i
TUGAS AKHIR
ANALISIS KETERSEDIAAN AIR BERSIH SUNGAI MAJENG UNTUK MEMENUHI KEBUTUHAN AIR BERSIH KECAMATAN BATULAPPA
DI KABUPATEN PINRANG
Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh Gelar Sarjana Teknik Strata Satu
(S1)
Disusun Oleh:
YUDISTIRA EKA PUTRA 45 16 041 163
PROGRAM STUDI SARJANA TEKNIK SIPIL JURUSAN SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS BOSOWA MAKASSAR
2020
v
ANALISIS KETERSEDIAAN AIR SUNGAI MAJENG UNTUK MEMENUHI KEBUTUHAN AIR BERSIH KECAMATAN
BATULAPPA KABUPATEN DI PINRANG
Yudistira Eka Putra1),Rumpang Yusuf2), Satriawati Cangara3)
Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ketersediaan air sungai majeng bisa atau tidak memenuhi kebutuhan air bersih di Kecamatan Batulappa. Pada penelitian ini perhitungan ketersediaan air menggunakan data curah hujan dengan metode F.J.Mock dikarena tidak tersedianya data debit dan kebutuhan air bersih di proyeksikan sampai 20 tahun kedepan dengan tingkat pelayanan 80 %. Hasil penelitian ini didapatkan ketersediaan air paling kurang terjadi pada bulan oktober ke II yaitu 0.069 m3/dt dan kebutuhan air bersih paling tinggi setelah diproyeksikan yaitu 0.020 m3/dt. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa sungai majeng masih bisa memenuhi kebutuhan air bersih dikecamatan Batulappa. Untuk bangunan Intake direkomendasi menggunakan Embung dan dengan rekomdasi lokasi embung, reservoir,dan ipal sistem pengalirannya dengan cara gravitasi.
Kata kunci: Ketersedian Air, Kebutuhan Air Bersih, Batulappa
Abstract:This study aims to determine the availability of majeng river water can or does not meet the needs of clean water in Batulappa District.
In this study the calculation of water availability using rainfall data with the F.J.Mock method due to the unavailability of discharge data and the need for clean water is projected for the next 20 years with an 80% service level. The results of this study found that the availability of water at least occurred in October II, which was 0.069 m3 / sec and the highest clean water demand after being projected at 0.020 m3 / sec. From the results of the study it can be concluded that the majeng river can still meet the needs of clean water in Batulappa sub-district. For the Intake building, it is recommended to use a reservoir and to recommend the location of the reservoir, reservoir and ipal drainage system by gravity.
Keywords: Water Availability, Clean Water Needs, Batulappa
vi
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, atas berkat rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir yang berjudul “Analisis Ketersediaan Air Sungai Majeng Untuk Memenuhi Kebutuhan Air Bersih Kecamatan Batulappa di Kabupaten Pinrang” yang merupakan salah satu syarat yang diajukan untuk menyelesaikan studi strata 1 pada Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Bosowa.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa banyak kendala yang dihadapi dalam penyusunan tugas akhir ini, namun bantuan dari berbagai pihak, maka tugas akhir ini dapat juga terselesaikan. Oleh karena itu, dengan segala ketulusan dan kerendahan hati, penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada :
1. Kedua orang tua kami yang tercinta dan seluruh keluarga yang tiada hentinya memberikan doa dan semangat serta dukungan dalam penyelesaian tugas akhir ini.
2. Bpk Dr. Ridwan, ST. M.Si, selaku Dekan Fakultas Teknik Universitas Bosowa.
3. Ibu Dr. Hijriah, ST., MT., selaku Wakil Dekan Fakultas Teknik Universitas Bosowa.
4. Ibu Nur Hadijah Yunianti ST. MT, selaku Ketua Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Bosowa.
vii
5. Bapak Ir. A.Rumpang Yusuf.,MT. selaku pembimbing I yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan dan pengarahan mulai dari awal penelitian hingga selesainya tugas akhir ini.
6. Bapak Ir.Hj. Satriawati Cangara, M.Sp selaku pembimbing II yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan dan pengarahan mulai dari awal penelitian hingga selesainya tugas akhir ini.
7. Seluruh dosen dan staf Jurusan Teknik Sipil yang telah membantu penulis selama mengikuti pendidikan di Universitas Bosowa.
8. Teman-teman seluruh mahasiswa Jurusan Teknik Sipil serta semua pihak yang telah banyak memberikan bantuan dan motivasi serta masukan yang berarti selama penyusunan tugas akhir ini.
Penulis menyadari bahwa dalam tugas akhir ini masih terdapat banyak kekurangan, oleh karena itu, kami mengharapkan kepada pembaca kiranya dapat memberikan sumbangan pemikiran demi kesempurnaan dan pembaharuan tugas akhir ini.
Akhirnya semoga Allah SWT melimpahkan rahmat dan taufik-Nya kepada kita dan semoga tugas akhir ini dapat memberikan manfaat, khususnya dalam bidang Teknik Sipil.
Makassar, Maret 2020
Penulis
viii DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
LEMBAR PENGESAHAN ... ii
LEMBAR PENGAJUAN UJIAN TUTUP ... iii
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN DAN PUBLIKASI ... iv
ABSTRAK ... v
KATA PENGANTAR ... vi
DAFTAR ISI ... viii
DAFTAR GAMBAR ... x
DAFTAR TABEL ... xi
DAFTAR LAMPIRAN ... xii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ... I-1 1.2 Rumusan Masalah ... I-3 1.3 Tujuan dan Manfaat Penulisan ... I-4 1.4 Pokok Bahasan dan Batasan Masalah ... I-4 1.5 Sistimatika Penulisan ... I-5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Daerah Aliran Sungai (DAS) ... II-1 2.2 Curah Hujan ... II-2 2.3 Klimatologi ... II-8 2.4 Analisa Ketersediaan Air ... II-10 2.5 Perkembangan Penduduk ... II-25
ix
2.6 Kebutuhan Air Bersih ... II-27 2.7 Sistem Penyediaan Air Bersih ... II-31 BAB III METODE PENELITIAN
3.1. Lokasi Penelitian ... III-1 3.2 Jenis dan Pengumpulan Data ... III-2 3.3 Pelaksanaan Penilitian ... III-3 3.4 Bagan Alir Penelitian ... III-4 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1. Analisa Ketersediaan ... IV-1 4.2 Analisa Pertumbuhan Penduduk ... IV-12 4.3 Analisa Kebutuhan Air ... IV-15 4.4 Evaluasi Ketersediaan Air dengan Kebutuhan Air ... IV-17 4.5 Sistem Penyediaan Air Baku ... IV-19 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan ... V.1 5.2 Saran ... V.2 DAFTAR PUSTAKA ...
LAMPIRAN ...
x
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Siklus Hidrologi ... II - 4 Gambar 2.2. Unit Produksi Air Bersih ... II-34 Gambar 3.1. Peta Lokasi Penelitian ... III-1 Gambar 3.2. Diagram Alur Metode Penelitian ... III-5 Gambar 4.1. Peta Sub Das Batulppa ... IV-2
xi
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Nilai Exposed Surface (m) ... II- 15 Tabel 2.2. Nilai Angka Koefisien Bulanan ... II-17 Tabel 2.3. Besarnya Nilai Angot (Ra) ... II-18 Tabel 2.4. Hubungan Suhu (t) dengan Nilai εϒ (mbar) ... II-19 Tabel 2.5. Tingkat Pemakaian Air Rumah Tangga Sesuai Kategori Kota ... II-28 Tabel 2.6. Standar Kebutuhan Air Non Domestik ... II-29 Tabel 2.7. Pedoman Perencaaan Air Bersih Pu Cipta Karya ... II-30 Tabel 4.1. Data Klimatologi ... IV-3 Tabel 4.2. Perhitungan Evaporasi Potensial (ET0) Metode Penman ... IV-5 Tabel 4.3. Parameter-parameter F.J. Mock Sub Das Batulappa ... IV-6 Tabel 4.4. Perhitungan Debit Setengah Bulanan Dengan Metode F.J.Mock ... IV-7 Tabel 4.5. Hasil Rekapitulasi Perhitungan F.J.Mock dam (m3/bln) ... IV-9 Tabel 4.6. Debit Andalan Pertengah Bulanan Sungai Majeng (m3/dt) ... IV-11 Tabel 4.7. Perkembangan Penduduk Kecamtan Batulappa tahun 2014 - 2019 . IV-12 Tabel 4.8. Proyeksi Penduduk Kecamatan Batulappa ... IV-14 Tabel 4.9. Rekapitulasi Perhitungan Kebutuhan Air Bersih Kec. Batulappa
Proyeksi Sampai tahun 2038 ... IV-16 Tabel 4.10. Rekapitulasi Ketersediaan Air Sungai MAjeng dengan Kebutuhan
Air Kecamatan Batulappa ... IV-18
xii
DAFTAR LAMPIRAN
1. Dokumentasi Lokasi Studi ...
2. Data Klimatologi ...
3. Data Curah Hujan ST. Benteng, ST. Data, dan ST. Kalosi ...
4. Perhitungan F.J.Mock ...
I - 1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sumber daya air adalah sumber daya berupa air yang berguna atau potensial bagi manusia. Kegunaan air meliputi penggunaan di bidang pertanian, industri, rumah tangga, rekreasi dan aktivitas lingkungan.
Sangat jelas terlihat bahwa seluruh manusia, tumbuhan dan hewan membutuhkan air.
Air bersih adalah air tawar yang sudah siap dikonsumsi oleh masyarakat luas, dan tidak mempunyai dampak negative bagi kesehatan masyarakat. Sebagai kebutuhan vital bagi masyarakat, air bersih harus selalu tersedia guna mempertahankan kelangsungan hidupnya. 97% air di bumi adalah air asin dan hanya 3% berupa air tawar yang lebih dari 2 per tiga bagiannya berada dalam bentuk es di glasier dan es kutub. Air tawar yang tidak membeku dapat ditemukan terutama di dalam tanah berupa air tanah, dan hanya sebagian kecil berada di atas permukaan tanah dan di udara.
Perkembangan wilayah pada suatu daerah akan menyebabkan kebutuhan air terus meningkat seiring dengan laju pertumbuhan penduduk. Pemenuhan kebutuhan pangan dan aktivitas penduduk selalu erat kaitannya dengan kebutuhan akan air. Tuntutan tersebut tidak dapat dihindari, tetapi haruslah diprediksi dan direncanakan pemanfaatan sebaik mungkin.
I - 2
Mengingat kecenderungan ketersediaan air khususnya dari air permukaan (sungai) yang tetap sedangkan kebutuhan yang terus meningkat akibat semakin bertambahnya jumlah penduduk, agar tidak terjadi kekurangan air maka harus segera dilakukan upaya-upaya efisiensi pemakaian air. Sungai merupakan salah satu sumber air di daratan, yang mempunyai fungsi mengumpulkan curah hujan dalam suatu daerah tertentu. Saat ini sungai telah menjadi alternatif pilihan yang paling banyak dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan manusia akan air.
Keseimbangan antara ketersediaan air di sungai majeng dan kemungkinan penggunaan air pada masa mendatang untuk daerah sekitarnya, khususnya kecamatan di Batulappa yang berada di Wilayah Sungai Saddang apakah ketersediaan air di sungai mencukupi untuk kebutuhan.
Kecamatan Batulappa adalah sebuah kecamatan yang berada didaerah pegunungan di Kabupaten Pinrang, Provinsi Sulawesi Selatan.
Kecamatan Batulappa, dengan luas wilayah 158,99 Km Kecamatan Batulappa dimana, suatu wilayah Desa/Kelurahan yang berada pada wilayah topografi dataran tinggi dan berada pada wilayah yang berbukit- bukit/pegunungan dengan ketinggian dari permukaan laut antara 20 sampai 1007 m diatas permukaan laut. Secara geografi Kecamatan Batulappa terletak diantara 03°34’20.01” LS, 119°37’19.51” BT sampai 03°35’34.78” LS, 119°43’17.57” BT.
Saat ini di Kecamatan Batulappa belum ada sistem penyediaan air bersih, masyarakat menggunakan sumur bor untuk memenuhi kebutuhan
I - 3
air sehari-hari akan tetapi ketika memasuki musim kemarau maka sebagian besar sumur bor yang digunakan masyakat akan mengalami kekeringan.
Terdapat sebuah intake pengambilan air disungai majeng yang dibangun oleh swadaya masyarakat setempat untuk mengantisipasi jika musim kemarau tiba akan tetapi pengambilan yang ada tidak dilakukan secara teknis dan pengalirannya hanya sampai pada jalan yang ada di IKK (Ibu kota Kecamatan) batulappa. Masyarakat sekitar IKK yang mengalami kekeringan mengambil air dipipa yang ada di IKK kemudian mengangkut kerumah mereka masing-masing.
Oleh karena itu perlu dilakukan Analisa mengenai ketersediaan air yang ada di disungai majeng, kebutuhan air yang di Kecamatan Batulappa dan Sistem Penyediaan air bersih.
Dari latar belakang tersebut di atas, penulis melakukan penelitian dengan judul:
“ANALISIS KETERSEDIAAN AIR SUNGAI MAJENG UNTUK MEMENUHI KEBUTUHAN AIR BERSIH KECAMATAN
BATULAPPA DI KABUPATEN PINRANG”
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dapat diambil suatu rumusan masalah sebagai berikut:
a. Bagaimana Ketersediaan air yang ada disungai Majeng?
b. Bagaimana kebutuhan air pada kecamatan batulappa 20 tahun yang akan datang?
I - 4
c. Bagaimana sistem penyedian air bersih di kecamatan batulappa hingga 20 tahun yang akan datang?
1.3 Tujuan dan Manfaat Penulisan 1.3.1. Tujuan Penulisan
a. Menghitung ketersediaan air sungai majeng.
b. Menghitung kebutuhan air bersih yang ada di Kecamatan Batulappa
c. Membuat sistem penyediaan air bersih Kecamatan Batulappa.
1.3.2. Manfaat Penulisan
Hasil penulisan ini yaitu sistem penyediaan air bersih Kecematan Batulappa dan kemudian dapat dijadikan acuan dasar untuk studi-studi selanjutnya.
1.4 Pokok Bahasan dan Batasan Masalah 1.4.1. Pokok bahasan
Pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Pengumpulan data-data yang pendukung.
b. Mengitung ketersediaan air yaitu debit andalan.
c. Menghitung proyeksi pertumbuhan penduduk di kecamatan Batulappa
d. Menghitung Kebutuhan air di kecamatan Batulappa, yaitu, kebutuhan Domestik, dan non domestik.
e. Membuat naraca air antara ketersediaan dan kebutuhan air sungai majeng di kecamatan batulappa
f.
I - 5 1.4.2. Batasan masalah
Agar penelitian ini tidak terlalu luas tinjauannya dan tidak menyimpang dari rumusan masalah, maka perlu adanya pembatasan masalah yang ditinjau, tinjauan tersebut dibatasi oleh:
a. Lokasi penelitian yaitu Sungai majeng yang berada didesa Batulappa Kecamatan Batulappa.
b. Perhitungan jumlah kebutuhan air bersih yang meliputi kebutuhan, Kebutuhan Domestik, dan non domestic, diproyeksikan 20 tahun yang akan dating.
c. Tidak merencanakan struktur bangunan.
1.5 Sistematika Penulisan
Berdasarkan tujuan yang ingin dicapai, maka sistematika penulisan adalah:
BAB I Pendahuluan,
memberikan gambaran secara umum isi dari pedoman ini.
Mulai dari mengenai latar belakang, Maksud dan Tujuannya, Ruang Lingkup dan Batasan masalah serta jenis penulisan dan sistematika penulisan.
BAB II Tinjauan Pustaka
Meliputi tentang latar belakang, perumusan masalah, tujuan penulisan, ruang lingkup penulisan dan sistematika penulisan.
I - 6 BAB III Metodologi Penelitian
Meliputi metode pengumpulan data dan pengolahan data BAB IV Analisa dan Pembahasan
Meliputi analisis dan pembahasan mengenai prediksi kebutuhan air di berbagai sektor berdasarkan data yang ada.
BAB V Kesimpulan dan Saran
Meliputi kesimpulan dan saran dari analisa dan pembahasan
II - 1 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daerah Aliran Sungai (DAS)
DAS adalah semua daerah di mana semua airnya yang jatuh di daerah tersebut akan mengalir menuju sungai. Aliran air tersebut tidak hanya berupa air permukaan yang mengalir di dalam air sungai, Tetapi termasuk juga aliran di lereng-lereng bukit yang mengalir menuju alur sungai sehingga daerah tersebut dinamakan daerah aliran sungai.
Dengan ini umumnya dibatasi dengan batas tipografi. Batas ini tidak ditetapkan berdasarkan air bawah tanah karena permukaan air tanah selalu berubah sesuai mudim dan tingkat kegiatan pemakaian (Dri Harto, 1993).
Konsep Daerah Aliran Sungai (Das) Merupakan dasar dari semua perencanaan hidrologi. Mengingat DAS yang besar pada dasarnya tersusun dari DAS-DAS yang lebih kecil lagi. Secara umum DAS dapat didefenisikan sebagai suatu wilayah yang dibatasi oleh batas alam seperti punggung bukit atau gunung, maupun batas buatan seperti jalan atau tanggul dimana air hujan yang turun di wilayah tersebut memberi konstribusi aliran ke titik kontrol (outlet). Komponen masukan dalam DAS adalah curah hujan, sedangkan keluarannya terdiri dari debit air dan muatan sedimen (Supirin 2004)
II - 2
Seriap DAS Memiliki Karakteristik dan parameter DAS masing- masing. Karakteristik dan parameter ini bergantung pada tata guna lahan kondisi geologi DAS (Fasty Ratna, 2013)
2.2 Curah Hujan
2.2.1 Pengertian Curah Hujan
Curah hujan merupakan ketinggian air hujan yang terkumpul dalam tempat yang datar, tidak menguap, tidak meresap, dan tidak mengalir. Satuan curah hujan selalu dinyatakan dalam satuan milimeter atau inchi namun untuk di indonesia satuan curah hujan yang digunakan adalah dalam satuan milimeter (mm). Curah hujan dalam 1 (satu) milimeter memiliki arti dalam luasan satu meter persegi pada tempat yang datar tertampung air setinggi satu milimeter atau tertampung air sebanyak satu liter.
Intensitas curah hujan adalah jumlah curah hujan dalam suatu satuan waktu tertentu, yang biasanya dinyatakan dalam mm/jam, mm/hari, mm/tahun, dan sebagainya; yang berturut-turut sering disebut hujan jam-jaman, harian, tahunan, dan sebagainya. Biasanya data yang sering digunakan untuk analisis adalah nilai maksimum, minimum dan nilai rata-ratanya.
II - 3 2.2.2. Proses Terjadi Hujan
Presipitasi adalah turunnya air dari atmosfer ke permukaan bumi yang bisa berupa hujan, hujan salju, kabut, embun, dan hujan es. Di daerah tropis hujan memberikan sumbangan terbesar sehingga seringkali hujanlah yang dianggap presipitasi (Triatmodjo, 2008).
Sedangkan menurut Sosrodarsono (1985), presipitasi adalah sebutan umum dari uap yang mengkondensasi dan jatuh ke tanah dalam rangkaian proses siklus hidrologi, biasanya jumlah selalu dinyatakan dengan dalamnya presipitasi (mm). Jika uap air yang jatuh berbentuk cair disebut hujan (rainfall) dan jika berbentuk padat disebut salju (snow).
Siklus hidrologi merupakan proses yang berlangsung secara terus menerus dimana air bergerak dari bumi ke atmosfer dan kemudian kembali ke bumi lagi. Proses ini diawali dengan menguapnya air di permukaan tanah dan laut ke udara. Uap air tersebut bergerak dan naik ke atmosfer, yang kemudian mengalami kondensasi dan berubah menjadi titik-titik air yang berbentuk awan.
Selanjutnya titik-titik air tersebut jatuh sebagai hujan ke permukaan lau tan daratan. Hujan yang jatuh sebagian tertahan oleh tumbuh- tumbuhan (intersepsi) dan selebihnya sampai ke permukaan tanah.
Sebagian air hujan yang sampai ke permukaan tanah akan meresap ke dalam tanah (infiltrasi) dan sebagian lainnya mengalir di atas
II - 4
permukaan tanah (aliran permukaan atau surface runoff mengisi cekungan tanah, danau, dan masuk ke sungai dan akhirnya mengalir ke laut. Air yang meresap ke dalam tanah sebagian mengalir secara vertikal di dalam tanah (perkolasi) mengisi air tanah (ground water) yang kemudian keluar sebagai mata air atau mengalir ke sungai.
Akhirnya aliran air di sungai akan sampai ke laut (Triatmodjo, 2008).
Gambar proses siklus hidrologi dapat dilihat pada Gambar 2.1 di bawah ini.
Gambar 2.1. Siklus Hidrologi
Pada dasarnya hujan dapat terjadi di sembarang tempat, asalkan terdapat dua faktor, yaitu faktor massa udara yang lembab dan faktor sarana meteorologi yang dapat mengangkat massa udara tersebut untuk berkondensasi. Hujan terjadi akibat massa udara yang mengalami penurunan suhu di bawah titik embun yang dapat mengalami perubahan pembentukan molekul air. Apabila massa
II - 5
udara terangkat ke atas dan mengalami perubahan suhu sampai mencapai ketinggian yang memungkinkan terjadinya kondensasi, maka akan dapat membentuk awan. Hujan hanya dapat terjadi apabila molekul-molekul air hujan sudah mencapai ukuran lebih dari 1 mm. Agar hujan dapat terjadi diperlukan titik-titik kondensasi, amoniak, debu dan asam belerang. Titik-titik kondensasi ini mempunyai sifat yang dapat mengambil uap air dari udara.
2.2.3. Alat Pengukur Curah Hujan
Dari beberapa jenis presipitasi, hujan adalah yang paling bisa diukur. Pengukuran dapat dilakukan secara langsung dengan menampung air hujan yang jatuh, namun tidak dapat dilakukan di seluruh wilayah tangkapan air, akan tetapi hanya dapat dilakukan pada titik-titik yang ditetapkan dengan menggunakan alat pengukur hujan (Triatmodjo, 2008).
Alat Pengukur Curah Hujan terbagi menjadi 3 jenis, yaitu pengukur curah hujan biasa (observarium), pengukur curah hujan otomatis, dan pengukuran curah hujan digital. Prinsip kerja alat pengukur curah hujan antara lain:
1. Pengukur curah hujan biasa (observarium) curah hujan yang jatuh diukur tiap hari dalam kurun waktu 24 jam.
II - 6
2. Pengukur curah hujan otomatis melakukan pengukuran curah hujan selama 24 jam dengan merekam jejak hujan menggunakan pias yang terpasang dalam jam alat otomatis tersebut dan dilakukan penggantian pias setiap harinya pada pukul 00.00 GMT.
3. Pengukuran curah hujan digital dimana curah hujan langsung terkirim ke monitor komputer berupa data sinyal yang telah diubah ke dalam bentuk satuan curah hujan.
Jumlah hujan yang terjadi dalam suatu DAS merupakan besaran yang sangat penting salam sistem DAS tersebut, karena hujan merupakan masukan utama dalam suatu DAS, oleh sebab itu pengukuran harus dilakukan secara cermat. Jumlah hujan yang dimaksud tersebut adalah seluruh hujan yang terjadi dalam DAS yang bersangkutan karena hujan ini yang akan menjadi aliran di sungai.
Dengan demikian, ini berarti seluruh hujan yang terjadi setiap saat harus dapat diukur. Konsekuensi dari kebutuhan ini adalah bahwa di dalam DAS tersebut tersedia alat ukur yang mampu menangkap seluruh air hujan yang jatuh.
Agar memperoleh hasil pengukuran yang baik, beberapa syarat harus dipenuhi untuk pemasangan alat ukur hujan, yaitu antara lain:
II - 7
1. Tidak dipasang di tempat yang selalu terbuka (over exposed), seperti di puncak bangunan dan di puncak bukit.
2. Tidak dipasang di tempat yang terlalu tertutup (under exposed), seperti di antara dua bangunan gedung yang tinggi.
3. Paling dekat berjarak 4 x tinggi bangunan / rintangan yang terdekat.
4. Mudah memperoleh tenaga pengamat.
2.2.4. Jaringan Pengukuran Hujan
Untuk memperoleh perkiraan besaran hujan yang baik dalam suatu DAS, maka diperlukan sejumlah stasiun hujan. Semakin banyak jumlah stasiun hujan yang didapat, akan semakin menghasilkan perkiraan terhadap hujan sebenarnya yang terjadi di dalam suatu DAS. Namun, penempatan stasiun dalam jumlah yang sangat banyak akan memerlukan dana yang besar. Mengingat pula bahwa variabilitas hujan yang sangat besar, tidak hanya jumlah stasiun hujan tersebut yang mempunyai peran yang besar. Dengan demikian, di dalam merencanakan stasiun hujan (rainfall networks), terdapat dua hal penting yang harus diperhatikan, yaitu:
1. Jumlah stasiun hujan dinyatakan dalam km2/stasiun.
2. Pola penempatan stasiun hujan di dalam suatu DAS.
II - 8 2.3 Klimatologi
Faktor iklim yang membentuk ciri-ciri hidrologi suatu daerah, antara lain adalah jumlah dan distribusi presipitasi (hujan), pengaruh angin, temperatur dan kelembaban udara terhadap evaporasi.
Evaporasi merupakan faktor penting di dalam studi tentang pengembangan sumber-sumber daya air. Evaporasi sangat mempengaruhi debit sungai, besarnya kapasitas waduk, besarnya kapasitas pompa untuk irigasi, penggunaan konsumtif (consumptive use) untuk tanaman dan lain-lain. Air akan menguap dari dalam tanah, baik tanah gundul atau yang tertutup oleh tanaman dan pepohonan, permukaan tidak tembus air seperti atap dan jalan raya, air bebas dan air mengalir. Laju evaporasi atau penguapan akan berubah-ubah menurut warna dan sifat pemantulan permukaan (albedo) dan berbeda pada permukaan yang langsung tersinari matahari (air bebas) dan yang terlindung.
2.3.1. Suhu / Temperatur Udara
Jika suhu udara dan tanah cukup tinggi, proses evaporasi berjalan lebih cepat dibandingkan dengan jika suhu dan tanah rendah dengan adanya energi panas yang tersedia. Kemampuan udara untuk menyerap uap air naik jika suhunya naik, maka suhu udara mempunyai efek ganda terhadap besarnya evaporasi dengan mempengaruhi kemampuan udara menyerap uap air dan
II - 9
mempengaruhi suhu tanah yang akan mempercepat penguapan.
Sedangkan suhu tanah dan air hanya mempunyai efek tunggal.
2.3.2. Kelembaban Relatif/ Relative Humidity (Rh)
Jika kelembaban relatif udara naik, maka kemampuan udara untuk menyerap air akan berkurang sehingga laju evaporasinya menurun.
2.3.3. Kecepatan Angin (u)
Jika air menguap ke atmosfir maka lapisan batas antara permukaan tanah dan udara menjadi jenuh oleh uap air sehingga proses penguapan berhenti. Agar proses tersebut dapat berjalan terus, lapisan jenuh harus diganti dengan udara kering. Pergantian itu hanya mungkin kalau ada angin, yang akan menggeser komponen uap jenuh.
2.3.4. Pentinaran Matahari (n/N)
Evaporasi merupakan konversi air ke dalam uap air. Proses ini berjalan terus hampir tanpa berhenti di siang hari dan kerap kali juga di malam hari. Perubahan dari keadaan cair menjadi gas ini memerlukan energi berupa panas laten untuk evaporasi. Proses tersebut akan sangat aktif jika ada penyinaran matahari langsung.
Awan merupakan penghalang/penyinaran matahari dan menghambat proses evaporasi.
II - 10 2.4 Analisa Ketersediaan Air
Debit andalan/ Ketersediaan air adalah besarnya debit yang tersedia di suatu lokasi sumber air (misalnya: sungai) untuk dapat dimanfaatkan/dikelola dalam penyediaan air (misalnya; air baku dan air irigasi) dengan resiko kegagalan yang telah diperhitungkan. Dalam perencanaan suatu bangunan penyediaan air terlebih dahulu harus dicari debit andalan (dependable discharge), yang tujuannya adalah untuk menentukan debit perencanaan yang diharapkan selalu tersedia di sungai (Soemarto, 1987 dalam Zulfikar dkk, 2012). Untuk menentukan besarnya debit andalan, dapat dihitung dengan beberapa metode yang disesuaikan dengan data yang tersedia. Data yang tersedia dapat berupa seri data debit yang dimiliki oleh setiap stasiun pengamatan debit sungai maupun data seri data curah hujan yang dimiliki oleh setiap stasiun pencatat curah hujan pada DAS Sungai yang dimaksud.
2.3.1. Debit Andalan Berdasarkan Data Debit
Metode yang sering dipakai untuk analisis debit andalan adalah metode statistik rangking. Penetapan rangking dilakukan menggunakan analisis frekuensi atau probabilitas dengan rumus Weibull. Debit andalah dihitung berdasarkan probabilitas dari sejumlah data pengamatan debit. Perhitungan debit andalan mengunakan rumus dari Weibull:
II - 11 𝑃 = × 100 %
Keterangan variabel yang digunakan:
P : Probabilitas terjadinya kumpulan nilai (misalnya: debit) yang diharapkan selama periode pengamatan (%).
m : nomor urut kejadian, dengan urutan variasi dari besar ke kecil.
n : jumlah data pengamatan debit.
Probabilitas atau keandalan debit yang dimaksud berhubungan dengan probabilitas atau nilai kemungkinan terjadinya sama atau melampui dari yang diharapkan. Debit andalan yang digunakan untuk perencanaan penyediaan air irigasi menggunakan debit andalan 80%. Keandalan 80% mempunyai arti bahwa kemungkinan debit terpenuhi adalah 80% atau kemungkinan debit sungai lebih rendah dari debit andalan adalah 20% (SPI KP-1: 1986).
2.3.2. Debit Andalan Berdasarkan Data Hujan
Perhitungan debit andalan dengan cara empiris dapat dilakukan bila data debit sungai tidak tersedia. Metode perhitungan yang umumnya digunakan di Indonesia antara lain metode F.J Mock dan NRECA. Analisis debit dari kedua metode tersebut direkomendasikan berdasarkan tingkat empiris, ketepatan hasil dan kemudahan perhitungan (Dirrjen ESDM, 2009).
II - 12 1. Metode Mock
Metode Mock ditemukan dan dikembangkan oleh Dr. F. J. Mock.
Dalam makalahnya, “Land Capability Appraisal Indonesia & Water Availability Appraisal”, F.J Mock memperkenalkan model sederhana simulasi keseimbangan air (water balance) untuk menghitung aliran sungai dari data curah hujan, evapotranspirasi dan karakteristik hidrologi Daerah Aliran Sungai (DAS) untuk memperkirakan ketersediaan air di sungai.
Pada prinsipnya, metode F.J Mock memperhitungkan volume air yang masuk, keluar dan yang disimpan di dalam tanah (soil storage).
Volume air yang masuk adalah hujan, volume air yang keluar adalah infiltrasi, perkolasi dan yang paling dominan adalah evapotranspirasi.
Secara keseluruhan, perhitungan debit andalan dengan Metode F.J Mock ini mengacu pada water balance, dimana volume air total yang ada di bumi adalah tetap, hanya sirkulasi dan distribusinya yang bervariasi (Yanuar, 2012).
Air hujan yang jatuh (presipitasi) pada cathment area, sebagian akan mengalami evapotranspirasi, sebagian akan langsung menjadi aliran permukaan (direct run off) dan sebagian lagi akan masuk ke dalam tanah (infiltrasi). Proses evapotranspirasi terjadi sesuai dengan vegetasi yang menutupi daerah tangkapan hujan. Evapotranspirasi pada Metode F.J Mock adalah evapotranspirasi yang dipengaruhi oleh jenis vegetasi,
II - 13
permukaan tanah dan jumlah hari hujan. Infiltrasi pertama akan menjenuhkan top soil, kemudian menjadi perkolasi membentuk air bawah tanah (ground water) yang kemudian akan keluar ke sungai sebagai aliran dasar atau base flow (Kadir, 2010).
Perhitungan debit andalan F.J Mock dibagi ke dalam lima perhitungan utama yaitu perhitungan evapotranspirasi aktual, water balance atau keseimbangan air, run off dan air tanah, total volume tersimpan dan aliran permukaan. Kriteria perhitungan dan asumsi diurutkan sebagai berikut;
a. Data meteorologi
Data curah hujan bulanan (R) untuk setiap tahun
Data jumlah hari hujan bulanan (n) untuk setiap tahun b. Parameter yang digunakan dalam perhitungan debit andalan
m = persentase lahan yang terbuka atau tidak ditumbuhi vegetasi, nilainya dapat ditaksir dengan peta tata guna lahan atau pengamatan di lapangan
K = koefisien simpan tanah atau faktor resesi aliran tanah (Catchment Area Resession Factor). Nilai K ditentukan oleh kondisi geologi lapisan bawah. Batasan nilai K yaitu antara 0 – 1,0. Semakin besar K, semakin kecil air yang mampu keluar dari tanah.
II - 14
Vn-1 = penyimpanan awal (initial storage). Nilai ini berkisar antara 3 mm –109 mm.
c. Evapotranspirasi
Menurut Setiawan dkk (2009), evapotranspirasi merupakan gabungan dari dua kata, evaporasi dan transpirasi. Evaporasi yaitu penguapan air dari permukaan air, tanah dan bentuk permukaan bukan vegetasi lainnya oleh proses fisika. Transpirasi adalah penguapan air dari daun dan cabang tanaman melalui pori -pori daun.
Transpirasi umumnya terjadi pada siang hari karena pada malam hari stomata akan tertutup (Asdak, 1995).
Apabila evaporasi dan transpirasi digabungkan maka disebut evapotranspirasi. Evapotranspirasi adalah keseluruhan jumlah air yang berasal dari tanah, air, dan vegetasi yang diuapkan kembali ke atmosfer (Asdak, 1995). Perhitungan evapotranspirasi dapat menggunakan metode Penman Modifikasi.
Evapotranspirasi diklasifikasi menjadi 2 jenis, yaitu evapotranspirasi potensial (PET) dan evapotranspirasi actual (AET).
Evapotranspirasi potensial adalah evapotranspirasi yang mungkin terjadi pada kondisi air yang tersedia berlebihan. Evapotranspirasi ini lebih dipengaruhi oleh faktor-faktor meteorologi dan tersedianya air yang cukup banyak. Jika jumlah air selalu tersedia berlebihan dari yang diperlukan oleh tanaman selama proses transpirasi, maka jumlah
II - 15
air yang ditranspirasikan relatif lebih besar dibandingkan apabila tersedianya air di bawah keperluan (Bappenas, 2007 dalam Wirasembada, 2012). Faktor dominan yang mempengaruhi terjadinya evapotranspirasi potensial yaitu radiasi panas matahari, suhu, kelembapan atmosfer dan kecepatan angin (Asdak, 1995).
Evapotranspirasi aktual adalah evapotranspirasi yang terjadi pada kondisi air yang jumlahnya terbatas. Evaporasi aktual lebih dipengaruhi oleh faktor fisiologi tanaman dan unsur tanam (Asdak, 1995). Selain itu, evapotranspirasi aktual juga dipengaruhi oleh proporsi permukaan luar yang tidak tertutupi tumbuhan hijau (exposed surface) pada musim kemarau. Besarnya exposed surface (m) untuk tiap daerah berbeda-beda (Mock, 1973) mengklasifikasikan nilai m ke dalam tiga daerah. Nilai m tersebut tertera pada tabel 2.1 berikut.
Tabel 2.1 Nilai Exposed Surface (m) Berdasarkan Jenis Tutupan Lahan
M Daerah
0% Hutan Primer, Sekunder 10-40 % Daerah tererosi
30-50 % Daerah ladang pertanian
(sumber: Bappenas, 2007 dalam Wirasembada, 2012)
Selain exposed surface, evapotranspirasi aktual juga dipengaruhi oleh jumlah hari hujan (n) dalam bulan yang bersangkutan. Menurut Mock (1973), rasio antara selisih evapotranspirasi potensial dan
II - 16
evapotranspirasi aktual dengan evapotranspirasi potensial dipengaruhi oleh exposed surface (m) dan jumlahhari hujan (n), dan dihitung dengan formulasi sebagai berikut.
𝑑𝐸
𝑑𝐸 = 𝑚
20 × (18 − 𝑛) Sehingga
𝑑𝐸 = 𝐸 𝑚
20 × (18 − 𝑛)
Dari formulasi di atas dapat dianalisis bahwa evapotranspirasi potensial akan sama dengan evapotranspirasi actual (atau ΔE = 0) jika evapotranspirasi terjadi pada hutan primer atau hutan sekunder, dimana daerah ini memiliki harga exposed surface (m) sama dengan nol (0) atau banyaknya hari hujan dalam bulan yang diamati pada daerah itu sama dengan 18 hari.
Jadi evapotranspirasi aktual adalah evapotranspirasi potensial yang memperhitungkan faktor exposed surface dan jumlah hari hujan dalam bulan yang bersangkutan. Sehingga evapotranspirasi aktual adalah evapotranspirasi yang sebenarnya terjadi, dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut:
𝐸𝑡𝑜 = 𝐸 − 𝑑𝐸
persamaan metode penman modifikasi FAO (j. Doorenbos & Pruit, 1977):
II - 17 Eto = c x W x Rn + (1-w) x f(u) x ea-ed)
Ket:
C : factor koreksi
W : factor yang berhubungan dengan suhu dan elevasi Rn : net Radiasi Equivalen evaporasi (mm/hari)
F(u) : Fungsi Angin
Ea : tekanan uap jenuh pada suhu t c (mbar) Ed :t ekanan uap udara (mbar)
Dimana beberapa acuan yang telah tenetukan sebagai berikut:
Tabel 2.2
Nilai Angka Koefisien Bulanan (C) untuk Rumus Penman
Bulan C
Januari 1.1
Pebruari 1.1
Maret 1.0
April 0.9
Mei 0.9
Juni 0.9
Juli 0.9
Agustus 1.0
September 1.1
Oktober 1.1
Nopember 1.1
Desember 1.1
Sumber: Suharjono, 1989: 43 dan J. Pruitt, 1984: 13
II - 18 Tabel 2.3
Besaran Nilai Angot (Ra) dalam Evaporasi Ekivalen dalam Hubungannya dengan Letak Lintang (mm/hari)
(untuk daerah Indonesia, antara 50 LU sampai 100 LS)
Bulan
Lintang Utara
(LU) Lintang Selatan (LS)
5 4 2 0 2 4 6 8 10
Januari 13.0 14.3 14.7 15.0 15.3 15.5 15.8 16.1 16.1 Pebruari 14.0 15.0 15.3 15.5 15.7 15.8 16.0 16.1 16.0 Maret 15.0 15.5 15.6 15.7 15.7 15.6 15.6 15.5 15.3 April 15.1 15.5 15.3 15.3 15.1 14.9 14.7 14.4 14.0 Mei 15.3 14.9 14.6 14.4 14.1 13.8 13.4 13.1 12.6 Juni 15.0 14.4 14.2 13.9 13.5 13.2 12.8 12.4 12.6 Juli
Agustus 15.1 15.3 14.6
15.1 14.3
14.9 14.1 14.8 13.7
14.5 13.4 14.3 13.1
14.0 12.7
13.7 11.8 12.2 September 15.1 15.3 15.3 15.3 15.2 15.1 15.0 14.9 13.3 Oktober 15.7 15.1 15.3 15.4 15.5 15.6 15.7 15.8 14.6 Nopember 14.3 14.5 14.8 15.1 15.3 15.5 15.8 16.0 15.6 Desember
14.6
14.1
14.4
14.8
15.1
15.4
15.7
16.0
16.0 Minimum 13.0 14.1 14.2 13.9 13.5 13.2 12.8 12.4 11.8 Maksimum 15.7 15.5 15.6 15.7 15.7 15.8 16.0 16.1 16.1 Rata-rata 14.8 14.9 14.9 14.9 14.9 14.8 14.8 14.7 14.2 data: Lokasi Studi Berada
Pada 3 ls
II - 19 Tabel 2.4
Hubungan Suhu (t) dengan Nilai εϒ (mbar), w, (1 - w), dan f(t)
Suhu (t) C εϒ mbar w f(t)
2.0 7.1 0.44 11.4
3.0 7.6 0.46 11.55
4.0 8.10 0.48 11.70
5.0
6.0 8.70
9.30 0.50
0.51 `11.85 12.00
7.0 10.00 0.53 12.20
8.0 10.7 0.54 12.4
9.0 11.50 0.555 12.55
10.0 12.30 0.570 12.70
11.0 13.15 0.585 12.90
12.0 14.00 0.600 13.10
13.0 15.05 0.610 13.30
14.0 16.10 0.620 13.50
15.0 17.15 0.635 13.65
16.0 18.20 0.650 13.80
17.0 19.40 0.660 14.00
18.0 20.60 0.670 14.20
19.0 22.00 0.685 14.40
20.0 21.0
23.40 24.90
0.700 0.710
14.60 14.80
22.0 26.40 0.720 15.00
23.0 28.10 0.730 15.27
24.0 29.80 0.740 15.54
25.0 31.70 0.750 15.72
26.0 33.60 0.760 15.90
27.0 35.70 0.770 16.10
28.0 37.80 0.780 16.30
29.0 40.10 0.785 16.50
30.0 42.40 0.790 16.70
31.0 45.00 0.800 16.95
32.0 47.60 0.810 17.20
33.0 50.40 0.815 17.45
34.0 53.20 0.820 17.70
35.0 56.30 0.830 17.90
36.0 59.40 0.840 18.10
Sumber: Suharjono, 1989: 43 dan J. Pruitt, 1984: 13
II - 20 d. Water Balance
Kapasitas kelembapan tanah (Soil Moisture Capacity) yaitu perkiraan kapasitas kelembapan tanah awal. Nilai ini diperlukan pada saat dimulainya simulasi dan besarnya tergantung dari kondisi porositas lapisan tanah atas dari daerah pengaliran. Biasanya, nilai yang digunakan berkisar 50 – 250 mm, yaitu kapasitas kandungan air tanah dalam per m3. Jika porositas tanah lapisan atas tersebut makin besar, maka kapasitas kelembapan akan semakin besar pula (Bappenas 2007 dalam Wirasembada, 2012).
Persamaan-persamaan yang digunakan dalam menghitung water balance adalah sebagai berikut.
𝑊 = 𝑅 − 𝐸
. Langkah – langkah pendugaan debit aliran yang tersedia dengan model F.J. Mock adalah sebagai berikut:
I. Input data curah hujan bulanan
Nilai Hujan bulanan (R) didapat dari pencatatan data hujan bulanan (mm) dan jumlah hari hujan pada bulan yang bersangkutan (n).
II - 21
II. Menentukan besarnya nilai evapotranspirasi aktual (Eta) DE = 𝐸𝑇𝑜 𝑚
20+ (18 − 𝑛) Ea = 𝐸𝑇𝑜 − DE
Dimana
DE : Perubahan Evapotranspirasi (mm) Eto : Evapotranspirasi Potensial (mm)
m : Proporsi permukaan lahan yang tidak tertutup oleh vegetasi n : jumlah hari hujan
III. Menentukan besarnya parameter keseimbangan air dalam tanah 1. Menghitung besarnya air hujan yang mencapai permukaan tanah
(S )
S = R – Ea Dimana
S : Perubahan kandungan air tanah R : Curah Hujan (mm)
Ea : Evapotranspirasi aktual (mm)
2. Menentukan besarnya kandungan kelembaban air tanah. Jika nilai S > 0, maka kandungan kelembaban air di dalam tanah adalah 0,
II - 22
sebaliknya jika S < 0, maka besarnya kandungan kelembaban air dalam tanah adalah nilai S itu sendiri, ini berarti bila harga S positif (P > Ea) maka air akan masuk ke dalam tanah bila kapasitas kelembaban tanah belum terpenuhi, dan sebaliknya akan melimpas bila kondisi tanah jenuh. Bila harga S negatif (R < Ea), sebagian air tanah akan keluar dan terjadi kekurangan (deficit).
Pada bulan Januari P > ETa sehingga S > 0.
3. Menentukan parameter kapasitas kelembaban tanah (SMS). Nilai SMC awal pada bulan Januari periode pertama ditaksir sebesar 100 mm. Untuk bulan / periode berikutnya, tergantung dari nilai kandungan kelembaban air dalam tanah. Jika nilainya negatif, maka besarnya SMS pada bulan berikutnya merupakan seleisih dari nilai SMS bulan / periode sebelumnya dengan nilai S pada bulan berikutnya.
4. Menentukan besarnya kelebihan air di permukaan tanah (WS).
Besarnya WS tergantung dari nilai nilai S. Jika S > 0 artinya permukaan tanah mendapat kelebihan air sebesar S. Namun jika S < 0 artinya permukaan tanah tidak kelebihan air, justru kandungan air tanahnya berkurang sebesar S.
II - 23
IV. Menentukan besarnya aliran dan tampungan air tanah 1. Menghitung besarnya Infiltrasi (I).
I = WS. i
i adalah nilai parameter, yakni koefisien infiltrasi bersasarkan kondisi porositas tanah dan kemiringan daerah pengaliran. Untuk daerah ini ditaksir harga i sebesar 0,4.
2. 0,5. (1 + k) I
k adalah besarnya parameter, yakni faktor resesi aliran air tanah yang ditaksir sebesar 0,6
3. k. V (n-1)
V (n-1) adalah kandungan air tanah pada bulan sebelumnya. Untuk penentuan pada awal bulan (initial storage) ditaksir sebesar 100 mm.
4. Menentukan besarnya volume penyimpanan air tanah (Vn) Vn = k. Vn-1 + ½ (1+k). I
5. Menentukan besarnya perubahan volume air (DVn) DVn = Vn - Vn-1
6. Menentukan besarnya aliran dasar (BF) BF = I - dVn
II - 24
7. Menentukan besarnya aliran langsung (DRo) DRo = WS – I
8. Menentukan besarnya aliran/ total aliran (Ro) Ro = BF + DRo
9. Menentukan besarnya debit aliran sungai pada DAS Q = A * Ro
2. Metode NRECA
Model NRECA dikembangkan oleh NORMAN CRAN FORD untuk data debit harian, bulanan yang merupakan model hujan- limpasan yang relatif sederhana, dimana jumlah parameter model hanya 3 atau 4 parameter.
Persamaan dasar yang digunakan adalah persamaan keseimbangan air yaitu sebagai berikut;
H – E + PT = L
Keterangan variabel yang digunakan:
H : Hujan
E : Evapotranspirasi
PT : Perubahan Tampungan L : Limpasan
Model NRECA strukturnya dibagi menjadi dua tampungan, yaitu tampungan kelengasan (moisture storage) dan tampungan air tanah
II - 25
(groundwater storage). Kandungan kelengasan di tentukan oleh hujan dan evapotranspirasi aktual. Kandungan air tanah ditentukan oleh jumlah kelebihan kelengasan (excess moisture).
2.5 Perkembangan Penduduk
Pertumbuhan penduduk merupakan factor yang penting dalam perencanaan pengembangan jaringan. Pada kajian ini proyeksi penduduk digunakan sebagai dasar menghitung kebutuhan air pada masyarakat.
Perkiraan jumlah penduduk suatu daerah pada masa yang akan dating dapat dihitung/ditentukan dengan metode Geometri, Aritmatika dan Eksponensial
Ada berapa metode untuk melakukan proyeksi penduduk. Metode tersebut adalah metode aritmatika, geometric, least square, eksponensial dan logaritmik. Untuk mencapai proyeksi yang akurat ditentukan nilai korelasi dan standar deviasi dari lima metode tersebut. Nilai korelasi dari masing-masing metode yang mendekati angka 1 bersamaan dengan standar deviasi yang terkecil akan digunakan sebagai metode proyeksi penduduk
1. Metode Aritmatik
Model linear Aritmatik menurut Klosterman (1990) adalah teknik proyeksi yang paling sederhana dari seluruh model trend. Model ini
II - 26
menggunakan persamaan derajat pertama (first degree equation).
Berdasarkan hal tersebut, penduduk diproyeksikan sebagai fungsi dari waktu, dengan persamaan:
Pt = P0 (1 + n.q) q = 1/n (Pt / Po – 1) Dimana:
Pn = Jumlah penduduk yang akan dihitung.
Pt = Jumlah penduduk tahun ke t (jiwa).
P0 = jumlah penduduk tahun ke 0 (jiwa).
q = pertumbuhan penduduk rata-rata setiap tahun (%).
n = Rentang waktu antara P0 dan Pt (tahun).
2. Metode Geometrik
Menurut Klosterman (1990), proyeksi dengan tingkat pertumbuhan yang tetap ini umumnya dapat diterapkan pada wilayah, dimana pada tahun-tahun awal observasi pertambahan absolut penduduknya sedikit dan menjadi semakin banyak pada tahun-tahun akhir. Model geometric memiliki persamaan umum
II - 27 Pt = P0 (1 + r)t
Dimana:
𝑃t = jumlah penduduk tahun ke n (jiwa) 𝑃0 = jumlah penduduk tahun 0
𝑟 = laju pertumbuhan penduduk rata-rata tiap tahun (%) 𝑡 = Rentang waktu antara P0 dan Pt (tahun)
Atau
𝑟 = − 1
Jika nilai r > 0, artinya pertumbuhan penduduk positif atau terjadi penambahan jumlah penduduk dari tahun sebelumnya. Jika r <
0, artinya pertumbuhan penduduk negatif atau terjadi pengurangan jumlah penduduk dari tahun sebelumnya. Jika r = 0, artinya tidak terjadi perubahan jumlah penduduk dari tahun sebelumnya.
2.6 Kebutuhan Air Bersih
Kebutuhan air adalah banyaknya jumlah air yang dibutuhkan untuk keperluan rumah tangga, industry, dan lain-lain. Prioritas kebutuhan air meliputi kebutuhan air domestic, industri, pelayanan umum (Moegijantoro, 1996).
Menurut Terence (Ahmad Safii, 2012) kebutuhan air baku dalam suatu kota diklasifikasikan antara lain:
II - 28 1. Kebutuhan domestik
Kebutuhan domestik adalah kebutuhan air bersih untuk pemenuhan kebutuhan sehari-hari atau rumah tangga seperti untuk minum, memasak, kesehatan individu (mandi, cuci dan sebagainya), menyiram tanaman, halaman dan pengangkutan air buangan (buangan dapur dan toilet).
Tabel 2.5. Tabel Tingkat Pemakaian Air Rumah Tangga Sesuai Kategori Kota
No Kategori Kota Jumlah Penduduk Sistem Tingkat Pemakaian
Air 1 Kota Metropolitan > 1.000.000 Non Standar 190
2 Kota Besar 500.000 –
1.000.000 Non Standar 170 3 Kota Sedang 100.000 – 500.000 Non Standar 150 4 Kota Kecil 20.000 – 100.000 Standar BNA 130
5 Kota Kecamatan < 20.000 Standar IKK 100
6 Kota Pusat
Pertumbuhan < 3.000 Standar DPP 30
Sumber: Direktorat Jendral Cipta Karya 1998 2. Kebutuhan non domestik
Kebutuhan non domestik adalah kebutuhan air baku yang digunakan untuk beberapa kegiatan seperti untuk kebutuhan nasional, komersial, industry dan fasilitas umum.
II - 29
Tabel 2.6 Tabel Standar Kebutuhan Air non Domestik
No Sektor Besaran Satuan
1 Sekolah 10 Liter/murid/hari
2 Rumah Sakit 200 liter/tempat tidur/hari 3 Puskesmas 2000 liter/hari
4 Masjid 2000 liter/hari
5 Kantor 10 liter/pegawai/hari
6 Pasar 12000 liter/hektar/hari 7 Hotel 150 liter/tempat tidur/hari 8 Rumah makan 100 liter/tempat duduk/hari 9 Kompleks militer 60 liter/orang/hari
10 Kawasan industry 0,2-0,8 liter/detik/ha 11 kawasan pariwisata 0,1-0,3 liter/detik/ha Sumber: Direktorat Jendral Cipta Karya 1998 3. Kebocoran atau kehilangan air
Besarnya kebutuhan air akibat kebocoran atau kehilangan air cukup signifikan. Kebocoran atau kehilangan air dapat dibagi menjadi kebocoran air tercatat dan kebocoran air yang tidak tercatat.
a. Kehilangan air akibat faktor teknis :
Adanya lubang atau celah pada pipa atau pada sambungan.
Pipa pada jaringan distribusi pecah.
Meter yang dipasang pada pipa konsumen kurang baik.
Kehilangan air pada instalasi pengolahan.
Pemasangan perpipaan yang kurang baik.
b. Kehilangan air akibat faktor non teknis:
Kesalahan membaca meter teknis
Kesalahan dalam penjumlahan atau pengurangan data
II - 30
Kesalahan pencatatan hasil pembacaan meter air
Pencurian air atau pemasangan sambungan air
Tabel 2.7. Tabel Pedoman Perencanaan Air Bersih Pu Cipta Karya No
. Parameter Metro Besar Sedang Kecil 1 Tingkat Pelayanan
(Target) 100% 100% 100% 80%
2 Tingkat Pemakaian Air (lt/orang/hari):
* Sambungan
Rumah (SR) 190 170 150 130
* Hidran Umum
(Kran Umum) 30 30 30 30
3 Kebutuhan Non domestik
* Industri
(lt/orang/hari) 15 % s/d 30%
kebutuhan domestik
-Berat 0,5-1,0
-Sedang 0,25-0,50
-Ringan 0,1-1,00
* Komersial (lt/orang/hari)
-Pasar 400
-Hotel 1000
~ lokal
~ Internasional
*Sosial dan Industri - Universitas
(lt/siswa/hari) 20
` - Sekolah 15
-Masjid (m3/hari/unit) 1 s/d 2 -Rumah Sakit
(lt/orang/hari) 400 -Puskesmas
(m3/hari/unit) 1 s/d 2 -Kantor (lt/orang/hari) 0,01 - Militer (m3/hari/unit) 10
4 Kebutuhan Harian Kebutuhan Domestik +Non Domestik
II - 31 Rata-rata
5 Kebutuhan Harian Maksimum
Kebutuhan rata-rata 1,15-1,20 (faktor jam maksimum)
6 Kehilangan Air
*Sistem Baru * 20% x Kebutuhan rata-rata
*Sistem Lama
* 30% x kebutuhan rata-rata 7 Kebutuhan Jam
Puncak
Kebutuhan rata-rata x faktor jam puncak (165% s/d 200%
Sumber: Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah,2002 2.7 Sistem Penyediaan Air Bersih
Suatu sistem penyediaan air mampu menyediakan air yang dapat diminum dalam jumlah yang cukup merupakan hal penting bagi suatu kota besar yang modern. Sistem penyediaan air bersih meliputi:
1. Unit Air Baku
Merupakan bangunan untuk mengambil air baku dari sumber air dan dialirakan ke unit produksi melalui pipa transmisi. Bangunan penyadap air baku sedapat mungkin dilakukan secara gravitasi, dilengkapi dengan saringan kasar yang berfumgsi untuk menyaring sampah-sampah yang terbawa aliran. Ada beberapa cara sistem pengambilan air antara lain:
- Free intake - Broncaptering
II - 32 - Bendung
- Pompa
Menurut Permen PUPR 27 Tahun 2016, unit air baku adalah sarana dan prasarana pengambilan dan/atau penyedia air baku, meliputi bangunan penampungan air, bangunan
pengambilan/penyadapan, alat pengukuran, dan peralatan pemantauan, sistem pemompaan, dan/atau bangunan sarana pembawa serta perlengkapannya. Sumber air baku terdiri dari:
a. Mata air;
b. Air tanah; dan
c. Air permukaan (sungai, danau, air laut, waduk, embung).
Bangunan penampungan air merupakan bangunan
pengumpul air baku sebelum disalurkan ke unit produksi. Tipe-tipe bangunan pengambilan air baku dengan sumber air baku adalah air tanah dibedakan menjadi sumur dangkal dan sumur dalam.
a. Sumur dangkal
Pertimbangan pemilihan sumur dangkal adalah secara umum kebutuhan air di daerah perencanaan kecil; potensi sumur dangkal dapat mencukupi kebutuhan air bersih di daerah perencanaan (dalam kondisi akhir musim
kemarau/kondisi kritis.
II - 33
Perlengkapan bangunan sumur dangkal dengan sistem sumur gali, meliputi: ring beton kedap air, penyekat kontaminasi dengan air permukaan tiang beton,
ember/pompa tangan. Sedangkan perlengkapan sumur dangkal dengan sistem sumur pompa tangan (SPT) meliputi pipa tegak (pipa hisap), pipa selubung, saringan, sok
reducer.
b. Sumur dalam
Pertimbangan pemilihan sumur dalam adalah secara umum kebutuhan air di daerah perencanaan cukup besar; di daerah perencanaan potensi sumur dalam dapat mencukupi kebutuhan air minum daerah perencanaan sedangkan kapasitas air dangkal tidak memenuhi.
Sumur dalam sumur pompa tangan (SPT) dalam meliputi pipa tegak (pipa hisap), pipa selubung, saringan, sok
reducer. Sumur pompa benam (submersible pump) meliputi pipa buta, pipa jambang, saringan, pipa observasi, pascker socket/reducer, dop socket, tutup sumur, batu kerikil.
II - 34 2. Unit Produksi
Merupakan usaha-usaha yang dilakukan untuk mengubah sifat-sifat suatu zat. Hal ini penting bagi air minum karena dengan adanya pengolahan ini maka akan didapatkan suatu air minum yang memenuhi standar air minum yang telah ditentukan. Unit produksi air minum dapat dilihat pada Gambar 2.1
Gambar 2.2 Unit Produksi Air Bersih (Anonim, 2017) Menurut Permen PUPR No 27 Tahun 2016, unit produksi adalah sarana dan prasarana yang dapat digunakan untuk
mengolah air baku menjadi air minum melalui proses fisik, kimiawi an/atau biologi, meliputi bangunan pengolahan dan
II - 35
perlengkapannya, perangkat operasional, alat pengukuran dan peralatan pemantauan, serta bangunan penampungan air minum.
Perencanaan teknis pengembangan SPAM unit produksi disusun berdasarkan kajian kualitas air yang akan diolah, dimana kondisi rata-rata dan terburuk yang mungkin terjadi dijadikan sebagai acuan dalam penetapan proses pengolahan air yang kemudian dikaitkan dengan sasaran standar kualitas air minum yang akan dicapai. Rangkaian proses pengolahan air umumnya terdiri dari satuan operasi dan satuan proses untuk memisahkan material kasar, material tersuspensi, material terlarut, proses netralisasi dan proses desinfeksi. Unit produksi dapat terdiri dari unit koagulasi, flokulasi, sedimentasi, filtrasi, netralisasi, dan desinfeksi (Permen PUPR No 27 Tahun 2016).
Perencanaan unit produksi antara lain dapat mengikuti standar berikut ini:
1) SNI 03-3981-1995 tentang tata cara perencanaan instalasi saringan pasir lambat;
2) SNI 19-6773-2002 tentang Spesifikasi Unit Paket Instalasi Penjernihan Air Sistem Konvensional Dengan Struktur Baja;
3) 3) SNI 19-6774-2002 tentang Tata Cara Perencanaan Unit Paket Instalasi Penjernihan Air.
II - 36 3. Unit Distribusi
Dalam sistem distribusi air bersih terdiri dari reservoar distribusi dan jaringan pipa distribusi.
- Reservoar Distribusi
Reservoar distribusi merupakan tempat penampungan air sementara yang menampung air disaat pemakaian lebih sedikit dari suplai dan digunakan untuk menutupi kekurangan disaat pemakaian lebih besar dari suplai. Reservoar distribusi biasanya berupa menara reservoar/tangki atau ground reservoir.
Reservoar distribusi umumnya berbentuk kotak dan bentuk bulat atau kerucut biasanya dibuat untuk menambah nilai artistik sehingga enak dipandang.
- Jaringan Pipa
Pemakaian jaringan pipa dalam bidang teknik sipil terdapat pada sistem jaringan distribusi air minum. Sistem jaringan ini merupakan bagian yang paling mahal dari suatu perusahaan air minum. Oleh karena itu harus dibuat perencanaan yang teliti untuk mendapatkan sistem distribusi yang efisien. Jumlah atau debit air yang disediakan tergantung pada jumlah penduduk dan jenis industri yang dilayani.
III - 1 BAB III
METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian
Penelitian tugas akhir ini berada di Wilayah Sungai Sadang, Secara administrasi terletak di desa Batulappa, di Kec.Batulappa, Kabupaten Pinrang, Provinsi Sulawesi Selatan, dengan luas wilayah 158,99 Km² dan berada di antara beberapa Wilayah di Kabupaten Pinrang, Desa ini berbatasan dengan :
● Sebelah Utara : Kecamatan Lembang
● Sebelah Timur : Kabupaten Enrekang
● Sebelah Selatan : Kecamatan Patampanua
● Sebelah Barat : Kecamatan Duampanua
Gambar 3.1 Gambar Peta Lokasi Penelitian
Lokasi Penilitian
III - 2 3.2 Jenis dan Pengumpulan Data 3.2.1. Data primer
Pengumpulan data primer di lapangan dengan melakukan observasi lapangan (pengamatan langsung) dan wawancara dengan masyarakat maupun karyawan atau petugas instansi-instansi terkait.
3.2.2. Data Sekunder
Adalah Pengumpulan data sekunder meliputi tinjauan kepustakaan dan instansional dari instansi- insatansi terkait, yaitu pengumpulan data angka dan peta.
Sumber data sekunder yaitu:
Studi pustaka, mencari data yang terdapat pada instansi pemerintah, bahan bacaan dan literatur buku - buku yang sesuai dengan masalah studi.
Badan Statistik Kabupaten Pinrang yang berubah data jumlah penduduk Kecamatan Batulappa kab Pinrang.
Balai Besar Wilayah Sungai Pompenan Jeneberang (BBWS-PJ), Yaitu data Curah Hujan dan Klimatologi.
III - 3 3.3 Pelaksanaan Penelitian
Dalam tahap ini yang dilakukan adalah mengolah data yang sudah didapat untuk dijadikan data awal dalam melakukan analisa dan perhitungan. Perhitungan yang dilakukan berkaitan dengan analisa kebutuhan air bersih yaitu kebutuhan air domestik dan non domestik pada kondisi sekarang dan yang akan datang di Kecamatan Batulappa
a. Proyeksi Penduduk
Pada proses ini untuk memproyeksi jumlah penduduk dari tahun 2019 higga tahun 2029, pertama mencari presentase pertumbuhan penduduk kemudian di proyeksikan penduduk dengan menggunakan metode geometric dan aritmetric
b. Kebutuhan Air Bersih
Kebutuhan air ini mencakup kebutuhan air domestic dan non domestic, setelah mendapatkan kebutuhan air maka dapat diketahui hingga tahun berapa PDAM dapat mencukupi kebutuhan air.
c. Ketersediaan air
Dalam perhitungan debit andalan / ketersediaan air dilakukan dengan metode F.J. Mock, yang dimulai dengan perhitungan evapotranspirasi (Eto) menggunakan metode Penman (Wilson,1993).
Dalam perhitungan evapotranspirasi ini menggunakan data klimatologi berupa temperatur, penyinaran matahari, kelembaban udara, dan kecepatan angin.
III - 4 d. Sistem Penyediaan Air Bersih
Belum ada Sistem penyediaan air bersih di kecamatan batulappa maka dari itu akan dibuatkan sistem penyediaan air bersih, dimana akan dilakukan penentuan lokasi-lokasi untuk Unit Air Baku, Unit, Produksi dan Unit Distribusi.
3.4 Bagan Alir Penelitian
Dalam menyelesaikan Tugas akhir diperlukan langkah-langkah yang sistematis supaya penyelesaian proyek akhir dapat berjalan dengan baik.
Langkah-langkah penyelesaian tersebut ditunjukkan dalam alir sebagai berikut :
III - 5
Gambar 3.2 Diagram Alur Metode Penilitian Mulai
Tinjauan Pustaka
Pengumpulan Data
Klimatologi Data Penduduk
Curah Hujan Rata- rata
Analisa
Evaportranspirasi
Perhitungan Debit Andalan
Proyeksi Pertumbuhan Penduduk
Perhitungan Kebutuhan Air Baku
Selesai Evaluasi Ketersediaan
Air Dengan Kebutuhan Air
Sistem penyediaan air baku
Kesimpulan Dan Saran
IV - 1
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1. Analisa Ketersediaan
Metode yang di gunakan untuk menghitung ketersedian air sungai majeng yaitu Metode F.J. MOCK. Beberapa hal yang menjadi dasar dan pertimbangan dalam analisis dan perhitungan hidrologi ini adalah:
1. Stasiun penakar hujan yang digunakan dalam analisis hidrologi ini adalah Stasiun Bendung Benteng, Stasiun Bungi, dan Stasiun Kalosi.
2. Data curah hujan harian yang terekam pada stasiun penakar hujan yang bisa digunakan untuk analisis adalah 10 (Sepuluh) tahun periode tahun 2008 – 2018.
3. Berdasarkan map studi didapatkan parameter Daerah Aliran Sungai (DAS) Batulappa yaitu 7.22 km2, dapat dilihat pada gambar sebagai berikut:
IV - 2
Gambar 4.1 Peta SUB DAS Batulappa 4.1.1. Analisis Curah Hujan
Data curah hujan yang digunakan untuk analisis ketersediaan air sungai Majeng diambil dari pos penakar hujan yaitu Stasiun Bendung Benteng, Stasiu Bungi, dan Stasiun Kalosi. Pemilihan pemakaian stasiun ini didasarkan pertimbangan bahwa lokasi stasiun ini merupakan stasiun yang terdekat dengan SUB DAS yang bersangkutan dengan pencatatan yang lengkap selama kurun waktu lebih dari 10 (Sepuluh) tahun.
4.1.2. Klimatologi
Faktor iklim yang membentuk ciri-ciri hidrologi suatu daerah, antara lain adalah jumlah dan distribusi presipitasi (hujan), pengaruh angin, temperatur dan kelembaban udara terhadap evaporasi.
IV - 3
Evaporasi merupakan faktor penting di dalam studi tentang pengembangan sumber-sumber daya air. Evaporasi sangat mempengaruhi debit sungai, besarnya kapasitas waduk, besarnya kapasitas pompa untuk irigasi, penggunaan konsumtif (consumptive use) untuk tanaman dan lain-lain. Air akan menguap dari dalam tanah, baik tanah gundul atau yang tertutup oleh tanaman dan pepohonan, permukaan tidak tembus air seperti atap dan jalan raya, air bebas dan air mengalir. Laju evaporasi atau penguapan akan berubah-ubah menurut warna dan sifat pemantulan permukaan (albedo) dan berbeda pada permukaan yang langsung tersinari matahari (air bebas) dan yang terlindung. Data klimatologi yang digunakan dari stasiun terdekat yaitu banga-banga.
Informasi klimatologi ini meliputi : Tabel 4.1 Data Klimatologi
Data Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des
Suhu Udara (o C) 28.1 28.4 29.2 29.2 29.0 28.0 27.5 27.7 28.7 29.8 29.8 28.9 Kelembaban Relatif (%) 92.4 91.9 91.5 90.6 91.4 93.0 93.3 92.8 91.7 93.2 92.4 93.9 Lama Penyinaran Matahari
(Jam/hari) 54.2 27.6 35.1 90.2 2.7 1.5 43.4 63.3 7.5 12.4 9.6 30.6 Kecepatan Angin (Km/hari) 54.2 27.6 35.1 90.2 2.7 1.5 43.4 63.3 7.5 12.4 9.6 30.6 Penguapan (mm) 6.2 5.8 5.5 6.2 6.9 7.4 5.0 5.1 5.9 7.1 6.6 5.9
Sumber: Unit Hidrologi BBWS Pompengan Jeneberang
IV - 4
4.1.3. Evaporasi potensial (Eto) Metode Penman
Metode ini menggunakan suhu udara, kelembaban udara, lama penyinaran matahari, lecepatan angin, dan elevasi lokasi studi dalam perhitungannya. Berikut ini adalah
Berikut ini adalah hasil perhitungan Secara lengkap evapotranspirasi sungai maajeng.
IV - 5
Tabel 4.2 Perhitungan Evaporasi Potensial (ET0) Metode Penman Modifikasi
IV - 6 4.1.4. Metode F.J.Mock
Parameterisasi Model F.J. Mock di lakukan dengan cara mencoba–coban nilai dari parameter Model F.J. Mock seperti singkapan lahan (m), koefisien infiltrasi (i), kapasitas kelembaban tanah (SMC), penyimpanan awal (IS), dan faktor resesi aliran air tanah (k) hingga mendapatkan Q model (debit hasil pendugaan Model F.J.
Mock) yang nilainya mendekati nilai Q observasi (debit hasil pengukuran lapangan). Hasil parameterisasi Model F.J. Mock disajikan pada tabel 4.3
Tabel 4.3
Parameter Parameter F.J. Mock Sub Das Batulappa
Sumber: Analisa Perhitungan
Berikut ini adalah Perhitungan F.J. Mock sungai Majeng pada tahun 2018
.
No Parameter Keterangan Besar
1 m Singkapan lahan 40
2 i Koefisien infiltrasi 0.4
3 SMC Kapasitas kelembaban
tanah 100
4 IS Penyimpanan awal 100
5 k Faktor resesi aliran air
tanah 0.6
IV - 7
Tabel 4.4
IV - 8
Perhitungan Keseluruhan Debit Merode F.J.Mock Dilakukan Secara Tabelis untuk Perhitungan Dapat dilihat pada lampiran.
Dari Hasil Perhitungan, maka dapat dilihat rekapitulasi perhitungan persetengah bulanan rata-rata Sub DAS Batulappa Seperti yang tunjukkan table 4.5.
T 4.8
IV - 9
Tabel 4.5 Hasil rekapitulasi perhitungan F.J Mock dalam (M3/bln)
Sumber: Hasil Perhitungan
IV - 10
1.3.5. Debit Andalan
Hasil Perhitugan diatas dapat didefinisikan sebagai debit andalan, bahwa debit minimum sungai unruk kemungkinan terpenuuhi yang sudah ditentukan yang dapat diapakai untuk Air Bersih. Kemungkinan terpenuhi di tetapkan 80 %, atau dengan kata lain kemungkinan bahwa debit rendah 20%, debit ini biasanya disebut sebagai debit dengan peluang 80% atau Q 80%. Untuk menentukan kemungkinan terpenuhi atau tidak , data debit disusun dengan urutan kecil ke besar.
Hasil perhitungan debit andalan metode F.J.Mock dapat dilihat pada table 4.6.
IV - 11
Table 4.6
Debit andalan pertengah bulanan sungai majeng (m3/dt)
Sumber : Hasil Perhitunga.
IV - 12 4.2. Analisa Pertumbuhan Penduduk
Perkembangan jumlah penduduk Kec.Batulappa dari tahun 2014 – 2018 adalah sebagai berikut :
Sumber: BPS Kab.Pinrang
Untuk menghitung presentase jumlah kenaikan penduduk per tahun dihitung secara rata – rata, dipergunakan rumus:
a. Metode Geometrik
𝑃t = jumlah penduduk tahun ke n ( n = 5 ) 𝑃0 = jumlah penduduk tahun 0 (2014)
𝑡 = Rentang waktu antara P0 dan Pt (tahun)
𝑟 = laju pertumbuhan penduduk rata-rata tiap tahun (%) Jadi : 𝑟 = − 1
Tabel 4.7
Perkembangan Penduduk di Kecamatan Batulappa Priode Tahun 2014-2018
No Desa/Kelurahan Jumlah Penduduk
2014 2015 2016 2017 2018
1 Tapporang 1647 1659 1661 1283 1693
2 Kassa 3394 3419 3445 3469 3491
3 Watang Kassa 1089 1098 1106 1114 1121
4 Batulappa 1639 1651 1663 1665 1685
5 Kaseralau 2111 2126 2142 2157 2171
Jumlah 9880 9953 10017 9688 10161
IV - 13 : 𝑟 = . − 1
: r = 0,007026 = 0.702 %
Jadi : jumlah penduduk 2014 =9.880 org.
: jumlah penduduk 2019 = P0 (1+r)t
: Jumlah penduduk 2019 = 9.880 (1+0.702%)5 = 20.231 org
b. Metode Aritmetrik
Pn = Jumlah penduduk yang akan dihitung Pt = Jumlah penduduk tahun ke t (jiwa) P0 = jumlah penduduk tahun ke 0 (jiwa)
q = pertumbuhan penduduk rata-rata setiap tahun (% ) n = Rentang waktu antara P0 dan Pt (tahun)
Jadi : q = 1/n (Pt / Po – 1) : q = ¼ ((10.161/9880)-1) : q = 0,0071 = 0.071 %
Jadi : jumlah penduduk 2014 = 9880 org jumlah penduduk 2019 = P0 (1 + n.q)
Jumlah penduduk 2019 = 9880 (1+(0.71%*5)) = 10.231 org.