• Tidak ada hasil yang ditemukan

TREN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN KE NON PERTANIAN “Faktor dan Alternatif Kebijakan“

N/A
N/A
bambang hadi

Academic year: 2023

Membagikan "TREN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN KE NON PERTANIAN “Faktor dan Alternatif Kebijakan“"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.net/publication/323445493

TREN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN KE NON PERTANIAN "FAKTOR DAN ALTERNATIF KEBIJAKAN"

Conference Paper · April 2017

CITATIONS

2

READS

8,434

1 author:

Hendar Nuryaman

Universitas Siliwangi Tasikmalaya 45PUBLICATIONS   56CITATIONS   

SEE PROFILE

All content following this page was uploaded by Hendar Nuryaman on 28 February 2018.

The user has requested enhancement of the downloaded file.

(2)
(3)

Seminar Nasional: “PENINGKATAN PRODUKTIVITAS DAN DAYA SAING KOMODITAS PERTANIAN”

Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian Universitas Galuh, 1 April 2017

PROSIDING

SEMINAR NASIONAL

HASIL PENELITIAN AGRIBISNIS I

“PENINGKATAN PRODUKTIVITAS DAN DAYA SAING KOMODITAS PERTANIAN”

Tim Editor:

Agus Yuniawan Isyanto Zulfikar Noormansyah

Trisna Insan Noor Hj. Dini Rochdiani

Dedy Sufyadi Dani Lukman Hakim Mochamad Ramdan Dedi Herdiansah S.

Sudrajat Tito Hardiyanto

Cecep Pardani Muhamad Nurdin Yusuf

Fitri Yuroh Ida Maersaroh Dede Ahmad Farid

Diterbitkan oleh:

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS GALUH CIAMIS

2017

(4)

SEMINAR NASIONAL HASIL PENELITIAN AGRIBISNIS I FP UNIGAL 2017 577 TREN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN KE NON PERTANIAN

“Faktor dan Alternatif Kebijakan“

Hendar Nuryaman

Fakultas Pertanian Universitas Siliwangi Email: [email protected]

ABSTRAK

Seiring dengan peningkatan jumlah penduduk dan perkembangan struktur perekonomian, kebutuhan lahan untuk kegiatan nonpertanian cenderung terus meningkat. Kecenderungan tersebut menyebabkan alih fungsi lahan pertanian sulit dihindari. Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) faktor-faktor yang menjadi pendorong alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian baik secara internal maupun eksternal, dan (2) Alternatif kebijakan dalam rangka pengendalian alih fungsi lahan. Pendekatan penelitian yang digunakan adalah deskripitif kualitatif dengan menggunakan teori yang sudah ada. Hasil analisis menyimpulkan bahwa faktor-faktor yang mendorong terjadinya alih fungsi lahan teridiri dari faktor internal dan eksternal, faktor internal lebih melihat sisi yang disebabkan oleh kondisi sosial-ekonomi rumah tangga pertanian pengguna lahan dan faktor eksternal merupakan faktor yang disebabkan oleh adanya dinamika pertumbuhan perkotaan, demografi maupun ekonomi. Alternatif kebijakan untuk pengendalian alih fungsi lahan yaitu dengan melaksanakan aspek regulasi yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat maupun daerah yang berkaitan dengan perubahan fungsi lahan pertanian yang sesuai dengan spesifik lokasi.

Kata Kunci : Alih fungsi, Faktor, Kebijakan 1. PENDAHULUAN

Sektor pertanian telah memberikan sumbangan besar dalam pembangunan nasional, seperti peningkatan ketahanan nasional, penyerapan tenaga kerja, peningkatan pendapatan masyarakat, peningkatan Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB), perolehan devisa melalui ekspor-impor dan penekanan inflasi.

Seiring dengan peningkatan jumlah penduduk dan perkembangan struktur perekonomian, kebutuhan lahan untuk kegiatan nonpertanian cenderung terus meningkat. Kecenderungan tersebut menyebabkan alih fungsi lahan pertanian sulit dihindari. Rhina dan Susi (2012), menyatakan Alih fungsi lahan pertanian telah menjadi isu global tidak hanya di Negara berkembang yang masih

bertumpu pada sektor pertanian, namun juga di negara maju untuk menghindari ketergantungan terhadap impor produk pertanian. Dalam prosesnya, alih fungsi lahan pertanian senantiasa berkaitan erat dengan ekspansi atau perluasan kawasan perkotaan.

Beberapa kasus menunjukkan jika di suatu lokasi terjadi alih fungsi lahan, maka dalam waktu yang tidak lama lahan di sekitarnya juga beralih fungsi secara progresif. Menurut Irawan (2005), hal tersebut disebabkan oleh dua faktor.

Pertama, sejalan dengan pembangunan kawasan perumahan atau industri di suatu lokasi alih fungsi lahan, maka aksesibilitas di lokasi tersebut menjadi semakin kondusif untuk pengembangan industri dan pemukiman yang akhirnya mendorong meningkatnya permintaan

(5)

SEMINAR NASIONAL HASIL PENELITIAN AGRIBISNIS I FP UNIGAL 2017 578 lahan oleh investor lain atau spekulan

tanah sehingga harga lahan di sekitarnya meningkat. Kedua, peningkatan harga lahan selanjutnya dapat merangsang petani lain di sekitarnya untuk menjual lahan. Wibowo (1996), menambahkan bahwa pelaku pembelian tanah biasanya bukan penduduk setempat, sehingga mengakibatkan terbentuknya lahan-lahan guntai yang secara umum rentan terhadap proses alih fungsi lahan.

Secara empiris lahan pertanian yang paling rentan terhadap alih fungsi adalah sawah. Hal tersebut disebabkan oleh : (1) kepadatan penduduk di

pedesaan yang mempunyai

agroekosistem dominan sawah pada umumnya jauh lebih tinggi dibandingkan agroekosistem lahan kering, sehingga tekanan penduduk atas lahan juga lebih tinggi; (2) daerah pesawahan banyak yang lokasinya berdekatan dengan daerah perkotaan; (3) akibat pola pembangunan di masa sebelumnya, infrastruktur wilayah pesawahan pada umumnya lebih baik dari pada wilayah lahan kering; dan (4) pembangunan prasarana dan sarana pemukiman, kawasan industri, dan sebagainya cenderung berlangsung cepat di wilayah bertopografi datar, dimana pada wilayah dengan topografi seperti itu (terutama di Pulau Jawa) ekosistem pertaniannya dominan areal persawahan (Iqbal dan Sumaryanto, 2007).

Menurut PUSPIJAK (2012) beberapa penelitian menyimpulkan

bahwa keadaan sosial, ekonomi, dan kebijakan pemerintah dalam membuat aturan pembangunan suatu sektor atau pembangunan nasional dapat mengakibatkan perubahan penggunaan lahan.

Kasus alih fungsi lahan pertanian di daerah dengan produktivitas rendah tidaklah terlalu mengancam produksi pangan. Namun ketika alih fungsi lahan pertanian menjadi kawasan non pertanian terjadi di lahan beririgasi dengan produktivitas tinggi maka hal ini merupakan ancaman bagi ketersediaan pangan khususnya bahan makanan pokok penduduk (beras), Rhina dan Susi (2012).

Berdasarkan uraian diatas, pada tulisan ini ingin dipelajari faktor-faktor apa yang menjadi pendorong alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian baik secara internal maupun eksternal serta alternatif kebijakan dalam rangka pengendalian alih fungsi lahan. Akan tetapi dalam hal ini penulis tidak membahas mengenai dampak yang ditimbulkan dari adanya alih fungsi lahan tersebut.

2. METODE PENELITIAN

Pendekatan penelitian yang digunakan adalah deskripitif kualitatif dengan menggunakan teori-teori dan hasil kajian yang sudah ada, data yang digunakan adalah data sekunder dari beberapa tulisan yang mengupas mengenai alih fungsi lahan, studi kepustakaan yaitu dilakukan dengan

(6)

SEMINAR NASIONAL HASIL PENELITIAN AGRIBISNIS I FP UNIGAL 2017 579 mengkaji beberapa literatur yang

mendukung penelitian ini. Sekaran (2010), mendefinisikan literature review sebagai tahapan proses yang didalamnya terdiri dari identifikasi terhadap hasil kerja baik yang dipublikasikan maupun tidak dari berbagai sumber data sekunder, melakukan evaluasi terhadap hasil kerja tersebut dalam kaitannya dengan masalah, dan yang terakhir mendokumentasikan hasil.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1. Faktor-faktor Pendorong Alih Fungsi Lahan

Alih fungsi lahan merupakan perubahan untuk penggunaan lain yang disebabkan oleh faktor-faktor yang secara garis besar meliputi keperluan untuk memenuhi kebutuhan penduduk yang semakin bertambah jumlahnya, dan meningkatnya tuntutan akan mutu kehidupan yang lebih baik. Alih fungsi lahan disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya :

3.1.1. Faktor Internal

Faktor internal adalah faktor dari dalam, faktor ini lebih melihat sisi yang disebabkan oleh kondisi sosial ekonomi rumah tangga pertanian pengguna lahan.

Karakteristik petani yang mencangkup umur, tingkat pendidikan, jumlah tanggungan keluarga, luas lahan yang dimiliki dan tingkat ketergantungan terhadap lahan.

Di zaman yang semakin modern ini tidak dipungkiri para generasi muda lebih

memilih bekerja di bidang industri dan perkantoran daripada bekerja di bidang pertanian. Hal ini menyebabkan daerah perdesaan yang bergerak di bidang pertanian kekurangan tenaga kerja produktif, karena ditinggal ke kota. Selain itu, semakin meningkatnya biaya operasional dalam pengolahan lahan pertanian juga menyebabkan para petani mengalami kerugian, sehingga mereka lebih memilih untuk beralih profesi dan menjual lahan pertaniannya sehingga beralih fungsi menjadi lahan non pertanian.

3.1.2. Faktor Eksternal

Faktor eksternal atau faktor dari luar merupakan faktor yang disebabkan oleh adanya dinamika pertumbuhan perkotaan, demografi maupun ekonomi.

Dimana dalam hal ini yang dimaksud ke dalam faktor-faktor tersebut: (a) Pertumbuhan perkotaan yang dimaksud adalah semakin padatnya daerah perkotaan maka akan terjadi ekspansi ke daerah pinggiran ataupun belakang kota.

Pedesaan sebagai daerah belakang kota yang memasok kebutuhan pangan kota akan mulai terdesak dan tergerus akibat pertumbuhan dan perkembangan kota yang semakin pesat, sehingga lahan- lahan produktif pertanian yang berada di desa akan berubah fungsi menjadi sebagai lahan permukiman ataupun industri, (b) Demografi atau kependudukan yang dimaksud disini adalah semakin meningkatnya pertumbuhan dan jumlah penduduk yang

(7)

SEMINAR NASIONAL HASIL PENELITIAN AGRIBISNIS I FP UNIGAL 2017 580 menyebabkan semakin meningkatnya

permintaan akan lahan yang akan digunakan sebagai perumahan atau tempat tinggal. Pesatnya pembangunan dianggap sebagai salah satu penyebab menurunnya pertumbuhan produksi hasil pertanian khususnya produksi padi, (c) Faktor ekonomi merupakan faktor semakin meningkatnya kebutuhan akan lahan di bidang ekonomi baik itu digunakan sebagai kegiatan pariwisata maupun perdagangan. Selain itu, tekanan ekonomi pada saat krisis ekonomi juga dapat menyebabkan terjadinya alih fungsi lahan. Hal tersebut menyebabkan banyak petani menjual asetnya baik itu berupa ladang, kebun maupun sawah untuk memenuhi kebutuhan hidupnya yang berdampak meningkatkan alih fungsi lahan sawah dan makin meningkatkan penguasaan lahan pada pihak-pihak pemilik modal atau investor.

3.1.3. Faktor Kebijakan

Faktor kebijakan berkaitan dengan aspek peraturan (regulasi) yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat maupun daerah yang berkaitan dengan perubahan fungsi lahan pertanian.

Kelemahan pada aspek regulasi itu sendiri terutama terkait dengan masalah kekuatan hukum, sanksi pelanggaran dan akurasi objek lahan yang dilarang dikonversi. Selain itu, kurangnya aksi nyata (hanya wacana semata) dan tidak jelasnya langkah pemerintah dalam meminimalisir kegiatan yang menyebabkan terjadinya alih fungsi lahan

pertanian menjadi semakin banyak dan maraknya lahan yang terkonversi.

Selain ketiga faktor di atas, ada beberapa faktor lain lagi yang menyebabkan terjadinya alih fungsi lahan pertanian, diantaranya:

1. Faktor kependudukan

Pesatnya peningkatan jumlah penduduk telah meningkatkan permintaan tanah untuk perumahan, jasa, industri dan fasilitas umum lainnya.

2. Kebutuhan lahan untuk non pertanian Kebutuhan lahan untuk kegiatan non pertanian antara lain pembangunan real estate, kawasan industri, kawasan perdagangan dan jasa-jasa lainnya yang memerlukan lahan yang luas, sebagian diantaranya berasal dari lahan pertanian yang masih dikategorikan produktif termasuk sawah.

3. Faktor ekonomi

Faktor ekonomi lebih didasarkan karena tingginya nilai sewa tanah (land rent) yang diperoleh dari aktivitas sektor non pertanian dibandingkan sektor pertanian.

4. Faktor sosial budaya

Faktor sosial budaya yang berkaitan dengan adanya alih fungsi lahan antara lain keberadaan hukum waris yang menyebabkan terfragmentasinya lahan pertanian, sehingga tidak memenuhi batas minimum skala ekonomi usaha yang menguntungkan.

5. Lemahnya fungsi kontrol dan pemberlakuan peraturan oleh lembaga terkait.

(8)

SEMINAR NASIONAL HASIL PENELITIAN AGRIBISNIS I FP UNIGAL 2017 581 6. Otonomi daerah

Otonomi daerah yang

mengutamakan pembangunan pada sektor menjanjikan keuntungan jangka pendek lebih tinggi guna meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD), yang kurang memperhatikan kepentingan jangka panjang dan kepentingan nasional yang sebenarnya penting bagi masyarakat secara keseluruhan.

7. Kurangnya minat generasi muda di bidang pertanian

Beberapa golongan masyarakat menganggap bahwa sektor pertanian adalah sektor minim penghasilan dan berada dikelas bawah untuk golongan pekerjaan, bahkan tidak jarang masyarakat Indonesia menganggap petani hanyalah untuk mereka yang tidak ambil bagian dibidang pendidikan.

3.2.Strategi Pengendalian Alih Fungsi Lahan Pertanian

Penyebab terjadinya alih fungsi lahan pertanian bisa dikatakan bersifat multidimensi. Oleh karena itu, upaya pengendaliannya tidak mungkin hanya dilakukan melalui satu pendekatan saja.

Hal tersebut mengingat lahan yang ada mempunyai nilai yang berbeda, baik ditinjau dari segi jasa (service) yang dihasilkan maupun beragam fungsi yang melekat di dalamnya. Sehubungan dengan hal tersebut, Pearce and Turner (1990) merekomendasikan tiga pendekatan secara bersamaan dalam kasus pengendalian alih fungsi lahan

khususnya sawah (wetland), yaitu melalui: (1) regulation; (2) acquisition and management; dan (3) incentive and charge.

(1)Regulation

Melalui pendekatan ini pengambil kebijakan perlu menetapkan sejumlah aturan dalam pemanfaatan lahan yang ada. Berdasarkan berbagai pertimbangan teknis, ekonomis dan sosial, pengambil kebijakan bisa melakukan pewilayahan (zonasi) terhadap lahan yang ada serta kemungkinan bagi proses alih fungsi.

Selain itu, perlu mekanisme perizinan yang jelas dan transparan dengan melibatkan semua pemangku kepentingan yang ada dalam proses alih fungsi lahan.

Dalam tatanan praktisnya, pola ini telah diterapkan pemerintah melalui penetapan Rencana Tata Ruang Wilayah dan pembentukan Tim Sembilan di tingkat kabupaten dalam proses alih fungsi lahan. Sayangnya, pelaksanaan di lapangan belum sepenuhnya konsisten menerapkan aturan yang ada.

(2)Acquisition and Management

Melalui pendekatan ini pihak terkait perlu menyempurnakan sistem dan aturan jual beli lahan serta penyempurnaan pola penguasaan lahan (land tenure system) yang ada guna

mendukung upaya kearah

mempertahankan keberadaan lahan pertanian.

(9)

SEMINAR NASIONAL HASIL PENELITIAN AGRIBISNIS I FP UNIGAL 2017 582 (3)Incentive and Charges

Pemberian subsidi kepada para petani yang dapat meningkatkan kualitas lahan yang mereka miliki, serta penerapan pajak yang menarik bagi yang mempertahankan keberadaan lahan pertanian, merupakan bentuk pendekatan lain yang disarankan dalam upaya pencegahan alih fungsi lahan pertanian.

Selain itu, pengembangan prasarana yang ada lebih diarahkan untuk mendukung pengembangan kegiatan budidaya pertanian berikut sertaan usahanya.

Mengingat selama ini penerapan perundang-undangan dan peraturan pengendalian alih fungsi lahan kurang berjalan efektif, serta berpijak pada acuan pendekatan pengendalian sebagaimana dikemukakan di atas, maka perlu diwujudkan suatu kebijakan alternatif.

Kebijakan alternatif tersebut diharapkan mampu memecahkan kebuntuan pengendalian alih fungsi lahan sebelumnya. Adapun komponennya antara lain instrumen hukum dan ekonomi, zonasi dan inisiatif masyarakat.

Instrumen hukum meliputi penerapan perundang-undangan dan peraturan yang mengatur mekanisme alih fungsi lahan. Sementara itu, instrumen ekonomi mencakup insentif, disinsentif, dan kompensasi. Pelibatan masyarakat seyogyanya tidak hanya terpaut pada fenomena di atas, namun mencakup segenap lapisan pemangku kepentingan.

4. SIMPULAN DAN SARAN 4.1. Simpulan

Faktor-faktor yang mendorong terjadinya alih fungsi lahan terbagi ke dalam dua bagian, yaitu: (1) Faktor Internal, faktor ini lebih melihat sisi yang disebabkan oleh kondisi sosial-ekonomi rumah tangga pertanian pengguna lahan.

Dimana didalamnya karakteristik petani yang mencangkup umur, tingkat pendidikan, jumlah tanggungan keluarga, luas lahan yang dimiliki dan tingkat ketergantungan terhadap lahan. (2) Faktor Eksternal, Merupakan faktor yang disebabkan oleh adanya adanya dinamika pertumbuhan perkotaan, demografi maupun ekonomi.

Adapun alternatif kebijakan untuk pengendalian alih fungsi lahan yaitu dengan melaksanakan aspek regulasi yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat maupun daerah yang berkaitan dengan perubahan fungsi lahan pertanian yang sesuai dengan spesifik lokasi. Adapun komponennya antara lain instrumen hukum dan ekonomi, zonasi dan inisiatif masyarakat.

4.2. Saran

Adapun saran yang dapat diberikan dalam tulisan ini adalah : (1) Pemerintah hendaknya lebih serius menanggapi permasalahan terkait alih fungsi lahan, utamanya dalam menetepkan suatu kebijakan dan aturan perundang- undangan, (2) Masyarakat hendaknya menyadari pentingnya lahan pertanian untuk memenuhi kebutuhan pangan.

(10)

SEMINAR NASIONAL HASIL PENELITIAN AGRIBISNIS I FP UNIGAL 2017 583 5. DAFTAR PUSTAKA

Iqbal M. dan Sumaryanto. 2007. Strategi Pengendalian Alih Fungsi Lahan Pertanian Bertumpu Pada Partisipasi Masyarakat. Analisis Kebijakan Pertanian. Volume 5 No.

2, Juni 2007 : 167-182

Irawan, B. 2005.Konversi Lahan Sawah : Potensi Dampak, Pola Pemanfaatannya, dan Faktor Determinan. Forum Penelitian Agro Ekonomi Volume 23, Nomor 1, Juni 2005. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian.

Bogor.

Pearce, D.W. dan R.K. Turner. 1990.

Economics of Natural Resources Environment. Harvester Wheatsheaf. London.

Pusat Penelitian Dan Pengembagan Perubahan Iklim Dan Kebijakan (PUSPIJAK) Dan Forest carbon partnership facility (FCPF). 2012.

Analisis Time Series Faktor-faktor Sosial Ekonomi dan Kebijakan terhadap Perubahan Penggunaan Lahan Analisis Time Series Faktor- faktor Sosial Ekonomi dan Kebijakan terhadap Perubahan Penggunaan Lahan. PUSPIJAK.

Bogor.

Rhina U.F dan Susi W. 2012. Tren Alih Fungsi Lahan Pertanian Di Kabupaten Klaten. Jurnal SEPA : Vol. 8 No. 2 Pebruari 2012 : 51 – 182 ISSN : 1829-9946

Sekaran, Uma (2010). Research method for business: A skill building approach, 4th edition, John Wiley &

Sons.

Wibowo, S.C. 1996. Analisis Pola Konversi Sawah Serta Dampaknya Terhadap Produksi Beras : Studi Kasus di Jawa Timur. Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian, IPB.

Bogor.

View publication stats

Referensi

Dokumen terkait

korelasi product moment , terdapat 4 faktor yang terbukti memiliki hubungan signifikan dengan tingkat keinginan petani melakukan alih fungsi lahan pertanian yaitu

Pada kondisi adanya pilihan terbuka bagi para investor untuk menanamkan modalnya maka alih fungsi lahan pertanian pada daerah dengan infrastruktur yang baik dan sekaligus

Penelitian ini bertujuan: (1) mendeskripsikan alih fungsi lahan sebagai faktor yang mendorong terjadinya perubahan sosial; (2) menganalisis proses perubahan sosial sebagai

Proses alih fungsi lahan sawah menjadi lahan tegal atau dialihfungsikan ke sektor non pertanian menyebabkan luas lahan sawah di Kabupaten Klaten semakin menyusut (tingkat

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: (1) faktor-faktor penyebab alih fungsi lahan pertanian menjadi lahan pertambangan adalah: (a) kondisi lahan dan faktor pertanian

Pengendalian alih fungsi lahan pertanian berbasis kondisi sosial dapat dilakukan melalui upaya: Pemeliharaan Prasarana/Sarana Lahan Usahatani; Mendorong terwujudnya

yang mempengaruhi alih fungsi lahan sawah di Kabupaten Lamongan dapat memunculkan hasil yang lebih spesifik terkait faktor yangbersifat lokal pada masing-masing

Menurut Pakpahan (1993), faktor-faktor yang mempengaruhi alih fungsi atau konversi lahan sawah ke penggunaan non-pertanian dapat dibedakan menjadi dua yaitu faktor-faktor