• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tugas dan Peran Lembaga Perlindungan Konsumen di Indonesia

N/A
N/A
Wabprof Bali

Academic year: 2025

Membagikan "Tugas dan Peran Lembaga Perlindungan Konsumen di Indonesia"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

TUGAS 3

HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN

Disusun Oleh :

I KADEK AGUS WIDIANTARA (044403119)

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM S1

FAKULTAS HUKUM, ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS TERBUKA

(2)

Contoh Kasus: Perusahaan Jamu Expres yang bergerak di bidang produksi minuman tradisional jamu tersebut digugat oleh beberapa konsumen di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dengan alasan telah menjual minuman jamu yang mengakibatkan puluhan orang mengalami keracunan minuman setelah mengkonsumsi jamu kemasan tersebut. Permasalahan ini akhirnya berakhir ke meja hijau.

1. Menurut pandangan anda, berdasarkan kasus diatas siapa yang berhak melakukan pengawasan terhadap konsumen? Jelaskan berlandaskan hukum!

Terdapat 3 lembaga perlindungan konsumen di Indonesia yaitu Badan Perlindungan Konsumen Nasional, Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat, dan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen, Adapun tugas dari ketiga Lembaga tersebut adalah:

A. BADAN PERLINDUNGAN KONSUMEN NASIONAL

Berdasarkan Pasal 1 ayat (2) Undanag-Undang Perlindungan Konsumen, Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) dibentuk untuk membantu upaya pengembangan perlindungan konsumen dan memiliki fungsi memberikan saran serta pertimbangan kepada pemerintah dalam upaya mengembangkan perlindungan konsumen di Indonesia. Anggota dari BPKN sendiri terdiri dari pemerintah, pelaku usaha, Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat, akademisi, dan tenaga ahli. Untuk menjalankan fungsi tersebut, berdasarkan pasal 34 ayat (1) Undang-Undang perlindungan konsumen BPKN memiliki tugas sebagai berikut:

1. memberikan saran dan rekomendasi kepada pemerintah dalam rangka penyusunan kebijaksanaan di bidang perlindungan konsumen;

2. melakukan penelitian dan pengkajian terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku di bidang perlindungan konsumen;

3. melakukan penelitian terhadap barang dan/atau jasa yang menyangkut keselamatan konsumen;

4. mendorong berkembangnya lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat 5. menyebarluaskan informasi melalui media mengenai perlindungan konsumen dan

memasyarakatkan sikap keberpihakan kepada konsumen;

6. menerima pengaduan tentang perlindungan konsumen dari masyarakat, lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat, atau pelaku usaha; dan

7. melakukan survei yang menyangkut kebutuhan konsumen.

Pada dasarnya BPKN dibentuk sebagai pengembang upaya perlindungan konsumen yang berkaitan dengan:

- Pengaturan hak dan kewajiban konsumen dan pelaku usaha - Pengaturan larangan bagi pelaku usaha

- Pengaturan tanggung jawab pelaku usaha - Pengaturan penyelesaian sengketa konsumen.

B. LEMBAGA PERLINDUNGAN KONSUMEN SWADAYA

(3)

Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat (“LPKSM”) diatur dalam Pasal 1 ayat (9) UU Perlindungan Konsumen. yakni sebuah lembaga non-pemerintah yang terdaftar dan diakui oleh pemerintah yang mempunyai kegiatan menangani perlindungan konsumen.

LPKSM dapat bekerja sama dengan organisasi atau lembaga lainnya, baik yang bersifat nasional maupun internasional. Berikut adalah tugas LPKSM yang diatur dalam Pasal 44 ayat (3) UU Perlindungan Konsumen:

1. menyebarkan informasi dalam rangka meningkatkan kesadaran atas hak dan kewajiban dan kehati-hatian konsumen dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa;

2. memberikan nasihat kepada konsumen yang memerlukannya;

3. bekerja sama dengan instansi terkait dalam upaya mewujudkan perlindungan konsumen;

4. membantu konsumen dalam memperjuangkan haknya, termasuk menerima keluhan atau pengaduan konsumen; dan

5. melakukan pengawasan bersama pemerintah dan masyarakat terhadap pelaksanaan perlindungan konsumen.

C. BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN

Pasal 1 ayat (11) UU Perlindungan Konsumen mendefinisikan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (“BPSK”) yakni sebuah badan yang bertugas menangani dan menyelesaikan sengketa antara pelaku usaha dan konsumen. Tugas dan wewenang BPSK diatur dalam Pasal 52 UU Perlindungan Konsumen, yang terdiri dari:

1. melaksanakan penanganan dan penyelesaian sengketa konsumen, dengan cara melalui mediasi atau arbitrase atau konsiliasi;

2. memberikan konsultasi perlindungan konsumen;

3. melakukan pengawasan terhadap pencantuman klausula baku;

4. melaporkan kepada penyidik umum apabila terjadi pelanggaran ketentuan dalam UU Perlindungan Konsumen;

5. menerima pengaduan baik tertulis maupun tidak tertulis, dari konsumen tentang terjadinya pelanggaran terhadap perlindungan konsumen;

6. melakukan penelitian dan pemeriksaan sengketa perlindungan konsumen;

7. memanggil pelaku usaha yang diduga telah melakukan pelanggaran terhadap perlindungan konsumen;

8. memanggil dan menghadirkan saksi, saksi ahli dan/atau setiap orang yang dianggap mengetahui pelanggaran terhadap UU Perlindungan Konsumen;

9. meminta bantuan penyidik untuk menghadirkan pelaku usaha, saksi, saksi ahli, atau setiap orang sebagaimana dimaksud pada huruf g dan huruf h, yang tidak bersedia memenuhi panggilan BPSK;

10. mendapatkan, meneliti dan/atau menilai surat, dokumen, atau alat bukti lain guna penyelidikan dan/atau pemeriksaan;

11. memutuskan dan menetapkan ada atau tidak adanya kerugian di pihak konsumen;

12. memberitahukan putusan kepada pelaku usaha yang melakukan pelanggaran terhadap perlindungan konsumen;

13. menjatuhkan sanksi administratif kepada pelaku usaha yang melanggar ketentuan UU Perlindungan Konsumen.

2. Coba saudara berikan analisa hukum berdasarkan UUPK terkait penyelesaian kasus diatas jika dilakukan diluar pengadilan ?

(4)

Konsumen memiliki hak yang harus dipenuhi oleh pelaku usaha, yaitu hak atas kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam mengkonsumsi baran dan/atau jasa, hak atas informasi yang benar tentang kondisi barang dan jasa, hak untuk mendapatkan perlindungan dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut dan hak lainnya yang diatur dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen.

Penyelesaian sengketa dapat dilakukan diluar pengadilan, berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 memberikan kewenangan kepada Bada Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) untuk menyelesaikan sengketa konsumen diluar pengadilan.

Penyelesaian sengketa konsumen melalui BPSK dilakukan dengan cara mediasi, arbitrase atau konsiliasi

Sebelum dimulai konsiliasi ataupun mediasi, BPSK membentuk majelis yang berjumlah ganjil sedikitnya 3 orang ditambah 1 orang panitera. Majelis ini nantinya akan menyelesaikan sengketa konsumen melalui konsiliasi maupun mediasi tersebut.

A. Prosedur Konsiliasi

- Majelis memanggil konsumen dan pelaku usaha yang bersengketa;

- Apabila diperlukan, majelis memanggil saksi dan ahli;

- Majelis bersifat pasif dan proses penyelesaian sengketa diserahkan sepenuhnya kepada konsumen dan pelaku usaha yang bersangkutan, baik bentuk dan jumlah ganti ruginya;

- Majelis menerima hasil musyawarah konsumen dan pelaku usaha dan mengeluarkan keputusan;

- Hasil penyelesaian sengketa konsumen dengan cara konsiliasi dibuat dalam perjanjian tertulis yang ditandatangani oleh konsumen dan pelaku usaha.

B. Prosedur Mediasi

- Majelis memanggil konsumen dan pelaku usaha yang bersengketa;

- Saksi dan ahli dipanggil oleh majelis apabila diperlukan;

- Majelis bersifat aktif mendamaikan dan memberikan saran terkait sengketa konsumen;

- Majelis menerima dan mengeluarkan ketentuan terkait hasil musyawarah konsumen dan pelaku usaha

- Hasil penyelesaian sengketa konsumen dengan cara mediasi dibuat dalam perjanjian tertulis yang ditandatangani oleh konsumen dan pelaku usaha.Hasil dari konsiliasi dan mediasi tidak memuat sanksi administratif.

C. Prosedur Arbitrase

- Para pihak memilih arbitor untuk menjadi Ketua dan Anggota Majelis;

- Pada hari sidang pertama, Ketua Majelis wajib mendamaikan kedua pihak yang bersengketa;

- Hasil penyelesaian sengketa konsumen dengan cara Arbitrase dibuat dalam bentuk putusan Majelis BPSK;

- Atas putusan BPSK dimintakan penetapan eksekusi oleh BPSK ke Pengadilan Negeri di tempat konsumen yang dirugikan.

Putusan arbitrase Majelis BPSK dapat berupa perdamaian, gugatan ditolak, atau gugatan dikabulkan serta dapat memuat sanksi administratif. Putusan BPSK bersifat final dan mengikat.

Apabila para pihak menolak putusan BPSK, maka:

(5)

- Para pihak dapat mengajukan keberatan kepada Pengadilan Negeri paling lambat 14 hari kerja setelah menerima pemberitahuan putusan tersebut;

- Pengadilan Negeri wajib mengeluarkan putusan atas keberatan yang diajukan, paling lama 21 hari sejak diterimanya keberatan;

- Pelaku usaha yang tidak puas dengan putusan Pengadilan Negeri dapat mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung dalam jangka waktu paling lambat 14 hari. Mahkamah Agung akan mengeluarkan putusannya paling lambat 30 hari sejak menerima permohonan kasasi atas keberatan tersebut.

3. Berdasarkan kasus diatas, bagaimana proses dan keuntungan dari penyelesaian sengketa konsumen di pengadilan? Jelaskan berlandaskan UUPK

Penyelesaian sengketa melalui pengadilan negeri dilakukan seperti halnya mengajukan gugatan sengketa perdata biasa, dengan mengajukan tuntutan ganti kerugian baik perbuatan melawan hukum atau kelalaian dari pelaku usaha/produsen yang menimbulkan kerugian bagi konsumen.Penyelesaian sengketa konsumen melalui badan peradilan umum yaitu pengadilan negeri diatur dalam Pasal 23 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dimana salah satunya dapat diajukan ke pengadilan negeri selain diselesaikan oleh BPSK. Penyelesaian melalui pengadilan ini akan menentukan siapa pihak yang menang dan siapa pihak yang kalah atau win-lose solution.

Gugatan ke pengadilan dapat dilakukan secara lisan atau tertulis, namun umumnya gugatan sudah diajukan secara tertulis. Pada Pasal 46 Ayat (1) UUPK mengatur empat cara dalam mengajukan gugatan ke pengadilan yaitu:

a. Gugatan bisa dilakukan oleh seorang konsumen yang dirugikan atau ahli waris yang bersangkutan/gugatan individual

b. Pelanggaran pelaku usaha dapat dilakukan oleh sekelompok konsumen yang mempunyai kepentingan yang sama/gugatan perwakilan kelompok

c. Lembaga Perlindungan Swadaya Masyarakat yang memenuhi syarat yaitu berbentuk badan hukum atau Yayasan dalam anggaran dasarnya menyebutkan dengan tegas bahwa tujuan didirikannya organisasi tersebut adalah untuk kepentingan perlindungan konsumen dan telah melaksanakan sesuai dengan anggaran dasarnya

d. Serta pemerintah dan atau instansi terkait apabila barang dan/atau jasa yang dikonsumsi atau dimanfaatkan mengakibatkan kerugian materi yang besar dan atau korban yang tidak sedikit.

Pada umumnya, proses beracara sengketa perlindungan konsumen di pengadilan dapat berupa gugatan perorangan biasa, gugatan sederhana, class action atau gugatan yang diajukan lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat dan pemerintah/instansi terkait. Jenis gugatan ini tergantung pada siapa yang dirugikan, jumlah orang yang dirugikan dan besarnya kerugian yang ditimbulkan.

Keuntungan dari penyelesaian sengketa konsumen di pengadilan adalah proses yang dibutuhkan tidak terlalu membebani penuntut, karena dapat berupa gugatan biasa, tentunya dalam efisiensi waktu penyelesaian di pengadilan lebih sedikit memakan waktu dibandingkan jika penyelesaian diluar pengadilan yang bahkan sampai berbulan-bulan.

(6)

Sumber Refrensi:

- https://www.hukumonline.com/klinik/a/3-lembaga-perlindungan-konsumen-di-indonesia- lt62e272415e4f4/

- https://bplawyers.co.id/2020/01/29/penyelesaian-sengketa-perlindungan-konsumen/

- BMP HKUM4312 HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN

TERIMA KASIH

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan ketentuan Undang-undang Perlindungan Konsumen, maka dalam penyelesaian suatu sengketa konsumen diterapkan sistem pembuktian terbalik, artinya pembuktian terhadap

“ Peran BPSK (Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen) dalam Menyelesaikan Sengketa Konsumen Melalui Proses.. Mediasi di

Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) merupakan salah satu lembaga alternatif penyelesaian sengketa perlindungan konsumen di luar pengadilan yang diamanatkan

Perspektif Islam maka perlindungan ini hukumnya wajib, begitu juga dalam perspektif konstitusi Indonesia bahwa peran negara memfasilitasi konsumen muslim dalam mendapatkan

skripsi yang berjudul : Peran Yayasan Lembaga Perlindungan Konsumen Bangka (YLPKB) Dalam Melakukan Pengawasan Penjualan Makanan Yang Mengandung Zat Makanan Berbahaya Di

Peneliti menyelaraskan antara perlindungan yang diperlukan konsumen ecommerce dengan kewenangan notaris sehingga diperoleh peran-peran notaris dalam perlindungan konsumen perdagangan

Kendala Yang Dihadapi Dalam Mewujudkan Perlindungan Konsumen di Kota Magelang Pelaksanaan penyelesaian sengketa konsumen oleh BPSK Dalam Mewujudkan Perlindungan Konsumen termasuk

Seperti diketahui pasal 8 uu perlindungan konsumen menentukan sembilan hak konsumen, pasal 5 UUPK tentang Kewajibannya, Hambatan Dalam Penyelesaian Sengketa Perlindungan Hukum Bagi