• Tidak ada hasil yang ditemukan

T3 312019251 Matthew Christopher

N/A
N/A
Matthew Christopher

Academic year: 2024

Membagikan "T3 312019251 Matthew Christopher"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

Matthew Christopher 312019251 Fakultas Hukum

Apa pendekatan yang dilakukan KPPU dalam menilai perjanjian yang dilarang, kegiatan yang dilarang dan posisi dominan?

Pendahuluan

Masih maraknya muncul konglomerasi dan sekelompok kecil pengusaha kuat yang tidak didukung oleh semangat kewirausahaan sejati merupakan salah satu faktor yang mengakibatkan ketahanan ekonomi menjadi sangat rapuh dan tidak mampu bersaing sehinga berdampak pada kesenjangan sosial. menuntut kita untuk mencermati dan menata kembali kegiatan usaha di Indonesia, agar dunia usaha dapat tumbuh serta berkembang secara sehat dan benar, sehingga tercipta iklim persaingan usaha yang sehat, serta terhindarnya pemusatan kekuatan ekonomi pada perorangan atau kelompok tertentu, antara lain dalam bentuk praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat yang merugikan masyarakat, yang bertentangan dengan cita-cita keadilan sosial.

Secara umum, materi dari Undang-Undang Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat ini mengandung 6 bagian pengaturan yang terdiri dari : 1. perjanjian yang dilarang; 2. kegiatan yang dilarang; 3. posisi dominan; 4. komisi Pengawas Persaingan Usaha; 5. penegakan hukum

Agar implementasinya berjalan dan terlaksana dengan baik maka dibentuklah KPPU. KPPU merupakan singkatan dari komisi pengawas persaingan usaha. Dalam pasal 30 UU No.5 tahun 1999 tentang larangan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat disebutkan bahwa KPPU merupakan sebuah komisi. Dimana komisi adalah suatu lembaga independen yang terlepas dari pengaruh dan kekuasaan Pemerintah serta pihak lain dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden.

(2)

Isi

Dalam bab III pasal 4 – 16 UU No.5 tahun 1999 mengatur mengenai perjanjian yang dilarang.

1. Oligopoli

Adalah keadaan pasar dengan produsen dan pembeli barang hanya berjumlah sedikit. Sehingga mereka atau salah seorang dapat mempengaruhi harga pasar.

2. Penetapan harga

Agar tercipta pasar yang bersih dan jujur, pelaku usaha dilarang membuat perjanjian, seperti:

a) Perjanjian dengan pelaku usah lain untuk menetapkan harga atas barang atau jasa yang harus dibayar oleh konsumen pada pasar bersangkutan yang sama

b) Perjanjian yg mengakibatkan pembeli harus membayar dengan harga yang berbeda dari yang harus dibayar oleh pembeli lain untuk barang atau jasa yang sama

c) Perjanjian dengan pelaku usaha lainnya untuk menetapkan harga dibawah pasaran d) Perjanjian dengan pelaku usaha lainnya yang memuat persyaratan bahwa penerima

barangdan atau jasa tidak menjual atau memasok kembali barang dan atau jasa yang diterimanyadengan harga lebih rendah daripada harga yang telah dijanjikan

3. Pembagian wilayah

Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya yang bertujuan untuk membagi wilayah pemasaran atau alokasi pasar terhadap barang dan atau jasa.

4. Pemboikotan

Pelaku usaha dilarang untuk membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya yangdapat menghalangi pelaku usaha lain untuk melakukan usaha yang sama, baik untuk tujuan pasar dalam negeri maupun pasar luar negeri.

5. Kartel

Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya yang bermaksud untuk mempengaruhi harga dengan mengatur produksi dan atau pemasaran suatu barang dan atau jasa.

6. Trust

(3)

Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain untuk melakukankerja sama dengan membentuk gabungan perusahaan atau perseroan yang lebih besar, dengantetap menjaga dan mempertahankan kelangsungan hidup tiap-tiap perusahaan atau perseroananggotanya, yang bertujuan untuk mengontrol produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau jasa

7. Oligopsoni

Dimana pelaku usahan menerima/menguasai pasokan atau menjadi pembeli tunggal atas barang atau jasa dalam pasar komoditas

8. Integrasi Vertikal

Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang bertujuanuntuk menguasai produksi sejumlah produk yang termasuk dalam rangkaian produksi barang danatau jasa tertentu yang mana setiap rangkaian produksi merupakan hasil pengelolaan atau proseslanjutan baik dalam satu rangkaian langsung maupun tidak langsung

9. Perjanjian Tertutup

Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang memuat persyaratan bahwa pihak yang menerima barang dan atau jasa hanya akan memasok atau tidak memasok kembali barang dan atau jasa tersebut kepada pihak tertentu dan atau pada tempat tertentu.

10. Perjanjian dengan pihak luar negeri

Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pihak luar negeri yang memuatketentuan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan atau persaingan usahat idak sehat.

Dalam bab IV pasal 17-24 UU No 5 Tahun 1999 mengatur mengenai kegoiatan yang dilarang.

Kegiatan tertentu yang dilarang dan berdampak tidak baik untuk persaingan pasar meliputi:

1. Monopoli 2. Monopsoni 3. Penguasaan pasar 4. Persekongkolan

(4)

Sementara dalam bab V pasal 25-29 UU No5 tahun 1999 membahas mengenai posisi dominan, dimana mengatur mengenai:

1. Pencegahan konsumen untuk memperoleh barang atau jasa yang bersaing 2. Pembatasan pasar dan pengembangan teknologi

3. Menghambat pesaing untuk masuk dalam pasar 4. Jabatan rangkap

5. Pemilikan saham

6. Merger, akuisisi, konsolidasi

Dalam menilai apakah terdapat pelanggaran yang dilakukan pelaku usaha oleh KPPU dapat memakai metode pendekatan sebagai berikut:

 Pendekatan PER SE ILLEGAL

adalah metode pendekatan yang menganggap setiap perjanjian atau kegiatan usaha tertentu sebagai ilegal, tanpa pembuktian lebih lanjut atau menyelidiki lebih dahulu dampak yang ditimbulkan oleh perjanjian atau kegiatan usaha tersebut terhadap persaingan. Kegiatan yang dianggap sebagai per se illegal biasanya meliputi penetapan harga secara kolusif atas produk tertentu serta pengaturan harga penjualan kembali.

Pendekatan per se illegal ini dapat diketahui dari ketentuan pasal yang memuat kata

“dilarang” tanpa anak kalimat “yang dapat mengakibatkan”. Misalnya penyelidikan terhadap beberapa perjanjian atau kegiatan usaha. Lantas, per se illegal pasal berapa? Contohnya yaitu tentang perjanjian penetapan harga (Pasal 5 UU 5/1999), penetapan harga diskriminasi (Pasal 6 UU 5/1999), boikot (Pasal 10 UU 5/1999), perjanjian tertutup (Pasal 15 UU 5/1999), persekongkolan dalam menghambat produk/pemasaran pesaing (Pasal 24 UU 5/1999 jo.

Putusan MK No. 85/PUU-XIV/2016), penyalahgunaan posisi dominan (Pasal 25 UU 5/1999), dan tentang pemilikan saham mayoritas (Pasal 27 UU 5/1999).

Ada 2 syarat melakukan pendekatan per se illegal:

1. Harus ditujukan kepada perilaku bisnis dari pada situasi pasar karena keputusan melawan hukum dijatuhkan tanpa disertai pemeriksaan lebih lanjut, misalnya mengenai akibat dan

(5)

hal-hal yang melingkupinya. Perbuatan ilegal tersebut merupakan tindakan sengaja pelaku usaha yang seharusnya dapat dihindari.

2. Adanya identifikasi secara cepat atau mudah terkait dengan jenis praktik atau batasan perilaku yang terlarang. Artinya, penilaian atas tindakan dari pelaku usaha baik di pasar maupun dalam proses pengadilan harus dapat ditentukan dengan mudah.

 Pendekatan RULE OF REASON

Adalah pendekatan yang digunakan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) untuk mengevaluasi akibat perjanjian atau kegiatan usaha tertentu yang dilakukan pelaku usaha, guna menentukan apakah perjanjian atau kegiatan tersebut bersifat menghambat atau mendukung persaingan.Dengan kata lain, pendekatan rule of reason adalah pendekatan yang menggunakan analisis pasar serta dampaknya terhadap persaingan, sebelum dinyatakan sebagai melanggar undang-undang

Rule of reason dalam UU 5/1999 dapat diketahui dari ketentuan pasal-pasal yang memuat frasa “yang dapat mengakibatkan” dan/atau “patut diduga”. Frasa-frasa tersebut menyiratkan perlunya penelitian terlebih dahulu secara mendalam apakah suatu tindakan dapat menimbulkan praktik monopoli yang bersifat menghambat persaingan atau tidak. Misalnya tentang kartel yang diatur di dalam Pasal 11 UU 5/1999 dan ketentuan mengenai larangan penetapan harga di bawah harga pasar dalam Pasal 7 UU 5/1999.

 KESIMPULAN

Persaingan Usaha Tidak Sehat adalah persaingan antar pelaku usaha dalam menjalankankegiatan produksi dan atau pemasaran barang atau jasa yang dilakukan dengan cara tidak jujur atau melawan hukum atau menghambat persaingan usaha.

Pendekatan rule of reason memegang peran penting dalam menentukan apakan suatu perjanjian atau kegiatan yang dilakukan pelaku usaha menimbulkan praktik monopoli atau persaingan usaha tidak sehat. Dan per se illegal pendekatan ini dapat memperpendek proses pada tingkatan tertentu dalam pelaksanaan undang-undang. Selain itu, juga dianggap relatif mudah dan sederhana, karena hanya meliputi identifikasi pelaku yang tidak sah dan pembuktian atas perbuatan ilegal tersebut

(6)

DAFTAR PUSTAKA

 Andi Fahmi Lubis dkk. Hukum Persaingan Usaha: Antara Teks dan Konteks. Jakarta: KPPU dan GIZ, 2009, hal. 60,66,68,89

 Hardjan ruslie. Hukum perjanjian indonesia dan common law. Cet II. Jakarta : Pustaka sinar Harapan. 1996

 https://www.hukumonline.com/klinik/a/pendekatan-per-se-illegal-dan-rule-of-reason-dalam- persaingan-usaha-lt4b94e6b8746a9/#_ftnref4

 Juniarti, Rahmi, and Cheny Berlian. “Kajian Yuridis Upaya Hukum Persaingan Usaha Dalam Menciptakan Keseimbangan Antara Kepentingan Pelaku Usaha Dan Perlindungan Konsumen.” UIR Law Review 8, no. 1 (2024): 65.

 Arie Siswanto. Hukum Persaingan Usaha. Bogor: Ghalia Indonesia, 2004

Referensi

Dokumen terkait

pelaku usaha tidak dilarang melakukan perjanjian penetapan harga asal sesuai.. dengan apa telah diatur dalam Pasal 50

5 Tahun 1999 memuat pasal yang menjelaskan bahwa pelaku usaha dilarang membuat perjanjian, dengan pelaku usaha saingannya, yang bermaksud mempengaruhi harga dengan

Pasal 11 UU Nomor 5 Tahun 1999 menyatakan bahwa pelaku usaha dilarang membuat perjanjian, dengan pelaku usaha saingannya, yang bermaksud mempengaruhi harga dengan

5 Tahun 1999 berbunyi: “pelaku usaha dilarang membuat perjanjian, dengan pelaku usaha pesaingnya yang bermaksud untuk mempengaruhi harga dengan cara mengatur

Berdasarkan ketentuan pasal 6 tersebut, diskriminasi harga dilarang apabila pelaku usaha membuat suatu perjanjian dengan pelaku usaha lain yang mengakibatkan pembeli

Berdasarkan ketentuan Pasal 6 tersebut, diskriminasi harga dilarang apabila pelaku usaha membuat suatu perjanjian dengan pelaku usaha lain yang mengakibatkan

Pasal 11 UU Nomor 5 Tahun 1999 menyatakan bahwa pelaku usaha dilarang membuat perjanjian, dengan pelaku usaha saingannya, yang bermaksud mempengaruhi harga dengan

Bagian Ketiga Pembagian Wilayah Pasal 9 • Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya yang bertujuan untuk membagi wilayah pemasaran atau alokasi pasar