. Sekarang juga lebih berusaha untuk lebih tenang saat bersosialisasi dengan orang lain. Bisa meminimalisir perasaan cemas. Ngerasa seneng dan bersyukur. Dan itu adalah hal dan perasaan yang sangat berharga buat aku.”
Konselor : Dan bayangkan kamu saat ini berada pada saat itu, saat dimana kamu bisa mengendalikan diri dan meminimalisir perasaan cemas itu.
Kamu merasa lebih tenang. Kira-kira perasaan tenang itu berbentuk apa? Warnanya apa dan berukuran bagaimana”
Konseli : Bulat, pink, dan ukurannya sedang
Konselor : Perasaan apa yang mendominasi kamu pada saat itu?
Konseli : Tenang
Perasaan tenang bernama ’Kia ’, sebagaimana bunga Kia yang bagus, cantik dan indah, konseli menggambarkan bahwa perasaan itu senantiasa memberinya
kenyamanan dan ketenangan dalam situasi apapun. Kia hadir saat konseli sedang sendirian, dan fungsinya adalah memberikan kenyamanan bagi konseli.
b) Find resource
Pada tahapan ini, konseli menemukan state bernama ’Amel’. Ia merupakan state yang positif dan selalu menjadi sosok yang dewasa serta bijak bagi konseli. Konseli menyatakan bahwa Amel ini mampu membantunya untuk berkomitmen dengan perubahan-perubahan positifnya. Amel ini muncul terakhir kali saat melaksanakan konseling di pertemuan sebelumnya. Ia berfungsi untuk mengingatkan konseli bahwa segala sesuatu itu akan ada hikmahnya.
Amel menyampaikan pada konseli, ”Kamu hebat udah ngelakuin semuanya. Jangan bosan ngelakuin hal baik. Jangan terlalu memikirkan pandangan orang lain yang bisa bikin kamu sakit hati. Jangan mudah menyerah, harus berusaha lebih lagi. Kita saling menguatkan ya, sama-sama.”
c) Imagery check
Imagery check adalah proses yang mudah dan lugas. Karena penggunaannya hampir selalu pada saat menjelang akhir sesi ketika konseli dalam keadaan santai dan fokus, seringkali mudah bagi klien untuk kembali ke gambaran yang tadinya membuat stres. Catatan-catatan yang diambil selama Aksi Spesifik Vivify harus dikembalikan untuk menghidupkan kembali masa yang awalnya dianggap bermasalah.
Konselor mengatakan, “Bayangkan Kia dan Amel menyatu menjadi kekuatan yang sangat positif, masuk ke dalam diri kamu lagi. Kemudian kalau misalkan kamu dihadapkan dengan suatu permasalahan yang bisa membuatmu cemas, dengan kondisimu yang sudah lebih baik seperti saat ini, apa yang akan kamu lakukan?”
”Bersikap lebih tenang dan melihat situasinya dulu. Menyadari lebih dulu bagaimana permasalahannya, dan jangan terburu-buru, dan jangan terlalu dibawa cemas,” ucap Konseli.
G. HASIL KONSELING
Konseli mengikuti sesi Konseling Ego State dengan baik. Konseli begitu antusias dan serius setiap menjalani proses konseling ego state, sehingga pada setiap sesinya terlihat perubahan yang cukup signifikan. Beberapa perubahan yang terjadi pada konseli adalah ketika konseli mampu memaafkan dirinya, orang lain dan khususnya orang tuanya. Konseli juga menceritakan bahwa dirinya saat ini lebih bisa menetralisir perasaannya dan mampu berdamai dengan keadaan. Bahkan pada saat bersosialisasi dengan orang lain pun konseli sudah bisa bersikap lebih tenang, padahal sebelumnya selalu merasa cemas. Kali ini, konseli sudah bisa lebih memahAmel dirinya, dia menyadari bahwa dirinya tidak sendirian dan memiliki bagian-bagian lain yang bisa membantunya untuk menyelesaikan suatu permasalahan.
REFERENSI
Arif, Antonius.(2011). Ego State Therapy. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama
Arjanto, P. (2022). Uji Reliabilitas dan Validitas Depression Anxiety Stress Scales 21 (DASS- 21) pada Mahasiswa. Jurnal Psikologi Perseptual, 7(1), 60-80.
Bandura, A. (1977). Social Learning Theory. New Jersey: Prentice Hall Inc.
Barabasz, A., Barabasz, M., Christensen, C., French, B., & Watkins, J. G. (2013). Efficacy of single-session abreactive ego state therapy for combat stress injury, PTSD, and ASD.
Gross, J. J. (2002). Emotion regulation: Affective, cognitive, and social consequences.
Psychophysiology, 39(3), 281-291.
Salovey, P., & Mayer, J. D. (1990). Emotional intelligence. Imagination, Cognition and Personality, 9(3), 185-211.
International Journal of Clinical and Experimental Hypnosis, 61(1), 1-19.
Daharnis, D., Ifdil, I., Amalianita, B., Zola, N., & Putri, Y. E. (2021). The Effectiveness of Ego- state Therapy in Reducing Trypanophobia. Addictive Disorders & Their Treatment, 20(1), 61-65.
Emmerson, G. (2007). Ego state therapy. Crown House Publishing.
Emmerson, Gordon. (2010). Ego state Therapy. Carmethen, United Kingdom : Crown House.
Thomas, A., & Chess, S. (1977). Temperament and development. Brunner/Mazel.
Frederick, Claire (2005). Selected Topics in Ego State Therapy. International Journal of Clinical and Experimental Hypnosis, 53(4), 339–429.
doi:10.1080/00207140591007518
Lauster,P.. (1978). The Personality Test, London: Pan Books
Phillips, M. (1993). The Use of Ego-State Therapy m the Treatment of Posttraumatic Stress Disorder. American Journal of Clinical Hypnosis, 35(4), 241-249.
Triningtyas, D. A. (2016). Studi kasus tentang rasa percaya diri, faktor penyebabnya dan upaya memperbaiki dengan menggunakan konseling individual. Counsellia: Jurnal Bimbingan dan Konseling, 3(1).
Watkins, Helen H. (1993). Ego-State Therapy: An Overview. American Journal of Clinical Hypnosis, 35(4), 232–240. doi:10.1080/00029157.1993.10403014
Watkins, Jhon G. & Watkins, Helen H.(1997). Ego State: Theory and Therapy. New York, NY:
Norton & Company
1.