Raihan Nabil (03211740000068) Kecamatan Krembangan| 1 KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa, karena berkat limpahan Rahmat dan Hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan dengan judul “Perencanaan Sistem Drainase Perkotaan Kecamatan Krembangan Tahun 2019 - 2029 ini dengan tepat waktu.
Dengan selesainya laporan ini, tidak lupa pula penulis sampaikan terimakasih kepada pihak-pihak yang telah membantu kelancaran penyusunan laporan ini, antara lain:
1. Allah SWT atas segala rahmat dan nikmat yang diberikan kepada saya.
2. Ibu Bieby Voijant Tangahu, ST, MT, Ph.D.dan Ir. Atiek Moesriati M.Kes selaku dosen pengajar mata kuliah Sistem Drainase Perkotaan yang telah memberikan ilmu, dukungan, dan bimbingan yang sangat bermanfaat dalam penyelesaian tugas ini.
3. Bapak Dr. Ir. Rachmat Boedisantoso, M.T selaku dosen asisten yang telah memberikan bimbingan, arahan, dan nasihatnya dalam penyelesaian tugas ini.
4. Kedua orang tua serta saudara-saudara saya yang telah mendoakan dan memberikan dukungan sehingga tugas ini dapat selesai tepat waktu.
5. Teman-teman satu kelompok dosen asistensi yang selalu memberikan semangat dalam pengerjaan tugas ini.
6. Teman-teman Teknik Lingkungan ITS angkatan 2017 yang telah berjuang bersama-sama dan memberikan dukungan dalam penyelesaian tugas ini.
7. Semua pihak yang telah membantu kelancaran penyelesaian tugas ini.
Dalam penyusunan laporan ini tentunya masih terdapat banyak kekurangan, oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan agar nantinya laporan yang akan penulis susun selanjutnya menjadi lebih baik. Semoga laporan yang penulis susun ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Surabaya,11 Desember 2018
Penulis
Raihan Nabil (03211740000068) Kecamatan Krembangan| 2 Daftar Isi
KATA PENGANTAR ... 1
Daftar Isi ... 2
BAB I ... 6
PENDAHULUAN ... 6
1.1 Latar Belakang ... 6
1.2 Maksud dan Tujuan ... 7
1.3 Ruang Lingkup ... 7
BAB II ... 10
TINJAUAN PUSTAKA ... 10
2.1 Drainase ... 10
2.1.1 Pengertian Drainase ... 10
2.1.2 Pola Jaringan Drainase ... 10
2.1.3 Susunan dan Fungsi Saluran Drainase ... 13
2.1.4 Tata Letak Sistem Jaringan Drainase ... 14
2.1.5 Bentuk dan Jenis Saluran Drainase ... 15
2.1.6 Jalur Saluran ... 17
2.1.7 Prinsip-Prinsip Pengaliran... 17
2.2 Analisis Hidrologi ... 17
2.2.2 Tes Konsistensi Data Hujan ... 20
2.2.3 Tes Homogenitas... 21
2.2.4 Analisis Hujan Harian ... 26
2.2.5 Analisis Distribusi Hujan ... 31
Raihan Nabil (03211740000068) Kecamatan Krembangan| 3
2.2.6 Pemilihan Metode Perhitungan Intensitas Hujan ... 33
2.3 Kriteria Perencanaan Drainase ... 34
2.3.1 Perhitungan Limpasan Air Hujan ... 35
2.3.2 Perhitungan Dimensi Saluran ... 38
2.3.3 Perhitungan Kecepatan Aliran ... 40
2.4 Bangunan Pelengkap ... 40
2.4.1Sambungan Persil ... 41
2.4.2 Steet Inlet ... 41
2.4.3 Manhole ... 42
2.4.4 Gorong-Gorong ... 43
2.4.5Out Fall ... 45
2.4.6 Talang... 46
2.4.7 Syphon ... 47
2.5 Sistem Pengoprasian dan Pemeliharaan ... 49
BAB III ... 50
GAMBARAN UMUM WILAYAH PERENCANAAN... 50
3.1 Umum... 50
3.2 Profil Wilayah dan Administrasi ... 50
3.3 Keadaan Geografis dan Topografi ... 50
3.4 Keadaan Klimatologi dan Hidrologi ... 50
3.5 Keadaan Demografi ... 51
3.6 Fasilitas Umum ... 52
BAB IV ... 53
ANALISIS HIDROLOGI ... 53
Raihan Nabil (03211740000068) Kecamatan Krembangan| 4
4.1 Melengkapi Data Curah Hujan yang Hilang ... 53
4.1.1 Melengkapi Data Hujan Stasiun ... 55
4.2 Uji Konsistensi Data Hujan Stasiun ... 56
4.2.1 Uji Konsistensi Stasiun 1 ... 58
4.2.2 Uji Konsistensi Stasiun 2 ... 60
4.2.3 Uji Konsistensi Stasiun 3 ... 61
4.2.4 Uji Konsistensi Stasiun 4 ... 62
4.2.5 Uji Konsistensi Stasiun 5 ... 64
4.3 Uji Homogenitas ... 65
4.4 Analisis Curah Hujan Rata-Rata ... 68
4.5 Analisis Curah Hujan Harian Maksimum ... 71
4.5.1 Metode Gumbel... 71
4.5.2 Metode Log Pearson Tipe II ... 73
4.5.3 Iway-Kadoya ... 75
4.6 Perhitungan Intensitas Hujan ... 80
4.6.1 Metode Van Breen ... 80
4.6.2 Metode Hasper Weduwen ... 82
4.6.3 Metode Bell ... 84
4.7 Perhitungan Lengkung Intensitas Hujan ... 92
4.7.1 Metode Talbot ... 95
4.7.2 Metode Sherman ... 95
4.7.3 Metode Ishiguro ... 95
BAB V... 99
PERHITUNGAN SISTEM DRAINASE ... 99
Raihan Nabil (03211740000068) Kecamatan Krembangan| 5
5.1 Penentuan Area Pelayanan ... 99
5.1.1 Area Pelayanan ... 99
5.1.2 Penentuan Saluran Drainase ... 100
5.1.3 Koefisien Pengaliran ... 100
5.2 Penentuan Debit Saluran ... 104
5.3 Penentuan Dimensi Saluran ... 107
5.4 Penentuan Elevasi Saluran ... 112
5.5 Gorong-Gorong ... 114
5.5.1 Dimensi Gorong-Gorong ... 114
5.5.2 Headloss Gorong-Gorong ... 117
BAB VI ... 120
BILL OF QUANTITY (BOQ) ... 120
6.1 Bill Of Quantity Saluran ... 120
6.3 Bill Of Quantity Material Total, Peralatan, dan Tenaga Kerja ... 126
Daftar Pustaka ... 129
Lampiran Gambar ... 130
Raihan Nabil (03211740000068) Kecamatan Krembangan| 6 BAB I
PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Keberadaan air merupakan sesuatu yang mutlak dibutuhkan oleh manusia.
Air memiliki kandungan garam-garam mineral yang dibutuhkan oleh tubuh.
Tidak hanya sebagai pemenuhan kebutuhan tubuh akan garam mineral, air juga dibutuhkan dalam aktivitas sehari-hari, seperti mandi, mencuci, dan sebagainya.
Pada penggunaan air bersih, tidak semuanya habis digunakan untuk kehidupan setiap harinya. Kurang lebih 70% dari air tersebut dibuang dalam bentuk air kotor dan tercemar yang biasanya disebut air limbah atau air buangan (Gambiro, 2012). Perlu diketahui bahwa air limbah terdiri dari air limbah domestik dan air limbah non domestik serta air hujan, yang tentunya memiliki cara dan proses penanganan yang berbeda-beda.
Pesatnya pertumbuhan penduduk dan kurang sadarnya penduduk akan sistem sanitasi yang baik menyebabkan kemungkinan masalah yang timbul menjadi besar. Apabila dalam pengelolaan air limbah mulai dari penyaluran hingga pengolahan tidak tersistem dengan baik, hal ini akan semakin menambah kemungkinan terjadi pencemaran dan masalah-masalah pemukiman yang lain.
Air limbah adalah air buangan, yang mana dalam perencanaan ini adalah sisa kegiatan manusia baik dari lingkungan rumah tangga (domestik) maupun industri (non domestik). Air buangan atau air limbah yang berasal dari berbagai macam sumber ini perlu diolah lebih lanjut agar tidak menimbulkan efek yang merugikan, antara lain:
Menimbulkan bahaya kontaminasi dan pencemaran pada air permukaan dan badan air lainnya yang berpotensi sebagai sumber penularan penyakit.
Mengganggu kehidupan dalam badan air, karena jumlah oksigen terlarut menipis akibat penggunaan oksigen terlarut oleh
Raihan Nabil (03211740000068) Kecamatan Krembangan| 7
mikroorganisme untuk proses dekomposisi bahan organik dalam air limbah sehingga menimbulkan bau yang tidak sedap.
Proses penguraian akan menghasilkan endapan lumpur yang lama- kelamaan akan mengakibatkan pendangkalan saluran, sehingga pada musim hujan, rawan terjadi banjir karena air dalam saluran yang meluap.
1.2 Maksud dan Tujuan
Sistem drainase dimaksudkan untuk menyalurkan air hujan yang jatuh di suatu daerah secepat mungkin ke badan air penerima sehingga di daerah tersebut tidak terjadi genangan yang dapat menyebabkan banjir. Pencegahan banjir ini penting sekali untuk dilakukan karena banjir akan membawa dampak yang sangat tidak menguntungkan. Kehidupan masyarakat akan terganggu, kondisi sanitasi menurun, serta yang terpenting yaitu kesehatan lingkungan menjadi terancam. Bahkan jauh setelah itu banjir pun dapat membawa korban jiwa, baik manusia, hewan, maupun tumbuhan pangan yang sangat dibutuhkan oleh makhluk hidup, termasuk manusia.
Sejalan dengan maksud tersebut di atas, maka tujuan dari perencanaan sistem drainase ini adalah untuk merencanakan suatu sistem drainase yang tepat, khususnya dalam perencanaan di kota Probolinggo. Dengan sistem drainase yang benar diharapkan beberapa desa atau kelurahan yang rawan akan banjir di kota Probolinggo dapat teratasi di masa yang akan datang. Selain itu, perencanaan sistem drainase perkotaan ini juga bertujuan untuk mengendalikan erosi, untuk konservasi tanah, dan untuk mencegah timbulnya lingkungan yang kurang sehat akibat adanya genangan air atau banjir.
1.3 Ruang Lingkup
Ruang lingkup dalam tugas perencanaan sistem drainase perkotaan di kota Probolinggo ini meliputi:
1) Dasar teori yang menunjang atau mendukung perencanaan.
Raihan Nabil (03211740000068) Kecamatan Krembangan| 8 2) Penentuan daerah pelayanan.
3) Melengkapi data hujan yang tidak lengkap.
4) Melakukan Tes Konsistensi dan Homogenitas.
5) Menghitung curah hujan rata-rata dengan menggunakan cara Thiessen.
6) Menghitung hujan harian maksimum dengan metoda:
Gumbel
Iwai-Kadoya
Log-Pearson Tipe III
7) Menghitung distribusi air hujan dengan metoda:
Bell
Van Breen
Hasper-Weduwen
8) Menghitung lengkung intensitas hujan untuk tinggi hujan rencana yang dipilih menggunakan metoda:
Talbot
Ishiguro
Sherman
9) Perencanaan sistem jaringan drainase yang meliputi:
Lay out jaringan drainase
Penentuan sistem pengaliran
10) Perhitungan beban aliran, meliputi:
Penentuan blok pelayanan (sub area)
Perhitungan kapasitas aliran (sesuai tata guna lahan) 11) Pemilihan bentuk dan bahan saluran.
12) Perhitungan dimensi dan elevasi saluran.
13) Rencana bangunan pelengkap.
14) Gambar penunjang perencanaa:
Peta daerah pelayanan
Peta area pembagian sub area pelayanan (blok pelayanan)
Layout jaringan drainase
Raihan Nabil (03211740000068) Kecamatan Krembangan| 9
Satu jalur profil hidrolis yang dimulai dari saluran sekunder.
Tipikal bangunan pelengkap yang diperlukan, dilengkapi dengan tabulasi dimensi beserta lokasi penempatannya.
15) Bill of Quantity (BOQ)
Raihan Nabil (03211740000068) Kecamatan Krembangan| 10 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Drainase
2.1.1 Pengertian Drainase
Menurut Tim Penyusun Buku Ajar Magister (2002), sistem drainase merupakan suatu sistem pembuangan air yang menggenang pada suatu daerah dimana sistem drainase ini berfungsi untuk mengalirkan kelebihan air hujan menuju ke badan air penerima dengan aman, sehingga dapat mengendalikan terjadinya banjir. Sistem drainase diperlukan untuk melakukan tindakan teknis dalam mengendalikan :
1) Kelebihan air hujan sehingga dapat dilakukan pengendalian terhadap kemungkinan–kemungkinan adanya :
Banjir
Genangan air pada lahan produktif
Erosi pada lapisan tanah
2) Masuknya air dari badan air penerima ke saluran drainase yang umumnya disebut dengan air balik (back water)
Elevasi permukaan air tanah diusahakan pada lahan produktif agar lapisan tanah di atasnya tidak tergenang
2.1.2 Pola Jaringan Drainase
Menurut Tim Penyusun Buku Ajar Magister (2002), pola jaringan drainase dapat dikelompokkan menjadi beberapa bentuk, yaitu:
1) Siku
Daerah yang mempunyai topografi sedikit lebih tinggi dari sungai dan sungai berperan sebagai saluran pembuangan akhir di tengah kota dapat menerapkan pola jaringan drainase model siku seperti pada Gambar 2.1 di bawah ini.
.
Raihan Nabil (03211740000068) Kecamatan Krembangan| 11 Gambar 2. 1 Pola Jaringan Drainase Model Siku
Sumber: Tim Penyusun Buku Ajar Magister, 2002
2) Pararel
Pada model paralel saluran utama terletak sejajar dengan saluran cabang, dengan saluran cabang yang cukup banyak dan berukuran pendek, apabila terjadi perkembangan kota, saluran–saluran akan dapat menyesuaikan diri, dimana pola jaringannya dapat dilihat pada Gambar 2.2 di bawah ini.
Gambar 2. 2 Pola Jaringan Drainase Model Paralel Sumber: Tim Penyusun Buku Ajar Magister, 2002 3) Grid Iron
Untuk daerah dimana sungainya terletak di pinggir kota, sehingga saluran–
saluran cabang dikumpulkan dahulu pada saluran pengumpul, yang pola jaringannya dapat dilihat pada Gambar 2.3 di bawah ini.
Saluran Cabang
Saluran Utama
Saluran Utama
Saluran Cabang
Saluran Cabang
Saluran Cabang
Raihan Nabil (03211740000068) Kecamatan Krembangan| 12 Gambar 2. 3 Pola Jaringan Drainase Model Grid Iron
Sumber: Tim Penyusun Buku Ajar Magister, 2002 4) Alamiah
Pola jaringan dibentuk sesuai dengan keadaan alaminya, sesuai dengan kontur tanah dan letak sungainya sebagai saluran pembuangan akhir. Pola jaringan drainase model alamiah dapat dilihat pada Gambar 2.4 di bawah ini.
Gambar 2. 4 Pola Jaringan Drainase Model Alamiah Sumber: Tim Penyusun Buku Ajar Magister, 2002 5) Radial
Pola radial pada Gambar 2.5 cocok diterapkan untuk daerah berbukit, sehingga pola saluran memencar ke segala arah.
Gambar 2. 5 Pola Jaringan Drainase Model Radial Sumber: Tim Penyusun Buku Ajar Magister, 2002
Saluran Utama
Saluran Pengumpul
Saluran Utama
Saluran Cabang
Saluran Cabang
Raihan Nabil (03211740000068) Kecamatan Krembangan| 13 6) Jaring–jaring
Pola jaringan jaring-jaring seperti Gambar 2.6 mempunyai saluran–saluran pembuang yang mengikuti arah jalan raya dan cocok untuk daerah dengan topografi datar.
Saluran utama
Saluran cabang
Gambar 2. 6 Pola Jaringan Drainase Model Jaring–Jaring Sumber: Tim Penyusun Buku Ajar Magister, 2002
2.1.3 Susunan dan Fungsi Saluran Drainase
Menurut Tim Penyusun Buku Ajar Magister (2002), dalam pengertian jaringan drainase, maka sesuai dengan fungsi dan sistem kerjanya, jenis saluran dapat dibedakan sebagai berikut:
1) Interceptor drain
Saluran interceptor adalah saluran yang berfungsi sebagai pencegah terjadinya pembebanan aliran dari suatu daerah terhadap daerah lain di bawahnya dan saluran ini dibangun pada bagian yang relatif sejajar dengan garis kontur. Oulet saluran ini terletak di saluran collector atau langsung di natural drainage (drainase alami)
2) Collector drain
Raihan Nabil (03211740000068) Kecamatan Krembangan| 14 Saluran collector adalah saluran yang berfungsi sebagai pengumpul debit yang diperoleh dari drainase yang lebih kecil dan akhirnya dibuang ke saluran conveyor (pembawa)
3) Conveyor drain
Saluran conveyor adalah saluran yang berfungsi sebagai pembawa air buangan dari suatu daerah ke lokasi pembuangan tanpa harus membayakan daerah yang dilalui. Letaknya di bagian terendah lembah dari suatu daerah sehingga dapat berfungsi sebagai pengumpul dari anak cabang saluran yang ada
2.1.4 Tata Letak Sistem Jaringan Drainase
Menurut Tim Penyusun Buku Ajar Magister (2002), agar suatu sistem drainase agar dapat berfungsi dengan baik, maka perlu diperhatikan hal–hal sebagai berikut :
1) Pola arah aliran.
Arah aliran dapat ditentukan dengan melihat peta topografinya, yang merupakan natural drainage system yang terbentuk secara alamiah, dan dapat mengetahui toleransi lamanya genangan dari daerah rencana.
2) Situasi dan kondisi fisik kota.
Situasi dan kondisi fisik kota yang ada ataupun yang sedang direncanakan perlu diketahui:
Sistem jaringan yang ada (drainase, irigasi, air minum, telepon dan lain–lain)
Bottle neck yang mungkin ada
Batas–batas derah pemilikan
Letak dan jumlah prasarana yang ada
Tingkat kebutuhan drainase yang diperlukan
Gambaran prioritas daerah secara garis besar
Semua hal di atas dimaksudkan agar dalam penyusunan tata letak sistem jaringan drainase tidak terjadi pertentangan kepentingan. Penentuan tata letak dari jaringan drainase bertujuan untuk mencapai sasaran sebagai berikut:
Raihan Nabil (03211740000068) Kecamatan Krembangan| 15
Sistem jaringan drainase dapat berfungsi sesuai tujuan
Menekan dampak lingkungan negatif
Dapat bertahan lama ditinjau dari segi konstruksi dan fungsinya
Biaya pembangunan rendah
2.1.5 Bentuk dan Jenis Saluran Drainase
Menurut Tim Penyusun Buku Ajar Magister (2002), bentuk–bentuk dan jenis saluran yang dipilih, disesuaikan dengan lingkungan setempat, karena itu digunakan tipe saluran air hujan sebagai berikut :
1) Saluran tertutup
Saluran ini dibuat dari beton tidak bertulang, berbentuk bulat (buis beton) dan diterapkan pada daerah dengan lalu lintas pejalan kaki di daerah itu padat seperti di daerah perdagangan, pusat pemerintahan dan jalan protokol. Sistem pengaliran air dari jalan ke dalam saluran menggunakan street inlet. Pada jarak tertentu dibuat suatu rumusan pemeriksaan atau manhole yang fungsinya selain sebagai sumuran pemeriksaan juga sebagai bangunan terjunan (drop manhole), untuk tiap perubahan dimensi saluran dan pertemuan saluran.
2) Saluran terbuka
Saluran ini terdiri dari dua bentuk dengan karakteristik berbeda, yaitu:
a. Saluran yang berbentuk segiempat dan modifikasinya.
Saluran ini dibuat dari pasangan batu kali atau batu belah dan diterapkan pada daerah dengan ruang yang tersedia terbatas seperti pada lingkungan permukiman penduduk, dimana ambang saluran dapat berfungsi sebagai inlet dari air hujan yang turun pada tribury area.
b. Saluran yang berbentuk trapesium dan modifikasinya.
Saluran ini dibuat tanpa pergeseran, diterapkan pada daerah dengan kepadatan dimana ruang yang tersedia masih luas seperti daerah pertanian dan lapangan. Pada bagian tertentu, dilakukan pergeseran bila batas kecepatan maksimum tidak terpenuhi.
Raihan Nabil (03211740000068) Kecamatan Krembangan| 16 Adapun beberapa macam bentuk saluran :
a. Trapesium:
Bentuk saluran trapesium seperti pada Gambar 2.7 dapat menyalurkan limbah air hujan dengan debit besar yang sifat alirannya terus menerus dengan fluktuasi kecil dan digunakan apabila: selokan terbuka dan tempat
memungkinkan (cukup luas).
Gambar 2. 7 Bentuk Saluran Trapesium Sumber: Tim Penyusun Buku Ajar Magister, 2002 b. Segiempat
Bentuk saluran segiempat seperti pada Gambar 2.8 dapat menyalurkan limbah cair hujan dengan debit besar yang sifat alirannya terus menerus dengan fluktuasi kecil pada lokasi jalur saluran tidak atau kurang tersedia lahan yang cukup dan digunakan apabila: debit besar (Q) dan selokan terbuka.
Gambar 2. 8 Bentuk Saluran Segiempat Sumber: Tim Penyusun Buku Ajar Magister, 2002
c. Segitiga
Bentuk saluran segitiga seperti pada Gambar 2.9 dapat menyalurkan limbah air hujan dengan debit kecil, sampai nol dan banyak endapan dan digunakan apabila: debit (Q) kec dan saluran terbuka.
Raihan Nabil (03211740000068) Kecamatan Krembangan| 17 Gambar 2. 9 Bentuk Saluran Segitiga
Sumber: Tim Penyusun Buku Ajar Magister, 2002 2.1.6 Jalur Saluran
Menurut Tim Penyusun Buku Ajar Magister (2002), jaringan sistem penyaluran air hujan yang direncanakan harus sesuai dengan keadaan fisik daerah pelayanan dimana jalur saluran air hujan direncanakan sebagian terletak di sebelah kiri dan kanan jalan, diusahakan agar tidak berada di tepi jalan, melainkan berada jauh dan melintas jalan, agar permukiman yang berada di sepanjang jalan tersebut, tidak terpaksa harus membuat jembatan persil karena terlalu mahal. Kapasitas saluran dan perlengkapannya sesuai dengan beban keadaan medan serta sifat–sifat hidrolis dimana saluran dan perlengkapannya tersebut ditempatkan.
2.1.7 Prinsip-Prinsip Pengaliran
Menurut Tim Penyusun Buku Ajar Magister (2002), prinsip–prinsip pokok dari perencanaan sistem penyaluran air hujan adalah sedapat mungkin memanfaatkan jalur drainase alamiah sebagai badan air penerima. Selain itu dikenal pula kaidah–kaidah pengaliran adalah sebagai berikut:
1) Limpasan air hujan dari awal saluran (tribury) selama masih belum berbahaya, dihemat agar ada kesempatan untuk infiltrasi sebesar–besarnya sehingga dapat mengurangi debit limpasan ke bawah aliran dan sekaligus berfungsi sebagai konversi air tanah pada daerah atas (upstream).
2) Saluran sebesar mungkin memberikan pengurangan debit limpasannya melalui proses infiltrasi, untuk mengendalikan besarnya profil saluran (debit aliran).
3) Kecepatan aliran tidak boleh terlalu besar agar tidak terjadi penggerusan saluran, demikian pula tidak boleh terlalu kecil agar tidak terjadi pengendapan atau pengandalan pada saluran.
4) Profil saluran mampu menampung debit maksimum dari pengaliran sesuai dengan PUH yang telah ditentukan. Demikian pula badan air penerimanya.
2.2 Analisis Hidrologi
Analisis hidrologi tidak hanya diperlukan dalam perencanaan berbagai macam bangunan air, seperti bendungan, bangunan pengendali banjir, dan
Raihan Nabil (03211740000068) Kecamatan Krembangan| 18 bangunan irigasi tetapi juga diperlukan untuk perencanaan drainase, culvert, maupun jembatan yang melintasi sungai atau saluran serta komponen transportasi lainnya. Analisis hidrologi merupakan bidang yang sangat rumit dan kompleks. Hal ini disebabkan oleh ketidak pastian dalam hidrologi, keterbatasan teori dan rekaman data dan keterbatasan ekonomi. Hujan adalah kejadian yang tidak dapat diprediksi. Artinya, kita tidak dapat memprediksi secara pasti seberapa besar hujan yang akan terjadi pada suatu periode waktu tertentu.
Dalam hal perencanaan sistem drainase, analisis terhadap aspek hidrologi merupakan suatu hal yang harus dilakukan. Aspek hidrologi ini meliputi perhitungan untuk melengkapi data hujan dengan melakukan uji konsistensi dan homogenitas, perhitungan curah hujan rata-rata suatu daerah, analisis curah hujan maksimum, dan perhitungan intensitas hujan.
Secara keseluruhan jumlah air di planet bumi ini relatif tetap dari masa ke masa. Air di bumi mengalami suatu siklus melalui serangkaian peristiwa yang berlangsung terus menerus, dimana kita tidak tahu kapan dan dimana berawalnya dan kapan pula akan berakhir. Serangkaian peristiwa tersebut dinamakan siklus hidrologi (hidrologic cycle) (Gambar 2.10). Air yang mengalir dalam saluran atau sungai dapat berasal dari aliran permukaan atau dari air tanah yang merembes di dasar sungai. Konstribusi air tanah pada aliran sungai disebut aliran dasar (baseflow), sementara total aliran disebut debit (runoff). Air yang tersimpan di waduk, danau, dan sungai disebut air permukaan (surface water).
Dalam kaitannya dengan perencanaan drainase, komponen yang terpenting adalah aliran permukaan. Oleh karena itu komponen inilah yang ditangani secara baik untuk menghindari bencana, khususnya bencana banjir (Linsley,1991).
Raihan Nabil (03211740000068) Kecamatan Krembangan| 19 Gambar 2. 10 Siklus Hidrologi
Sumber : Linsley,1991 2.2.1 Melengkapi Data Hujan yang Hilang
Menurut Tim Penyusun Buku Ajar Magister (2002), pada suatu stasiun hujan terkadang terdapat data hujan yang hilang sehingga perlu dilengkapi dengan bantuan data–data dari stasiun pengukuran hujan lainnya. Metode–metode yang dipakai untuk melengkapi data hujan yang hilang adalah:
1) Aritmatika Rata–Rata
Jika selisih antara tinggi hujan tahunan normal dari tempat pengukuran yang datanya kurang lengkap dibanding dengan tinggi hujan tahunan normal dari stasiun pengukuran terdekat < 10%, maka data yang hilang dapat diambil dari harga rata–rata hitung dari data stasiun terdekat, dan dianjurkan terdapat lebih dari dua stasiun pembanding. Cara aritmatika rata-rata dapat dirumuskan sebagai berikut:
Rx = 1/n (R1 + R2 +... Rn) ….. (1) dimana:
R1, R2...Rn = Harga curah hujan rata–rata tahunan pada stasiun 1, stasiun 2
hingga stasiun ke–n.
Rx = Curah hujan rata–rata dari stasiun X yang datanya akan
dilengkapi
Raihan Nabil (03211740000068) Kecamatan Krembangan| 20 n = Jumlah stasiun pembanding
2) Rasio Normal
Jika selisih antara tinggi hujan tahunan normal dari tempat pengukuran yang datanya kurang lengkap dibanding dengan tinggi hujan tahunan normal dari stasiun pengukuran terdekat > 10%, maka perlengkapan data hujan yang hilang dilakukan menggunakan cara rasio atau pembanding normal yang dirumuskan sebagai berikut :
𝑟𝑥 =𝑅𝑥
𝑛 (𝑟1
𝑅1+ 𝑟2
𝑅2+. . . . +𝑟𝑛
𝑅𝑛) …….(2) dimana:
rx = Data hujan yang dicari
Rx = Curah hujan rata–rata tahunan pada stasiun x yang datanya akan
dilengkapi
n = Jumlah stasiun pembanding
r1..rn = Curah hujan di stasiun 1, 2, 3 sampai ke–n
R1..Rn = Curah hujan rata–rata tahunan pada stasiun 1,2,3 sampai stasiun ke-n
3) Korelasi
Cara ini digunakan untuk analisis hujan tahunan dengan menggunakan kurva yang menggambarkan korelasi antara tinggi hujan pada stasiun yang datanya hilang dengan stasiun index pada periode (tahun) yang sama.
2.2.2 Tes Konsistensi Data Hujan
Menurut Tim Penyusun Buku Ajar Magister (2002), apabila dalam suatu pengamatan data hujan terdapat non homogenitas dan ketidaksesuaian (inconsistency), maka dapat mengakibatkan penyimpangan pada hasil perhitungan.
Non homogenitas dapat disebabkan oleh :
Pemindahan stasiun pengamat ke tempat baru
Pengubahan jenis alat ukur
Raihan Nabil (03211740000068) Kecamatan Krembangan| 21
Pengubahan cara pengukuran
Kesalahan observasi sejak tanggal tertentu
Perubahan ekosistem akibat bencana kebakaran, hujan, tanah longsor dan sebagainya.
Konsistensi data hujan diuji dengan cara garis massa ganda (double mass curve technique). Dengan metode ini dapat juga dilakukan koreksi terhadap data–datanya. Dasarnya adalah membandingkan curah hujan tahunan akumulatif dari jaringan stasiun dasar.
Stasiun–stasiun dasar dipilih dari tempat–tempat yang berdekatan dengan stasiun pengamat, jumlah stasiun dasar sedikitnya 5 buah. Data–data stasiun dasar harus diuji konsistensinya dan kondisi meteorologis yang sama dengan stasiun pengamatan. Data–data hujan disusun menurut urutan kronologis mundur, dimulai dengan tahun terakhir. Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut :
𝐹𝑘= 𝑡𝑔(𝛽)
𝑡𝑔(𝛼)=𝑇𝐵
𝑇𝐿... …..(3) Rk = Fk x R ………(4) dimana:
Rk = Curah hujan koreksi di stasiun x R = Curah hujan asli
Fk = Faktor koreksi 2.2.3 Tes Homogenitas
Berdasarkan Nemec (1972), data hujan yang dianalisis harus homogen.
Ketidak homogenan data hujan mungkin disebabkan adanya gangguan–gangguan atmosfer oleh pencemaran udara atau adanya hujan buatan yang sifatnya insidentil.
Langkah-langkah perhitungan homogenitas adalah sebagai berikut : 1) Menghitung 𝑅, dengan rumus:
𝑅 =𝛴𝑅𝑖
𝑛 ...(5) 2) Menghitung standar deviasi (𝛿𝑅), dengan rumus:
Raihan Nabil (03211740000068) Kecamatan Krembangan| 22 𝛿𝑅 = [𝛴(𝑅𝑖−𝑅)
2
𝑛−1 ]
1⁄2
... ………(6) dimana:
𝑅 = Curah hujan rata-rata
Ri = Data curah hujan tiap tahun pengamatan n = Jumlah data curah hujan yang diamati 3) Menghitung nilai 1
𝛼, dengan rumus:
n R
1 ... ... (7) dimana:
𝛿𝑛 = Reduced standar deviasi (Tabel 2.1) 4) Menghitung 𝜇, dengan rumus:
𝜇 = 𝑅 −1
𝛼𝑌𝑛 ... (8) dimana:
Yn = Reduced mean (Tabel 2.1)
Tabel 2. 1 Nilai Reduced Mean dan Reduced Standard Deviation
n Yn 𝜹𝒏
20 0,5236 1,0625
21 0,5252 1,0695
22 0,5268 1,0755
23 0,5282 1,0812
24 0,5296 1,0853
25 0,5309 1,0915
Sumber: Nemec, 1972 5) Diperoleh persamaan regresi dengan rumus:
R = 𝜇 + 1
𝛼Y
Raihan Nabil (03211740000068) Kecamatan Krembangan| 23 6) Diperoleh nilai R1 dan R2, dari subtitusi Y, kemudian diplot pada
“Gumbel’s Probability Paper”, dan ditarik garis penghubung kedua titik tersebut.
7) Dari garis tersebut didapatkan nilai R10 dan Tr
8) Menghitung titik homogenitas, dengan rumus:
Ordinat → TR = 𝑅10
𝑅 𝑥𝑇𝑟 ... ...(9) Absis → n
dimana:
𝑅10 = Presipitasi tahunan dengan PUH 10 tahun rencana Tr = PUH dari 𝑅
9) Mengeplotkan pada grafik homogenitas, jika plotting (n, TR) ternyata berada di dalam grafik, maka data tersebut homogen. Jika tidak homogen, maka pamilihan data diubah dengan memilih awal dan akhir pendataan lain sedemikian sehingga titik tersebut berada dalam grafik homogenitas.
Untuk mencari R10 dan Tr perlu memakai regresi. Jika plotting H (n, Tr) pada kertas grafik homogenitas ternyata berada di luar, maka pemilihan array data diubah dengan memilih awal dan akhir pendataan lain sehingga titik H (n, Tr) berada pada bagian dalam grafik. Cara mengubah 1 array data adalah:
1) Ditambah jumlah datanya. Misalnya: data dari 1968 sampai dengan 1998 menjadi dari tahun 1960 sampai dengan 1998.
2) Digeser mundur dengan jumlah data yang sama. Misalnya: data dari tahun 1968 sampai dengan 1998 menjadi dari tahun 1967 sampai dengan 1997.
3) Dikurangi jumlah datanya, tetapi tidak dianjurkan (hanya jika kedua cara di atas tidak dapat dilakukan).
2.2.4 Analisis Curah Hujan Rata-Rata Daerah Aliran
Data curah hujan yang diperlukan dalam perencanaan drainase adalah data curah hujan rata–rata, bukan curah hujan pada suatu titik tertentu. Curah hujan ini disebut curah hujan wilayah yang dinyatakan dalam satuan mm.
Secara konvensionil, dinas meteorologi melakukan pengukuran curah hujan
Raihan Nabil (03211740000068) Kecamatan Krembangan| 24 dengan alat sederhana yang dinamakan rain-gauge. Pada prinsipnya alat ini seperti kaleng biasa yang tutupnya terbuka dan dipasang di tempat yang terbuka untuk menampung air hujan, tidak terhalang oleh pepohonan maupun bangunan. Ukuran luas dari rain-gauge ini tertentu. Di dalam rain-gauge terdapat ukuran-ukuran, sehingga tiap kali hujan dapat dicatat berapa tingginya air hujan yang terkumpul dalam rain-gauge tersebut. Jika catatan ini setiap kali dikumpulkan, maka dalam 1 tahun bisa didapatkan tinggi air hujan yang dinyatakan dalam mm (Chow,1997).
Menurut Tim Penyusun Buku Ajar Magister (2002), definisi dari banyaknya curah hujan atau istilah lainnya intensitas hujan adalah tinggi air hujan yang tertampung dalam daerah seluas 1 meter persegi tanpa mengalami penyerapan dan penguapan. Jadi untuk memperoleh data curah hujan dalam satu tahun misalnya maka tinggi air hujan yang tercatat di rain-gauge selama satu tahun harus dikalikan dengan 1 meter persegi dan dibagi dengan luas dari rain-gauge untuk mendapatkan curah hujan. Curah hujan selama 1 tahun yang dinyatakan dalam mm/tahun, umumnya dipakai untuk memberikan gambaran cuaca suatu daerah. Untuk kebutuhan perencanaan selokan air dan sebagainya, yang lebih perlu adalah curah hujan maksimum per jam.
Terdapat beberapa cara yang dapat digunakan untuk meghitung curah hujan rata – rata dari suatu daerah, yaitu:
1) Cara Rata–Rata Aritmatik
Cara ini biasanya digunakan untuk daerah datar dan jumlah penakarnya banyak dan sifat curah hujannya dianggap uniform. Cara rata–
rata aritmatik dapat dirumuskan sebagai berikut:
R = 1/n (R1 + R2+ ...Rn) ………..(10) atau
𝑅 = 1
𝑛∑𝑛𝑖=1𝑅𝑖...(11) dimana:
R1, R2, ... Rn = Tinggi hujan masing – masing stasiun N = Jumlah stasiun penakar hujan
Raihan Nabil (03211740000068) Kecamatan Krembangan| 25 2) Cara Poligon Thiessen
Cara ini memasukkan faktor pengaruh daerah yang diwakili oleh stasiun penakar hujan yang disebut faktor pembobot atau koefisien thiessen.
Besarnya faktor pembobot (weighing factor) tergantung dari luas daerah pengaruh yang diwakili oleh stasiun yang dibatasi oleh poligon–
poligon yang memotong tegak lurus ada tengah–tengah garis penghubung dua stasiun (tiap stasiun terletak pada poligon yang tertutup) seperti pada Gambar 2.11.
Cara membuat poligon–poligon adalah sebagai berikut :
a. Hubungkan masing–masing stasiun dengan garis lurus sehingga membentuk poligon segitiga.
b. Buat sumbu–sumbu pada poligon segitiga tersebut sehingga titik potong sumbu akan membentuk poligon baru.
c. Poligon baru ini merupakan batas daerah pengaruh masing–masing stasiun penakar hujan.
Luas daerah pengaruh masing–masing stasiun (An) dan luas daerah (A) dapat dihitung dengan planimeter. Sedangkan hujan daerah rata–rata dapat dihitung sebagai berikut :
Gambar 2. 11 Poligon Thiessen
Sumber: Tim Penyusun Buku Ajar Magister, 2002
n Rn
A R A
A R A A R A A
R A1 1 2 2 3 3 ...(12)
Raihan Nabil (03211740000068) Kecamatan Krembangan| 26 𝑅 = 1
𝐴∑𝑛1=1𝐴1⋅ 𝑅1………..(13) dimana :
A1, A2, A3, ... An = Luas daerah yang mewakili stasiun pengamat
R1, R2, R3, ... Rn = Curah hujan di tiap titik pengamatan R = Curah hujan rata–rata daerah
Cara Thiessen ini lebih teliti dibandingkan cara aritmatik mean (rata-rata).
Namun, penentuan stasiun serta pemilihan ketinggian mempengaruhi ketelitian hasil.
3) Garis Isohyet
Isohyet adalah garis yang menunjukkan tempat kedudukan dari harga tinggi hujan yang sama. Isohyet diperoleh dari interpolasi harga tinggi hujan lokal. Misalnya besarnya isohyet sudah diperkirakan, maka besarnya hujan antara dua isohyet adalah:
𝑅1,2 =1
2(𝐼1+ 𝐼2)...(14) Pola isohyet berubah dengan harga–harga point rainfall yang tidak tetap, walaupun letak stasiun penakar hujannya tetap. Untuk menghitung luas antara dua isohyet (A1,2) dan luas daerah aliran (A) digunakan planimeter.
Rumus hujan rata – rata daerah aliran dapat dihitung sebagai berikut:
𝑅 =𝐴12⋅𝑅12
𝐴 +𝐴23⋅𝑅23
𝐴 +𝐴34⋅𝑅34
𝐴 +𝐴𝑛,𝑛+1⋅𝑅𝑛,𝑛+1
𝐴 ... ... (15) dimana:
Ai, i+1 = Luas daerah antara isohyet I1 dan Ii+1
Ri, i+1 = Tinggi hujan rata – rata antara isohyet I1 dan I i+1
2.2.4 Analisis Hujan Harian
Berdasarkan Nemec (1972), untuk analisis curah Hujan Harian Maksimum (HHM) dapat digunakan beberapa metode sebagai berikut:
1) Metode Gumbel
Raihan Nabil (03211740000068) Kecamatan Krembangan| 27 Metode ini menyatakan bahwa “Distribusi dari harga ekstrim (maksimum atau minimum) tahun yang dipilih dari n sampel akan mendekati suatu bentuk batas bila ukuran sampel meningkat”. Rumus yang digunakan:
𝑅𝑇 = 𝑅̄ +𝜏𝑅
𝜏𝑛(𝑌𝑡− 𝑌𝑛) ... (16) dimana:
R = Tinggi hujan rata–rata RT = Standar deviasi
n & Yn = Didapat dari tabel reduced mean and standar deviation (Tabel 2.1)
Yt = Didapat dari tabel reduced variate pada PUHt tahun (Tabel 2.2)
Rentang keyakinan (Convidence Interval) untuk harga–harga RT. Rumus :
𝑅𝑘 = ± ⋅ 𝑡(𝑎) ⋅ 𝑆𝑒... (17) dimana:
Rk = Rentang keyakinan (convidence interval, mm/jam)
t(a) = Fungsi
Se = Probability error (deviasi)
Tabel 2. 2 Nilai Reduced Variated (YT) pada PUH t Tahun
YT T
0,3665 2
1,4999 5
2,2502 10
3,1985 25
3,9019 50
Raihan Nabil (03211740000068) Kecamatan Krembangan| 28
4,6001 100
Sumber: Nemec, 1972 Untuk: = 90 % t (a) = 1,64
= 80 % t (a) = 1,282
= 68 % t (a) = 1,000 𝑆𝑒 =𝑏⋅𝜏𝑅
√𝑁
... (18) 𝑏 = √1 + 1,3𝑘 + 1,1 ⋅ 𝑘2 ... (19)
𝑘 =𝑌𝑡−𝑌𝑛
𝜏𝑛 ... (20) dimana:
N = Jumlah data 2) Metode Log Person Type III
Metode Log Person didasarkan pada perubahan data yang ada dalam bentuk logaritmik. Langkah–langkah perhitungannya :
a. Menyusun data–data curah hujan (R) mulai dari harga yang terbesar sampai dengan harga terkecil.
b. Mengubah sejumlah N data curah hujan ke dalam bentuk logaritma.
Xi = log Ri ... (21) c. Menghitung besarnya harga rata–rata besaran tersebut, dengan
persamaan:
𝑥̄ =∑ 𝑥𝑖
𝑛 ... (22) d. Menghitung besarnya harga deviasi rata-rata dari besaran logaritma
tersebut, dengan persamaan sebagai berikut:
𝜏 = √∑(𝑥𝑖−𝑥̄)2
𝑁−1 ... (23) e. Menghitung harga skew coefficient (koefisien asimetri) dari besaran
logaritma di atas:
𝐶𝑠 = 𝑁⋅∑(𝑥𝑖−𝑥̄)3
(𝑁−1)(𝑁−2)(𝜏𝑥)3 ... (24)
Raihan Nabil (03211740000068) Kecamatan Krembangan| 29 Kadang-kadang harga Cs disesuaikan dengan besarnya N, sehingga persamaannya menjadi:
CSH = Cs . (1 + 8,5 / N). ... (25) f. Berdasarkan harga skew cofficient (Cs) yang diperoleh dan harga
periode ulang (T) yang ditentukan, dapat diketahui nilai Kx dengan menggunakan tabel.
g. Menghitung besarnya harga logaritma dari masing–masing data curah hujan untuk suatu periode ulang T tertentu.
𝑋𝑡 = 𝑋̄ + 𝐾𝑥 ⋅ 𝜏𝑥...(26) h. Jadi perkiraan harga HHM untuk periode ulang T (tahun) adalah :
𝑅𝑇 = 𝑎𝑛𝑡𝑖 𝑙𝑜𝑔⋅ 𝑋𝑇 atau 𝑅𝑇 = 10𝑋𝑇 ... (27) 3) Metode Iwai Kadoya
Disebut juga cara distribusi terbatas sepihak (one site finite distribtion)
Prinsipnya mengubah variabel (x) dari kurva kemungkinan kerapatan dari curah hujan harian maksimum ke log X atau mengubah kurva distribusi asimetris menjadi kurva distribusi normal
Kemungkinan terlampauinya W (x) dengan asumsi data hidrologi distribusi log normal
Harga konstanta b > 0, sebagai harga minimum variabel kemungkian (x)
Agar kurva kerapatan tidak < harga minimum (-b), maka setiap sukunya diambil x + b, dimana harga log (a + b) diperkirakan mempunyai distribusi normal
Perhitungan cara Iwai Kadoya adalah variabel normal, dihitung dengan persamaan:
𝜉 = 𝑐 ⋅ 𝑙𝑜𝑔 𝑥+𝑏
𝑥0+𝑏... ... (28) dimana:
𝑙𝑜𝑔(𝑥𝑜+ 𝑏) = 𝑥̄𝑜 adalah rata-rata dari 𝑙𝑜𝑔(𝑥𝑖+ 𝑏) Langkah–langkah perhitungannya:
a. Memperkirakan harga Xo:
Raihan Nabil (03211740000068) Kecamatan Krembangan| 30 𝑙𝑜𝑔⋅ 𝑥𝑜= 1
𝑛∑𝑛𝑖=1𝑙𝑜𝑔 𝑥𝑖... (29) b. Memperkirakan harga b :
𝑏 = 1
𝑚∑𝑛𝑖=1𝑏𝑖; m n / 10 ... (30) 𝑏 = 𝑋𝑠⋅𝑋𝑡−𝑋02
2𝑋0−(𝑋𝑠+𝑋𝑇) ... (31) dimana:
Xs = Harga pengamatan dengan nomor urutan m dari yang terbesar
Xt = Harga pengamatan dengan nomor urutan m dari yang terkecil
n = Banyaknya data 𝑚 ≅ 𝑛
10 = Angka bulat
W (x) = Kemungkinan terlampaui
𝜉 = Harga kemungkinan lebih sembarang c. Memperkirakan harga Xo:
𝑥̄𝑜 = 𝑙𝑜𝑔⋅ (𝑥𝑜+ 𝑏) =1
𝑛∑𝑛𝑖=1𝑙𝑜𝑔⋅ (𝑥𝑖 + 𝑏) ... (32) d. Memperkirakan harga C:
1 𝑐 =
√ 2
(𝑛−1)⋅ ∑ (𝑙𝑜𝑔(𝑥𝑖+𝑏)
(𝑥𝑜+𝑏))2
𝑛𝑖=1 ...(33)
= [( 2𝑛
𝑛 − 1) (𝑥̄2 − 𝑥𝑜2)]
1 2
dimana: 𝑥̄2 = 1
𝑛∑𝑛𝑖=1= {𝑙𝑜𝑔(𝑥𝑖 + 𝑏)}2... (34) dengan menggunakan rumus 𝑥̄2dan 𝑥̄𝑜2 maka 1/c dapat dihitung dengan rumus:
1
𝑐 = (2𝑛
𝑛−1) ⋅ (𝑥̄2− 𝑥̄𝑜2) ... (35) Harga 𝜉 yang sesuai dengan kemungkinan lebih sembarang (arbitrary excess probability) didapat dari tabel dan besarnya curah hujan yang mungkin dihitung dengan rumus berikut:
Raihan Nabil (03211740000068) Kecamatan Krembangan| 31 𝑙𝑜𝑔⋅ (𝑥 + 𝑏) = 𝑙𝑜𝑔⋅ (𝑥𝑜+ 𝑏) + (1
𝑐) ⋅ 𝜉...(36)
2.2.5 Analisis Distribusi Hujan
Menurut Tim Penyusun Buku Ajar Magister (2002), untuk analisis distribusi hujan dapat digunakan beberapa metode sebagai berikut :
1) Metode Bell
Data hujan selama selang waktu yang cukup panjang harus tersedia untuk keperluan analisis frekuensi hujan. Bila data ini tidak tersedia, bila diketahui besarnya curah hujan 1 jam (60 menit) dengan periode ulang 10 tahun sebagai dasar, maka suatu rumus empiris yang diberikan oleh Bell dapat dipakai untuk menentukan curah hujan dari 5–120 menit dengan periode ulang 2–100 tahun.
Hubungan ini diturunkan dari analisis curah hujan pada 157 stasiun dan tes statistik yang dapat dipergunakan di seluruh dunia. Rumusnya :
𝑅𝑇𝑡 = (0,21 ⋅ 𝐿𝑛(𝑇) + 0,52) ⋅ (0,54 ⋅ 𝑡0,25− 0,50) ⋅ 𝑅10⋅𝑡𝑎ℎ𝑢𝑛60⋅𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡………(37)
dimana:
R = curah hujan (mm) T = Periode ulang hujan t = durasi hujan (menit)
Perhitungan intensitas hujan menurut Bell, menggunakan persamaan sebagai berikut:
𝐼𝑡𝑡= 60
𝑡 ⋅ 𝑅𝑇𝑡(𝑚𝑚
𝑗𝑎𝑚)...(38) 2) Metode Van Breen
Metode ini beranggapan bahwa besarnya atau lama durasi hujan harian adalah terpusat selama 4 jam dengan hujan efektif sebesar 90 % dari hujan selama 24 jam.
Hubungannya dapat dituliskan dengan rumus:
Raihan Nabil (03211740000068) Kecamatan Krembangan| 32 𝐼 =90%⋅𝑅24
4 ………(39)
dimana:
I = Intensitas hujan (mm/jam)
R24 = Curah hujan harian maksimum (mm/24 jam) Berdasarkan rumus di atas, maka dapat dibuat suatu kurva durasi intensitas hujan, dimana Van Breen mengambil bentuk kurva Kota Jakarta sebagi kurva basis. Kurva basis tersebut dapat memberikan kecenderungan bentuk kurva untuk daerah-daerah lain di Indonesia pada umumnya. Data dalam kurva intensitas hujan daerah Jakarta dapat dilihat pada Tabel 2.3.
Tabel 2. 3 Intensitas Hujan Daerah Jakarta
Durasi Intensitas Hujan (mm/jam) untuk Periode Ulang (tahun)
(menit) 2 5 10 25 50
5 10 20 40 60 120 240
126 114 102 76 61 36 21
148 126 114 87 73 45 27
155 138 123 96 81 51 30
180 156 135 105 91 58 35
191 168 144 114 100 63 40 Sumber: BUDP, Drainage Design For Bandung
3) Metode Hasper Weduwen
Penurunan rumus diperoleh berdasarkan kecenderungan curah hujan harian dikelompokkan atas dasar anggapan bahwa hujan mempunyai distribusi simetri dengan durasi hujan (t) lebih kecil dari 1 jam dan durasi
Raihan Nabil (03211740000068) Kecamatan Krembangan| 33 hujan antara 1 jam sampai 24 jam. Perumusan dari metode Hasper Weduwen adalah:
1 ≤ 𝑡 ≤ 24, maka:
𝑅 = (√11.300⋅(𝑡)
(𝑡+3,12)) ⋅ (𝑋𝑡
100)...(40)
0 ≤ 𝑡 < 1, maka : 𝑅 = (√11.300⋅(𝑡)
(𝑡+3,12)) ⋅ (𝑅𝑖
100)...(41) 𝑅𝑖 = 𝑋𝑇⋅ ( 1218⋅𝑡+54
𝑋𝑇(1−𝑡)+1272⋅𝑡)…..42) dimana :
t = Durasi hujan (jam)
R, Ri = Curah hujan Hasper - Weduwen (mm)
XT = Curah hujan harian maksimum yang terpilih (mm) Untuk menentukan intensitas hujan menurut Hasper–Weduwen, digunakan rumus:
𝐼 =𝑅
𝑡...(43) dimana:
R = curah hujan (mm)
I = intensitas hujan (mm/jam) 2.2.6 Pemilihan Metode Perhitungan Intensitas Hujan
Menurut Tim Penyusun Buku Ajar Magister (2002), langkah pertama dalam perencanaan bangunan air (saluran) adalah penentuan besanya debit yang harus diperhitungkan. Besarnya debit (banjir) perencanaan ditentukan oleh intensitas hujan yang terjadi dengan rumus pada persamaan (43) di atas.
Umumnya, makin besar t, intensitas hujan makin kecil. Jika tidak ada waktu untuk mengamati besarnya intensitas hujan atau tidak ada alat, maka dapat ditempuh dengan cara–cara empiris :
1) Metode Talbot
𝐼 = 𝑎
𝑡+𝑏 ... (44)
Raihan Nabil (03211740000068) Kecamatan Krembangan| 34 dimana :
𝑎 =(∑ 𝐼⋅𝑡)(∑ 𝐼2)−(∑ 𝐼2⋅𝑡)(∑ 𝐼)
(𝑁⋅∑ 𝐼2)−(∑ 𝐼)2 ... (45) 𝑏 =(∑ 𝐼)⋅(∑ 𝐼⋅𝑡)−𝑁(∑ 𝐼2⋅𝑡)
(𝑁⋅∑ 𝐼2)−(∑ 𝐼)2 ... (46) 2) Metode Ishiguro
I = 𝑎
√𝑡+𝑏 ... (47) dimana :
𝑎 =(∑ 𝐼√𝑡⋅∑ 𝐼2)−(∑ 𝐼2√𝑡⋅∑ 𝐼)
𝑁⋅∑ 𝐼2−(∑ 𝐼)2 ... (48) 𝑏 =(∑ 𝐼⋅∑ 𝐼√𝑡)−𝑁⋅(∑ 𝐼2√𝑡)
𝑁 ∑ 𝐼2−(∑ 𝐼)2 ... (49) dimana:
I = Intensitas hujan (mm/jam) t = Durasi hujan (menit) a, b, n = Konstanta
N = Banyaknya data 3) Metode Sherman
𝐼 = 𝑎
𝑡𝑛...(50) dimana :
𝑎 =(∑ 𝑙𝑜𝑔 𝐼)⋅(∑ 𝑙𝑜𝑔2𝑡)−(∑(𝑙𝑜𝑔(𝑡)⋅𝑙𝑜𝑔(𝑖)))⋅(∑ 𝑙𝑜𝑔(𝑡))
𝑁⋅∑(𝑙𝑜𝑔2(𝑡))−(∑ 𝑙𝑜𝑔(𝑡))2 ... (51) 𝑛 =(∑ 𝑙𝑜𝑔(𝐼)⋅∑ 𝑙𝑜𝑔(𝑡))−𝑛⋅(∑(𝑙𝑜𝑔(𝑡))⋅𝑙𝑜𝑔(𝐼))
𝑁 ∑(𝑙𝑜𝑔2(𝑡))−(∑ 𝑙𝑜𝑔(𝑡))2 ... (52) Untuk pemilihan rumus intensitas hujan dari ketiga rumus di atas, maka harus dicari selisih terkecil antara I asal dan I teoritis berdasarkan rumus di atas.
Persamaan intensitas dengan selisih terkecil itulah yang dipakai untuk perhitungan debit.
2.3 Kriteria Perencanaan Drainase
Di dalam perencanaan sistem penyaluran air hujan ini, digunakan beberapa parameter yang merupakan dasar perencanaan sistem. Dalam menentukan arah
Raihan Nabil (03211740000068) Kecamatan Krembangan| 35 jalur saluran air hujan yang direncanakan terdapat batasan-batasan sebagai berikut :
Arah aliran dalam saluran mengikuti garis ketinggian yang ada sehingga diharapkan pengaliran secara gravitasi dan menghindari pemompaan.
Pemanfaatan sungai atau anak sungai sebagai badan air penerima dari outfall yang direncanakan.
Menghindari banyaknya perlintasan saluran pada jalan, sehingga mengurangi penggunaan gorong-gorong.
Faktor pembatas juga berhubungan dengan kondisi topografi setempat.
Dari kondisi ini dikembangkan suatu sistem dengan berbagai alternatif dengan memperhitungkan segi teknis dan ekonomisnya. Pengembangan suatu sistem mempunyai konsekuensi logis terhadap dampak perencanaan. Tetapi dengan sedikit mungkin menghindari akibat sosial yang mungkin timbul, maka diharapkan dapat dicapai perencanaan sistem seperti yang diinginkan. (Takeda, 1993).
2.3.1 Perhitungan Limpasan Air Hujan
Berdasarkan Sunarto (1995), untuk perhitungan debit limpasan, digunakan metode rasional. Metode ini hanya berlaku untuk menghitung limpasan hujan untuk daerah aliran sampai dengan 80 ha, sedangkan untuk daerah yang lebih luas (> 80 ha) digunakan metode rasional yang dimodifikasi.
1) Metode Rasional :
𝑄 = 1
3,6𝐶. 𝐼. 𝐴 ...(53) 2) Metode Rasional yang dimodifikasi :
𝑄 = 1
3,6𝐶𝑠. 𝐼. 𝐴. 𝐶...(54) dimana :
Q : debit aliran (m3/det).
C : koefisien pengaliran, nilainya berbeda-beda sesuai dengan tata guna lahan dan faktor-faktor yang berkaitan dengan
Raihan Nabil (03211740000068) Kecamatan Krembangan| 36 aliran permukaan di dalam sungai terutama kelembaban tanah. Harga C biasanya diambil untuk tanah jenuh pada waktu permulaan hujan.
Cs : koefisien penampungan atau storage coefficient.
𝐶𝑠 =2𝑡𝑐
2𝑡𝑐+ 𝑡𝑑
⁄ ...(55) I : rata-rata intensitas hujan (mm/jam).
A : luas daerah tangkap (km2).
Waktu yang diperlukan air hujan dalam saluran untuk mengalir sampai ke titik pengamatan (td) ditentukan oleh karakteristik hidrolis di dalam saluran dimana rumus pendekatannya adalah :
𝑡𝑑 = 𝐿
𝑉 ...(56) dimana :
L : panjang saluran (m).
V : kecepatan aliran (m/det).
Untuk mencari nilai V dapat digunakan rumus kecepatan Manning sebagai berikut :
𝑉 = 1
𝑛⋅ 𝑅23⋅ 𝑆12 ...(57) dimana :
n : harga kekasaran saluran R : radius hidrolis
S : kemiringan medan atau slope (m/m).
Rumus Manning tersebut dianjurkan untuk dipakai dalam saluran buatan atau dengan pasangan (lining). Untuk saluran alami, dianjurkan untuk memakai rumus kecepatan de Chezy. Koefisien pengaliran (c) merupakan jumlah hujan yang jatuh dengan mengalir sebagai limpasan dari hujan, dalam permukaan tanah tertentu. Faktor-faktor yang mempengaruhi harga koefisien pengaliran ini adalah adanya infiltrasi dan tampungan hujan pada tanah, sehingga mempengaruhi jumlah air hujan yang mengalir.
Raihan Nabil (03211740000068) Kecamatan Krembangan| 37 Penerapan koefisien pengaliran (c) dalam pemakaian metode rasional, disesuaikan dengan tata guna lahan dari rencana pengembangan tananh atau daerah setempat. Air hujan yang jatuh di suatu tempat pada daerah aliran sungai memerlukan waktu untuk mengalir sampai pada titik pengamatan.
Lama waktu yang dibutuhkan untuk mencapai titik pengamatan oleh air hujan yang jatuh di tempat terjauh dari titik pengamatan disebut waktu konsentrasi atau time of concentration (tc). Waktu konsentrasi merupakan penjumlahan antara waktu yang dibutuhkan oleh air hujan yang jatuh di daerah pematusan untuk masuk kedalam saluran (to) dengan waktu yang dibutuhkan oleh air yang masuk ke dalam saluran untuk mengalir sampai ke titik pengamatan (td) sehingga dapat dirumuskan sebagai berikut :
𝑡𝑐 = 𝑡𝑜+ 𝑡𝑑………...(58)
Waktu yang dibutuhkan oleh air hujan yang jatuh di daerah pematusan untuk masuk ke dalam saluran (to), dipengaruhi oleh :
1) Kekasaran permukaan tanah yang dilewati dapat menghambat pengaliran
2) Kemiringan tanah mempengaruhi kecepatan pengaliran di atas permukaan
3) Adanya lekukan pada tanah menghambat dan mengurangi jumlah air yang mengalir
4) Ukuran luas daerah aliran dan karak dari street inlet juga berpengaruh terhadap lamanya waktu pengaliran tersebut.
Dalam mencari besarnya to pada perhitungan kapasitas saluran dapat digunakan beberapa rumus di bawah ini :
1) Berlaku untuk daerah pengaliran dengan tali air sepanjang 300 m
13
2 1
26 , 3
o
o S
Lo c
t Li …………..…….(59)
dimana :
to : waktu limpasan (menit).
c : angka pengaliran.
Raihan Nabil (03211740000068) Kecamatan Krembangan| 38 Lo : panjang limpasan (m).
So : kemiringan medan / slope (m/m).
2) Berlaku untuk daerah dengan panjang tali air sampai dengan 1000 m
𝑡𝑜 =108𝑛⋅(𝐿𝑜)
1⁄3
𝑆𝑜1⁄5 ………(60) dimana :
to : waktu limpasan (menit).
n : harga kekasaran permukaan tanah.
Lo : panjang limpasan (m).
So : kemiringan medan atau slope (m/m).
3) Berlaku untuk umum, baik untuk limpasan maupun waktu konsentrasi
𝑡𝑐 = 92,7⋅𝐿
𝐴0,1⋅𝑆𝑟0,2 ……….(61) dimana :
tc : waktu konsentrasi (menit).
L : jumlah panjang (ekivalen) aliran (Km).
A : luas daerah pengaliran kumulaitf (Ha).
Sr : kemiringan atau slope rata-rata (m/m).
4) Waktu untuk mengalir dalam saluran (td) 𝑡𝑑 = 𝐿
𝑉 (detik) ………... (61) atau
𝑡𝑑 = 𝐿
𝑉⋅ 1
60 (menit) ……….(62) dimana :
L : panjang saluran (m).
V : kecepatan aliran (m/detik).
2.3.2 Perhitungan Dimensi Saluran
Berdasarkan Sunarto (1995), rumus yang digunakan untuk perhitungan dimensi saluran adalah rumus Manning, yaitu:
Raihan Nabil (03211740000068) Kecamatan Krembangan| 39 𝑄 = 𝑉 ⋅ 𝐴 ………...(63)
𝐹 = √𝑐 ×ℎ ……….(64) 𝑅 = 𝐴
𝑃= 𝑏×ℎ
𝑏+2ℎ ……….(65) 𝑉 =𝑅
2⁄3⋅𝑆1⁄2
𝑛 ………(66)
𝑄 = 1 𝑛⁄ ⋅ 𝐴 ⋅ 𝑅2⁄3⋅ 𝑆1⁄2……….(67) dimana:
Q : debit air yang disalurkan (m3/det).
V : kecepatan rata-rata dalam saluran (m/det).
n : koefisien kekasaran Manning.
A : luas penampang basah (m2).
R : jari-jari hidrolis (m).
S : kemiringan dasar saluran (m/m).
F : freeboard (m).
c : koefisien, dengan syarat:
Q ≤ 0,6 m3/dt c = 0,14 0,6 m3/dt ≤ Q ≤ 8 m3/dt c = 0,14 – 0,2 Q ≥ 8m3/dt c = 0,23
Sesuai dengan sifat bahan saluran yang dipakai untuk kota, maka beberapa harga n tercantum seperti dalam Tabel 2.4 berikut ini:
Tabel 2. 4 Koefisien Kekasaran Manning.
Jenis Saluran n
Saluran galian Saluran tanah
Saluran pada batuan, digali merata
0,022 0,035
Saluran dengan lapisan perkerasan
Lapisan beton seluruhnya
Lapisan beton pada kedua sisi saluran Lapisan blok beton pracetak
Pasangan batu, diplester
Pasangan batu, diplester pada kedua sisi saluran
0,015 0,020 0,017 0,020 0,022
Raihan Nabil (03211740000068) Kecamatan Krembangan| 40 Pasangan batu, disiar
Pasangan batu kosong
0,025 0,030
Saluran alam
Berumput Semak-semak
Tidak berarutan, banyak semak dan pohon, batang
Pohon banyak jatuh ke saluran
0,027 0,050
0,150 Sumber: Sunarto,1995
2.3.3 Perhitungan Kecepatan Aliran
Berdasarkan Sunarto (1995), penentuan kecepatan aliran air di dalam saluran yang direncanakan berdasarkan pada kecepatan minimum yang memungkinkan saluran dapat self-cleansing dan kecepatan maksimum yang diperbolehkan agar konstruksi saluran tetap aman. Tiap kecepatan aliran di dalam saluran diatur tergantung dengan bentuk dan tipe saluran yang direncanakan. Berikut adalah batasan aliran dari tiap tipe saluran dapat dilihat dalam Tabel 2.5.
Tabel 2. 5 Variasi Kecepatan dalam Saluran.
Tipe saluran Variasi kecepatan (m/det)
Bentuk bulat, buis beton
Bentuk persegi, pasangan batu kali
Bentuk trapesiodal
0,75 – 3,0 1,0 – 3,0 0,6 – 1,5 Sumber: Sunarto,1995
2.4 Bangunan Pelengkap
Berdasarkan Tim Penyusun Buku Ajar Magister (2002), bangunan pelengkap dimaksudkan sebagai sarana pelengkap dan pendukung sistem penyaluran air hujan yang tujuan utamanya adalah membantu melancarkan fungsi pengaliran sesuai yang apa yang diharapkan dan diperhitungkan.
Bangunan pelengkap yang ada pada sistem drainase antara lain:
Raihan Nabil (03211740000068) Kecamatan Krembangan| 41 2.4.1Sambungan Persil
Merupakan sambungan saluran air hujan dari rumah–rumah ke saluran air hujan yang terletak di tepi–tepi jalan. Sambungan ini dapat berupa saluran terbuka atau tertutup dan dibuat terpisah dari saluran air buangan.
Dalam praktiknya, pertemuan saluran diusahakan mempunyai ketinggian yang sama untuk mengurangi konstruksi yang berlebihan, yaitu dengan jalan optimasi kecepatan untuk menghasilkan kemiringan yang diinginkan. Untuk mengurangi kehilangan tekanan yang terlalu besar dan untuk keamanan konstruksi, maka dinding pertemuan saluran dibuat tidak bersudut atau dibuat lengkung serta diperhalus. Untuk pertemuan saluran yang berbeda jenis maupun bentuknya, maka digunakan bak yang berfungsi sebagai bak pengumpul.
2.4.2 Steet Inlet
Street Inlet merupakan lubang di sisi jalan yang berfungsi untuk menampung dan menyalurkan limpasan air hujan yang berada di sepanjang jalan menuju ke dalam saluran (Gambar 2.12). Sesuai dengan kondisi dan penempatan saluran serta fungsi jalan yang ada, maka pada jenis penggunaan saluran terbuka tidak diperlukan street inlet karena ambang saluran yang ada merupakan bukaan yang bebas. Peletakan street inlet mempunyai ketentuan- ketentuan, sebagai berikut:
Diletakkan pada tempat yang tidak memberikan gangguan lalu lintas jalan maupun pejalan kaki.
Ditempatkan pada daerah yang rendah di mana limpasan air hujan menuju ke arah tersebut.
Air yang masuk melalui street inlet harus secepatnya mengalir ke dalam saluran.
Jumlah street inlet harus cukup untuk dapat menangkap limpasan air hujan pada jalan yang bersangkutan.
Rumus yang digunakan, yaitu:
𝐷 = 280
𝑊 √𝑆 ………....(68) dimana:
Raihan Nabil (03211740000068) Kecamatan Krembangan| 42 D = Distance atau jarak antar street inlet (m) S = Slope atau Kemiringan (%), D ≤ 50 m W = Lebar Jalan (m)
Gambar 2. 12 Bentuk Street Inlet
Sumber: Tim Penyusun Buku Ajar Magister, 2002
2.4.3 Manhole
Pada saluran yang tertutup, ada 4 fungsi Manhole antara lain sebagai berikut :
1) Sebagai bak kontrol, untuk pemeliharaan dan pemeriksaan saluran.
2) Untuk memperbaiki saluran bila terjadi perubahan dimensi.
3) Sebagai ventilasi untuk keluar masuknya udara.
4) Sebagai terjunan (Drop Manhole) saluran tertutup.
Raihan Nabil (03211740000068)