TINJAUAN HUKUM INTERNASIONAL MENGENAI SERANGAN UDARA DI BANDAR UDARA INTERNASIONAL BAGDAD
JANUARI 2020 Oleh : Muhajir Afandi
Pembimbing 1 : Dr. Zulfikar Jayakusuma, S.H., M.H Pembimbing 2 : Ledy Diana, S.H., M.H
Alamat : Jln. Amir Hamzah No.21 Gobah, Pekanbaru Email : [email protected]- Telepon : 082286755699
ABSTRACT
One of the most important purpose of the United Nations establishment is to maintaining the international peace and security through the prohibition on the use of force among states to settle their problem which has been enshrined under United Nations Charter (UN Charter). One of the exceptions for states to use their force is in the situation of self-defense against the prior attack directed against victim state under Article 51 of the UN Charter. Despite the prohibition provision under UN Charter, there are still violations to this provision by states, very recently was the attack directed against Baghdad International Airport in Iraq by United States on the basis of self-defense however the condition defined in the Article 51 of UN Charter was not fulfilled hence it made United States Conduction Estabilshed the nature of violation to the Article 2(4) of UN Charter.
The type of research carried out through normative-juridical research where this research is conducted on the basis of legal principles which started from certain written authorities as well as priorly identifying the provisions that has been enshrined in certain law. In this study, the data sources used were secondary data with primary, secondary and tertiary legal materials cerried out by the library research means.
The results obtained through the research proves that, firstly, that the United States attack against Baghdad International Airport of Iraq constitutes a violation to the non use of force obligation, constitutes an act of Agression furthermore the violation of good faith principle towards UN Charter and the Agreement Between the United States of America and the Republic of Iraq.
Secondly, the ‘Self-Defense’ Basis by United States Government could not be deem lawful as the condition under Article 51 nor the condition under ‘Caroline Test’ was never fulfilled.
Keywords : UN Charter – Use of Force – Pacta Sunt Servanda – Self-defense by States
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kekuatan bersenjata dan ancaman merupakan fenomena lama yang saling berdampingan dalam hubungan internasional.1 Sepanjang sejarah manusia, para filsuf, negarawan, dan tentara telah gigih berusaha menempatkan pengakuan dan batas–batas yang tampak atas penggunaan kekuatan bersenjata (Use of Force) sebagai sebuah instrumen kebijakan.2
Kegagalan Liga Bangsa–
Bangsa mencegah perang dunia kedua tidak melenyapkan keyakinan, seperti yang sering dikemukakan, bahwa hanya oleh suatu benuk organisasi internasional dapat mencapai suatu sistem keamanan kolektif yang dapat melindungi masyarakat internasional dari bencana perang.3 Hal ini menjadikan perubahan terbesar di abad ke-20 saat hukum internasional mencapai posisi dimana hukum internasional dapat melarang perang, sebagai sebuah
instrumen kebijakan
internasional.4
1 Momir Milojevic, “Prohibition of The use of Force and Threats in International Relations”, Facta Universitatis, Law and Politics, Vol. 1 no. 5, 2001, hlm. 581.
2Howard M. Hensel, The Legitimate Use of Military Force : The Just War Tradition and the Customary Law of Armed Conflict, Ashton Publishing Company, Burlington: 2007, hlm.
5.
3 Derreck William Bowett, Hukum Organisasi Internasional, (Terjemahan Bambang Iriana Djajaatmadja), Sinar Grafika, Jakarta: 2007, hlm. 30.
4Leo Van Den Hole, 2003, “Anticipatory Self – Defence Under International Law”,
Pembentukan Perserikatan Bangsa–Bangsa (United Nations) pada tahun 1946 yang didalam piagam pendiriannya terdapat ketentuan mengenai larangan penggunaan kekuatan bersenjata, tepatnya pada Pasal 2 (4) yang menegaskan bahwa seluruh negara anggota dalam hubungan internasionalnya dengan negara lain, untuk tidak menggunakan paksaan atau kekuatan bersenjata.5
Pengecualian terhadap larangan penggunaan kekuatan bersenjata salah satunya adalah jika suatu negara melakukan pembelaan diri (excercising the right of self-defense) jika terdapat serangan bersenjata terhadapnya.6 Konteks hak pembelaan diri yang dimaksudkan dalam Piagam PBB adalah hak yang dimiliki oleh suatu negara berdasarkan hukum internasional untuk merespon sendiri atau secara berkelompok (kolektif) terhadap tindakan serangan bersenjata illegal yang diarahkan terhadap wilayah territorial negaranya, masyarakatnya, kendaraan militernya, kendaraan udaranya, atau instalasi–instalasi yang berada di wilayah lain, laut internasional maupun ruang udara dan sesuai dengan kriteria dan
American University International Law Review, Vol. 19 no. 1, 2003, hlm. 71.
5 Tomohiro Mikanagi, 2018,
“Establishing a Military Presence in a Disputed Territory: Interpretation of Article 2(3) and (4) of the UN Charter”,International
& Comparative Law Quarterly, diakses dari Https://1.next.westlaw.com/, tanggal 6 Februari 2020, hlm. 1027.
6Pasal 51, Piagam Perserikatam Bangsa- Bangsa (PBB)
kondisi hukum berdasarkan Piagam PBB dan hukum kebiasaan internasional.7
Sebelum lahirnya Piagam PBB, pada tahun 1842 lahir doktrin megenai pembelaan diri sebelum serangan terjadi yang dikenal Caroline Test yang diformulasikan oleh Daniel Webster, mantan senator Amerika Serikat.8 Kriteria ini berasal dari Caroline Incident, saat Pemerintah Inggris pada tahun 1837 menghentikan gerakan pemberontak di Kanada yang menuju Ontario.9 Caroline Test, menentukan kriteria atas keperluan untuk melakukan pembelaan diri sebelum serangan terjadi harus bersifat “instan, besar dan tidak menawarkan pilihan lain, serta tidak ada waktu untuk membahasnya kembali”.10
Berdasarkan pemaparan diatas, hingga saat ini jika suatu negara hendak melakukan pembelaan diri, negara tersebut harus megacu pada standar yang ditetapkan oleh Pasal 51 Piagam PBB yang mengharuskan adanya seragangan terjadi terlebih dahulu, dan jika suatu negara merasa bahwa negaranya akan menjadi
7Terry D. Gill dan Dieter Fleck, The Handbook of the International Law of Military Operations, CPI Group (UK) Ltd, Croydon, 2015, hlm. 213.
8Philip C. Jessup, A Modern Law of Nations: Pengantar Hukum Modern AntarBangsa, (Terjemahan Fitria Mayasari), Penerbit Nuansa, Bandung: 2012, hlm. 194.
9Louise– Philippe Rouillard, “The Caroline Case: Anticipatory Self–Defense in Contemporary International Law”, Miskolc Journal of International Law, Vol. 1 no. 2, 2004, hlm. 107.
10 Philip C. Jessup, Op. Cit, hlm.
194.
target dari suatu serangan dimasa yang akan datang, kriteria dari Caroline Test yang sudah diputus oleh Mahkamah Nuremberg dalam kasus Invasi Norwegia dan Denmark 1946 harus dipenuhi.
Namun, masih ada negara-negara yang masih melanggar ketentuan ini.
Kasus terbaru mengenai penyalahan ketentuan tersebut adalah kasus penyerangan Bandar Udara Internasional Bagdad pada Bulan Januari 2020 lalu. Angkatan Bersenjata Amerika Serikat pada Bulan Januari 2020 lalu di Bandar Udara Internasional Bagdad tepatnya tanggal 3 Januari 2020 pada pukul 00:47, drone reaper meluncurkan beberapa missil11 menembak konvoi pada akses menuju jalan untuk keluar dari bandara,12 mengakibatkan dua mobil terbakar dan menewaskan sepuluh orang13 diantaranya
11 https:// www.nytimes.com/ 2020/01/
11/ us/politics/iran-trump.html, diakses pada 23 April 2020
12https:// www. theguardian.com/ world/
2020/jan/03/defining-moment-in-middle-east- the-killing-qassem-suleimani,
https://www.timesofisrael.com/four-hellfire- missiles-and-a-severed-hand-the-killing-of- qassem-soleimani/,
https://apnews.com/e36db7c72c1adba1a6cae7 5091bc273d, diakses pada 23 April 2020
13 https://www.jpost.com/Opinion/The- killing-of-Soleimani-and-the-Deal-of-the- Century-617741, https://www.reuters.com /article/us-iraq-security-blast-soleimani/irans- soleimani-and-iraqs-muhandis-killed-in-air- strike-militia-spokesman-idUSKBN1Z201C, https://www.nytimes.com/2020/01/02/world/m iddleeast/qassem-soleimani-iraq-iran-
attack.html, https://www.axios.com/qasem- soleimani-killed-iran-baghdad-dc347be1- e847-4c56-92ab-fcc18352d840.html, diakses pada 23 April 2020
yaitu Qassem Soleimani dan Muhandis, yang secara resmi telah dinyatakan oleh juru bicara Popular Mobilization Forces (PMF), Ahmed Al Asadi.14 Beberapa komandan yang berhasil megalahkan teroris Islamic State of Iraq and Syria (ISIS/IS) juga tewas akibat serangan udara oleh Amerika Serikat tersebut.15 Dalih AS melakukan serangan tersebut adalah sebagai suatu tindakan self-defense (bela diri),16 namun tidak pernah ada ancaman atau serangan yang dilakukan oleh Iran terhadap AS, terlebih lagi bukti mengenai bahwa Iran akan melakukan penyerangan terhadap AS, terbukti dengan ketidakyakinan Menteri Luar Negeri AS mengenai kapan dan dimana Iran akan melakukan serangannya terhadap AS.17
Berdasarkan uraian di atas penulis merasa tertarik untuk melakukan suatu penelitian dalam bentuk karya ilmiah skripsi dengan judul: TINJAUAN
14 https://www.reuters.com/article/us- iraq-security-blast-soleimani/irans-soleimani- and-iraqs-muhandis-killed-in-air-strike-militia- spokesman-idUSKBN1Z201C, diakses pada 23 April 2020
15 https://www.reuters.com/article/us- iraq-security-blast-reaction-factbox/factbox- reactions-to-the-killing-of-iranian-general-in-a- u-s-air-strike-idUSKBN1Z2070, diakses pada 23 April 2020
16 https://www.reuters.com/article/us- iraq-security-blast-legal-analysis/u-s-self- defense-argument-for-killing-soleimani-meets- skepticism-idUSKBN1Z301R, diakses pada 23 April 2020
17 https://www. cnbc.com/2020/01/10 /pompeo-we-dont-know-precisely-when-or- where-soleimani-planned-to-attack.html, diakses pada 23 April 2020.
HUKUM INTERNASIONAL MENGENAI SERANGAN UDARA DI BANDAR UDARA INTERNASIONAL BAGDAD JANUARI 2020.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah pandangan hukum internasional terkait serangan udara di Bandar udara internasional Bagdad oleh Amerika Serikat pada bulan Januari 2020?
2. Apakah Landasan Self- Defense Oleh Amerika Serikat Sesuai jika Dikaitkan Dengan Ketentuan Mengenai Self- Defense Dalam Hukum Internasional?
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1. Tujuan Penelitian
a. Untuk mengetahui
pandangan hukum
internasional mengenai serangan udara di Bandar udara internasional Bagdad oleh Amerika Serikat pada bulan Januari 2020.
b. Untuk mengetahui Landasan Self-Defense Oleh Amerika Serikat Dikaitkan Dengan Ketentuan Mengenai Self- Defense Dalam Hukum Internasional.
2. Kegunaan Penelitian
Adapun kegunaan yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Sesuai dengan ketentuan yang berlaku pada setiap perguruan tinggi yaitu syarat dalam menempuh ujian akhir untuk
memperoleh gelar Sarjana Hukum.
b. Untuk menambah
pengetahuan penulis,
terutama untuk
mengembangkan ilmu pengetahuan yang telah penulis peroleh selama perkuliahan.
c. Sebagai sumbangan pemikiran penulis terhadap
almamater dalam
menambah khasanah hukum internasional yang berkenaan dengan legalitas penggunaan kekuatan bersenjata dan pelakasanaan self-defense dalam hukum internasional.
d. Sebagai bahan
pertimbangan bagi penelitian selanjutnya, khususnya dalam penelitian yang sama.
e. Sebagai sumbangan pemikiran guna menjadi bahan kolektif perpustakaan Universitas Riau.
D. Kerangka Teori
1. Prinsip Pacta Sunt Servanda Pacta sunt servanda merupakan salah satu prinsip hukum yang diakui secara internasional dalam pembentukan perjanjian internasional.18 Arti harfiah dari pacta sunt servanda adalah bahwa “kontrak itu mengikat”
secara hukum.19 Pacta sunt
18 Evi Deliana, Hukum Perjanjian Internasional, Pusat Pengembangan Pendidikan Universitas Riau, Pekanbaru: 2011, hlm. 17.
19 Munir Fuady, Teori Teori Besar (Grand Theory) Dalam Hukum, Kencana, Jakarta: 2013, hlm. 240.
servanda dalam hukum internasional mengajarkan bahwa semua traktat internasional dan seluruh pasal- pasalnya mengikat para anggotanya dan harus dijalankan dengan itikad baik, sebagaimana kontrak pribadi yang dibuat oleh antar-individu dan mengikat tiap pihak yang terlibat.20 Pasal 26 Konvensi Wina 1969 tentang Hukum Perjanjian menyatakan bahwa tiap - tiap perjanjian yang berlaku mengikat negara-negara pihak dan harus dilaksanakan dengan itikad baik atau good faith.
Prinsip ini merupakan dasar pokok hukum perjanjian dan telah diakui secara universal dan merupakan bagian dari prinsip-prinsip hukum umum (general principles of law).21 Berkaitan dengan pacta sunt servanda, Martin Dixon menyatakan
“This is the rule pacta sunt servanda, which expresses the essential binding quality of treaties and without which it woud be impossible to operate a system of treaty law”. Pada dasarsnya, prinsip inilah yang menjadikan suatu perjanjian dapat dikatakan sebagai hukum yang mengikat para pihak yang terlibat dan menjadikan suatu perjanjian memiliki efektifitas untuk mengatur/memaksa para
20 Hans Wehberg, “Pacta Sunt Servanda”,American Journal of International Law, Vol. 53 no. 4, 1959, hlm. 785.
21 Boer Mauna, Hukum Internasional : Pengertian, Peranan, Dan Fungsi Dalam Era Dinamika Global, Penerbit Alumni, Jakarta:
2000, hlm. 135.
pihak untuk memenuhi kewajibannya.22 Sehingga dengan jelas, hal ini menunjukkan bahwa prinsip tersebut merupakan sesuatu yang fundamental dalam hukum perjanjian.
Urgensinya adalah apabila prinsip atau asas pacta sunt servanda ini beserta dengan asas itikad baik tidak diberlakukan dalam hukum internasional, maka seluruh tatanan hukum internasional akan hancur berantakan.
Berdasarkan asas inilah, jika suatu negara telah mengikatkan dirinya dalam suatu perjanjian internasional, sehingga bagi negara–negara yang telah menjadi anggota Persekutuan Bangsa–Bangsa (PBB) wajib untuk memenuhi kewajiban yang ada dalam Piagam PBB, terutama mengenai pengaturan larangan penggunaan kekuatan bersenjata serta self-defense dalam Piagam, ditambah lagi dengan kewajiban Amerika Serikat kepada Irak berdasarkan pada Perjanjian Antara Amerika Serikat dan Republik Irak katas pengembalian Pasukan Bersenjata Amerika Serikat dari Irak dan Organisasi atas Aktivitasnya saat Operasi Sementara Mereka di Irak.
2. Teori Kedaulatan Negara
Penganut teori
kedaulatan negara dalam
22 Ledy Diana, “Penyakit Sosial dan Efektifitas Hukum di Indonesia”,Jurnal Ilmu Hukum Universitas Riau, Vol. 2 no. 1, 1 Februari 2011, hlm. 174.
perspektif Hukum Internasional adalah George Jellineck.
Menurut pendapatnya tentang teori kedaulatan negara, hukum merupakan penjelmaan kehendak atau kemauan negara.
Jadi, negaralah yang menciptakan hukum, negara dianggap satu-satunya sumber hukum, dan negaralah yang memiliki kekuasaan tertinggi atau kedaulatan dan diluar negara tidak ada satu organ pun yang berwenang menetapkan hukum.23
Kedaulatan memiliki pengertian yang sama dengan kemerdekaan.24 Dalam Hukum Internasional, kedaulatan negara (state sovereignty) dan kesederajatan (equality) antar negara merupakan konsep yang diakui dan menjadi dasar bekerjanya sistem Hukum Internasional. Sebagai subjek Hukum Internasional yang utama, negara yang berdaulat pada hakikatnya harus tunduk dan menghormati hukum internasional, maupun kedaulatan negara lain.25 Hukum Internasional mengakui bahwa negara sebagai entitas yang merdeka dan berdaulat, berarti negara itu tidak tunduk pada otoritas lain yang lebih.
Kedaulatan dan kesederajatan negara merupakan atribut yang melekat pada negara merdeka
23 Salim, Perkembangan Teori Dalam Ilmu Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2010, hlm. 131.
24Boer Mauna, Op.Cit, hlm. 25.
25 Suryo Sakti Hadiwijoyo, Perbatasan Negara dalam Dimensi Hukum Internasional, Graha Ilmu, Yogyakarta, 2011, hlm. 41.
sebagai subyek Hukum Internasional. Pengakuan terhadap kedaulatan negara dan kesederajatan antarnegara juga merupakan dasar bagi personalitas negara dalam sistem Hukum Internasional.26
Korelasi teori kedaulatan negara dalam penelitian ini adalah kemampuan teori ini untuk menempatkan kedaulatan negara (Amerika Serikat) diatas Piagam PBB dan Keamanan dan perdamaian dunia serta menyalahai kedaulatan negara Irak dan membunuh Jenderal dan Komandan Iran yang bertugas di Irak demi kepentingan Amerika Serikat.
3. Doktrin The Right to Self- Defense by States
The Right to Self-Defense adalah hak mutlak yang dimiliki oleh setiap negara, baik secara individu maupun berkelompok, dan hal ini sudah ditegaskan dalam Pasal 51 Piagam Perserikatan Bangsa- Bangsa,27 dan merupakan pengecualian penggunaan kekuatan bersenjata berdasarkan Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa.28 Mahkamah Internasional
26 Sigit Riyanto, “Kedaulatan Negara dalam Kerangka Hukum Internasional Kontemporer”,Jurnal Fakultas Hukum UGM Yustisia, Vol.1 No. 3, 3 September-Desember 2012, hlm. 7.
27 Armin Von Bogdandy dan Rudiger Wolfrum, Max Planck Yearbook of United Nations Law, Brill Academic Puwblishers, Leiden: 2006, hlm. 21.
28Michael Wood, “International Law and the Use of Force: What Happens in Practice?”, Indian Journal of International Law, Vol.53, 2013, hlm. 352.
menyatakan bahwa setiap negara memiliki hak untuk bertahan serta berhak untuk melakukan Self-Defense berdasarkan Pasal 51 Piagam saat keberadannya terancam.29 Doktrin ini sebelumnya sudah pernah diputus dalam Oil Platform case, Paramilitary Activity in Nicaragua, dan beberapa kasus lainnya yang ditangani oleh Mahkamah Internasional.30
Pelaksanaan The Right to Self-Defense berdasarkan Pasal 51 mewajibkan negara yang melakukannya untuk melaporkan kepada dewan keamanan, karena dewan keamanan memiliki tanggung jawab atas tiap hal yang berkaitan dengan perdamaian dan keamanan internasional jika hak veto digunakan untuk mencegah dewan untuk terlibat, keputusan dan kontrol selanjutnya akan dialihkan kepada dewan umum untuk pembentukan resolusi perdamaian.31
Selain dalam Pasal 51 Piagam Perserikatan Bangsa- Bangsa, Hak untuk melakukan pembelaan diri oleh suatu negara juga dapat dilakukan sesuai dalam Caroline Test.
Caroline Test ini sebelumnya
29 Advisory Opinion on the Legality of the Threat or Use of Nuclear Weapons 1996, hlm. 263.
30Daniel Bethlehem, “Principles of Self- Defense – A Brief Response”, American Journal of International Law, Vol.107 no.3, 2013, hlm. 581
31 Andrew Clapham, Brierly’s Law of Nations, CPI Group (UK), Croydon: 2012, hlm. 472.
pernah diputus oleh Pengadilan Nuremberg yang mengenalkan
“self-preservation” yang memperbolehkan serangan bersenjata/militer terhadap pemberontak yang mengancam kedaulatan Inggris pada tahun 1837,32 sebagai bentuk antisipasi terhadap sebuah serangan bersenjata yang akan terjadi dalam waktu dekat. 33 Caroline Precedent ini mewajibkan negara yang akan melakukan pembelaan diri sebelum serangan sepenuhnya terjadi atau akan terjadi dan hanya jika jika serangan atau ancaman yang akan terjadi bersifat instan, berlebihan dan tidak adanya pilihan lain serta tidak ada waktu lagi untuk berdeliberasi.34
Korelasi Prinsip Self- Defense by States dengan penelitian ini adalah untuk menganalisis apakah serangan oleh Amerika Serikat yang berdasar pada the Right to Self- Defense by States bisa diterima dan memang sudah sesuai
berdasarkan hukum
internasional. Meski kriteria yang ditetapkan dalam Caroline Test tidak terpenuhi.
32 David K. Linnan, “Self-Defense, Necessity, and U.N. Collective Security:
United States and Other Views”,Duke Journal of Comparative and International Law, Vol.57, 1990, hlm. 58.
33 Daniel Bethlehem, “Self-Defense Against an Imminent or Actual Armed Attack by Nonstate Actors”,The American Journal of International Law, Vol.106:769, 2012, hlm.
771.
34 Mark A. Drumbl, “Self-Defense and the Use of Force: Breaking the Rules, Making the Rules, or Both?”, International Studies Persepectives, Vol.4, 2003, hlm. 421.
E. Kerangka Konseptual
1. Anticipatory Self-Defense adalah penggunaan kekuatan bersenjata terhadap serangan yang telah terjadi terlebih dahulu, namun serangan yang datang belum terjadi secara total, sehingga penggunaan kekuatan bersenjata dilakukan untuk meminimalisir kerugian yang akan terjadi.35 2. Caroline Test adalah formula
yang menentukan kriteria untuk penggunaan perlindungan diri sebelum serangan terjadi (a necessity of self-defence, instant, overwhelming, leaving no choice of means, and no moment for deliberation. )36
3. Certain Degree of Gravity merupakan suatu keadaan yang mengharuskan bahwa serangan bersenjata adalah penggunaan kekuatan bersenjata yang mengakibatkan akibat yang serius, diantaranya mengakibatkan penerobosan territorial/wilayah suatu negara, korban jiwa, atau juga kerusakan property/aset negara. Jika salah satu akibat tersebut tidak terjadi sebagai akibat dari serangan bersenjata, maka Hak Bela Diri yang diatur dalam Pasal 51 Piagam PBB tidak dapat diterapkan.37
35 Matthew C, Waxman, “The Use of Force Against Sates That Might Have Weapons of Mass Destructions”, Michigan Journal of International Law, Vol. 31, 2009, hlm. 6.
36Tom Ruys et al, The Use of Force in International Law: A Case-Based Approach, CPI Group (UK) Ltd, Croydon, 2018, hlm. 5.
37 Yoram Dinstein, Op. Cit , hlm.
208.
F. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif yaitu penelitian hukum kepustakaan.38 Dalam penelitian normatif ini penulis melakukan penelitian terhadap asas hukum.
Asas yang digunakan dalam penelitian ini adalah Pacta Sunt Servanda. Hal ini berkaitan dengan suatu kewajiban yang timbul dikarenakan adanya suatu negara yang menjadi anggota dari suatu perjanjian internasional, dalam hal ini yaitu kewajiban yang timbul terhadap para anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dari Piagam PBB, terutama untuk menjaga keamanan dan perdamaian dunia dan tidak menggunakan ancaman/kekerasan/paksaan/ke kuatan bersenjata dalam hubungan internasional negara- negara. 39 Yang mana asas ini juga sudah ditegaskan dalam pasal 2(2) dari Piagam PBB serta dalam Pembukaan Resolusi Majelis Umum PBB mengenai Deklarasi mengenai Prinsip-Prinsip Hukum Internasional Hubungan Bersahabat dan Kerjasama Antarnegara Berdasarkan
38 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, PT Rajagrafindo Persada, Jakarta, 2007, hlm. 23.
39B.S Chimni et. al, Asian Yearbook of International Law, Martinus Nijhoff Publishers, Leiden, 2000, hlm. 120.
Piagam PBB tahun 1970, agar seluruh anggota PBB melaksanakan hak dan kewajibannya berdasarkan asas Pacta Sunt Servanda dan juga Itikad Baik.
Penelitian ini bersifat deskriptif analisis yaitu
menggambarkan dan
menganalisis permasalahan yang dikemukan yang
bertujuan untuk
mendeskripsikan secara konkret tentang legitimasi serangan Amerika Serikat di Bandara Internasional Bagdad dengan aturan hukum internasional serta kesesuaian pelaksanaan self-defense oleh Amerika Serikat melalui serangan tersebut dalam Hukum Internasional.
2. Sumber Data
Dalam penelitian hukum normatif, sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang dibedakan menjadi tiga (3) bagian yaitu:
a. Bahan Hukum Primer, yaitu
bahan-bahan hukum
mengikat yang berhubungan dengan penelitian yang dilakukan,yaitu:
1) United Nations Charter
1946 (Piagam
Perserikatan Bangsa- Bangsa/PBB)
2) Declaration on Principles of International Law Friendly Relations and Cooperation Among States in Accordance with the Charter of the United Nations 1970
3) United Nations General Assembly Resolution 3314
– Crime of Aggression 1974
4) United Nations Security Council Resolution 487 (Resolusi Dewan Keamanan PBB 487) 5) International Court of
Justice Decision on Military and Paramilitary Activity in Nicaragua 1986 (Putusan Mahkamah Internasional mengenai Kasus Aktivitas Militer dan Paramiliter di Nikaragua)
6) International Court of Justice Decision Oil Platform Case 2003 (Putusan Mahkamah Internasional mengenai Kasus Platform Minyak) b. Bahan Hukum Sekunder,
yaitu bahan-bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer seperti hasil penelitian, hasil karya dari kalangan hukum dan sebagainya.
c. Bahan Hukum Tersier, bahan yang memberikan petunjuk atau penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder.
3. Teknik Pengumpulan Data Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah melalui sifat kepustakaan atau studi dokumen, sehingga penelitian ini disebut sebagai penelitian hukum normatif (legal research).40
40 Amiruddin Dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Pt. Raja Grafindo Persada, Jakarta: 2004, hlm. 68.
4. Analisis Data
Dalam penelitian ini, analisis yang akan digunakan penulis adalah analisis kualitatif.
Berdasarkan metode ini, penulis akan menarik kesimpulan mengenai kejadian Serangan Udara di Bandar Udara Bagdad Januari 2020 lalu dengan mengumpulkan fakta-
faktanya lalu
mengaitkannya dengan berdasarkan sumber hukum internasional serta teori, prinsip dan doktrin hukum internasional.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Pandangan Hukum Internasional Terkait Serangan Udara Di Bandar Udara Internasional Bagdad Oleh Amerika Serikat Pada Bulan Januari 2020
Tindakan Amerika Serikat pada Bulan Januari 2020 lalu di Bandar Udara Internasional Bagdad tepatnya tanggal 3 Januari 2020 pada pukul 00:47, drone reaper meluncurkan beberapa missil41 menembak konvoi pada akses menuju jalan untuk keluar dari bandara,42
41 https:// www.nytimes.com /2020/
01/11/us/politics/iran-trump.html, diakses pada 23 April 2020
42https://www.theguar dian.com/ world/
2020/jan/03/defining-moment-in-middle-east- the-killing-qassem-suleimani,
https://www.timesofisrael.com/four-hellfire- missiles-and-a-severed-hand-the-killing-of- qassem-soleimani/,https:// apnews.com/
e36db7 c72c1adba1a6cae75091bc273d, diakses pada 23 April 2020
mengakibatkan dua mobil terbakar dan menewaskan sepuluh orang43diantaranya yaitu Qassem Soleimani dan Muhandis, yang secara resmi telah dinyatakan oleh juru bicara Popular Mobilization Forces (PMF), Ahmed Al Asadi.44 Beberapa komandan yang berhasil megalahkan teroris Islamic State of Iraq and Syria (ISIS/IS) juga tewas akibat serangan udara oleh Amerika Serikat tersebut.45
Tindakan ini sudah jelas melanggar Pasal 2(4) dari Piagam PBB yang menegaskan bahwa penggunaan ancaman, penggunaan paksaan dan penggunaan kekuatan bersenjata terhadap integritas wilayah serta kebebasan berpolitik negara lain adalah dilarang,46 atas alasan
apapun penggunaan
43 https://www.jpost.com/Opinion/The- killing-of-Soleimani-and-the-Deal-of-the- Century-617741,
https://www.reuters.com/article/us-iraq- security-blast-soleimani/irans-soleimani-and- iraqs-muhandis-killed-in-air-strike-militia- spokesman-idUSKBN1Z201C,
https://www.nytimes.com/2020/01/02/world/m iddleeast/qassem-soleimani-iraq-iran-
attack.html, https://www.axios.com/qasem- soleimani-killed-iran-baghdad-dc347be1- e847-4c56-92ab-fcc18352d840.html, diakses pada 23 April 2020
44 https://www.reuters.com/article/us- iraq-security-blast-soleimani/irans-soleimani- and-iraqs-muhandis-killed-in-air-strike-militia- spokesman-idUSKBN1Z201C, diakses pada 23 April 2020
45https://www.reuters.com/article/us-iraq- security-blast-reaction-factbox/factbox- reactions-to-the-killing-of-iranian-general-in-a- u-s-air-strike-idUSKBN1Z2070, diakses pada 23 April 2020
46 Pasal 2(4) Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa
paksaan/ancaman/kekuatan bersenjata tidak dibenarkan47. Berdasarkan ICJ Advisory Opinion on the Legality of the Threat or Use of Nuclear Weapons, jika penggunaan kekuatan bersenjata yang dilakukan dinilai unlawful, maka jika tetap dilaksanakan akan menjadi suatu ancaman sesuai dengan yang dilarang didalam Piagam PBB.48
Disamping itu, Tindakan Amerika Serikat juga merupakan tindakan agresi hal ini dapat dibuktikan atas terpunuhinya empat unsur tindakan agresi oleh negara, yaitu beberapa serangan missil yang berasal dari Drone MQ-9 Reaper milik Angkatan Udara AS diluncurkan di Bandara Internasional Bagdad, yang merupakan wilayah kedaulatan Irak dan Serangan tersebut jelas merupakan suatu pelanggaran atas kedaulatan Irak oleh AS.
AS telah melanggar Prinsip Non-Intervensi karena tidak memebritahukan ‘concern’ nya kepada pemerintah Irak, dan tentu pemerintah AS tidak menghormati pemerintah Irak sebagai entitas pemegang kedaulatan di wilayah yang diserang dan seharusnya pemerintah Irak lah yang menangani hal concern (jika benar adanya), karena sebagai
47Corfu Channel (United Kingdom of Great Britain and Northern Ireland v Albania) (Judgment) (1949) ICJ Rep 4, para.109
48 Legality of the Threat or Use of Nuclear Weapons, Advisory Opinion, 1996 I.C.J., Para. 47
Sebagai receiving state, Irak bertanggung jawab penuh atas
‘tamu yang diundangnya’49. Kekuatan bersenjata yang dilakukan oleh AS memenuhi sufficient character, gravity, and scale yang menimbulkan serangan bersenjata, yang mengakibatkan akibat yang
serius, diantaranya
mengakibatkan penerobosan territorial/wilayah suatu negara, korban jiwa, atau juga kerusakan property/aset negara,50 mengakibatkan adanya korban jiwa.
tindakan AS jelas bukanlah suatu kesalahan, melainkan memang sesuatu yang sudah direncanakan, terlebih lagi, meskipun tahu betul bahwa target mereka berada di negara yang bukan merupakan negara kebangsaan para targetnya, AS tetap melancarkan serangan
tersebut sehingga
mengakibatkan para targetnya menjadi korban jiwa dari serangan yang diluncurkan.51
Selain itu, Tindakan AS, juga telah melanggar Prinsp Pacta Sunt Servanda karena tindakan AS bertentangan dengan kewajiban non-use of force dalam Pasal 2(4) Piagam PBB, serta Agreement Between the United States of America and the Republic of Iraq On the
49 Pasal 30 Vienna Convention on Diplomatic Relations 1961, US Diplomatic and Consular Staff In Tehran Case, US v. Iran Hostages Case, ICJ Rep 3, 1980
50Yoram Dinstein, Op. Cit , hlm. 208.
51https:// www.defense. gov/Newsroom/
Releases/Release/Article/2049534/statement- by-the-department-of-defense/, diakses pada 23 April 2020
Withdrawal of United States Forces from Iraq and the Organization of Their Activities during Their Temporary Presence in Iraq.
B. Landasan Self-Defense Oleh Amerika Serikat Dikaitkan Dengan Ketentuan Mengenai Self-Defense Dalam Hukum Internasional
Amerika Serikat
mendasarkan serangannya di Bandara Internasional Bagdad Januari 2020 dengan dalih Self- Defense,52 sedangkan Iran tidak pernah melakukan serangan bersenjata terhadap AS sebelumnya.
Pasal 51 Piagam PBB menyatakan bahwa hak untuk menggunakan kekuatan senjata untuk membela diri merupakan hal yang mutlak ‘jika terjadi serangan bersenjata’. Dan serangan bersenjata yang terjadi, harus memenuhi certain degree of
gravity yang mencakup
diantaranya mengakibatkan penerobosan territorial/wilayah suatu negara, korban jiwa, atau juga kerusakan property/aset negara. 53 Terlebih lagi, jika AS hendak melandaskan tindakannya pada Doktrin Anticipatory Self- Defense dalam Caroline Test yang menentukan kriteria atas keperluan untuk melakukan pembelaan diri sebelum serangan terjadi harus bersifat “instan, besar
52 https://www.reuters.com/article/us- iraq-security-blast-legal-analysis/u-s-self- defense-argument-for-killing-soleimani-meets- skepticism-idUSKBN1Z301R, diakses pada 23 April 2020
53 Yoram Dinstein, Op. Cit , hlm.
208.
dan tidak menawarkan pilihan lain, serta tidak ada waktu untuk membahasnya kembali”.54
Faktanya, tidak pernah ada serangan yang datang dari Iran terhadap AS menjadikan bahwa kondisi ‘pembelaan diri jika terjadi serangan bersenjata’ dalam Pasal 51 Piagam PBB tidak dipenuhi, terlebih lagi kondisi yang ditentukan dalam Caroline Incident. Membuktikan bahwa Landasan Self-Defense AS melalui serangan di Bandar Udara Internasional Bagdad Januari 2020 tidak sesuai dengan Ketentuan Self-Defense dalam Hukum Internasional.
PENUTUP A. Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka Penulis menarik kesimpulan, yaitu:
1. Pelanggaran terhadap ketentuan pasal 2(4) Piagam PBB merupakan pelanggaran dasar terhadap hukum internasional yang berkaitan dengan penjagaan keamanan dan perdamaian dunia. Negara yang melanggar pasal tersebut juga tidak menjalankan kewajibannya sesuai dengan Prinsip Pacta Tertiis Nec Nocent Nec Prosunt/Pacta Sunt Servanda dan tidak memiliki Good Faith (Itikad Baik) terhadap Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa.
2. The Right to Self-Defense adalah hak mutlak yang dimiliki oleh negara. Namun hak melindungi diri harus
54Philip C. Jessup, Loc. cit.
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Pasal 51 dan Caroline Test. Pasal 51 Piagam PBB memprioritaskan Collective Self-Defense yang mana akan ada laporan dari negara yang merasa terancam kepada Dewan Keamanan PBB. Namun, pengaturan ini pun masih diabaikan oleh negara-negara yang tidak patuh.
B. Saran
1. Keamanan, perdamaian dunia, dan tujuan hukum internasional hanya akan tercapai jika seluruh negara di dunia memiliki kesadaran serta menjunjung tinggi pengaturan untuk tidak menggunakan
ancaman/paksaan/kekuatan bersenjata terhadap integritas wilayah dan kebebasan berpolitiknya satu sama lain, jadi seharusnya tiap negara memiliki good faith dan berpegang teguh terhadapnya atas tiap perjanjian internasional yang melibatkan negara tersebut 2. Pasal 51 Piagam PBB
dirumuskan dengan tujuan untuk menghindari terjadinya balas berbalas kekuatan bersenjata yang pada akhirnya akan mengarah kepada kondisi peperangan antara negara-negara yang terlibat. kedepannya negara- negara yang merasa kedaulatan negaranya terancam seharusnya membawa concern nya kepada Dewan Keamanan
PBB atau juga kepada Organisasi Negara Regional yang negara tersebut menjadi anggota didalamnya, supaya tindakan-tindakan yang tidak sesuai dengan hukum internasional yang dapat mengacaukan perdamaian dan keamanan internasional tidak terjadi lagi.
DAFTAR PUSTAKA A. Buku
Abdoel Djamali, R, 2014, Pengantar Hukum Indonesia, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Bowett, Derreck William. 2007.
Hukum Organisasi
Internasional. Jakarta: Sinar Grafika.
Deliana, Evi. 2011 Hukum Perjanjian Internasional,
Pekanbaru: Pusat
Pengembangan Pendidikan Universitas Riau.
Hensel, Howard M. 2007. The Legitimate Use of Military Force : The Just War Tradition and the Customary Law of Armed Conflict. Burlington:
Ashton Publishing Company.
Fuady, Munir. 2013. Teori Teori Besar (Grand Theory) Dalam Hukum, Jakarta: Kencana.
Gill, Terry D dan Dieter Fleck.
2015. The Handbook of the International Law of Military Operation. Croydon: CPI Group (UK) Ltd.
Jessup, Philip C. 2012. A Modern Law of Nations: Pengantar Hukum Modern AntarBangsa.
Bandung: Penerbit Nuansa.
Mauna, Boer. 2000. Hukum Internasional: Pengertian, Peranan, Dan Fungsi Dalam Era Dinamika Global, Jakarta:
Penerbit Alumni.
Salim. 2009. Perkembangan Teori dalam Ilmu Hukum, Jakarta: Raja Grafindo Persada.
B. Jurnal/Kamus/Makalah
Hans Wehberg, 1959. ‘Pacta Sunt Servanda”, Diunduh dari Https://scholar.google.co.i d/ tanggal 11 Februari 2020
Leo Van Den Hole, 2003.
“Anticipatory Self – Defence Under International Law”.
diunduh dari
Https://digitalcommons.wel.a merican.edu/
Ledy Diana, 2011. “Penyakit Sosial dan Efektifitas Hukum di Indonesia”. Diakses dari https://ejournal.unri.ac.id>JI H/
Louise – Philippe Rouillard, 2004. “The Caroline Case:
Anticipatory Self – Defense
in Contemporary
International Law”. Diunduh dari Https://mjil.bw/
Momir Milojevic, 2001.
“Prohibition of The use of Force and Threats in International Relations”.
Diunduh dari
Https://scindeks.ceon.rs/
Tomohiro Mikanagi, 2018.
“Establishing a Military Presence in a Disputed Territory: Interpretation of Article 2(3) and (4) of the
UN Charter”. Diakses dari Https://1.next.westlaw.com/
C. Perjanjian Internasional Piagam Perserikatan Bangsa-
Bangsa D. Situs Web
https://www.nytimes.com/2020/01/1/
us/politics/iran-trump.html, diakses pada 23 April 2020 https://www.theguardian.com/world/
2020/jan/03/defining-moment-in- middle-east-the-killing-qassem- suleimani, diakses pada 23 April 2020
https://www.timesofisrael.com/four- hellfire-missiles-and-a-severed- hand-the-killing-of-qassem- soleimani/ diakses pada 23 April 2020
https://apnews.com/e36db7c72c1adb a1a6cae75091bc273d, diakses pada 23 April 2020
https://www.axios.com/qasem- soleimani-killed-iran-baghdad- dc347be1-e847-4c56-92ab- fcc18352d840.html, diakses pada 23 April 2020
https://www.reuters.com/article/us- iraq-security-blast-
soleimani/irans-soleimani-and- iraqs-muhandis-killed-in-air- strike-militia-spokesman-
idUSKBN1Z201C, diakses pada 23 April 2020
https://www.reuters.com/article/us- iraq-security-blast-reaction- factbox/factbox-reactions-to-the- killing-of-iranian-general-in-a-u- s-air-strike-idUSKBN1Z2070, diakses pada 23 April 2020 https://www.reuters.com/article/us-
iraq-security-blast-legal- analysis/u-s-self-defense- argument-for-killing-soleimani- meets-skepticism-
idUSKBN1Z301R, diakses pada 23 April 2020
https://www.cnbc.com/2020/01/10/p ompeo-we-dont-know-precisely- when-or-where-soleimani-
planned-to-attack.html, diakses pada 23 April 2020.