BAB II
KAJIAN PUSTAKA 2.1 Manajemen Sumber Daya Manusia
2.1.1 Definisi Manajemen SDM
Organisasimemilikiberbagaijenissumberdayasebagai“input”untukdiubah menjadi “output” dalam bentuk barang atau jasa. Sumber daya tersebut antara lain modalatauuang,teknologiyangmenunjangprosesproduksi,metodeataustrategiyang digunakan dalam operasional, orang, dan seterusnya. Di antara jenis sumber daya, sumber daya manusia (SDM) merupakan faktor yang paling penting. Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) adalah alat manajerial yang bertujuan untuk merencanakan, mengelola dan mengendalikan.
Demi mencapai tujuan dari sebuah organisasi, salah satu yang dibutuhkan yaitu Manajemen sumber daya manusia (MSDM). Dengan adanya manajemen sumber daya manusia maka suatu perusahaan dapat mencapai tujuan yang diinginkan. MSDM dapat dilihat dari berbagai sudut pandang, dari sisi karyawan mendapatkan kepuasan dari pekerjaannya, sedangkan dari masyarakat berharap memperoleh barang dan atau jasa yang berkualitas. Oleh sebab itu, penting bagi sebuah organisasi memiliki MSDM yang baik karena dengan begitu tujuan bersama akan lebih mudah dicapai.
Demi mencapai suatu tujuan biasanya sebuah organisasi dapat melakukan investasi pada pendidikan, pelatihan, dan berbagai kesempatan lain yang diberikan pada karyawannya untuk tumbuh berkembang (Maarif & Kartika, 2017).
Perilaku SDM didefinisikan sebagai suatu aktivitas atau reaksi psikis seseorang yang merupakan hasil dari respon terhadap stimulus yang berasal dari lingkungannya (Hariyono et all., 2016, p. 559). Dengan adanya perubahan lingkungan yang dinamis maka hal ini ikut mendorong perubahan pada perilaku SDM. Perubahan perilaku yang positif akan membantu organisasi menghadapi perubahan yang cepat. Perilaku yang positif yakni respon seseorang untuk membantu organisasi melebihi atau di luar kewajiban utamanya (Nenet, 2015, p. 163). Perilaku positif dalam organisasi yang
berkaitan dengan modal psikologi seseorang berhubungan dengan peningkatan kinerja organisasi (Julianti & Dewayani, 2015, p. 130). Dari beberapa pendapat tersebut maka dapat didefinisikan perilaku sebagai hasil reaksi seseorang terhadap lingkungannya yang didasari modal psikologi yang dapat mempengaruhi kinerja.
Kinerja SDM merupakan hasil kerja yang terukur secara kualitas dan kuantitas yang dikerjakan oleh seseorang yang diberikan oleh atasan (Kurniawan & Iwan, 2015, p. 224). Menurut Sutrisno dalam Astuti, 2018 mendefinisikan kinerja adalah hasil kerja oleh seseorang dari perilakunya dalam melaksanakan aktivitas. Porter dan Lawler dalam Sutarto, 2018 mengatakan kinerja sebagai hasil kerja seseorang individu menurut tolak ukur yang sudah ditetapkan dalam suatu pekerjaan. Maka dapat disimpulkan bahwa kinerja merupakan tolak ukur hasil pekerjaan yang dilakukan oleh seseorang dalam melakukan aktivitasnya. Aktivitas seseorang dalam bekerja merupakan gambaran pertemuan antara perilaku individu dengan persepsi akan kepuasan bekerja dan motivasi bekerja.
Ukuran efektivitas kebijakan MSDM yang dikembangkan dalam berbagai bentuk dapat diukur dari sejauh mana organisasi mencapai kesatuan gerak seluruh unit organisasi, melalui partisipasi pekerja dalam pekerjaan dan oleh organisasi, sejauh mana organisasi dapat menerima perubahan sehingga dapat mengambil keputusan dengan cepat dan mengambil tindakan yang tepat, serta tingkat kualitas “hasil” yang dihasilkan organisasi.
Keberadaan manajemen SDM sangat penting bagi organisasi dalam mengelola, mengatur, dan menggunakan SDMyang tersedia agar dapat berfungsi secara efektif dan efisien (Handayani & Kasidin, 2022)
2.1.2 Fungsi Manajemen SDM
Manajemen sumber daya manusia menurut Hasibuan (2011) berperan penting bagi kegiatan di dalam organisasi, konsentrasi ini memiliki banyak fungsi yang meliputi perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, pengadaan, pengembangan, kompensasi, pengintegrasian, pemeliharaan, kedislipinan dan pemberhentian).
Terdapat lima area fungsional yang dapat dikaitkan dengan MSDM yang efektif (Mondy, 2008) :
1. Penyediaan Staf
Penyediaan staf dalam suatu perusahaan merupakan proses yang menjamin suatu organisasi untuk selalu memiliki jumlah karyawan yang tepat dengan keahlian yang memadai dalam pekerjaan yang tepat, untuk mencapai tujuan organisasi.
2. Pengembangan Sumber Daya Manusia
Pengembangan sumber daya manusia merupakan fungsi MSDM utama yang tidak hanya terdiri atas pelatihan dan pengembangan, namun juga aktivitas – aktivitas perencanaan dan pengembangan karir individu, pengembangan organisasi, serta manajemen dan penilaian kinerja.
3. Kompensasi
Kompensasi dalam lingkup sumber daya manusia merupakan semua imbalan total yang diberikan kepada para karyawan sebagai timbal balik untuk jasa mereka dalam kontribusi pencapaian tujuan – tujuan organisasi.
4. Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Keselamatan adalah perlindungan bagi para karyawan dari luka yang disebabkan kecelakaan kerja. Sedangkan, kesehatan adalah bebasnya para karyawan dari sakit secara fisik atau emosi. Penting bagi perusahaan untuk mengelola keselamatan dan kesehatan kerja karyawan karena berpengaruh terhadap produktifitas dan kinerja perusahaan.
5. Hubungan Kekaryawanan dan Perburuhan
Hubungan kekaryawanan dan perburuhan atau biasa disebut serikat pekerja membawahi para karyawan untuk dapat menampung dan menyampaikan aspirasi mereka terhadap perusahaan. Namun ketika serikat pekerja mewakili para karyawan perusahaan, aktivitas sumber daya manusia seringkali disebut sebagai hubungan industrial, yang menangani pekerjaan untuk melakukan perundingan kolektif.
Sebuah organisasi tidak dapat mengabaikan salah satu dari fungsi MSDM tersebut. Seluruh area fungsional MSDM memiliki keterkaitan erat satu sama lain.
Penerapan MSDM yang efektif dengan porsi masing – masing area fungsional yang seimbang, dapat membantu perusahaan mencapai tujuannya.
2.2 Beban Kerja
2.2.1 Definisi Beban Kerja
Kapasitas kerja fisik adalah kemampuan maksimal tubuh dalam menghasilkan energi dan merupakan fungsi dari ketersediaan zat gizi serta kemampuan tubuh dalam memperoleh oksigen (Prawajianto dkk., 2016).
Beban kerja merupakan sekelompok atau sejumlah kegiatan yang harus diselesaikan oleh karyawan dalam jangka waktu tertentu dan merupakan aspek yang harus diperhatikan oleh perusahaan. Beban kerja mempengaruhi karyawan dalam meningkatkan produktivitas dan merasa nyaman dalam bekerja, jika beban kerja dianggap berat oleh para karyawan maka hal tersebut dapat mempengaruhi kinerja dari para karyawan tersebut.
Beban kerja yang tinggi menyebabkan penurunan produktivitas kerja pegawai, seperti banyaknya pegawai yang kerja melebihi waktu kerja yang sesuai, kurangnya jumlah pegawai di beberapa unit yang menyebabkan pegawai bekerja menggunakan tenaga melebihi normal terutama di kegiatan pelayanan pasien, dan juga uang lembur yang tidak sesuai dengan beban kerja yang diberikan sehingga menyebabkan hasil kerja pegawai menurun. Lingkungan kerja yang kondusif, nyaman dan aman akan sangat mempengaruhi semangat kerja karyawan sehingga karyawan termotivasi, sedangkan Lingkungan kerja yang kurang kondusif, kurang nyaman atau tidak memadai maka akan menurunkan semangat kerja dan kegairahan kerja, ini tentunya akan berpengaruh terhadap produktivitas kerja karyawan.
Produktivitas kerja merupakan suatu masalah yang harus mendapat perhatian serius dari pihak perusahaan, peningkatan produktivitas kerja tidak akan meningkat secara otomatis, tetapi harus ada usaha dan peran serta baik dari pihak manajeman dan karyawan itu sendiri.
Produktivitas kerja memiliki peranan penting bagi karyawan baik di Perusahaan dan di Rumah Sakit. Produktivitas kerja berguna sebagai began evaluasi yang nantinya menghasilkan perbaikan yang secara terus menerus, serta peningkatan mutu hasil kerja rumah sakit, rumah sakit yang memiliki produktivitas rendah akan
mengakibatkan turunnya jumlah pelanggan, karena rendahnya kualitas pelayanan yang dihasilkan sehingga pelanggan akan berpindah ke rumah sakit lain. Beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat produktivitas kerja antara lain: beban kerja, lingkungan kerja, dan insentif yang dibutuhkan untuk mencapai produktivitas kerja untuk mencapai tujuan rumah sakit.
Beban pekerjaan harus sesuai dengan kemampuan yang dimiliki oleh pekerja, agar pekerjaan berada dalam jangkauan kapabilitas pekerja. Antara tuntutan kerja (demand) yang diterima dengan kapasitas kerja harus selalu berada dalam garis keseimbangan sehingga dicapai performansi yang tinggi. Kondisi ini berfungsi untuk meminimasi kesalahan pekerja (human error), mengurangi kelelahan kerja, dan cedera pada sistem otot rangka pekerja (Yuliani dan Iridiastadi, 2011; Iridiastadi dan Yassierli, 2017).
Menurut Gillies (2006), memperkirakan beban kerja keperawatan dalam suatu unit: 1) jumlah pasien yang dirawat perhari, perbulan atau pertahun; 2) kondisi atau tingkat ketergantungan pasien; 3) rata-rata hari perawatan pasien; 3) jenis kegia tan tindakan keperawatan, frekuensi dari masing masing tindakan keperawatan yang dilakukan pada pasien; 4) rata-rata waktu yang diperlukan untuk melakukan tindakan tersebut.
2.2.2 Klasifikasi Beban Kerja
Setiap pekerjaan memiliki beban kerja, yang jumlahnya akan berbeda.
Idealnya, beban kerja yang diterima oleh pekerja sesuai dengan kemampuannya.
Sejumlah dampak buruk dapat terjadi jika beban pekerjaan telah melampaui kapasitas fisik dan mental yang dimiliki pekerja, diantaranya yaitu kelelahan kerja dan gangguan kesehatan.
Kemampuan fisik setiap pekerja dalam melakukan pekerjaannya berbeda dan terbatas, keterbatasan ini dikenal dengan istilah kapasitas (Yuliani dan Iridiastadi, 2011; Iridiastadi dan Yassierli, 2017). Tarwaka dkk. (2004) menyatakan bahwa kapasitas kerja fisik adalah suatu kemampuan fungsional seseorang untuk mampu melakukan pekerjaan tertentu yang memerlukan aktivitas otot pada periode waktu tertentu.
Setiap pekerjaan memiliki beban kerja, yang jumlahnya akan berbeda. Beban kerja merupakan suatu usaha yang harus dikeluarkan untuk memenuhi keseluruhan permintaan tugas yang diberikan kepada pekerja (Andriyanto & Bariyah, 2012;
Wahyuni dkk., 2018; Purbasari & Purnomo, 2019). Beban kerja terdiri dari beban kerja fisik dan beban kerja mental.
1. Beban Kerja Fisik
Pada saat melakukan aktivitas fisik berarti terdapat pembebanan bagi tubuh dan hal ini akan mengakibatkan perubahan pada fungsi organ-organ tubuh karena terjadinya mekanisme penyesuaian dari organ-organ tubuh tersebut, seperti kecepatan denyut jantung, konsumsi oksigen, perubahan kadar kimia dalam darah, dan perubahan temperatur tubuh, dimana salah satu faktor yang mempengaruhinya adalah berat ringannya beban yang diterima (Yuliani dan Iridiastadi, 2011; Iridiastadi dan Yassierli, 2017).
Kemampuan fisik dalam melakukan pekerjaan digambarkan sebagai aktivitas kontraksi otot-otot tubuh. Pada saat otot-otot beraktivitas atau berkontraksi, maka kebutuhan metabolisme menjadi meningkat. Meningkatnya kebutuhan metabolisme tersebut menyebabkan naiknya kebutuhan oksigen dan bahan makanan. Semakin banyak oksigen yang diserap oleh tubuh menunjukkan semakin baik kinerja otot dalam bekerja sehingga zat sisa-sisa yang menyebabkan kelelahan jumlahnya akan semakin sedikit (Yuliani dan Iridiastadi, 2011; Iridiastadi dan Yassierli, 2017).
Kemampuan kerja tubuh manusia berbeda antara satu individu pekerja dengan individu pekerja lainnya, karena sangat tergantung pada tingkat keterampilan, kesegaran jasmani, keadaan gizi, jenis kelamin, usia dan ukuran tubuh manusia (Tarwaka dkk., 2004; Purbasari dan Purnomo, 2019).
2. Beban Kerja Mental
Selain melakukan aktivitas fisik, pekerja pun akan melakukan aktivitas mental secara bersamaan, karena keduanya selalu akan dilakukan sekaligus. Setiap aktivitas mental akan selalu melibatkan unsur persepsi, interpretasi dan proses mental dari suatu informasi yang diterima oleh organ sensoris untuk diambil keputusan atau proses mengingat informasi yang lampau, yang menjadi masalah pada manusia adalah kemampuan untuk memanggil Kembali atau mengingat informasi yang disimpan (Tarwaka dkk., 2004). Pekerjaan sebagai pengemudi didominasi aktivitas mental yang
merupakan aktivitas yang dilakukan dengan memanfaatkan otak/pemikiran manusia.
Aktivitas mental yang berlebihan dapat menyebabkan kelelahan pada otak dan berdampak pada turunnya respon fisik seseorang (Erwani, 2020).
2.2.3 Metode Pengukuran Beban Kerja
Beban kerja yang dialami oleh perawat IGD sangat tergantung kondisi pasien yang ditangani, ditambah banyaknya jumlah pasien dan shift kerja yang panjang melebihi kapasitas kerja manusia pada umumnya di khawatirkan akan mengakibatkan produktifitas dan stres akibat beban kerja yang tinggi (Hendianti, 2012). Tingginya beban kerja juga akan menyebabkan komunikasi yang buruk antara perawat dan pasien, kegagalan kolaborasi perawat dan dokter, tingginya drop out perawat/turn over, dan rasa ketidakpuasan kerja perawat (Kurniadi, 2013).
Pengukuran beban kerja harus dilakukan untuk mengetahui seberapa berat suatu tugas yang diterima seorang pekerja. Hal ini dapat membantu dalam menentukan klasifikasi tugas dan menentukan jam kerja yang disesuaikan dengan kemampuan dan kapasitas seorang pekerja. Semakin berat tugas yang diterima seorang pekerja, maka semakin pendek waktu kerja mereka tanpa kelelahan atau gangguan, atau sebaliknya.
(Tarwaka dkk., 2004; Purbasari & Purnomo, 2019).
Pengukuran beban kerja dapat menggunakan dua metode pendekatan yaitu Pendekatan Fisiologis untuk menghitung beban kerja fisik dan pendekatan Psikologis untuk menghitung beban kerja mental seseorang.
1. Pendekatan Fisiologis
Menggunakan metode dalam bidang Ergonomi dimana yang dinilai dilihat dari fisik pekerja tersebut dengan berpusat kepada penggunaan energi, kebutuhan metabolisme, kinerja fungsi tubuh dan komponennya dalam mendesain pekerjaan (Yuliani dan Iridiastadi, 2011, Iridiastadi dan Yassierli, 2017 ; Sitohang dkk., 2012; Purba dkk., 2014). Metode pendekatan fisiologis dilakukan dengan cara ;
Denyut Nadi/ jantung
Denyut nadi/jantung Evaluasi beban fisiologis yang dialami oleh seorang pekerja dapat dilakukan dengan mengukur denyut jantung. Pendekatan ini dapat dilakukan mengingat bahwa semakin berat kerja fisik seseorang maka semakin berat pula kerja jantung, yang diindikasikan oleh kenaikan denyut jantung (Yuliani dan
Iridiastadi, 2011; Iridiastadi dan Yassierli, 2017). Denyut jantung dapat digunakan untuk memperkirakan kondisi fisik atau derajat kesegaran jasmani seseorang (Andriyanto & Bariyah, 2012; Iridiastadi dan Yassierli, 2017; Purbasari dan Purnomo, 2019). Pengukuran denyut jantung merupakan pengukuran secara objektif dan mudah dilakukan. Pengukuran dapat dilakukan dengan mengukur denyut nadi (Purbasari dan Purnomo, 2018). Salah satu cara yang digunakan untuk mengukur denyut nadi secara manual yang dirasakan menurut denyut pada arteri radial di pergelangan tangan dan memakai stopwatch dengan menggunakan metode 10 denyut (Tarwaka dkk., 2004;
Purbasari dan Purnomo, 2019):
HR Reverse (HRR%)
Peningkatan denyut nadi tubuh manusia berperan penting dalam peningkatan cardiac ouput dari istirahat sampai kerja maksimum (Tarwaka dkk, 2004) :
% CVL
Penilaian klasifikasi tingkatan beban kerja tidak langsung dapat ditentukan dari prosentase beban kardiovaskular (%CVL). Nilai %CVL dihitung dari tingkatan klasifikasi beban kerja berdasarkan peningkatan denyut nadi kerja yang dibandingkan dengan denyut nadi maksimum, dengan rumus:
Di mana perhitungan denyut nadi maksimum adalah:
1. Laki-laki = 220 – umur 2. Wanita = 200 – umur
Klasifikasi beban kerja menurut Tarwaka dkk, 2004 :
Konsumsi Oksigen
Pada saat tubuh bekerja lebih keras, sejumlah respons fisiologis akan secara bersamasama meningkat, termasuk denyut jantung maupun konsumsi oksigen.
Hal ini dapat difahami mengingat bahwa kerja yang lebih keras membutuhkan lebih banyak energi. Energi ini dapat disediakan apabila oksigen (dan nutrisi) untuk proses metabolisme tersedia dalam jumlah yang cukup. Hal ini terkait erat dengan kemampuan jantung dalam meningkatkan jumlah aliran darah ke otot yang memerlukan. Peningkatan intensitas kerja dalam batas tertentu cenderung meningkatkan konsumsi oksigen dan denyut jantung secara simultan dengan hubungan yang bersifat linier (Iridiastadi, 2017):
Dimana:
Y = Energi yang dikeluarkan (Kkal/menit) X = Kecepatan denyut nadi (denyut/menit)
Klasifikasi beban kerja berdasarkan kebutuhan kalori (Tarwaka dkk., 2004) (Purba dkk., 2014):
1. Beban kerja ringan, untuk 100-200 Kkal/jam 2. Beban kerja sedang, untuk 201-350 Kkal/jam 3. Beban kerja berat, untuk diatas 351-500 Kkal/jam
Bentuk persamaan konsumsi energi diperoleh dari selisih energi yang dikeluarkan selama bekerja dan selama istirahat dengan persamaan sebagai berikut:
Dimana:
KE = Konsumsi energi selama kerja tertentu ( Kkal/menit) Et = Pengeluaran energi pada waktu kerja tertentu (KKal/menit) Ei = Pengeluaran energi pada waktu istirahat (Kkal/menit).
Metode pendekatan fisiologis secara subjektif dapat dilakukan dengan memanfaatkan persepsi seseorang atas beban yang dirasakan oleh tubuh pada saat melakukan pekerjaan (Sitohang dkk, 2012; Iridiastadi dan Yassierli, 2017).
a. Skala Borg CR 10 Skala Borg dapat digunakan untuk menilai upaya fisik yang bersifat keseluruhan (whole body), ataupun intensitas atau ketidaknyamanan yang bersifat lokal (bagian tubuh tertentu.
2. Pendekatan Psikologis
Pendekatan psikologis merupakan pendekatan yang mengukur beban kerja mental. Metode pendekatan psikologis secara subjektif berupa kuesioner, diantaranya:
a. Analisis SWAT Metode
SWAT (Subjective Workload Assessment Technique) menggunakan kuesioner yang menggambarkan beban kerja mental yang terdiri dari 3 faktor yaitu beban waktu (time load), beban mental (effort load) dan beban psikologis (psychological stress load) (Maulana, 2019).
b. NASA-TLX Metode
NASA-TLX menggunakan kuesioner National Aeronautics and Space Administration – Task-Load Index (Nasa–TLX). Kuesioner NASA-TLX secara luas dapat digunakan untuk mengevaluasi tuntutan pekerjaan terutama beban kerja mental. Terdapat enam dimensi, yaitu mental demand (MD), physical demand (PD), temporal demand (TD), performance (P), effort (E) and frustration (F) (Erwani, 2020).
Metode subjektif sangat mudah dilakukan, tetapi memiliki kelemahan yaitu penilaian secara subjektif dapat dipengaruhi oleh tujuan, maksud dan motivasi dari subjek penilai (Didomenico dan Nussbaum dalam Herlambang, 2016) sehingga hasil penilaian satu subjek penilai belum tentu sama dengan subjek penilai lainnya.
Metode objektif memiliki kelebihan dibandingkan dengan metode subjektif. Karena penilaian beban mental yang lebih objektif maka tingkatan beban mental yang diterima oleh satu objek penerima tentunya sama dengan
objek penerima lainnya. Metode pendekatan psikologis secara objektif dapat menggunakan pengukuran denyut jantung.
2.3 Stress Kerja
2.3.1 Definisi Stress Kerja
Stress kerja muncul saat tuntutan, kemampuan, dan keterampilan yang tidak sesuai dan tidak mampu dipenuhi oleh pegawai ditempatnya bekerja. Salah satu faktor yang dapat menurunkan produktivitas perawat dalam bekerja yaitu stress kerja.
2.3.2 Faktor yang mempengaruhi stress kerja
Berikut penyebab stress kerja dalam pekerjaan menurut Umam (2012) sebagai berikut :
a. Group stressor, berasal dari instansi atau tempat pegawai tersebut bekerja.
Situasi dapat berupa kurangnya kerja sama antar karyawan, adanya konflik sesama karyawan dan atau kurangnya sosialisasi kepada karyawan
b. Individual stressor, penyebab stress yang berasal dari orang/ individu itu sendiri. Individual stressor dapat berupa tipe kepribadian, kontrol diri, dan kemampuan individu dalam menghadapi masalah hingga ketidakjelasan peran serta.
Menurut Cooper (1999) yang dikutip dalam buku Bela Negara dari Perspektf Kesehatan mengatakan stressor sumber pekerjaan memiliki dampak :
a. Beban kerja yang berlebih dampaknya mudah sensitif, lelah dan tegang.
b. Ketidakjelasan peran dalam tugas memiliki dampak kecemasan dan ketegangan.
c. Dukungan sosial yang buruk, pengembangan karier yang lambat, promosi jabatan yang lebih rendah dari kemampuannya, berdampak turunnya produktivitas dan tidak percaya diri.
d. Struktur organisasi yang kaku berdampak ketidakpuasan dalam bekerja e. Masalah pribadi dan pekerjaan yang bercampur memiliki dampak meningkatknya konflik dan kelelahan mental.
2.3.3 Respon Tubuh Akibat Stress
Respon stress pada tubuh dapat dilihat dari berbagai aspek (Lebel 2013) ;
a. Respon Fisiologis dapat dilihat dari meningkatnya tekanan darah, detak jantung, frekuensi nadi, dan system pernapasan.
b. Respon Kognitif, pikiran kacau, menurunnya daya konsentrasi, pikiran berulang dan pikiran tak wajar.
c. Respon Emosi, individu terlihat ketakuan, cemas, malu, marah, dan sebagainya.
d. Respon Tingkah Laku, individu menjadi melawan keadaan/ kondisi yang menekan serta akan menghindari kondisi yang akan menekannya.
Sedangkan menurut Feldman (2012) dari buku Bela Negara dari Perspektif Kesehatan menyebutkan terdapat 3 (tiga) utama respon tubuh, yaitu :
a. Efek Fisiologi langsung, kenaikan tekanan darah, penurunan fungsi imun, meningkatnya aktivitas hormon serta perubahan kondisi psikofisiologis
b. Perilaku yang berbahaya memungkinkan meningkatkan kebiasaan seperti merokok, minum- minuman berlakohol, konsumsi makanan yang rendah nutrisi, jam tidur berkurang dan yang terakhir berisiko meningkatnya penggunaan obat.
c. Terdapat perilaku tidak langsung yang mempengaruhi Kesehatan seperti menurunnya kepatuhan Ketika mendapat saran dari ahli Kesehatan, menundanya mencari pertolongan Ketika membutuhkan pertolongan tenaga Kesehatan, menurunnya kecenderungan mencari nasihat dari ahli Kesehatan.
2.4 Perawat
Menurut HK.02.02/MENKES/148/I/2010 Tentang Izin Dan Penyelenggaraan Praktik Perawat, Perawat adalah seseorang yang telah lulus pendidikan perawat baik di dalam maupun di luar negeri sesuai dengan peraturan perundangan-undangan.
Perawat dapat menjalankan praktik pada fasilitas pelayanan Kesehatan baik itu praktik mandiri maupun diluar praktik mandiri. Perawat yang menjalankan praktik mandiri sebagaimana berpendidikan minimal Diploma III (D III) Keperawatan.
Setiap Perawat yang menjalankan praktik wajib memiliki SIPP. (2) Kewajiban memiliki SIPP dikecualikan bagi perawat yang menjalankan praktik pada fasilitas pelayanan kesehatan di luar praktik mandiri.
Menurut data Kementerian Kesehatan (Kemenkes) yang diolah Badan Pusat Statistik (BPS), terdapat 1,49 juta tenaga kesehatan di Indonesia pada tahun
2023. Dari jumlah tersebut, tenaga kesehatan Tanah Air didominasi oleh perawat, dengan jumlah 582 ribu orang berikutnya disusul oleh bidan sebanyak 344 ribu orang.
2.4.1 Level Kompetensi
Masing-masing pengembangan karir perawat di Rumah Sakit maupun Pelayanan Primer memiliki 5 (lima) level yaitu, level I sampai dengan level V. Jalur perawat klinis memungkinkan peralihan jalur karir ke Perawat Manajer, Perawat Pendidik, atau Perawat Riset. Peralihan jalur karir akan diatur dalam pedoman yang terpisah dari pedoman ini.
Pengembangan sistem jenjang karir profesional perawat pada pedoman ini ditujukan bagi perawat klinis yang melakukan praktik sebagai pemberi asuhan keperawatan di fasilitas pelayanan kesehatan. Secara utuh jenjang karir profesional di Indonesia terdiri dari 4 bidang, meliputi Perawat Klinis (PK), Perawat Manajer (PM),Perawat Pendidik (PP) dan Perawat Peneliti/Riset (PR).
Peningkatan ke jenjang karir profesional yang lebih tinggi, perawat klinis harus melalui pengembangan profesional berkelanjutan dan pengakuan terhadap kemampuan yang didasarkan kepada pengalaman kerja dan kinerja praktik keperawatan, serta memenuhi persyaratan tingkat pendidikan, pengalaman kerja klinis keperawatan sesuai area kekhususan serta persyaratan kompetensi yang telah ditentukan. Peningkatan jenjang karir profesional melalui pengembangan profesional berkelanjutan yang berdasarkan pendidikan dapat dilakukan melalui dua (2) cara yaitu
pendidikan formal dan pendidikan berkelanjutan berbasis kompetensi (sertifikasi)
.
Perawat yang bekerja di unit Pelayanan Kegawatdaruratan adalah perawat yang memiliki kompetensi kegawatdaruratan yang diperoleh melalui pelatihan kegawatdaruratan terstandar sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
2.4.2 Kinerja
2.4.2.1 Definisi Kinerja
Kinerja merupakan sebuah proses yang dapat diukur selama periode waktu tertentu dengan didasari ketentuan dan kesepakatan yang sudah ditetapkan. Menurut Afandi (2018) kinerja adalah hasil kerja yang dicapai oleh seseorang atau keleompok dalam suatu Perusahaan atau instansi sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab individu dalam mencapai tujuan sebuag organisasi atau Perusahaan dan tidak melanggar hukum, moral serta etika. Dalam sebuah kinerja terdapat uraian pelaksanaan pekerjaan.
Kinerja keperawatan mengikuti pedoman standar yang telah ditetapkan berdasarkan Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor:
94/Kep/M.PAN/II/2001 BAB II pasal 4. Disebutkan bahwa tugas pokok perawat adalah memberikan pelayanan keperawatan berupa asuhan keperawatan atau kesehatan kepada individu, keluarga, kelompok dan masyarakat dalam upaya kesehatan, pencegahan penyakit, penyembuhan penyakit, pemulihan dan pembinaan peran serta masyarakat dalam rangka kemandirian dibidang keperawatan atau kesehatan, yang menjadi salah satu faktor penentu citra institusi pelayanan kesehatan dimata masyarakat dan menunjukkan pelayanan keperawatan profesional.
Dalam menentukan mutu rumah sakit, pelayanan keperawatan berkontribusi besar dalam penentuan mutu tersebut. Pelayanan yang diberikan tidak lepas dari kualitas kerja seorang perawat. Pelayanan yang baik dapat diberikan oleh seorang perawat yang memiliki kinerja baik dengan memenuhi standar pelayanan sehingga kepuasan pasien dapat tercapai.
Kemenkes RI memiliki capaian kinerja minimal yang harus dikerjakan yaitu minimal 75% dari total sumber daya yang ada. Perawat yang memiliki kinerja baik disebutkan apabila telah memberikan asuhan keperawatan yang komprehensif.
Efek dari kinerja perawat yang kurang baik yaitu tidak terpenuhinya kebutuhan Masyarakat mengenai layanan Kesehatan. Kinerja perawat seiring dengan mutu pelayanan keperawatan. Jika kinerja perawat kurang baik maka mutu pelayanan keperawatan akan turun sehingga kepuasan pasien tidak tercapai dan berdampak kepada penurunan kualtias pelayanan Kesehatan.
Beberapa tanda menurunnya kinerja yaitu : pengambilan Keputusan yang kurang tepat, tidak mengetahui Batasan otonomi, kurangnya pengetahuan dan ketelatenan.
2.4.2.2 Faktor yang mempengaruhi Kinerja
Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja karyawan berasal dari intenal dan eksternal perusahaan baik dari diri karyawan itu sendiri serta dari lingkungan sekitar perusahaan. Jika kinerja karyawan baik, maka target dan sasaran yang ingin dicapai dalam sebuah perusahaan akan lebih mudah tercapai.
Menurut Davis dalam Mangkunegara (2017:67) “Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi pencapaian kinerja adalah sebagai berikut :
1. Faktor Kemampuan (ability)
Kemampuan (ability) pegawai terdiri dari kemampuan potensi (IQ) dan kemampuan reality (knowledge skill). Artinya, pegawai yang memiliki IQ di atas rata-rata dengan pendidikan yang memadai untuk jabatannya dan terampil dalam mengerjakan pekerjaan seharihari, maka ia akan lebih mudah mencapai kinerja yang diharapkan dan sebenarnya perusahaan atau organisasi memang sangat membutuhkan orang-orang yang memiliki IQ di atas rata-rata. Oleh karena itu, pegawai perlu ditempatkan padapekerjaan yang sesuai dengan keahliannya.
2. Faktor Motivasi (motivation)
Motivasi terbentuk dari sikap (attitude) seorang pegawai dalam menghadapi situasi (situation) kerja. Motivasi merupakan kondisi yang menggerakkan diri pegawai yang 11 terarah untuk mencapai tujuan organisasi (tujuan kerja). Sikap mental merupakan kondisi mental yang mendorong diri pegawai untuk berusaha mencapai pretasi kerja secara maksimal.
Sedangkan menurut Amstrong dan Baron dalam Wibowo (2017:84) mengatakan beberapa faktor yang mempengaruhi kinerja:
1. Personal Factors, ditunjukkan oleh tingkat keterampilan, kompetensi yang dimiliki, motivasi dan komitmen individu.
2. Leadership Factor, ditentukan oleh kualitas dorongan, bimbingan, dan dukungan yang dilakukan manajer dan team leader.
3. Team Factors, ditunjukkan oleh kualitas dukungan yang diberikan oleh rekan sekerja.
4. System Factor, ditunjukkan oleh adanya sistem kerja dan fasilitas yang diberikan organisasi.
5. Contextual Situational, ditunjukkan oleh tingginya tingkat tekanan dan perubahan lingkungan internal dan eksternal.
Menurut Kasmir (216:189), adapun faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja baik hasil maupun perilaku kerja adalah sebagai berikut :
1. Kemampuan dan keahlian 2. Pengetahuan
3. Rancangan kerja 4. Kepribadian 5. Motivasi kerja 6. Kepemimpinan 7. Gaya kepemimpinan 8. Budaya organisasi 9. Kepuasan kerja 10. Lingkungan kerja 11. Loyalitas
12. Komitmen 13. Displin kerja 2.4.2.3 Indikator Kinerja
Dalam organisasi, penilaian kinerja merupakan elemen kunci keberhasilan manajemen kinerja. Bagi banyak organisasi, tujuan penilaian kinerja adalah untuk meningkatkan kinerja individu dalam organisasi. Saat melakukan penilaian kinerja,
alat dan teknik pengukuran yang tepat dan akurat yang sesuai dengan konteks perusahaan atau organisasi harus digunakan untuk meminimalkan dampak negatif terhadap karyawan. Kinerja pegawai dapat dinilai secara obyektif dan akurat melalui benchmarking tingkat kinerja. Pengukuran ini dimaksudkan untuk memberikan kesempatan kepada karyawan untuk memeriksa tingkat kinerjanya.
Menurut Wibowo (2017:85), ada beberapa indikator kinerja, yaitu : a. Tujuan
b. Standar c. Umpan Balik d. Alat atau Sarana e. Kompetensi f. Motivasi g. Peluang
Adapun menurut Miner dalam Edison (2017:192), Untuk mencapai atau menilai kinerja, ada dimensi yang menjadi tolak ukur yaitu :
1. Kualitas, yaitu : tingkat kesalahan, kerusakan, kecermatan.
2. Kuantitas, yaitu : jumlah pekerjaan yang dihasilkan.
3. Penggunaan waktu dalam kerja, yaitu tingkat ketidakhadiran, keterlambatan, waktu kerja yang efektif/jam kerja hilang.
4. Kerja sama dengan orang lain dalam bekerja.
2.5 Hasil Penelitian Relevan
Penelitian ini menggunakan beberapa referensi penelitian yang terdahulu seb agai studi empiris. Terdapat beberapa penelitian yang dilakukan yang berhubungan d engan beban kerja, kompetensi dan motivasi perawat, dan beberapa penelitian yang masih memiliki kaitan dengan variabel yang diteliti dalam penelitian ini seperti pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Hasil penelitian yang relevan
N
o Penulis Judul
Penelitian
Metode dan Jumlah Sampel
Statistik yang digunakan
Hasil Penelitian
Perbedaan dengan Penelitian
(GAP) 1 Evi Risa
Mariana , Agustine
Ramie , Muhammad
Irfan Sidik
Analisis Hubungan
Beban Kerja dengan Stres Kerja
Perawat : Literature Review
Metode preferred reporting
items for systematic
reviews and meta-
analyses atau biasa
disebut PRISMA,
9 Literature dilakukan
uji kelayakan mengguna kan The
Joanna Briggs Institute
(JBI) Critical Appraisal tools studi
Cross Sectional
yang memiliki
8 point dalam bentuk checklist
dengan kriteria
“ya”,
“tidak”,
“tidak jelas” atau
“tidak berlaku”.
Skor penilaian
kualitas dari 9 artikel yang memiliki
nilai ≥ 50%, dapat dimasuka
n ke dalam
Hasil analisis 7
artikel dari 9 artikel didapatka n nilai p <
0,05, artinya terdapat hubungan
antara beban kerja dengan stres kerja
perawat dan hasil
uji 2 artikel lainnya memiliki
arti 1) hubungan
antara beban kerja dengan stres kerja
memiliki hubungan
dalam kategori
kuat, 2) Arah hubungan
adalah positif, artinya semakin meningkat
beban kerja akan
Hanya studi literatur
review.
Tidak dilakukan penelitian
yang sesungguh
nya
N
o Penulis Judul
Penelitian
Metode dan Jumlah Sampel
Statistik yang digunakan
Hasil Penelitian
Perbedaan dengan Penelitian
(GAP) kriteria
inklusi literature
review
semakin menyebab
kan stres.
2 Ismail, Yasir Haskas , Fitri A Sabil
Hubungan Stres Kerja
Dengan Kinerja Perawat Dalam Melaksana an Asuhan
Pengambil an sampel mengguna kan teknik
total sampling, didapatka
n 53 responden
. Pengumpu
lan data mengguna
kan dilakukan mengguna
kan kuesioner
dan dianalisis dengan uji Chisquare
(p
Jenis penelitian deskriptif kuantitatif dengan pendekata
n “cross sectional”
53 responden
yang dijadikan
sebagai sampel, terdapat 33 orang
(62.3%) yang memiliki
kinerja optimal
dan 3 orang (5.7%) yang tidak
optimal dalam melaksana
kan asuhan keperawat
an.
Sedangka n yang memiliki stres kerja
sedang sebanyak
12 orang (22.6%)
yang memiliki
kinerja optimal
dan 3 orang (5.7%)
Terdapat perbedaan
variabel dari penelitian
ini
N
o Penulis Judul
Penelitian
Metode dan Jumlah Sampel
Statistik yang digunakan
Hasil Penelitian
Perbedaan dengan Penelitian
(GAP) yang tidak
optimal dalam melaksana
kan asuhan keperawat
an dan yang memiliki stres kerja
berat dengan kinerja tidak optimal 2
orang (3,8%)
3 Suwandi
Luneto
Hubungan Stres Kerja
Perawat dengan Respon Time yang Mempenga
ruhi Pelayanan
di Unit Gawat Darurat RS
Advent Manado
Metode kuantitatif
dengan jumlah sample 28
Cross sectional
dengan Uji Chi Square with fisher's exact test
didapatka n jenis kelamin terbanyak
dalam penelitian ini adalah perempua
n 23 responden
(71,9%) dan Respons
Time Perawat di ruang ICU dan IGD
RSUD Bitung sebagian besar < 5 Menit.
Terdapat perbedaan
variabel dari penelitian
ini
4
Andinny V.
Melo, Paul A.T.
Hubungan Antara Beban
Metode Kuantitaif
dengan
Cross Sectional
Study
Perawat yang mengalam
Terdapat perbedaan
variabel
N
o Penulis Judul
Penelitian
Metode dan Jumlah Sampel
Statistik yang digunakan
Hasil Penelitian
Perbedaan dengan Penelitian
(GAP) Kawatu,
Ardiansa A.T.
Tucunan
Kerja dengan Stres Kerja pada Perawat di Rumah Sakit bethesda Tomohon
jumlah sampel sebanyak
90
i sangat stres sebanyak
(48,9%).
Perawat yang merasakan
beban kerja sedang sebanyak
(48,9%).
dari penelitian
ini
5
Septi Andrianti , Ikhsan, Nurlaili, Sardaniah
Hubungan Bebn Kerja
dengan Stres kerja
pada perawat di
Rumah Sakit Raflesia
Kota Bengkulu
Jumlah sampel 85 kemudian
diuji secara univariat
dan bivariate dengan uji chi-square
Cross Sectional
58,8%
dengan beban
kerja tingkat sedang dan sebagian
besar (51,8%) responden
dengan tingkat stress rendah dengan nilai p 0,001.
Terdapat perbedaan
variabel dari penelitian
ini
2.3 Kerangka Teori
Kerangka teori adalah penjabaran pada kajian teori di atas yang kemudian dihubungkan antara variabel yang satu dengan variabel lain yang telah disampaikan sebelumnya. Maka kerangka teori yang dapat disusun pada penelitian ini sebagaimana terlihat pada seperti
pada Gambar 2.1.
Beban Kerja
Beban kerja merupakan sekelompok atau sejumlah kegiatan yang harus diselesaikan oleh karyawan dalam jangka waktu tertentu dan merupakan aspek yang harus diperhatikan oleh perusahaan. Beban kerja mempengaruhi karyawan dalam meningkatkan produktivitas dan merasa nyaman dalam bekerja
Stres Kerja
Stress kerja muncul saat tuntutan, kemampuan, dan keterampilan yang tidak sesuai dan tidak mampu dipenuhi oleh pegawai ditempatnya bekerja. Salah satu faktor yang dapat menurunkan produktivitas perawat dalam bekerja yaitu stress kerja.
Gambar 2.1 Kerangka Teori Beban kerja, Stres kerja dan Kinerja
2.4 Hubungan Antar Variabel
Berdasarkan kerangka teori diatas, dapat diuraikan pengaruh antar variabel sebagai berikut :
a. Pengaruh Beban Kerja dan Stres Kerja terhadap Kinerja Perawat
Perawat sebagai salah satu profesi tenaga kesehatan berperan penting dalam pelaksanaan kesehatan pasien yang memiliki beban dan tanggung jawab sesuai dengan standar praktek kinerja sesuai dengan profesi keperawatan yang dapat mempengaruhi beban kerja dan stress kerja perawat. Dapat dikatakan jika beban kerja dan stres kerja dapat di atur secara sesuai kompetensinya dan adanya peningkatan kompetensi yang terencana dan terorganisir dengan baik akan berdampak postif terhadap pengembangan kompetensi perawat serta meningkatkan kinerja perawat yang berdampak kepada pekerjaan yang dilakukan menjadi lebih maksimal.
Beban kerja perawat merupakan seluruh rangkaian kegiatan atau aktivitas yang dilakukan oleh perawat selama bertugas dalam suatu unit pelayanan tertentu. Perawat merupakan salah satu kunci utama dalam keberhasilan pelayanan kesehatan. Kinerja keperawatan mengikuti pedoman standar yang telah disebutkan bahwa tugas pokok perawat adalah memberikan pelayanan keperawatan berupa asuhan keperawatan atau kesehatan kepada individu, keluarga, kelompok dan masyarakat dalam upaya kesehatan, pencegahan penyakit, penyembuhan penyakit, pemulihan dan pembinaan peran serta masyarakat dalam rangka kemandirian dibidang keperawatan atau kesehatan, yang menjadi salah satu faktor penentu citra institusi pelayanan kesehatan dimata masyarakat dan menunjukkan pelayanan keperawatan professional.
Penelitian Chumba, R.J dan K’Obonyo,P(2018), mengatakan kompetensi berp engaruh terhadap kinerja. Pekerja yang unggul adalah orang yang menunjukkan kompetensi yang lebih tinggi dan hasil yang lebih baik.
Stress kerja muncul saat tuntutn, kemampuan, dan keterampilan yang tidak sesuai dan tidak mampu dipenuhi oleh pegawai ditempatnya bekerja. Salah satu faktor yang dapat menurunkan produktivitas perawat dalam bekerja yaitu stress kerja.
Kondisi kelelahan perawat yang meliputi kelelahan emosional, kurang menghargai orang lain, dan penurunan prestasi diri (Burnout) mengakibatkan terganggunya pelayanan rutin di IGD (Nur’Aini, et al 2023).
Dikutip dalam studi literature review, berdasarkan penelitian Rahman, Salmawati & Suatma, 2017 yaitu Tuntutan dan kebutuhan pelayanan kesehatan pasien yang semakin meningkat dan berkualitas, memungkinkan para profesional keperawatan untuk bertindak secara profesional. Sehingga tanggung jawab dan misi yang besar terkait keselamatan pasien, dan struktur stres kerja perawat dapat berbeda dengan pekerja lainnya.
H1: Terdapat hubungan antara beban kerja dan stress kerja terhadap kinerja perawat di Unit IGD RS Hermina Depok.
b. Pengaruh Beban Kerja terhadap Kinerja Perawat.
Beban kerja merupakan sekelompok atau sejumlah kegiatan yang harus diselesaikan oleh karyawan dalam jangka waktu tertentu dan merupakan aspek yang harus diperhatikan oleh perusahaan. Beban kerja mempengaruhi karyawan dalam meningkatkan produktivitas dan merasa nyaman dalam bekerja, jika beban kerja dianggap berat oleh para karyawan maka hal tersebut dapat mempengaruhi kinerja dari para karyawan tersebut.
Beban kerja yang tinggi pada rumah sakit sumber hurip menyebabkan penurunan produktivitas kerja pegawai, seperti banyaknya pegawai yang kerja melebihi waktu kerja yang sesuai, kurangnya jumlah pegawai di beberapa unit yang menyebabkan pegawai bekerja menggunakan tenaga melebihi normal terutama di kegiatan pelayanan pasien, dan juga uang lembur yang tidak sesuai dengan beban kerja yang diberikan sehingga menyebabkan hasil kerja pegawai menurun. (Dian Kurniasari, Zahera Mega Utama, Norman Zainal, 2024).
Lingkungan kerja yang kondusif dan memberikan dampak positif akan membuat para karyawan semangat dalam bekerja begitu juga sebaliknya jika lingkungan kerja yang tidak sehat, tidak nyaman dan tidak tertata akan memberikan dampak negative kepada para karyawan sehingga menuunkan produktivitas karyawan itu sendiri.
H2 : Terdapat pengaruh beban kerja terhadap kinerja perawat di Unit IGD RS Hermina Depok.
c. Pengaruh Stres Kerja terhadap Kinerja Perawat
Kinerja merupakan sebuah proses yang dapat diukur selama periode waktu tertentu dengan didasari ketentuan dan kesepakatan yang sudah ditetapkan. Menurut Afandi (2018) kinerja adalah hasil kerja yang dicapai oleh seseorang atau keleompok dalam suatu Perusahaan atau instansi sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab individu dalam mencapai tujuan sebuag organisasi atau Perusahaan dan tidak melanggar hukum, moral serta etika. Dalam sebuah kinerja terdapat uraian pelaksanaan pekerjaan.
Kompetensi merupakan tingkat penampilan/kinerja yang meliputi mampu membuat rencana keperawatan, mampu asuh klien dengan diagnosis prioritas, melakukan evaluasi terhadap tindakan yang telah dilakakukan sehingga dengan menguasai kompetensi tersebut, maka perawat akan mampu melakukan hal-hal antara lain mengerjakan suatu tugas / pekerjaan (task skills), mengorganisasikan agar pekerjaan tersebut dapat dilaksanakan(task management skills), memutuskan apa yang harus dilakukan bilaterjadi sesuatu yang berbeda dengan rencana semula (contigency management skills), sehingga dapat meningkatkan kepuasan pasien (PPNI, 2014).
Menurut Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), sebanyak 50,9 % perawat Indonesia mengalami stress kerja, seperti sering merasa pusing, lelah, kurang ramah, dan kurang istirahat akibat beban kerja terlalu tinggi serta penghasilan yang tidak memadai. Pada penelitian yang dilakukan Stress kerja dan pada profesi bidang kesehatan dan pekerja sosial menempati urutan pertama yang paling banyak mengalami stress kerja sekitar 43%.
H3 : Terdapat pengaruh hubungan antara stress kerja terhadap kinerja perawat di Unit IGD RS Hermina Depok.
BAB III
KERANGKA KONSEP, DO, HIPOTESIS 3.1 Kerangka Konsep
Kerangka konseptual penelitian adalah kaitan atau hubungan antara konsep satu dengan yang lainnya dari masalah yang ingin diteliti. Kerangka konsep didapatkan dari konsep ilmu/ teori yang dipakai sebagai landasan penelitian yang didapatkan pada tinjauan pustaka
Beban Kerja:
1. Lama Kerja 2. Shift Kerja
3. Lingkungan Kerja
Stres kerja:
1. Faktor Individu 2. Faktor Pimpinan 3. Faktor Rekan setim 4. Faktor system 5. Faktor Tekanan (internal dan eksternal)
Kinerja : 1. Kualitas 2. Kuantitas 3. Waktu
4. Tanggung Jawab
H1 H3 H2
3.2 Definisi Operasional
Koefisien determinasi (AdjustedR2) merupakan sebuah koefisien yang menunjukkan persentase pengaruh semua variable independen terhadap variable dependen. Persentase tersebut menunjukkan seberapa besar variable independen dapat menjelaskan variable dependen. Semakin besar koefisien determinasinya maka semakin baik variable independen dalam menjelaskan variable dependen. Besarnya nilai Adjusted R2 yaitu antara 0 -1 (0 < Adjusted R 2 < 1) koefisien determinasi ini digunakan dengan tujuan untuk mengetahui seberapa besar variable independen mempengaruhi variable dependen. Nilai Adjusted R-Square dikatakan baik apabila nilainya > 0,5 karena nilai dari Adjusted R2 mendekati 1, maka sebagian besar variable independen menjelaskan variable dependen sedangkan, apabila koefisien determinasi adalah 0, maka variable independen tidak berpengaruh terhadap variable dependen.
Dalam penelitian ini dijabarkan variabel variabel yang terlibat dan disertai definisi operasionalnya, dimensi, indikator pengukuran, alat ukur, skala, dan skor atau hasil ukur.
Tabel 3.5 Definisi operasional
No Variabel Definisi Operasional Indikator/ Parameter Alat ukur Skala Skor/ Hasil ukur
1
Variabel Independen:
Beban Kerja (X1)
Jumlah waktu tersedia dalam shift
1. Dimensi Lama Waktu Kerja,
a. Pekerjaan terlalu banyak b. Butuh waktu lama menyelesaikan pekerjaan c. Jumlah jam melebihi waktu yang ditentukan d. Pulang terlambat e. Pekerjaan tambahan mendadak
Kuisioner beban kerja
Skala likert
1= Sangat tidak setuju 2= Tidak setuju
3= Ragu - ragu 4= Setuju 5= Sangat Setuju
Skor 10-23 Rendah24-
37 Sedang 38-49 Tinggi
Beban Kerja sebagai risiko kerja
2. Dimensi Shift Kerja, a. Bekerja lebih dari shift b. Puas dengan shift yang ada
No Variabel Definisi Operasional Indikator/ Parameter Alat ukur Skala Skor/ Hasil ukur
3. Dimensi lingkungan kerja,
a. Kerja sama yang baik b. Fasilitas yang
mendukung
c. Dukungan manajemen dan pimpinan RS
2 Variabel Independen : Stres Kerja (X2)
Tuntutan, kemampuan, dan keterampilan yang tidak sesuai dan tidak mampu dipenuhi oleh pegawai ditempatnya bekerja
1. Group Stressor
a. Kurangnya kerja sama antar karyawan
b. Adanya konflik sesama karyawan dalam lingkungan pekerjaan
2. Individual Stressor a. Adanya masalah pribadi b. Kontrol diri
Kuisioner Stres Kerja
Skala likert
1= Sangat tidak setuju
2= Tidak setuju 3= Ragu - ragu 4= Setuju
5= Sangat Setuju Skor
10-23 Rendah24- 37 Sedang 38-49 Tinggi
No Variabel Definisi Operasional Indikator/ Parameter Alat ukur Skala Skor/ Hasil ukur
3
variabel Dependen : Kinerja (Y)
Merupakan sebuah proses yang dapat diukur selama periode waktu tertentu dengan didasari ketentuan dan kesepakatan yang
sudah ditetapkan 1. Dimensi Kinerja Perawat ,
a. Kualitas b. Kuantitas c. Pelaksana Tugas d. Tanggung Jawab
Kuisioner
Kinerja Skala likert
1= Sangat tidak setuju
2= Tidak setuju 3= Ragu - ragu 4= Setuju
5= Sangat Setuju Skor
10-23 Rendah24- 37 Sedang 38-49 Tinggi
3.3 Hipotesis
Berdasarkan landasan teoritis, penelitian sebelumnya dan kerangka konseptual yang telah di uraikan di atas, maka hipotesis atau dugaan sementara penulis yang dapat disusun dalam peneltian ini adalah sebagai berikut:
Hipotesis
Hipotesis 1 Ho : Beban kerja tidak berpengaruh
positif dan signifikan terhadap kinerja perawat di RS Hermina Depok
Ha.: Beban kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja perawat di RS Hermina Depok
Hipotesis 2 Ho : Stres Kerja tidak berpengaruh
positif dan signifikan terhadap kinerja perawat di RS Hermina Depok
Ha.: Stres Kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja perawat di RS Hermina Depok
Hipotesis 4 Ho : Beban Kerja dan Stres Kerja tidak
berpengaruh dan signifikan terhadap kinerja perawat di RS Hermina Depok Ha : Beban Kerja dan Stres Kerja berpengaruh dan signifikan terhadap kinerja perawat di RS Hermina Depok Beban Kerja (X1)
Stres Kerja (X2)
Kinerja Perawat (Y)
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di RS Hermina Depok yang beralamatkan di Jl.
Siliwangi No.50, Depok, Kec. Pancoran Mas, Kota Depok, Jawa Barat 16436.
Penelitian ini akan dilakukan bulan Agustus 2024.
4.2 Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode peneltian kuantitatif, menggunakan metode kuantitatif dikarenakan data yang akan diolah merupakan data rasio. Fokus dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui besarnya pengaruh antar variable yang diteliti. Peneliti menggunakan metode penelitian explanatory research untuk mengetahui sejauh mana hubungan sebab akibat antar variable dependen dan variable independen yang ada.
4.3 Jenis dan Sumber Data
Penelitian ini menggunakan sumber data primer yang disebarkan kepada perawat yang bekerja di unit perawat IGD RS Hermina Depok, serta data sekunder ya itu data- data yang dapatkan dari rumah sakit seperti data Key Performance Indicator (KPI) dan data Human Resources (HR)
4.4 Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan penelitian kuantitatif dengan Teknik kuantitatif korelasional. Data yang digunakan adalah data kuantitatif. Metode kuantitatif memberikan hasil data penelitian berupa angka-angka dan analisis menggunakan statistik, sedangkan pendekatan korelasional digunakan untuk hubungan antara dua atau lebih variabel dan seberapa kuat hubungannya. Dalam penelitian kuantitatif, peneliti bertindak sebagai instrumen utama dalam pengumpulan data sehingga dapat berinteraksi langsung dengan objek penelitian.
4.5 Populasi dan Sampel
Populasi merupakan keseluruhan objek atau subjek penelitian, sedangkan sampel adalah sebagian atau wakil yang memiliki karakteristik representasi dari populasi.
Populasi dari penelitian yaitu seluruh perawar IGD RS Hermina Depok sebanyak 34 perawat
4.6 Teknik Sampling
Teknik sampling merupakan Teknik pengambilan sample untuk menentukan sample yang akan digunakan dalam penelitian. Sedangkan Sample Jenuh adalah penentuan sample dengan semua anggota dijadikan sebagai sample, digunakan Sampling Jenuh bila jumlah populasi sedikit.
4.7 Kriteria Inklusi dan Kriteria Eksklusi Kriteria inklusi dalam sampel penelitian ini meliputi:
1. Perawat yang bertugas di unit IGD RS Hermina Depok 2. Perawat yang bekerja minimal 1 (satu) tahun
Kriteria eksklusi sebagai berikut :
1. Perawat yang menolak menjadi responden penelitian 4.8 Variabel Penelitian
Variabel penelitian adalah segala sesuatu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga memperoleh informasi yang kemudian ditarik kesimpulannya.
Dalam penelitian ini variable dapat dikelompokkan menjadi 2 yaitu;
a. Variabel Independen, sering disebut variable stimulus atau variable bebas yang merupakan menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variable dependen (terikat)
b. Variabel Dependen, disebut juga vairabel output atau variable terikat yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat adanya variable bebas.
Pada penelitian ini terdapat 3 (tiga) variabel dengan 2 (dua) variabel independent yaitu stress kerja (X1) dan beban kerja(X2) serta 1 (satu) variabel dependent yaitu kinerja (Y).
4.9 Subjek Penelitian
Penelitian kali ini yang bertindak sebagai subjek penelitian adalah seluruh perawat yang bertugas di unit IGD RS Hermina Depok
4.10 Etika Penelitian
Etika penelitian memerlukan pedoman etis dan norma yang mengikuti perubahan dinamis masyarakat. Sikap ilmiah (scientific attitude) perlu dipegang teguh oleh seorang peneliti berdasarkan prinsip etik dan norma penelitian demi menjamin subyek dihormati terhadap privasi, kerahasiaan, keadilan dan mendapat manfaat dari dampak penelitian dengan menerapkan prinsip adil, benar dan humanistic (Kemenkes, 2017)
Menurut Hidayat (2014), etika penelitian diperlukan untuk menghindari terjadinya tindakan yang tidak etis dalam melakukan penelitian, maka dilakukan prinsip-prinsip sebagai berikut (Hidayat, 2014):
1. Lembar Persetujuan (Informed consent) Lembar persetujuan berisi penjelasan mengenai penelitian yang dilakukan, tujuan penelitian, tata cara penelitian, manfaat yang diperoleh responden, dan resiko yang mungkin terjadi.
Pernyataan dalam lembar persetujuan jelas dan mudah dipahami sehingga responden tahu bagaimana penelitian ini dijalankan. Untuk responden yang bersedia maka mengisi dan menandatangani lembar persetujuan secara sukarela.
2. Anonimitas Untuk menjaga kerahasiaan peneliti tidak mencantumkan nama responden, tetapi lembar tersebut hanya diberi kode.
3. Kerahasiaan (Confidentiality) Confidentiality yaitu tidak akan menginformasikan data dan hasil penelitian berdasarkan data individual, namun data dilaporkan berdasarkan kelompok.
4. Sukarela, responden bersifat sukarela dan tidak ada unsur paksaan atau tekanan secara langsung maupun tidak langsung dari peneliti kepada calon responden atau sampel yang akan diteliti.
Dalam penelitian ini, terdapat beberapa instrumen yang nantinya akan digunakan yaitu;
1. Pengukuran Kuisioner Beban Kerja Perawat di unit IGD. Instrumen ini diadopsi dari penelitian yang dilakukan Diah Pitaloka (2010) dengan menggunakan 15 pertanyaan dengan nilai paling rendah 1 dan paling tinggi 5.
Dengan skor maksimum 75 dan skor minimum 15.
Kuisioner ini sudah dilakukan uji validitas dan reliabilitas sehingga pada penelitian ini tidak perlu lagi dilakukan uji validitas dan reliabilitas kembali.
Pertanyaan beban kerja meliputi 15 pertanyaan diperoleh nilai t-Hitung antara 0,7120-0,9350, berarti nilai t-Hitung lebih besar dari t-Tabel, dan nilai r- sehingga dinyatakan valid; dan nilai r-hitung adalah sebesar 0,9592 berarti nilai r-h>r-t, maka dinyatakan relialibel.
2. Kuisioner Stress Kerja Perawat di Unit IGD. Skala stress kerja digunakan untuk mengetahui sejauh mana Tingkat stress yang dihadap oleh seseorang.
Expanded Nursing Stress Scale (ENSS) merupakan penilaian stress khusus bagi perawat dan disesuaikan dengan karakteristik pekerjaan perawat, kuisioner ini sudah dilakukan uji validitas dan uji reliabillitas sehingga peneliti juga tidak perlu menguji validitas dan reliabilitas pada kuisioner ini. ENSS terdiri dari 57 pertanyaan yang harus di isi oleh responden dengan altenatif jawaban menggunakan skala likert 5 poin yang digunakan dengan jangka mulai dari 0-5. Korelasi pearson pada setiap pertanyaan dan total dengan nilai korelasi yang terdapat pada r tabel. Pada r tabel, nilaoi korelasi α=0,05 adalah 0,318. Uji validitas pada kuisioner ENSS menggunakan degree of freedom 102 (n-2) pada 104 responden diperoleh nilai r tabel sebesar 03181.
Uji reliabilitas dilakukan untuk melihat nilai Cronbach alpha menunjukkan sebesar 0,956 (excellent) sehingga dapat disimpulkan bahwa item pertanyaan reliable.
3. Instrumen Kinerja Perawat
Dalam menilai kualitas pelayanan keperawatan kepada klien digunakan standar praktik keperawatan yang merupakan pedoman bagi perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan. Standar praktik keperawatan telah dijabarkan oleh PPNI (2000) yang mengacu dalam tahapan proses
keperawatan, yang meliputi :Pengkajian, Diagnosa keperawatan, Perencanaan, Implementasi hingga Evaluasi.