• Tidak ada hasil yang ditemukan

TUGAS AKHIR - Universitas Bosowa

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2024

Membagikan "TUGAS AKHIR - Universitas Bosowa"

Copied!
145
0
0

Teks penuh

(1)

TUGAS AKHIR

DAUR ULANG PENGGUNAAN ASPAL PANAS RETAK KULIT BUAYA YANG DIGUNAKAN PADA LAPIS

PERKERASAN

Disusun oleh : RIZKY HARIYANTO TAHIR

4517041008

PRGORAM STUDI TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS BOSOWA MAKASSAR 2023

(2)
(3)
(4)
(5)

i

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat, taufik dan hidayahnya sehingga penyusun dapat menyelesaikan susunan Tugas Akhir berupa Penelitian dengan judul :

“Daur Ulang Penggunaan Aspal Panas Retak Kulit Buaya Yang Digunakan Pada Lapis Perkerasan”. Tugas Akhir ini disusun guna melengkapi persyaratan untuk menyelesaikan studi Pada Program Studi Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Bosowa Makassar sebagai syarat untuk mencapai derajat kesarjanaan. Dengan ini penyusun mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan dukungan sehingga penyusun dapat menyelesaikan proposal Tugas Akhir ini.

Dengan selesainya Proposal Tugas Akhir ini penyusun mengucapkan banyak terima kasih kepada :

1. Allah SWT yang telah memberikan jalan yang terbaik dalam penyusunan tugas akhir ini.

2. Bapak Ir. H. Abdul Rahim Nurdin, MT. Selaku ketua Bidang Kajian Transportasi, Dosen Pembimbing Utama dan Ketua Dewan Penguji, yang memberikan bimbingan dan pengarahan hingga selesainya Tugas Akhir ini.

3. Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Bosowa, terima kasih atas bimbingan dan ilmu yang telah diberikan.

(6)

ii

4. Kedua orang tua dan keluarga tercinta terima kasih atas doa dan nasehatnya, sehingga saya mampu menjalani semua ini.

Sebagai manusia biasa yang tak pernah luput dari kesalahan dan kehilafan Penyusun menyadari bahwa penyusunan Tugas Akhir ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat diharapkan demi kesempurnaan Tugas Akhir ini.

Harapan penyusun, semoga Tugas Akhir ini dapat bermanfaat bagi seluruh para pembaca. Aamiin.

Makassar, Februari 2023

RIZKY HARIYANTO TAHIR

(7)

iii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR NOTASI ... ix BAB I PENDAHULUAN... I-1 1.1. Latar Belakang ... I-1 1.2. Rumusan Masalah ... I-3 1.3. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian ... I-3 1.4. Pokok Bahasan dan Batasan Masalah ... I-4 1.5. Sistematis Penulisan ... I-5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... II-1 2.1 Jalan ... II-1 2.2 Jenis Jalan... II-1 2.3 Konstruksi Perkerasan Jalan ... II-6 2.4 Kerusakan Perkerasan Jalan ... II-10 2.5 Penelitian Terdahulu ... II-15 2.6 Bahan Penyusun Perkerasan Jalan ... II-16 2.7 Campuran Aspal ... II-39 2.8 Marshall Test ... II-42

(8)

iv

2.9 Ektraksi ... .II-51 BAB III METODE PENELITIAN ... III-1 3.1. Metode ... III-1 3.2. Diagram Flowchart ... III-2 3.3. Bahan Penelitian ... III-3 3.4. Lokasi Material ... III-4 3.5. Uji Campuran Aspal (Bitumen) ... III-4 3.6. Penentuan Jumlah dan Pembuatan Benda Uji ... III-10 BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN ... IV-1 4.1. Penyajian Data ... IV-1 4.2. Komposisi campuran ... IV-5 4.3. Pembahasan hasil pengujian dengan penambhan aspal baru pada

campuran aspal panas AC-WC (Aspal Retak Kulit Buaya) ... IV-17 4.4. Hubungan kadar aspal efektif dengan presentase IKS ... IV-18 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... V-1 5.1. Kesimpulan ... V-1 5.2. Saran ... V-2 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

(9)

v

DAFTAR TABEL

 Tabel 2.1. Tingkat dan Sebaran Kerusakan Permukaan Jalan

Perkerasan Lentur ... II-15

 Tabel 2.2 Ketentuan agregat kasar ... II-19

 Tabel 2.3 Ketentuan agregat halus ... II-20

 Tabel 2.4 Gradasi agregat gabungan untuk campuran beraspal .... II-22

 Tabel 2.5 Ketentuan aspal keras ... II-35

 Tabel 2.6 Ketentuan sifat-sifat campuran ... II-42

 Tabel 3.1 Jumlah sampeI ... II-5

 Tabel 4.1 Pemeriksaan analisa saringan agregat (AASHTO T.11/27) ...IV-1

 Tabel 4.2 Hasil pemeriksaan berat jenis agregat kasar (batu pecah 1- 2, dan batu pecah 0,5-1) ...IV-2

 Tabel 4.3 Hasil pengujian berat jenis agregat halus (abu batu) ...IV-3

 Tabel 4.4 Kadar aspal hasil ekstraksi Aspal Retak Kulit Buaya ...IV-4

 Tabel 4.5 Hasil pemeriksaan berat jenis dan penyerapan agregat ..IV-4

 Tabel 4.6 Komposisi campuran dengan kadar aspal 3,73% ...IV-5

 Tabel 4.7 Komposisi campuran dengan kadar aspal 5,5% ...IV-5

 Tabel 4.8 Komposisi campuran dengan kadar aspal 6% ...IV-5

 Tabel 4.9 Komposisi campuran dengan kadar aspal 6,5% ...IV-5

 Tabel 4.10 Komposisi campuran dengan kadar aspal 7% ...IV-6

 Tabel 4.11 Komposisi campuran dengan kadar aspal 7,5% ...IV-6

(10)

vi

 Tabel 4.12 Hasil uji karakteristik Marshall campuran Aspal Retak Kulit Buaya tanpa penambahan aspal baru ...IV-6

 Tabel 4.13 Hasil uji karakteristik Marshall campuran Aspal Retak Kulit Buaya dengan penambahan aspal baru ...IV-7

 Tabel 4. 14 Hasil uji karakteristik Marshall kadar aspal efektif

campuran Aspal Retak Kulit Buaya ...IV-7

 Tabel 4.15 Hubungan kadar aspal efektif dengan presentase nilai IKS ... IV-18

(11)

vii

DAFTAR GAMBAR

1. Gambar 2.1 Struktur perkerasan Jalan ... II-8 2. Gambar 2.2 Perkerasan lentur ... II-9 3. Gambar 2.3 Perkerasan kaku ... II-9 4. Gambar 2.4 Perkerasan komposit ... II-10 5. Gambar 3.1 Bagan alir penelitian ... III-3 6. Gambar 3.2 Aspal retak kulit buaya ... III-3 7. Gambar 3.3 Aspal minyak pen 60/70 ... III-4 8. Gambar 4.1 Diagram hubungan penmbahan aspal baru pada Aspal Retak Kulit Buaya dengan perendaman 1 x 24 Jam terhadap nilai kepadatan ...IV-9 9. Gambar 4.2 Diagram hubungan penmbahan aspal baru pada Aspal Retak Kulit Buaya dengan perendaman 1 x 24 Jam terhadap nilai stabilitas... IV-10 10. Gambar 4.3 Diagram hubungan penmbahan aspal baru pada Aspal

Retak Kulit Buaya dengan perendaman 1 x 24 Jam terhadap nilai Flow ... IV-11 11. Gambar 4.4 Diagram hubungan penmbahan aspal baru pada Aspal

Retak Kulit Buaya dengan perendaman 1 x 24 Jam terhadap nilai VIM ... IV-12 12. Gambar 4.5 Diagram hubungan penmbahan aspal baru pada Aspal Retak Kulit Buaya dengan perendaman 1 x 24 Jam terhadap nilai VMA ... IV-14

(12)

viii

13. Gambar 4.6 Diagram hubungan penmbahan aspal baru pada Aspal Retak Kulit Buaya dengan perendaman 1 x 24 Jam terhadap nilai VFB ... IV-15 14. Gambar 4.7 Diagram hubungan penmbahan aspal baru pada Aspal Retak Kulit Buaya dengan perendaman 1 x 24 Jam terhadap nilai Marshall Qoutient ... IV-17

(13)

ix

DAFTAR NOTASI ASTM = America Standard Testing and Material

AASHTO = American Association of State Highway and Transportation Official

AC = Aspal Concrete AMP = Aspal Mixing Plant LGA = Lawele granular aspal

AC-WC = Asphalt Cocrete Wearing Course AC-BC = Aspal Concrete Base Course MFO = Marine flux oil

SMP = Satuan mobil penumpang

C = Berat kering / sebelum direndam (gram) CA = Agregat kasar

mm = Milimeter

cm = Centimeter

d = Berat benda uji jenuh air

F = Flow

f = Volume benda uji (cc) FA = Agregat halus

g = Nilai kepadatan (gr/cc) g = Persen rongga terisi aspal

gr = Gram

i dan j = Rumus subtitusi LPA = Lapisan pondasi atas LPB = Lapisan pondasi bawah

MQ = Nilai marshall quotient (kg/mm)

MgO = Magnesium oxide (magnesium oksida) Na2O = Sodium oxide (soda abu)

(14)

x

P = Pembacaan arloji stabilitas x kalibrasi alat PB = Perkiraan keras aspal optimum

q = Angka koreksi benda uji S = Nilai stabilitas

SS = Sand sheet

SNI = Standar Nasional Indonesia SMA = Split Mastic Aspalt

MR = Modulus Resilien SC = Slow Curing Cut Back Sio2 = Silica (silica)

SSD = Saturated surface dry TD = Lapisan tanah dasar Usa = United States Of America VIM = Void In The Mix

VFA = Void Filled White Aspalt VMA = Void In Mineral Agregat

oC = Derajat Celcius

(15)

DAUR ULANG PENGGUNAAN ASPAL PANAS RETAK KULIT BAUAYA YANG DIGUNAKAN PADA LAPIS PERKERASAN Rizky Hariyanto Tahir¹ Abdul Rahim Nurdin² Tamrin Mallawangeng³ Abstak. Most of the road construction prosecesses in Indonesia still use convenrional methods, namely using large amounts of aggregate and asphalt, if this is done continuously it use of Reclaimed Asphalt (Cracked Crocodile Skin Asphalt), which is used hot mix material resulting from clod milling exfoliation. This research includes testing the aggregate and Marshall characteristics which were carried out at the Civil Engineering Laboratory Bosowa University. This study aims to determine the characeristics of asphalt mixture (AC-WC) using Reclaimed Asphalt ( Cracked Crocodile Skin Asphalt). As for the addition of new asphalt to Cracked Crocodile Skin Asphalt, namely 1.77%, 2.27%, 2.77%, 3.27%, 3.77% with 1 x 24 hour immersion. This results showed that the addition of new asphalt and immersion would affect the result of the Marshall test.

Keywords: Aspal Retak Kulit Buaya; AC-WC; Aspal Minyak; Karakteristik Marshall;

(16)

DAUR ULANG PENGGUNAAN ASPAL PANAS RETAK KULIT BAUAYA YANG DIGUNAKAN PADA LAPIS PERKERASAN Rizky Hariyanto Tahir¹ Abdul Rahim Nurdin² Tamrin Mallawangeng³ Abstrak. Proses pembangunan jalan di Indonesia sebagian besar masih menggunakan cara konvensional, yaitu menggunakan agregat dan aspal dalam jumlah yang besar, hal tersebut jika dilakukan terus menerus dapat menimbulkan permasalahan lingkungan. Salah satu teknologi daur ulang aspal adalah penggunaan Asphalt Reclaimed (Aspal Retak Kulit Buaya) yaitu material bekas hot mix hasil dari pengelupasan cold milling.

Penelitian ini meliputi pengujian karakteristik agregat dan Marshall yang dilakukan di Laboratorium Teknik Sipil Universitas Bosowa Makassar.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik campuran aspal (AC-WC) dengan menggunakan Asphalt Reclaimed (Aspal Retak Kulit Buaya). Adapun penambahan aspal baru pada Aspal Retak Kulit Buaya yaitu 1,77%, 2,27%, 2,77%, 3,27%, 3,77% dengan perendaman 1 x 24 Jam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan aspal baru dan perendaman akan mempengaruhi hasil pengujian Marshall.

Keywords: Aspal Retak Kulit Buaya; AC-WC; Aspal Minyak; Karakteristik Marshall;

(17)

I-1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

Jalan merupakan prasarana transportasi yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu, setiap tahun pemerintah melakukan pembangunan jalan maupun perbaikan jalan untuk fungsi pelayanan umum maupun untuk fungsi ekonomi. Pemakaian material seperti agregat dapat merusak lingkungan jika dilakukan secara kontinyu. Selain itu, pembuatan perkerasan jalan juga menggunakan material aspal di mana aspal merupakan hasil penyulingan minyak bumi yang jika digunakan secara terus menerus dapat menimbulkan kelangkaan sumber daya karena minyak bumi merupakan sumber daya alam yang tidak dapat diperbarui. Teknologi daur ulang aspal atau asphalt recycling adalah salah satu upaya yang dilakukan untuk mengatasi masalah lingkungan dalam bidang transportasi (Rizal dkk, 2015: 395).

Sistem daur ulang perkerasan jalan mulai populer di negara maju tahun 1980-an, seiring dengan kesadaran banyak orang tentang pentingnya pelestarian alam. Agar sumber daya alam tidak cepat habis, agregat dan aspal yang berasal dari perkerasan lama perlu dihemat dan dipakai lagi dengan sistem daur ulang. Di Indonesia, daur ulang perkerasan jalan ini baru dimulai satu atau dua tahun yang lalu dengan adanya trial daur ulang ini pada jalan di Pantura Jawa oleh Direktorat

(18)

I-2

Jenderal Bina Marga. Hasil dari pengerukan perkerasan lama dapat terdiri atas: Reclaimed Agregate Material (RAM), yaitu material substandar yang didapat dari pembongkaran lapis pondasi perkerasan tanpa bahan pengikat, dan Recycled Asphalt Pavement (RAP), yaitu material substandar butiran campuran beraspal yang diperoleh dari hasil milling atau lapisan beraspal lama (Sihombing, Sugeng, & Hariyadi, 2018:61).

Penerapan teknologi ini pada konstruksi perkerasan jalan, merupakan suatu bentuk kepedulian para peneliti dan praktisi perkerasan jalan terhadap masalah keterbatasan sumber daya alam dan isu-isu lingkungan yang menjadi perhatian dunia (Hajj et al.,2013).

Pemanfaatan aspal daur ulang pada umumnya digunakan untuk mengurangi penggunaan agregat baru. Reclaimed Asphalt Pavement (RAP) adalah material bekas hot mix hasil dari penggalian cold milling.

Jenis kerusakan perkerasan ada berbagai macam. Pada penelitian ini RAP yang digunakan berasal dari kerusakan jenis retak kulit buaya (alligator cracking). Kerusakan jenis retak kulit buaya disebabkan oleh kelelahan akibat beban lalu lintas berulang-ulang. Pemahaman tentang berapa banyak presentase RAP yang digunakan dalam suatu campuran pada umumnya diperoleh dari uji eksperimental di laboratorium, dari pengujian tersebut akan dihasilkan presentase RAP, agregat baru, dan kadar aspal baru yang akan digunakan dalam pembuatan campuran aspal baru, dengan penelitian ini, diharapkan dapat diketahui persentase RAP dan material baru (aspal dan agregat) untuk pembuatan campuran

(19)

I-3

beraspal baru dengan material RAP yang berasal dari hasil milling campuran beraspal lama yang mengalami kerusakan retak kulit buaya (Rizal dkk, 2015: 396). Pada penelitian ini yang ditinjau adalah. “Daur ulang penggunaan aspal panas retak kulit buaya yang digunakan pada lapis perkerasan”

1.2. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dari penelitian ini adalah:

1. Bagaimana komposisi aspal retak kulit buaya dalam penelitian ini, jika dibandingkan dengan komposisi kadar aspal baru.

2. Bagaimana perilaku daur ulang aspal retak kulit buaya yang digunakan sebagai lapis perkerasan.

1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1. Tujuan penelitian

1. Untuk mengetahui komposisi dan penambahan material pada campuran daur ulang aspal rerak kulit buaya yang akan digunakan pada lapis perkerasan.

2. Mengetahui campuran daur ulang aspal retak kulit buaya untuk digunakan kembali pada perkerasan jalan.

1.3.2. Manfaat penelitian

1. Untuk menambah wawasan pembaca mengenai daur ulang penggunaan aspal panas retak kulit buaya yang digunakan pada lapis perkerasan.

(20)

I-4

2. Untuk mendapatkan karakteristik campuran beraspal dari daur ulang penggunaan aspal panas retak kulit buaya.

1.4. Pokok Bahasan dan Batasan Masalah Penelitian 1.4.1. Pokok pembahasan penelitian:

1. Permasahan yang diamati adalah karakteristik aspal retak kulit buaya.

2. Material yang digunakan adalah limbah daur ulang aspal retak kulit buaya, pengujian dilakukan mengacu pada standar Bina Marga 2018.

1.4.2. Batasan masalah penelitian:

Masalah pada penelitian ini dibatasi pada karakteristik aspal retak kulit buaya dengan melakukan pengujian di Laboratorium Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Bosowa Makassar, Ruang lingkup dan batasan masalah pada penelitian ini adalah.

1. Melakukan pengujian aspal daur ulang retak kulit buaya menggunakan alat ekstraksi.

2. Lokasi pengambilan sampel penelitian, yaitu pada km 53 - 84 jalan poros pangkep – barru.

3. Jenis campuran sebagai sampel, yaitu AC-WC (Asphat Concrete- Wearing Course).

4. Lama masa perendaman, yaitu selama 1 x 24 Jam.

5. Pengujian Marshall test.

(21)

I-5 1.5. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan yang digunakan adalah sebagai berikut:

1.1.1. Bab I Pendahuluan

Berisi latar belakang, rumusan masalah, maksud dan tujuan penulisan ,ruang lingkup penulisan, batasan masalah, dan sistematika penulisan.

1.1.2. Bab II Tinjaun pustaka

Pada bab ini membahas teori-teori serta rumus-rumus yang digunakan untuk menunjang penelitian yang diperoleh dari berbagai sumber.

1.1.3. Bab III Metode penelitian

Bab ini menjelaskan metode yang digunakan dalam penelitian untuk data-data yang dibutuhkan dalam proses pengolahan data.

1.1.4. Bab IV Hasil dan pembahasan.

Bab ini berisi tentang pelaksaan penelitian mencakup hasil pengumpulan data, pengolahan data, analisis, dan pembahasan data yang diperoleh dari teori yang ada.

1.1.5. Bab V Kesimpulan dan saran

Bab ini berisi kesimpulan dan saran mengenai dari Tugas Akhir ini.

Pada akhir penulisan akan dilampirkan daftar pustaka dan lampiran yang berisi data-data penujang dalam proses pengolahan data.

(22)

II-1 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Jalan

Jalan adalah suatu prasarana transportasi yang meliputi segala bagian jalan termasuk bangunan pelengkap dan pelengkapnnya yang diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada di atas permukaan tanah di bawah permukaan tanah dan/atau air, serta di atas permukaan air, kecuali jalan kereta api, jalan lori dan kabel. ( Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2006).

2.2. Jenis jalan

1. Jalan umum adalah jalan yagn diperuntukkan bagi lalu lintas umum.

2. Jalan khusus adalah jalan yang dibangun onleh instasi, badan usaha, perseorangan, atau kelompok masyarakat untuk kepentingan sendiri.

3. Jalan tol adalah jalan umum yang merupakan bagian system jaringan jalan dan sebagai jalan nasional yang penggunanya diwajibkan membayar tol.

2.2.1. Sistem jaringan jalan

Jalan umum menurut sistemnya, sistem jaringan jalan merupakan satu kesatuan jaringan jalan yang terdiri dari sistem jaringan jalan primer, dan sekunder.

(23)

II-2

a. Sistem jaringan jalan primer disusun berdasarkan rencana tata ruang dan pelayanan distribusi barang dan jasa untuk mengembangkan semua wilayah di tingkat nasional, dengan menghubungkan semua simpul jasa distribusi yang berwujud pusat-pusat kegiatan.

b. Sistem jaringan jalan sekunder disusun berdasarkan rencana tata ruang kabupaten/kota dan pelayanan distribusi barang dan jasa untuk masyarakat didalam kawasan perkotaan yang menghubungkan secara menerus.

2.2.2. Fungsi jalan

Jalan umum menurut fungsinya dikelompokkan kedalam jalan arteri, jalan kolektor, jalan lokal, dan jalan lingkungan.

a. Jalan arteri merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan utama dengan ciri perjalanan jarak jauh, kecepatan rata- rata tinggi, dan jumlah jalan masuk dibatasi secara berdaya guna.

b. Jalan kolektor merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan pengumpul atau pembagi dengan ciri perjalanan jarak sedang, kecepatan rata-rata sedang, dan jumlah jalan masuk dibatasi.

c. Jalan lokal merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan setempat dengan ciri perjalanan jarak dekat, kecepatan rata-rata rendah, dan jumlah jalan masuk tidak dibatasi.

(24)

II-3

d. Jalan lingkungan merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan lingkungan dengan ciri perjalanan jarak dekat, dan kecepatan rata-rata rendah.

2.2.3. Status jalan

Jalan umum menurut statusnya dikelompokkan ke dalam jalan nasional, jalan provinsi, jalan kabupaten, jalan kota, dan jalan desa.

a. Jalan nasional merupakan jalan arteri dan jalan kolektor dalam sistem jaringan jalan primer yang menghubungkan antar ibukota provinsi, dan jalan strategis nasional, serta jalan tol.

b. Jalan provinsi merupakan jalan kolektor dalam sistem jaringan primer yang menghubungkan ibukota provinsi dengan ibukota kabupaten/kota, atau antar ibukota kabupaten/kota, dan jalan strategis provinsi.

c. Jalan kabupaten merupakan jalan lokal dalam sistem jaringan jalan primer yang tidak termasuk dalam jalan nasional dan jalan provinsi, yang menghubungkan ibukota kabupaten dengan ibukota kecamatan, antaribukota kecamatan, ibukota kabupaten dengan pusat kegiatan lokal, antarpusat kegiatan lokal, serta jalan umum dalam sistem jaringan jalan sekunder dalam wilayah kabupaten, dan jalan strategis kabupaten.

d. Jalan kota adalah jalan umum dalam sistem jaringan sekunder yang menghubungkan antarpusat pelayanan dalam kota, menghubungkan

(25)

II-4

pusat pelayanan dengan persil, menghubungkan antara persil, serta menghubungkan antarpusat permukiman yang berada di dalam kota.

e. Jalan desa merupakan jalan umum yang menghubungkan kawasan dan/atau antar pemukiman didalam desa, serta jalan lingkungan.

2.2.4. Kelas jalan

Pengaturan kelas jalan berdasarkan spesifikasi penyediaan prasarana jalan dikelompokkan atas bebas hambatan, jalan raya, jalan sedang, dan jalan kecil. Menurut berat kendaraan yang Iewat, jalan raya terdiri atas: 1. Jalan Kelas I 2. Jalan Kelas IIA. 3. Jalan Kelas IIB. 4. Jalan Kelas IIC. 5. Jalan Kelas III.

Tebal perkerasan jalan itu ditentukan sesuai dengan kelas jalan.

Makin berat kendaraan-kendaraan yang melalui suatu jalan, makin berat pula syarat-syarat yang ditentukan untuk pembuatan jalan itu.

a. Kelas I

Kelas jalan ini mencakup semua jalan utama dan dimaksudkan untuk dapat melayani lalu lintas cepat dan berat. Dalam komposisi lalu lintasnya tak terdapat kendaraan lambat dan kendaraan tak bermotor. Jalan raya dalam kelas ini merupakan jalan-jalan raya yang berjalur banyak dengan konstruksi perkerasan dari jenis yang terbaik dalam arti tingginya tingkatan pelayanan terhadap lalu lintas.

b. Kelas II

Kelas jalan ini mencakup semua jalan-jalan sekunder. Dalam komposisi Ialu lintasnya terdapat lalu lintas lambat. Kelals jalan ini,

(26)

II-5

selanjutnya berdasarkan komposisi dan sifat lalu lintasnya, dibagi dalam tiga kelas, yaitu : IIA, IIB dan IIC.

c. Kelas IIA

Adalah jalan-jalan raya sekuder dua jalur atau lebih dengan konlstruksi permukaan jalan dari jenis aspal beton (hot mix) atau yang setaraf, di mana dalam komposisi lalu lihtasnya terdapat kendaraan lambat tetapi, tanpa kendaraan tanpa kendaraan yang tak bermotor. Untuk lalu lintas lambat, harus disediakan jalur tersindiri.

d. Kelas IIB

Adalah jalan-jalan raya sekunder dua jalur dengan konstruksi permukaan jalan dari penetrasi berganda atau yang setaraf di mana dalam komposisi lalu lintasnya terdapat kendaraan lambat, tetapi tanpa kendaraan yang tak bermotor.

e. Kelas IIC

Adalah jalan-jalan raya sekunder dua jalur dengan konstruksi permukaan jalan dari jenis penetrasi tunggal di mana dalam komposisi lalu lintasnya terdapat kendaraan lambat dari kendaraan tak bermotor.

f. Kelas III

Kelas jalan ini mencakup semua jalan-jalan penghubung dan merupakan konstruksi jalan berjalur tunggal atau dua. Konstruksi permukaan jalan yang paling tinggi adalah pelaburan dengna aspal.

(27)

II-6 2.3. Konstruksi perkesalan jalan

Perkerasan jalan adalah campuran antara agregat dan bahan ikat yang digunakan untuk melayani beban lalu lintas. Agregat dipakai antara lain adalah batu pecah, batu belah, batu kali, dan hasil samping peleburan baja. Sedangkan bahan ikat yang dipakai antara lain adalah aspal, semen, dan tanah liat (Tamrin Mallawangen,2014).

Berdasarkan bahan pengikatnya, konstruksi perkerasan jalan dibedakan atas tiga macam, yaitu:

2.3.1. Fungsi perkerasan

Adapun fungsi dari lapis perkerasan yaitu :

1. Lapis permukaan adalah lapisan yang terletak pada bagian paling atas dari struktur perkerasan konstruksi jalan dan berfungsi sebagai.

a. Lapisan perkerasan yang ikut medukung dan menyebarkan beban kendaraan yang diterima oleh perkerasan, baik beban vertical maupun beban horizontal (gaya geser).

b. Lapisan kedap air, mencegah masuknya air kedalam lapisan perkerasan yang ada di bawahnya.

c. Lapisan perkerasan menyediakan permukaan yang tetap rata, agar kendaraan dapat berjalan dan memperoleh kenyamanan yang cukup.

d. Lapisan aus (wearing course), lapisan yang langsung akibat rem kendaraan sehingga mudah menjadi aus.

(28)

II-7

2. Lapis Pondasi Atas (LPA) atau Base Course

Lapis pondasi atas adalah bagian dari perkerasan yang terletak antara lapis permukaan dan lapis pondasi bawah atau dengan tanah apabila tidak menggunakan lapis pondasi bawah. Fungsi lapis ini adalah :

a. Lapis pendukung bagi lapis permukaan b. Pemikul beban horizontal dan vertical c. Lapis perkersan bagi pondasi bawah

3. Lapis pondasi bawah (LPB) atau Subbase Course

Lapis pondasi bawah adalah bagian perkerasan yang terletak antara lapis pondasi dan tanah dasar. Fungsi lapis ini adalah :

a. Penyebar beban roda b. Lapis peresapan

c. Lapis pencegah masuknya tanah dasar ke lapis pondasi d. Lapis pertama pada pembuatan perkerasan

4. Lapis tanah dasar (TD) atau Subgrade

Tanah dasar (subgrade) adalah permukaan tanah semula, permukaan tanah, galian atau permukaan tanah timbunan yang dipadatkan dan merupakan permukaan tanah dasar untuk perletakan bagian-bagian perkerasan lainnya.

(29)

II-8

Gambar 2. 1 Struktur perkerasan jalan 2.3.2. Perkerasan Lentur (Flexible Pavement)

Mengadopsi model makadam dengan bahan penutup (surfacing) dari campuran aspal agregat. Bahan konstruksi perkerasan lentur terdiri atas:

bahan ikat (aspal, tanah liat) dan batu. Perkerasan ini umumnya terdiri atas tiga lapis yaitu lapisan tanah dasar (subgrade), lapisan pondasi bawah (sub- base), lapis pondasi (base) dan lapisan penutup (surface).

Masing-masing elemen lapisan di atas termasuk tanah dasar secara bersama-sama memikul beban lalu-lintas. Dari atas sampai bawah maka tebal lapisan menjadi semakin besar, hal ini seiring dengan harga materialnya yang semakin kebawah semakin murah.

Konstruksi perkerasan lentur terdiri dari lapisan-lapisan yang diletakkan diatas tanah dasar yang telah dipadatkan. Lapisan-lapisan tersebut berfungsi untuk menerima beban lalu lintas dan menyebarkannya ke lapisan di bawahnya.

CM CM CM

(30)

II-9

Gambar 2.2. perkerasan lentur 2.3.3. Perkerasan Kaku (Rigid Pavement)

Digunakannya pelat beton diatas lapisan agregat, diatas pelat beton tersebut dapat dilapisi aspal agregat atau aspal pasir yang tipis atau tidak. ada lapisan sama sekali. Bagian dari perkerasan kaku terdiri dari : tanah dasar (subgrade), lapisan pondasi bawah (sub-base), lapisan beton B-0 (blinding concrete/beton lantai kerja), lapisan pelat beton (concrete slab), dan lapisan aspal agregat/aspal pasir yang bisa ada bisa tidak. (Didik Purwadi, 2008).

Gambar 2.3. perkerasan kaku

(31)

II-10 2.3.4. Perkerasan Komposit

Konstruksi perkerasan komposit (composite pavetment), yaitu perkerasan kaku yang dikombinasikan dengan perkerasan lentur dapat berupa perkersan kaku atau sebaliknya.

tidak terjadi kerusakan yang berarti. Agar perkerasan jalan yang sesuai dengan mutu yang diharapkan, maka pengetahuan tentang sifat, pangadaan dan pengolahan dari bahan penyususn perkerasan jalan sangat diperlukan (Silva Sukirman, 2003 dalam skripsi Serli Carlina 2013).

Gambar 2.4. perkerasan komposit 2.4. Kerusakan Perkerasan Jalan

Secara teknis, kerusakan jalan menunjukkan suatu kondisi dimana struktural dan fungsional jalan sudah tidak mampu memberikan pelayanan optimal terhadap lalu lintas yang melintasi jalan tersebut.

2.4.1. Jenis kerusakan perkerasan jalan

Jenis Kerusakan pada Perkerasan Lentur meliputi:

a. Pelepasan butir (raveling) lepasnya butir agregat pada permukaan jalan beraspal dapat diakibatkan oleh kandungan aspal yang rendah,

(32)

II-11

campuran yang kurang baik, pemadatan yang kurang, segregasi, atau pengelupasan aspal.

b. Retak (cracking)

1) Retak memanjang (longitudinal cracking), retak parallel yang sejajar dengan sumbu jalan atau arah penghamparan yang dapat disebabkan oleh pembentukan sambungan memanjang yang kurang baik, akibat penyusutan lapis aspal beton yang diakibatkan oleh temperatur yang rendah atau penuaan aspal, atau siklus temperatu harian, atau gabungan dari factor-faktor tersebut.

2) Retak melintang (transverse cracking), retak yang terjadi pada arah lebar perkerasan dan hampir tegak lurus sumbu jalan atau arah penghamparan. Retak melintang biasanya tidak terkait dengan beban lalu lintas.

3) Retak blok (block cracking), retak blok merupakan retak saling berhubungan dan membagi permukaan menjadi kotak-kotak yang berbentuk hampir bujur sangkar, utamanya disebabkan oleh penyusutan lapis beraspal atau karakteristik aspal dan temperatur, bukan akibat beban lalu lintas.

4) Retak tepi (edge cracking), retak memanjang yang sejajar dengan tepi perkerasan dan biasanya terjadi sekitar 0,3 m sampai 0,5 m dari tepi luar perkerasan. Retak tepi diperparah oleh beban kendaraan dan dapat ditimbulkan oleh pelemahan lapis fondasi atas atau tanah dasar.

(33)

II-12

5) Retak kulit buaya (alligator cracking), retak yang membentuk serangkaian kotak-kotak kecil yang saling berhubungan pada permukaan perkerasan beraspal menyerupai kulit buaya, umumnya akibat keruntuhan lelah oleh beban kendaraan yang berulang.

c. Alur (rutting), penurunan memanjang yang terjadi pada jalur jejak roda kiri (JRKI) dan jejak roda kanan (RJKA), terutama akibat dari deformasi permanen pada lapis perkerasan atau tanah dasar, yang biasanya disebabkan konsolidasi atau pergerakan lateral bahan perkerasan akibat beban kendaraan.

Jenis Kerusakan Perkerasan Kaku meliputi:

a. Retak memanjang (Longitudinal crack), retak yang umumnya terjadi pada tengah perkerasan beton, sejajar sumbu jalan atau arah lalu lintas.

b. Retak melintang (Transverse crack), yang terjadi pada arah lebar perkerasan beton dan hampir tegak lurus sumbu jalan

c. Gompal pada sambungan (Joint spalling), kerusakan/pecahnya tepi slab beton di sekitar sambungan dan biasanya tidak membentuk bidang vertikal, tetapi membentuk sudut terhadap bidang datar.

d. Pecah sudut (Corner breaks), pecah yang terjadi di sudut slab beton yang memotong sambungan pada jarak kurang atau sama dengan ½ dari panjang slab di kedua sisi panjang dan lebarnya, diukur dari sudut pelat.

(34)

II-13

Tabel 2.1. Tingkat dan Sebaran Kerusakan Permukaan Jalan Perkerasan Lentur

JENIS KERUSAKAN (DISTRESS TYPE)

TINGKAT KERUSAKAN (DISTRESS SEVERITY)

SEBARAN KERUSAKAN

Pelepasan butir (raveling)

Rendah (R) Kecil

Butir-butir agregat halus yang hilang dan disertai dengan warna aspal yang

memudar

<20% panjang segmen tinjauan

Sedang (S) Menengah

Permukaan kehilangan butir-butir agregat halus dan agregat kasar terbuka

atau sedikit kasar.

20--50% panjang segmen tinjauan

Tinggi (T) Besar

Aspal lepas, agregat kasar terbuka dan mulai lepas-

lepas permukaan perkerasan sanga kasar.

>50% panjang segmen tinjauan

Retak memanjang (longitudinal cracking)

Rendah (R) Kecil

Lebar retak > 19mm <20% panjang segmen tinjauan

Sedang (S) Menengah

Lebar retak 6—19mm 20—50% panjang segmen tinjauan

Tinggi (T) Besar

Lebar retak >19mm >50% panjang segmen tinjauan

(35)

II-14 Retak melintang

(transverse cracking)

Rendah (R) Kecil

Lebar retak 6—19mm <20% panjang segmen tinjauan

Sedang (S) Menengah

Lebar retak 6—19mm 20—50% panjang segmen tinjaun

Tinggi (T) Besar

Lebar retak >19mm >50% panjang segmen tinjauan

Retak tepi (edge cracking)

Rendah (R) Kecil

Lebar retak <6mm tanpa diserai pelepasan butiran

<20% panjang segmen tinjauan

Sedang (S) Menengah

Lebar retak 6—19mm disertai pelepasan butiran

20—50% panjang segmen tinjauan

Retak blok ( block cracking)

Rendah (R) Kecil

Lebar retak <6mm disertai pelepasan butir

<20% panjang segmen tinjauan

Sedang (S) Menengah

Lebar retak 6—19mm disertai pelepasan butir

<20% panjang segmen tinjauan

(36)

II-15 Retak kulit buaya

(alligator cracking)

Rendah (R) Kecil

Retak-retak halus atau retak-retak rambut, yang sejajar tanpa atau dengan

sedikit retak terhubung dan tanpa disertai dengan

gompal. Tanpa disertai penurunan

(depression/deformation)

<20% panjang segmen tinjauan

Alur (rutting) Rendah (R) Kecil

Kedalaman alur <6mm <20% panjang segmen tinjauan

Sedang (S) Menengah

Kedalaman alur antara

6—13mm 20—50% panjang segmen

tinjauan

Tinggi (T) Besar

Kedalaman alur antara 13—25mm

>50% panjang segmen tinjauan

Keterangan: panjang segmen tinjauan 500 2.5. Penelitian terdahulu

1. Su K. (2009), mengevaluasi kinerja lapis perkerasan jalan yang mengandung 40% dan 70% material daur ulang perkerasan jalan aspal lama dibandingkan dengan konstruksi jalan yang menggunakan material aspal baru. Hasil ini menunjukkan bahwa aspal daur ulang bisa mencapai sifat yang sama dengan penggunaan aspal baru. Aspal beton daur ulang yang mengandung 40% RAP dapat digunakan sebagai lapis permukaan jalan, dari penelitian menunjukkan kinerja yang sama dari laboratorium dan uji

(37)

II-16

perkerasan hasil eksperimen. Sebaliknya daur ulang mengandung RAP 70% tidak dianjurkan kekuatannya lebih rendah disbanding dengan konstruksi jalan dengan campuran material baru.

2. Locander R. ( 2009), meneliti konstruksi daur ulang perkerasan jalan dengan bahan RAP (reclaimed asphalt pavement) mempunyai kekuatan sama dibanding dengan konstruksi yang menggunakan material baru (virgin material). RAP merupakan desain alternatif pada pekerjaan konstruksi jalan melalui proses penelitian dan 13 pendekatan konstruksi sehingga RAP tersebut dapat digunakan di lapangan dan mempunyai kekuatan sesuai dengan standarisasi yang berlaku.

3. Ditjen Bina Marga Kemen PU. (2012), mengevaluasi penggunaan material bekas perkerasan aspal dan menyimpulkan bahwa salah satu metode dalam pekerjaan lapis perkerasan jalan yang efektif dan efisien adalah daur ulang (recycling). Penanganan dengan teknologi daur ulang perkerasan merupakan suatu alternatif untuk mengatasi masalah lingkungan dan memiliki beberapa keuntungan seperti dapat mengembalikan kekuatan perkerasan dan mempertahankan geometrik jalan serta mengatasi ketergantungan akan material baru, mengurangi genangan air daerah sekitar jalan.

2.6. Bahan Penyusun Perkerasan Jalan

Bahan lapis perkerasan jalan terdiri dari agregat dan bahan ikat aspal yang diikat menjadi suatu campuran aspal yang solid biasanya

(38)

II-17

diguanakan dalam konstruksi perkerasan jalan raya. Pada pekerjaan di perlukan bahan-bahan penyusun antara lain sebagai berikut :

2.6.1 Agregat

Agregat adalah sekumpulan batu-batu pecah, pasir atau mineral lainnya baik berupa hasil alam maupun hasil buatan. Agregat merupakan komponen utama dari perkerasan jalan yaitu mengandung 90-95%

agregat. Agregat mempunyai peranan yang sangat penting dalam prasarana transportasi, khususnya pada konstruksi perkerasan jalan.

Daya dukung perkerasan jalan ditentukan sebagian besar oleh karakteristik agregat yang digunakan. Dengan pemilihan agregat yang tepat dapat memenuhi syarat, akan sangat menentukan keberhasilan pembangunan jalan.

Menurut Silvia Sukirman (2003), agregat merupakan butir-butir batu pecah kerikil, pasir atau mineral lain, baik yang berasal dari alam maupun buatan yang berbentuk mineral padat berupa ukuran besar maupun kecil atau fragmen-fragmen.

Sedangkan menurut America Society for Testing and Materials (ASTM) mendefinisikan agregat sebagai suatu bahan yang terdiri dari mineral padat, berupa massa berukuran besar ataupun berupa fragmen- fragmen. Agregat adalah bahan yang berbutir yang mempunyai komposisi mineral seperti pasir, kerikil, batu pecah atau komposisi mineral-mineral lainnya, baik berupa hasil alam maupun hasil pengolahannya yang merupakan bahan utama untuk konstruksi jalan.

(39)

II-18

Salah satu faktor penentu kemampuan perkerasan jalan dalam memikul beban lalu lintas dan daya tahan terhadap cuaca adalah sifat agregat. Sifat agregat menentukan kualitasnya sebagai bahan material perkerasan jalan, sehingga diperlukan pemeriksaan terhadap sifat-sifat fisik dari material. Dalam hal ini yang perlu untuk dilakukan pemeriksaan adalah gradasi, kebersihan, kekerasan dan ketahanan agregat, bentuk butir, tekstur permukaan, porositas, kemampuan untuk menyerap air, berat jenis, dan daya pelekatan dengan aspal.

Secara umum agregat yang digunakan dalam campuran beraspal dibagi atas 2 (dua) fraksi, yaitu :

a. Agregat kasar

Agregat kasar adalah material yang tertahan pada saringan no.8 (2,36 mm). agregat kasar untuk campuran aspal harus terdiri dari batu pecah yang bersih, kuat, kering, awet, bersudut, bebas dari kotoran lempung dan material asing lainnya serta mempunyai permukaan tekstur yang kasar dan tidak bulat agar dapat memberikan sifat interlocking yang baik dengan material yang lain.

Tingginya kandungan agrega membuat lapis perkerasan lebih permeable. Hal ini menyebabkan rongga udara meningkat dan menurunnya daya lekat bitumen, maka terjadi pengelupasan aspal dari batuan.

(40)

II-19

Agregat kasar pada umumnya harus memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan sesuai dengan ketentuan yang ada, seperti tertera pada tabel dibawah :

Tabel 2.2. Ketentuan agregat kasar

Pengujian Metode pengujian Nilai

Kekekalan bentuk agregat terhadap larutan

Natrium sulfat SNI 3407:2008 Maks. 12%

Magnesium sulfat

Maks. 18%

Abrasi

dengan mesin los angeles

Campuran AC

modifikasi dan SMA

100 putaran

SNI 2417:2008

Maks. 6%

500 putaran Maks. 30%

Maks. 8%

100 putaran Semua jenis

campuran beraspal bergradsi lainya

Maks. 40%

Kekekalan agregat terhadap aspal SNI 2439:2010 Maks. 95%

Butir pecah pada agregat kasar

SMA

SNI 7619:2012

100/90*) Lainnya

95/90**) Partikel pipih dan lonjong SMA ASTM D4791-10

Perbandingan 1:5

Makas. 5%

Lainnya Maks. 10%

Material lolos ayaykan no. 200 SNI ASTM C117:2012

Maks. 1%

Sumber : spesifikasi umum bina marga 2018 divisi 6 perkerasan aspal table 6.3.2 (1a)

(41)

II-20 b. Agregat halus

Agregat halus pasir alam merupakan hasil desintegrasi alami batuan atau pasir yang dihasilkan oleh industri pemecah batu. Agregat dapat meningkatkan stabilitas campuran dengan penguncian antara butiran.

Selain itu agregat halus juga mengisi ruang antara butir bahan ini dapat terdiri butir-butiran batu pecah atau pasir alam atau campuran dari keduanya. Agregat halus pada umumnya harus memenuhi persyratan yang telah ditetapkan sesuai dengan ketentuan yang ada, seperti tertera pada tabel di bawah :

Tabel 2.3. Ketentuan agregat halus

Pengujian Standar Nilai

Nilai setara pasir SNI 03-4428-1997 Min. 50%

Uji kadar ronga tanpa pemadatan

SNI 03-6877-2002 Maks. 45 Gumpalan lempung

dan butir-butir

SNI 03-4141-1996 Maks. 1%

Agregat lolos ayakan no. 200

SNI ASTM C117:2012

Min. 10%

Sumber : spesifikasi umum bina marga 2018 divisi 6 perkerasan aspal c. Ukuran agregaat

Ukuran agregat dalam suatu campuran beraspal terdistribusi dari yang berukuran besar sampai ke yang kecil. Semakin besar maksimum agregat yang dipakai semakin banyak variasi ukurannya dalam campuran tersebut.

(42)

II-21 d. Gradasi agregat

Gradasi agregat adalah ukuran distribusi dari ukuran partikelnya dan dinyatakan dalam presentase terhadap total beratnya. Gradasi ditentukan dengan melewatkan sejumlah material melalui serangkaian saringan dari ukuran besar ke ukuran kecil dan menimbang berat material yang tertahan pada masing-masing saringan. Kombinasi gradasi agregat campuran dinyatakan dalam persen agregat.

Dalam lapisan beton aspal, gradasi agregat merupakan hal yang penting. Agregat campuran harus mempunyai gradasi yang menerus dari butir kasar sampai dengan butir halus. Dalam hal ini lapis aspal beton menggunakan gradasi tipe IV untuk agregat campuran dengan persyaratan pada tabel :

Tabel 2.4. Gradasi agregat gabungan untuk campuran beraspal Ukuran ayakan

% Berat yang lolos terhadap total agregat Lataston (HRS) Laston (AC)

ASTM (mm) WC Base WC BC Base

1 ¼ “ 37,5 - - - - 100

1” 25 - - - 100 90-100

¾ 19 100 100 100 90-100 76-90

½ 12,5 90-100 90-100 90-100 75-90 60-78 3/8 9,5 75-85 65-90 77-90 66-82 52-71

No. 4 4,75 - - 53-69 46-64 35-54

No. 8 2,36 50-72 35-55 33-53 30-49 23-41

(43)

II-22 Ukuran ayakan

% Berat yang lolos terhadap total agregat Lataston (HRS) Laston (AC)

No. 16 1,18 - - 21-40 18-38 13-40

No. 30 0,600 35-60 15-35 13-40 12-28 10-22

No. 50 0,300 - - 9-22 7-20 6-10

No.100 0,150 - - 6-15 5-13 4-10

No. 200 0,075 6-10 2-9 4-9 4-8 3-7

Sumber : spesifikasi umum bina marga 2018 divisi 6 perkerasan aspal 2.6.1.1. Sifat-sifat fisik agregat

Dalam hubungannya dengan kinerja campuran beraspal diperlukan pemeriksaan terhadap sifat-sifat fisik agregat. Untuk tujuan ini sifat pada agregat yang harus di periksa antara lain : ukuran butir, kebersihan, kekerasan bentuk partikel, tekstur permukaan, penyerapan dan kelekatan terhadap aspal.

a. Ukuran Butir

Ukuran agregat dalam suatu campuran beraspal terdistribusi dari berukuran besar sampai yang terkecil. Semakin besar ukuran maksimum agregat yang dipakai semakin banyak variasi ukurannya dalam campuran tersebut.

Mineral pengisi dan mineral abu dapat terjadi secara alamiah atau dapat juga di hasilkan dari proses pemecahan batuan atau proses buatan. Mineral ini penting artinya untuk mendapatkan campuran yang padat, berdaya tahan dan kedap air. Perubahan sifat dari campuran ini

(44)

II-23

bisa terjadi hanya karena sedikit perubahan dalam jumlah atau sifat dari bahan pengisi atau mineral debu yang digunakan. Oleh karena itu jenis dan jumlah mineral pengisi atau debu yang digunakan dalam campuran haruslah dikontrol dengan seksama.

b. Kebersihan Agregat

Dalam spesifikasi biasanya memasukkan syarat kebersihan agregat dengan memberikan suatu batasan jenis dan jumlah material yang tidak diperlukan, seperti lumpur, tanaman dan lain sebagainya, yang melekat pada agregat, karena akan memberikan pengaruh yang jelek pada perkerasan seperti berkurangnya ikatan antara aspal dan agregat.

c. Kekerasan

Agregat yang nantinya digunakan sebagai lapis permukaan haruslah lebih keras (lebih tahan) dari agregat yang digunakan pada lapisan dibawahnya. Hal ini disebabkan karena permukaan perkerasan akan menerima dan menahan tekanan dan benturan dan beban lalu lintas paling besar.

d. Bentuk Butir Agregat

Agregat memiliki bentuk butir dari bulat (rounded) dan bersudut (angular). Bentuk butir agregat dapat mempengaruhi workabilitas campuran perkerasan pada saat penghamparan, yaitu dalam hal energi pemadatan yang dibutuhkan untuk memadatkan campuran, dan untuk kekuatan struktur perkerasan selama umur pelayanannya.

(45)

II-24

Dalam campuran beraspal, penggunaan agregat yang bersudut saja atau bulat saja tidak akan menghasilkan campuran beraspal yang baik.

Kombinasi penggunaan kedua bentuk partikel ini sangat dibutuhkan untuk menjamin kekuatan pada struktur perkerasan dan workabilitas yang baik dari campuran tersebut.

e. Tekstur permukaan agregat

Permukaan agregat yang kasar akan memberikan kekuatan pada campuran beraspal karena kekasaran permukaan agregat dapat menahan agregat dari pergeseran atau perpindahan. Kekasaran permukaan agregat juga akan memberikan tahanan gesek yang kuat pada roda kendaraan sehingga meningkatkan keamanan kendaraan terhadap slip.

Agregat dengan permukaan yang kasar memiliki koefisien gesek yang tinggi yang membuat agregat tersebut sulit untuk berpindah tempat sehingga akan menurunkan workabilitasnya. Oleh sebab itu, penggunaan agregat berstektur halus dengan proporsi tertentu kadang- kadang dibutuhkan untuk membantu meningkatkan workabiitasnya.

Dilai pihak film aspal lebih mudah melekat pada permukaan yang kasar sehingga akan menghasilkan ikatan yang baik antara aspal dan agregat.

f. Daya serap agregat

Keporusan agregat menentukan banyaknya zat cair yang dapat deserap agregat. Kemampuan agregat untuk menyerap air dan aspal

(46)

II-25

adalah suatu informasi yang penting yang harus diketahui dalam pembuatan campuran beraspal. Jika daya serap agregat sangat tinggi, agregat ini akan terus menyerap aspal baik pada saat maupun setelah proses pencampuran agregat dengan aspal di unit pencampuran aspal (AMP). Hal ini akan menyebabkan aspal yang berada pada permukaan agregat yang berguna mengikat partikel agregat menjadi lebih sedikit sehingga akan menghasilkan film aspal yang tipis. Oleh karena itu, agar campuran yang dihasilkan tetap baik agregat yang porus memerlukan aspal yang lebih banyak dibandingkan dengan yang kurang porus.

Agregat dengan keporusan atau daya serap yang tinggi biasanya tidak digunakan, tetapi untuk tujuan tertentu pemakaian agregat ini masih dapat dibenarkan asalkan sifat lainnya dapat terpenuhi. Contoh material seperti batu apung yang memiliki keporusan tinggi yang digunakan karena ringan dan tahan terhadap abrasi.

g. Kelekatan agregat terhadap aspal

Kelekatan agregat terhadap aspal adalah kecenderungan agregat untuk menerima, menyerap dan menahan film aspal. Agregat hidropobik (tidak menyukai air) adalah agregat yang memiliki sifat kelekatan terhadap aspal yang tinggi, contoh dari agregat ini adalah batu gamping dan dolomit. Sebaliknya, agregat hidropilik (suka air) adalah agregat yang memiliki kelekatan terhadap aspal yang rendah.

Sehingga agregat jenis ini cenderung terpisah dari film aspal apabila

(47)

II-26

terkena air. Kuarsit dan beberapa jenis granit adalah contoh agregat hidropolik.

Ada beberapa metode uji untuk menentukan kekuatan agregat terhadap aspal dan kecenderungan untuk mengelupas (stripping).

Salah satu diantanya dengan merendam agregat yang telah terselimuti aspal kedalam air, lalu diamati secara visual. Tes lainnya adalah dengan melakukan perendaman mekanik. Tes ini menggunakan 2 contoh campuran, satu direndam dalam air dan diberikan energy mekanik dengan cara pengadukan, dan satunya lagi tidak. Kemudian kedua contoh ini di uji kekuatannya. Perbedaan kekuatan antara keduanya dapat dipakai sebagai indikator untuk dapat mengetahui kepekaan agregat terhadap pengelupasan.

2.6.2. Bahan pengisi (Filler)

Bahan pengisi (Filler) yaitu material yang lolos saringan No.200 (0,075 mm) campuran, namun demikian jumlah filler harus dibatasi pada suatu batas yang menguntungkan.

1. untuk agregat halus sehingga berat jenis campuran meningkat dan jumlah aspal yang diperlukan untuk mengisi rongga akan berkurang.

2. Mengisi ruang antara agregat halus dan agregat kasar serta meningkatkan kepadatan dan kestabilan.

Filler berperan dalam campuran aspal 2 macam cara :

Yaitu pertama filler sebagai modifikasi dari gradasi pasir yang menimbulkan kepadatan campuran dengan lebih banyak titik kontak

(48)

II-27

antara butiran partikel, hal ini akan mengurangi jumlah aspal yang akan mengisi rongga-rongga yang tersisa didalam campuran. Sedangkan peran kedua adalah suatu cara yang baik untuk mempengaruhi kinerja filler dengan mempertimbangkan proporsi yang menguntungkan dari komposisi agregat halus, filler dan aspal di dalam mortar ini tergantung pada sifat asli dari pasir, jumlah takaran dalam campuran aspal serta bahan pengikat yang digunakan.

Menurut Sukirman (2003), bahan pengisi (filler) juga harus memenuhi persyaratan-persyaratan sebagai berikut :

a. Gradasi agregat AASHTO T27-82

b. Berat jenis curah (Bulk) AASHTO T84-88 minimum 2,5 c. Penyerapan air maksmum 3%

2.6.3. Aspal

Aspal atau bitumen merupakan material yang brwarna hitam kecoklatan yang bersifat vikoelastis sehingga akan melunak dan mencair bila mendapat pemanasan dan sebaliknya. Sifat viskoelastis inilah yang membuat aspal dapat menyelimuti dan menahan agregat tetap pada tempatnya selama proses produksi dan masa pelayanannya. Pada aspal terbuat dari suatu rantai hidrokarbon yang disebut bitumen. Oleh sebab itu, aspal sering disebut dengan material berbituminous. Umumnya aspal dihasilkan dari penyulingan minyak bumi, sehingga disebut aspal keras.

Aspal sebagai bahan pengikat merupakan senyawa hidrokarbon berwarna coklat gelap atau hitam yang terbentuk dari unsur-unsur

(49)

II-28

asphaltenese resins dan oils. Aspal pada lapisan keras jalan berfungsi sebagai bahan pengikat antar agregat untuk membentuk suatu cairan yang kompak, sehingga akan memberikan kekuatan yang lebih besar dari pada kekuatan masing-masing agregat.

Untuk menentukan penggunaan kadar aspal sesuai persyaratan yang ditetapkan Bina Marga digunakan rumus :

PB = 0,035 ( % CA ) + 0,045 ( % FA ) + 0,18 ( % Filler ) + konstanta PB = Perkiraan kadar aspal optimum

CA = Agregat kasar FA = Agregat halus 2.6.3.1 Sifat-sifat aspal

Sifat aspal sangat mempengaruhi perencanaan, produksi dan kinerja campuran beraspal antara lain adalah durabilitas, adhesi dan kohesi, kepekaan terhadap suhu, pengerasan dan penuaan.

a. Daya tahan (durability)

Daya tahan (durability) adalah kemampuan aspal menahan keausan akibat pengaruh cuaca, air dan perubahan suhu ataupun keausan akibat gesekan roda kendaraan.

b. Adhesi dan kohesi

Adhesi adalah kemampuan aspal untuk mengikat agregat sehingga dihasilkan ikatan yang baik antara agregat dengan aspal. Kohesi adalah kemampuan aspal untuk mempertahankan agregat tetap di tempatnya setelah terjadi pengikat.

(50)

II-29 c. Kepekaan terhadap temperature

Aspal adalah material yang termoplastis, berarti akan menjadi keras atau kental jika temperature berkurang dan akan lunak atau lebih cair jika temperature bertambah.

d. Kekerasan aspal

Aspal pada proses pencampuran dikeraskan dan dicampur dengan agregat sehingga agregat dilapisi aspal atau spal panas disiramkan ke permukaan agregat yang telah disiapkan (pada proses pelaburan). Pada proses pemanasan inilah akan terjadi pengerasan.

Peristiwa pengerasan akan menyebabkan terjadinya proses perapuhan yang terus berlangsung setelah masa perkerasan selesai.

Sumber : Akem, 2012 2.6.3.2. Sifat kimiawi aspal

Aspal terdiri dari senyawa hidrokarbon, nitrogen, dan logam lain sesuai jenis minyak bumi dan proses pengolahannya. Mutu kimiawi aspal ditentukan dari komponen pembentuk aspal. Saat ini telah banya metode yang digunakan untuk meneliti komponen-komponen pembentuk aspal.

Komponen fraksional pembentuk aspal dikelompokkan berdasarkan karakteristik reaksi yang sama.

Metode Rostler menentukan komponen fraksional aspal melalui daya larut aspal didalam aspal belerang (sulfuricacid) terdapat 2 komponen fraksional aspal berdasarkan daya reaksi kimiawi didalam asam sulfuric acid, yaitu :

(51)

II-30 a. Asphalten

Asphalten adalah unsur kima aspal yang padat yang tidak larut dalam n-panten. Asphalten berwarna coklat sampai hitam yang terdiri dari senyawa karbon dan hydrogen dengan perbandingan 1:1, dan kadang- kadang mengandung nitrogen, sulfur dan oksigen. Molekul asphalten ini memiliki ukuran antara 5-30 nano meter.

b. Malten

Malten adalah unsur kimia lainnya yang terdapat didalam aspal selain asphalten. Unsur malten ini terbagi lagi menjadi 3 unsur yaitu :

a) Resin

Terdiri dari hidrogen dan karbon, dan sedikit mengandung oksigen, sulfur dan nitrogen. Resin memiliki ukuran antara 1-5 nano meter, berwarna coklat, berbentuk semi padat sampai padat, bersifat sangat polar dan memberikan sifat adesif pada aspal.

b) Aromatik

Aromatik adalah unsur pelarut asphalten yang paling dominan didalam asphal. Aromatik berbentuk cairan kental yang berwarna coklat tua dan kandungannya dalam asphal berkisar 40% - 60%

terhadap berat aspal. Aromatik terdiri dari rantai karbon bersifat nonpolar yang didominasi oleh unsur tak jenuh (unsurated) dan memiliki daya larut yang tinggi terhadap molekul hidrokarbon.

(52)

II-31 c) Saturated

Saturated adalah bagian dari molekul malten yang berupa minyak kental yang berwarna putih atau kekuning-kuningan dan bersifat non-polar. Saturated terdiri dari paraffin dan non-paraffin, kandungannya dalam aspal berkisar antara 5% - 20% terhadap berat aspal.

2.6.3.3. Tes standar bahan aspal

Aspal merupakan produksi dari bahan-bahan alam, sehingga sifat-sifat aspal harus selalu diperiksa dilaboratorium dan aspal yang memenuhi syarat-syarat yang telah ditetapkan dapat digunakan sebagai bahan-bahan pengikat perkerasan lentur.

a. Penetrasi

Penetrasi adalah masuknya jarum penetrasi ukuran tertentu, beban tertentu dan waktu tertentu kedalam aspal pada suhu tertentu.

Pengujian penetrasi dimaksudkan untuk mengetahui tingkat kekerasan aspal. Berdasarkan nilai presentasinya, aspal dibagi menjadi lima kelompok jenis aspal, yaitu aspal 40-50 aspal 60-70, aspal 80-100, aspal 120-150, dan aspal 200-300. Di Indonesia, aspal yang umum digunakan untuk perkerasan jalan adalah aspal pen 60/70 dan aspal pen 80/100.

b. Titik Lembek

Titik lembek adalah suhu dimana suhu lapisan aspal dalam cincin yang diletakkan horizontal didalam larutan air atau galian yang

(53)

II-32

dipanaskan secara teratur menjadi lembek karena beban bola baja.

Tujuan dari pengujian ini adalah untuk menentukan suhu/angka titik lembek aspal yang berkisar antara 30oC sampai 200oC dengan cara ring dan ball. Hasil pengujian ini selanjutnya dapat digunakan untuk menentukan kepekaan aspal terhadap suhu. Adapun hasil yang dilaporkan adalah temperatur setiap bola menyentuh pela dasar.

c. Titik Nyala

Titik nyala adalah suhu pada saat terlihat nyala singkat kurang dari 5 detik pada suatu titik diatas permukaan aspal. Tujuan dari pengujian titik nyala aspal adalah untuk menentukan batas temepratur tertinggi dimana aspal mulai menyala sehingga menjaga keselamatan agar pada waktu pemanasan aspal tidak mudah terjadi kebakaran.

d. Dektilitas

Dektilitas aspal adalah nilai keelektisitasan aspal, yang diukur dari jarak terpajang, apabila diantara dua cetakan berisi bitumen keras yang ditarik sebelum putus pada suhu 25oC dan dengan kecepatan 50 mm/menit (SNI 06-2432-1991). Jarak minimal benang aspal hasil tarikan adalah minimal 100 cm.

Maksud pengujian ini adalah untuk mengukur jarak terpanjang yang dapat ditarik antara 2 cetakan yang berisi aspal keras sebelum putus pada temperatur dan kecepatan tarik tertentu. Pengujian ini juga dilakukan untuk mengetahui bahan aspal mengandung bahan lain yang tidak menyatu dengan aspal, karena bila ada bahan asing yang lain

(54)

II-33

maka benang aspal hasil tarikan mesin tidak akan mencapai panjang 100 cm. pendapat lain mengatakan bahwa tes dekilitas dimaksudkan untuk melihat kekuatan kohesi aspal, bila tarikan tidak mencapai 100 cm maka dikhwatirkan bahan tidak punya kelenturan cukup dan akan cenderung putus dan retak.

e. Berat Jenis Aspal

Berat jenis aspal adalah perbandingan antara berat jenis aspal padat dan berat air suling dengan isi yang sama pada suhu 25oC atau 15,6oC.

pengujian ini ditujukan untuk memperoleh nilai berat jenis aspal keras dengan menggunakan rumus berat jenis hasil pengujian. Batasan minimal dicantumkan dalam spesifikasi ini mensyaratkan berat jenis diatas 1,0 gram/cc, kalau terlalu ringan berarti bahan aspal tersebut kekurangan asphaltene dan terlalu banyak minyak ringan yang mudah menguap dan kehilangan daya lengketnya.

f. Kehilangan Berat

Kehilangan berat adalah selisih sebelum dan sesudah pemanasan pada tebal tertentu pada suhu tertentu. Maksud dari pemeriksaan ini untuk mencegah pasokan bahan aspal yang terlalu banyak mengandung minyak-minyak ringan yang kalau dipanaskan lama (pada tes ini sampel dipanaskan 163oC selama 5 jam sebagai simulasi) terlalu banyak yang menguap sehingga aspal akan kering dan sulit dikerjakan (kental dang getas).

(55)

II-34

Aspal yang dipakai dalam konstruksi jalan mempunyai sifat yang penting, yaitu : kepekaan (consintency), ketahanan lama atau ketahanan terhadap pelapukan dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 2.5. Ketentuan aspal keras

No Jenis pengujian Metode pengujian Tipe aspal pen.

60/70 1. Penetrasi pada 25°ʗ (0,1mm) SNI 2456:2011

2.

Temperature yang menghasilkan geser dinamis

(G*/sin) pada osilasi 10rad/detik>1,0 kPa, (°ʗ)

SNI 06-6442-2000 - 3. Viakositas 135°ʗ (cSt) ASTM D 2170-10 ≥ 300

4. Titik lembek SNI 2434:2011 ≥ 48

5. Daktilitas pada 25°ʗ, (cm) SNI 2432:2011 ≥ 100 6. Titik nyala (°ʗ) SNI 06-2433-1991 ≥ 232 7. Larutan dlm trichloroethylene AASHTO T44-14 ≥ 99

8. Berat jenis SNI 2441:2011 ≥ 1,0

9. Stabilitas penyimpanan perbedaan titik lembek (°ʗ)

ASTM D 5976-00 dan SNI 2434:2011

- 10. Kadar paraffin lilin (%) SNI 03-3639-2002 ≥ 2

Pengujian residu hasil TFOT (SNI -06-2440-19911 atau RTFOT (SNI - 03-6835-2002 )

11. Berat yang hilang (%) SNI 06-2441-1991 ≥ 0,82 12.

Temperature yang menghasilkan geser dinamis

(G*/sin) pada isolasi 10 rad/detik > 2,2 kPa, °ʗ

SNI 06-6442-2000 - 13. Penetrasi pada 25°ʗ (%) SNI 2456-2011 ≥ 54 14. Daktilitas pada 25°ʗ (cm) SNI 2432:2011 ≥ 50

Residu aspal segar setelah PAV (SNI 03-6837-2002) pada temperature 100°ʗ dan tekanan 2,1 Mpa

15.

Temperature yang menghasilakan geser dinamis (G*sin) pada osilasi 10 rad/detik < 5000 kPa, (°ʗ)

SNI 06-6442-2000 - Sumber : departemen pekerjaan umum 2018

(56)

II-35

Tingkat pengontrolan yang dilakukan pada tahapan proses penyulingan akan menghasilkan aspal dengan sifat-sifat yang khusus yang cocok untuk pemakaian yang khusus pula, seperti untuk pembuatan campuran beraspal.

2.6.3.4. Fungsi aspal

Aspal yang digunakan sebagai material perkerasan jalan berfungsi sebagai :

a) Sebagai bahan pengikat antara agregat maupun antara aspal itu sendiri.

b) Sebagai bahan pengisi, mengisi rongga antar butir-butir agregat dan pori-pori yang ada dari agregat itu sendiri.

Untuk dapat memenuhi kedua fungsi aspal itu dengan baik, maka aspal haruslah memiliki sifat adhesi dan kohesi yang baik, serta pada saat dilaksanakan mempunyai tingkat kekentalan tertentu.

Penggunaan pada perkerasan jalan dapat dicampurkan pada agregat sebelum dihamparkan (prahampar), seperti lapisan beton aspal atau disiramkan pada lapisan agregat yang telah dipadatkan dan ditutupi oleh agregat-agregat yang lebih halus (pascahampar), seperti perkerasan penetrasi macadam atau pelaburan.

Dengan adanya aspal dalam campuran diharapkan diperoleh lapisan perkerasan yang kedap air sehingga mampu melayani arus lalu lintas selama masa pelayanan jalan. Oleh karena itu aspal harus mempunyai daya tahan (tidak cepat rapuh) terhadap cuaca.

(57)

II-36

Adhesi adalah kemampuan agregat untuk mengikat aspal sehingga dihasilkan ikatan yang baik antara agregat dengan aspal. Kohesi adalah kemampuan aspal untuk mempertahankan agregat tetap tempatnya setelah terjadi pengikatan. Sifat ini dapat diperiksa dengan melakukan pengujian tentang kelekatan aspal (stripping test). Agregat bersilika tinggi bersifat hydrophilic, sehingga mempunyai ikatan dengan aspal yang kurang baik. Agregat yang dapat digunakan sebagai material perkerasan jalan adalah agregat dengan kelekatan agregat terhadap aspal minimum 95%.

2.6.3.5. Jenis-jenis aspal

Berdasarkan cara diperolehnya aspal dapat dibedakan atas aspal buatan dan aspal alam :

Aspal buatan

Aspal buatan adalah buatan dalam negeri hanya dihasilkan dikilang Refinery Unit IV Cilacap (Jawa Tengah), aspal pertamina digunakan diberbagai proyek di Indonesia untuk pembuatan jalan dan landasan pesawat yang berfungsi sebagai perekat bahan pengisi dan bahan kedap air cocok untuk iklim tropis.

Aspal yang masuk dalam kategori aspal buatan adalah aspal minyak dan tar, akan tetapi tidak umum digunakan pada perkerasan jalan karena lebih mengeras, peka terhadap perubahan temperatur dan beracun.

(58)

II-37

Aspal alam

Aspal alam adalah aspal yang secara alamiah terjadi di alam.

Berdasarkan depositnya aspal alam ini dikelompokkan menjadi 2 kelompok yaitu :

1. Aspal Danau (Lake Asphalt)

Aspal ini secara alamiah terdapat di danau trinided Venezuella dan Lawele. Aspal ini terdiri dari bitumen, mineral dan bahan organik lainnya. Angka penetrasi dari aspal ini sangat rendah dan titik lembeknya sangat tinggi. Karena aspal ini sangat keras, dalam pemakaiannya aspal ini dicampur dengan aspal keras yang mempunyai angka penetrasi yang tinggi.

2. Aspal Batu (Rock Asphalt)

Aspal batu Kentucky dan buton adalah aspal yang secara terdeposit di pulau Buton, Indonesia dan di daerah Kentucky, USA.

Aspal dari deposit ini terbentuk dari celah-celah batuan kapur dan batuan pasir. Aspal yang terkandung dalam batuan ini berkisar antara 12 – 35 % dari masa batu tersebut dan memiliki tingkat penetrasi antara 0 – 40. Untuk pemakaiannya, deposit ini harus ditimbang terlebih dahulu, lalu aspalnya diekstraksi dan dicampur dengan minyak pelunak atau aspal keras dengan angka penetrasi yang lebih tinggi agar di dapat suatu campuran aspal yang memiliki angka penetrasi sesuai dengan yang diinginkan. Pada saat ini aspal batu telah telah dikembangkan lebih lanjut, sehingga menghasilkan

(59)

II-38

aspal batu dalam bentuk butiran partikel yang berukuran lebih kecil dari 1 mm dan dalam bentuk mastik.

Akibatnya tingkat keamanan dan kenyamanan berkendaraan berkurang karena kondisi bentuk dan hasil pemeliharaan rutin maupun peningkatan jalan tidak memenuhi spesifikasi yang isyaratkan. Oleh sebab itu dilakukan evaluasi dengan cara mengontrol kualitas perkerasan konstruksi pada spesifikasi yang ditetapkan pada pekerjaan jalan. Aspal pada umumnya harus memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan sesuai dengan ketentuan yang ada.

2.7. Campuran aspal

1) Komposisi Umum Campuran

Campuran beraspal dapat terdiri dari agregat, bahan aditif, dan aspal,

2) Kadar Aspal dalam Campuran

Presentase aspal yang actual ditambahkan ke dalam campuran di tentukan berdasarkan percobaan labratorium dan lapangan sebagaimana tertuang rencana campuran kerja (JMF) dengan mempertahankan penyerapan agregat yang digunakan.

3) Prosedur Rancangan Campuran

a. Sebelum diperkenankan untuk menghampar setiap campuran beraspal dalam pekerjaan, penyedia jasa dipersyaratkan untuk menunjukkan semua usulan agregat dan campuran yang

(60)

II-39

memadai dengan membuat dan menguji campuran percobaan di labratorium dan juga dengan penghamparan campuran percobaan yang dibuat di instalasi pencampuran beraspal.

b. Pengujian yang diperlukan meliputi Analisa ayakan, berat jenis dan penyerapan air, dan semua jenis pengujian lainnya sebagaimana yang dipersyarakan pada seksi ini untuk semua agregat, aspal dan bahan pengisi (filler) yang digunakan.

Pengujian pada campuran beraspal percobaan akan meliputi penentuan berat jenis maksimum campuran beraspal (SNI 03- 6893-2002), pengujian sifat-sifat

Gambar

13.  Gambar  4.6  Diagram  hubungan  penmbahan  aspal  baru  pada  Aspal  Retak Kulit Buaya dengan perendaman 1 x 24 Jam terhadap nilai VFB   .....................................................................................................
Gambar 2. 1 Struktur perkerasan jalan  2.3.2. Perkerasan Lentur (Flexible Pavement)
Gambar 2.2. perkerasan lentur  2.3.3. Perkerasan Kaku (Rigid Pavement)
Gambar 2.4. perkerasan komposit  2.4.    Kerusakan Perkerasan Jalan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Lapis aspal beton pondasi bawah adalah pada umumnya merupakan lapis perkerasan yang terletak antara lapis pondasi dan tanah dasar jalan yang terdiri dari campuran

Adalah jalan-jalan raya sekunder dua jalur dengan konstruksi permukaan dari penetrasi berganda atau yang setarap dimana dalam komposisi lalu lintasnya terdapat kendaraan lambat

Hasil pengujian kuat tekan silinder yang telah dilakukan menunjukkan bahwa komposisi material yang di kerjakan sesuai mix design kadar pasir kuarsa yang digunakan sebagai filler beton

I-3 dengan ketinggian permukaan laut berada pada kisaran 7 mdpl – 9,9 mdpl Sumber : Google Eart Berdasarkan identifikasi tersebut, Genangan menjadi masalah utama pada wilayah ini yang

15 2.6 Pemanenan Air Hujan Pemanenan air hujan PAH merupakan metode atau teknologi yang digunakan untuk mengumpulkan air hujan yang berasal dari atap bangunan, permukaan tanah, jalan

Anggaran biaya suatu bangunan atau proyek merupakan perhitungan banyaknya biaya yang diperlukan untuk bahan dan upah tenaga kerja berdasarkan analisis, serta biaya-biaya lain yang

IV - 11 Sumber : Hasil Pengujian di Lab Teknik Sipil Gambar 4.1Berat isi Rata-Rata Beton Limbah Marmer Dari hasil pengujian menunjukkan nilai berat isi yang paling ringan terdapat

Sehingga pembangunan prasarana transportasi jalan raya merupakan sektor pembangunan yang diprioritaskan.Penggunaan ban bekas sebagai bahan tambah additive aspal telah diteliti oleh