TUGAS PENGGANTI KULIAH
ETIKA DAN TANGGUNG JAWAB HUKUM
DOSEN PENGAMPU :
KARTIKA WIDYA UTAMA, S.H., M.H.
DISUSUN OLEH :
NADIA YUDISTIRA SILALAHI HUKUM ACARA TUN M
11000121120027
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS DIPONEGORO T.A 2023-2024
ANALISIS PUTUSAN MAHKAMAH KEHORMATAN MAHKAMAH KONSTITUSI BERDASARKAN PUTUSAN MKMK NOMOR 02/MKMK/L/11/2023
A. LATAR BELAKANG
Negara Indonesia merupakan negara yang menganut dua konsepsi mekanisme kekuasaan dalam menjalankan sistem pemerintahan negara. Kedua konsepsi tersebut meliputi konsepsi demokrasi dan negara hukum. Konsepsi demokrasi menjelaskan bahwa selalu menempatkan rakyat pada posisi yang strategis (beruntung) di dalam setiap sistem ketatanegaraan meskipun implementasinya belum tentu berdampak yang untung juga karena bisa saja menimbulkan perbedaan antara negara yang satu dengan negara yang lain. Sedangkan mengenai konsepsi negara hukum menjelaskan bahwa prinsip-prinsip dari negara hukum (nomocratie) sehingga kedua konsepsi tersebut ternyata saling berkaitan jadi setiap konsepsinya mempengaruhi satu sama lain seperti konsepsi hal negara hukum sering dikenal dengan istilah yang lain seperti “negara hukum yang demokratis”atau bentuk konstitusional disebut dengan “constitutional democracy”
Kedua konsepsi mekanisme kekuasaan sudah ditegaskan pada Pasal 1 Ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyampaikan bahwa Indonesia merupakan negara hukum. Dalam hal untuk mewujudkan Indonesia sebagai negara hukum maka tentu memerlukan suatu upaya sendiri dari pemerintah Indonesia karena bilamana konsep negara hukum ini dalam keberjalanan berlangsung dengan lancar otomatis masyarakat dapat hidup sejahtera. Adapun salah satu cara atau upaya yang dapat mewujudkannya adalah dengan mencantumkan bahwa peradilan dapat dilakukan dengan bebas (semua masyarakat yang memiliki keresahan) dan tidak memihak, jadi setiap lembaga peradilan yang ada dalam keberjalannya tentu harus ada dasar hukum (aturan) beserta peraturan lainnya karena hal-hal seperti itu tidak hanya diwajibkan dan dipatuhi oleh masyarakat namun pejabat pemerintahan pun harus taat dan tunduk pada ketentuan yang dicantumkan.
Proses penyelesaian perkara peradilan, peran hakim terhadap semua tingkatan peradilan mendapatkan posisi yang cukup sangat sentral sehingga diharapkan dapat menegakkan hukum yang sesuai dengan rasa keadilan. Hanya hakim yang memiliki komitmen moral dan integritas terhadap hukum yang diharapkan dapat menghasilkan putusan yang sesuai dengan rasa keadilan. Akan tetapi, pada kenyataanya jika melihat Putusan Mahkamah Kehormatan Mahkamah Konstitusi Nomor 2/MKMK/L/11/2023
terdapat suatu putusan yang memutuskan bahwa ada 6 Hakim Mahkamah Konstitusi telah terbukti melakukan pelanggaran ringan Kode Etik Hakim Mahkamah Konstitusi lalu diberikan sanksi teguran tertulis, dan 1 Hakim MK diberikan sanksi teguran, serta Ketua MK sendiri juga dikenai sanksi pencopotan jabatan sehingga tidak lagi menjadi ketua MK dikarenakan terbukti melakukan pelanggaran berat kode etik. Dari hasil putusan tersebut maka bobot dan kualitas penguasaan hukum saja tidak cukup jadi diperlukan kode etik sebagai acuan bagi para pengemban profesi hukum. Kode etik diandaikan seperti kompas yang dijadikan sebagai arah moral bagi setiap profesional hukum dan juga menjamin adanya mutu moral profesi hukum di mata masyarakat.
Kode etik dan penguasaan hukum sifatnya komplementer sebab saling mengisi dan menguatkan jati diri para profesi hukum. Kode etik menjadi bagian dari nilai-nilai dan norma-norma moral yang wajib diperhatikan dan dilaksanakan oleh profesional hukum karena terdapat daftar kewajiban khusus bagi setiap anggota profesi hukum untuk mengatur tingkah lakunya dalam masyarakat dan diharapkan akan dipegang teguh oleh seluruh anggota profesi hukum. Kode etik menjadi ukuran segala moralitas anggota profesi hukum supaya setiap masing-masing anggota profesi hukum wajib mewujudkan nilai-nilai moral yang dianggap hakiki yang dituangkan dalam kode etik, dan tidak pernah mendapat paksaan dari luar
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang yang sudah dipaparkan sebelumnya maka penulis merumuskan beberapa rumusan permasalahan yang menjadi pokok permasalahannya yaitu mengenai kepastian dan keadilan hukum dalam putusan MKMK mengenai suatu pelanggaran kode etik yang telah dilakukan oleh hakim di Mahkamah Konstitusi/MK.
Penulis menjabarkan permasalahan tersebut ke dalam bentuk pertanyaan, yakni:
1. Apa peran dan fungsi Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi sebagai lembaga penegak kode etik hakim di Mahkama Konstitusi?
2. Apakah putusan MKMK telah memberikan kepastian dan keadilan hukum ditinjau dari kode Etik Hakim MK dengan kode etik advokat dan kode etik dosen?
C. PEMBAHASAN
1. Peran dan Fungsi Majelis kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) sebagai Lembaga Penegak Kode Etik Hakim di Mahkamah Konstitusi
Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi atau MKMK merupakan pengawas internal terhadap hakim konstitusi. Hal itu mulai diberlakukan sejak adanya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 005/PUU-IV/2006, tanggal 23 Agustus 2006 menyampaikan bahwa dalam hal sidang terbuka untuk umum, hakim konstitusi tidak memiliki pengawas yang bersifat eksternal, melainkan ia hanya diawasi oleh pengawas internal yakni MKM sehingga setiap hakim konstitusi yang menjalankan tugas dan fungsinya harus bekerja dalam kode etik yang telah disepakati bersama dan sudah dituangkan di dalam Peraturan Mahkamah Konstitusi No.9/PMK/2006 tentang Pemberlakuan Deklarasi Kode Etik dan Perilaku Hakim Konstitusi serta Peraturan Mahkamah Konstitusi No.
10/PMK/2006 tentang Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi.
Melalui Peraturan Mahkamah Konstitusi No. 10/PMK/2006, lahirlah sebuah Majelis guna untuk mewujudkan hakim konstitusi yang profesional dan bermartabat yang berdasarkan Kode Etik dan Perilaku Hakim Konstitusi Republik Indonesia. Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi sebagai alat kelengkapan Mahkamah Konstitusi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 Ayat (5) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi. Pengaturan tersebut kemudian dicantumkan di Undang Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang perubahan atas Undang Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi.1
2. Analisis Putusan Majelis kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) ditinjau dari Kode Etik Hakim MK dengan Kode Etik Advokat dan Kode Etik Dosen
Hasil putusan yang dikeluarkan di Mahkamah Kehormatan Mahkamah Konstitusi No. 2/MKMK/L/11/2023 memuat putusan sebagai berikut:
➔ Hakim Terlapor terbukti melakukan pelanggaran berat terhadap Kode Etik dan Perilaku Hakim Konstitusi sebagaimana tertuang dalam Sapta
1Handayani, I. (2018). Penegakan Pelanggaran Kode Etik Hakim di Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia (Analisis Putusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi Nomor 01/MKMK-SPP/II/2017) (Bachelor's thesis, Jakarta: Fakultas Syariah Dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah).
Karsa Hutama, yakni prinsip Ketidakberpihakan, Integritas, Kecakapan dan Kesetaraan, Independensi, dan Kepantasan dan Kesopanan2;
Analisis
Putusan MKMK menyatakan bahwa Hakim Terlapor telah melanggar enam dari tujuh prinsip yang ada di dalam Kode Etik dan Perilaku Hakim Konstitusi. Berdasarkan hal tersebut maka adapun penjelasan alasan dari pelanggaran tersebut jika dikaitkan pada Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 9 Tahun 2006 tentang Kode Etik dan Perilaku Hakim Konstitusi3 diantaranya :
1) Independensi/independence
Hakim terlapor telah melakukan pelanggaran kode etik dalam prinsip Independensi pada penerapan angka:
- Angka 1 :Hakim konstitusiharus menjalankan fungsi yudisialnya - Angka 3 :Hakim konstitusiharus menjaga independensi
- Angka 4 :Dalammelaksanakan tugas peradilanharus independen Independensi hakim konstitusi dijadikan sebagai suatu prasyarat pokok dalam mewujudkan cita negara hukum dan sekaligus menjadi jaminan bagi tegaknya hukum dan keadilan. Namun jika dilihat dalam putusan ini Hakim Terlapor telah terbukti membuka ruang intervensi pihak luar dalam proses pengambilan Putusan No. 90/PUU-XXI/2023, padahal prinsip independensi mengharuskan hakim untuk membuat keputusan hanya berdasarkan hukum dan fakta yang diajukan dalam persidangan, tanpa tekanan atau pengaruh dari pihak lain.
2) Ketakberpihakan /impartiality
Hakim terlapor telah melakukan pelanggaran kode etik dalam prinsip Independensi pada penerapan angka:
- Angka 1:Hakim konstitusiharus melaksanakan tugas Mahkamah - Angka 2 : Hakim konstitusi harus menampilkan perilaku, baik di dalam maupun di luarpengadilan
3Kode Etik dan Perilaku Hakim Konstitusi Republik Indonesia berdasarkan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia
2Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi Putusan Nomor 2/MKMK/L/11/2023.
- Angka 4 :Hakim konstitusidilarang memberikan komentar terbuka atas perkara yang akan, sedang diperiksa, atau sudah diputus
- Angka 5 huruf b :Hakim konstitusi harus mengundurkan diri dari pemeriksaan suatu perkara yang sudah dikecualikan atau ditentukan Ketakberpihakan adalah prinsip yang melekat di dalam hakikat fungsi hakim konstitusi sebagai pihak yang diharapkan dalam memberikan pemecahan terhadap perkara yang diajukan ke Mahkamah. Akan tetapi dalam hal ini hakim konstitusi yakni hakim terlapor telah menerima putusan pada perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 dan perkara nomor 91/PUU-XXI/2023 tentang permohonan syarat usia lebih dini untuk dapat menjabat sebagai calon presiden ataupun calon wakil presiden yang mana pada saat sebelum hakim terlapor hadir, mayoritas hakim konstitusi yakni enam dari delapan hakim konstitusi telah menolak permohonan tersebut.
3) Integritas/integrity
Hakim terlapor telah melakukan pelanggaran kode etik dalam prinsip Independensi pada penerapan angka:
- Angka 1: Hakim konstitusimenjamin agar perilakunya tidak tercela dari sudut pandang pengamatan yang layak
- Angka 2 : Hakim konstitusi harus bisa memperkuat kepercayaan masyarakatterhadap citra dan wibawa Mahkamah.
Hakim Terlapor mengadili perkara yang berkaitan langsung dengan anggota keluarga sehingga aktif terlibat dalam melobi dan memuluskan jalannya suatu perkaraa quoagar dikabulkan sehingga Hakim Terlapor potensial dipengaruhi oleh kekuasaan eksekutif, dalam hal ini Presiden Joko Widodo, untuk memuluskan jalan putranya, Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka supaya dapat berkontestasi dalam Pemilu Tahun 2024 sebagai calon wakil presiden, yang mana ketiganya terkait erat dengan hubungan kekeluargaan.
4) Kepantasan dan kesopanan/propriety
Hakim terlapor telah melakukan pelanggaran kode etik dalam prinsip Independensi pada penerapan angka:
- Angka 1: Hakim konstitusi harus menghindari perilaku dan citra yang tidak pantasdalam segala kegiatan.
- Angka 2: Hakim konstitusi harus menerima pembatasan pribadi yang mungkin dianggap membebani dan harus menerimanya dengan rela hati serta bertingkah laku sejalan dengan martabat Mahkamah - Angka 3: Hakim konstitusiharus dapat menghindari keadaan yang menurut penalaran yang wajar dapat menimbulkan kecurigaan atau memperlihatkan sikap berpihak
- Angka 7: Hakim konstitusi dilarang mengizinkan setiap anggota keluarganya dan/atau relasi sosial lainnya untuk mempengaruhi hakim konstitusi dalam memeriksa dan memutus perkara.
Ceramah yang dilakukan Hakim Terlapor mengenai kepemimpinan usia muda di Universitas Islam Sultan Agung berkaitan erat dengan substansi perkara menyangkut syarat usia Capres dan Cawapres yang sedang diperiksa dan diadili oleh Mahkamah Konstitusi sehingga Hakim Terlapor dikatakan terbukti melanggar Sapta Karsa Hutama, Prinsip Ketakberpihakan, yakni butir penerapan 4, “Hakim konstitusi dilarang memberikan komentar terbuka atas perkara yang akan, sedang diperiksa, atau sudah diputus…”. Hakim terlapor melakukan ceramah dengan tidak tepat karena telah melanggar prinsip kepantasan dan kesopanan.
5) Kecakapan dan keseksamaan/competence and diligence
Hakim terlapor telah melakukan pelanggaran kode etik dalam prinsip Independensi pada penerapan angka:
- Angka 1:Hakim konstitusimengutamakan tugas Mahkamahdi atas segala kegiatan lainnya.
- Angka 2: Hakim konstitusiharus dapat mendedikasikan diri untuk pelaksanaan tugas tugasnya, baik dalam rangka pelaksanaan fungsi dan tanggung jawab Mahkamah maupun tugas-tugas lain
Hakim Terlapor tidak mengklarifikasi substansi dan amar yang sudah disampaikan pada concurring opinion oleh Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih dan Hakim Konstitusi Daniel Yusmic yang menimbulkan keganjilan dalam putusan. Kemudian Hakim Terlapor menjalankan
hukum acara pemeriksaan perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 secara berbeda dan terkesan hendak mempercepat proses pembacaan putusan.
6) Kearifan dan Kebijaksanaan
Hakim terlapor telah melakukan pelanggaran kode etik dalam prinsip Independensi pada penerapan angka:
- Angka 5: Hakim konstitusi harus bersikap penuh wibawa dan bermartabat (dignity)
Dari setiap tindakan yang dilakukan oleh Hakim Terlapor dapat dilihat bahwa ia tidak memiliki sikap yang berwibawa dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya sebagai seorang hakim.
Dengan demikian Putusan yang selanjutnya diberikan pada Putusan MKMK ialah : 1) Menjatuhkan sanksi pemberhentian dari jabatan Ketua Mahkamah Konstitusi
kepada Hakim Terlapor;
2) Hakim Terlapor tidak berhak untuk mencalonkan diri atau dicalonkan sebagai pimpinan Mahkamah Konstitusi sampai masa jabatan Hakim Terlapor sebagai Hakim Konstitusi berakhir;
3) Hakim Terlapor tidak diperkenankan terlibat atau melibatkan diri di dalam sebuah pemeriksaan dan pengambilan keputusan dalam perkara perselisihan hasil Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, Pemilihan Anggota DPR, DPD, dan DPRD, serta Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota yang memiliki potensi timbulnya benturan kepentingan.4
Selanjutnya jika dilihat pada isi Putusan MKMK No. 02/MKMK/L/11/2023 bagian yang terakhir sebelum lembar penandatanganan ada bagian tentangdissenting opinion atau pendapat yang berbeda. Hal yang dibicarakan di dalam bagian tersebut menyatakan bahwa perbedaan pandangan yang dikemukakan oleh Anggota Majelis Kehormatan yakni Bintan R. Saragih. Beliau mengungkapkan perbedaan pendapatnya berdasarkan dari latar belakang pendidikannya yakni sebagai akademisi hukum yang mana sepanjang karirnya juga berprofesi sebagai akademisi yaitu dosen. Beliau adalah seorang dosen di Universitas Indonesia (UI) selama 35 Tahun (1971 - 2006), dan dosen di Universitas Pelita Harapan dari tahun 2003 hingga sekarang. Oleh karena itu cara berpikir dan berpendapat selalu konsisten sebagai seorang ilmuan atau
4Op.cit Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi.
akademisi sehingga ketika memandang dan menilai masalah, peristiwa, keadaan, gejala yang ada, selalu berdasarkan apa adanya (just the way it is). Itulah sebabnya dalam memberi putusan pada pelanggaran Kode Etik dan Perilaku Hakim Konstitusia quo menurutnya jika lebih tepat memberi putusan sesuai aturan yang berlaku, dan tingkat pelanggaran Kode Etik yang terjadi dan terbukti, yaitu sanksi bagi Hakim Terlapor berupa pemberhentian tidak dengan hormat sebagai Hakim Konstitusi.
Analisis
Dari perbedaan salah satu pandangan oleh hakim tersebut membuat penulis menyimpulkan bahwa setiap hakim-hakim dalam melakukan sesuatu putusan tentu akan dipengaruhi oleh latar belakang yang dimilikinya dan seperti yang kita ketahui dalam Kode Etik ini tidak hanya ada pada Hakim Konstitusi saja melainkan terdapat di profesi yang lainnya seperti kode etik yang ada di profesi yang sejajar dengan instansi penegak hukum (seperti Advokat) dan yang tidak sejajar dengan penegak hukum (seperti Dosen).
Advokat merupakan profesi yang dianggap sebagai profesi terhormat(officium nobile) sebab dalam menjalankan tugas sebagai profesi tersebut berada dibawah perlindungan hukum, undang-undang dan Kode Etik, jadi memiliki kebebasan yang didasarkan kepada kehormatan dan kepribadian Advokat yang berpegang teguh pada Kemandirian, Kejujuran, Kerahasiaan dan Keterbukaan. Profesi Advokat ini juga bertugas sebagai penegak hukum otomatis sejajar dengan instansi penegak hukum lainnya, oleh karena itu satu sama lainnya harus menghargai antara teman sejawat dan juga antara para penegak hukum lainnya. Para Advokat harus menjaga citra dan martabat kehormatan profesi, serta setia dan menjunjung tinggi Kode Etik dan Sumpah Profesi, yang pelaksanaannya diawasi oleh Dewan Kehormatan sebagai suatu lembaga yang eksistensinya harus diakui setiap Advokat tanpa melihat dari organisasi profesi darimana dia berasal.5 Sehingga Hakim lainnya ini melihat dari pendapat pandangan si pelapor yang kebanyakan dalam hal pengajuan putusan ini banyak dilaporkan oleh para Advokat jadi ketika hendak melaporkan dan memberikan argumentasi maka ia akan membawa latar belakangnya sebagai seorang advokat yang mana dia bekerja itu sesuai dengan kode etik advokat itu sendiri jadi tidak menutup kemungkinan argumentasinya kebanyakan berlandaskan dari profesi sebagai seorang advokat (aparat penegak hukum).
5Kode Etik Advokat Indonesia Komite Kerja Advokat Indonesia
Sedangkan untuk Kode Etik di dalam Dosen seperti contohnya kita ambil dari Kode Etik Dosen Universitas Diponegoro yang menyampaikan bahwa ada 11 bentuk pelanggaran kode etik dosen yang harus diketahui, diantaranya meliputi :
1) Pelanggaran Kode Etik Terhadap Diri Sendiri;
2) Pelanggaran Kode Etik Pendidikan dan Pembelajaran;
3) Pelanggaran Kode Etik Penelitian;
4) Pelanggaran Kode Etik Penulisan dan Publikasi Karya Ilmiah;
5) Pelanggaran Kode Etik Pengabdian Kepada Masyarakat;
6) Pelanggaran Kode Etik Penyebutan Gelar Akademik dan Sebutan Profesional;
7) Pelanggaran Kode Etik Hubungan Dosen dengan Universitas;
8) Pelanggaran Kode Etik Hubungan Dosen dengan Sejawat;
9) Pelanggaran Kode Etik Hubungan Dosen dengan Tenaga kependidikan;
10) Pelanggaran Kode Etik Hubungan Dosen dengan Mahasiswa;
11) Pelanggaran Kode Etik Hubungan Dosen dengan Masyarakat
Bilamana bentuk pelanggaran tersebut dilanggar oleh dosen maka ada dua jenis sanksi yang akan diberikan yakni sanksi moral dan administratif. Sanksi moral diterapkan dalam permohonan maaf yang dituangkan dalam surat, pernyataan penyesalan yang dituangkan dalam surat dan atau pernyataan sikap bersedia untuk dijatuhi hukuman berdasarkan ketentuan perundang-undangan apabila mengulangi perbuatan tersebut.
Dan untuk sanksi administratif dijatuhkan terhadap pelanggaran kode etik sedang dan berat.6 Berdasarkan pada perbedaan pandangan tersebut yakni anggota majelis yang bernama Bintan R. Saragih membawa latar belakangnya sebagaimana masih menjadi bagian dari dosen sehingga putusan yang diberikan dari pandangan dia pun sedikit berbeda karena faktor sanksi yang diberikan pada kode etik dosen yang mana kalau dikaitkan pada sanksi kode etik Universitas Diponegoro, Hakim Terlapor dikenakan pada sanksi administratif yakni sanksi yang dijatuhkan akibat perbuatan dia termasuk dalam kategori diantara sedang ke berat.
6Peraturan Senat Akademik Universitas Diponegoro Nomor 01 Tahun 2019 tentang Petunjuk Teknis Mekanisme dan Prosedur Pemberian Sanksi Pelanggaran Kode Etik Dosen Universitas Diponegoro.
D. KESIMPULAN
Berdasarkan rumusan masalah dan pembahasan diatas penulis menyimpulkan bahwa Putusan MKMK ini dalam memberikan kepastian dan keadilan hukum masih dipengaruhi oleh berbagai latar belakang mereka masing-masing sehingga putusan yang diberikan baik dari Majelis Kehormatan sendiri ataupun Majelis Hakim sendiri itu sifat putusannya masih sering berdasarkan hal-hal yang subjektif (daripada dirinya sendiri) padahal putusan yang adil dan pasti akan terwujud bilamana cara berpikir dan menyelesaikan suatu perkara itu dilakukan dengan sifat yang objektif (apa yang ada).
Jika putusan yang diberikan sifatnya sudah objektif maka ketimpangan baik itu dalam keberjalanan bekerjanya Lembaga MKMK dan aparat penegak hukum lainnya dapat terlaksana dengan baik dan keresahan masyarakat juga dapat terselesaikan.
REFERENSI
Handayani, I. (2018). Penegakan Pelanggaran Kode Etik Hakim di Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia (Analisis Putusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi No. 01/MKMK-SPP/II/2017) (Bachelor's thesis, Jakarta: Fakultas Syariah Dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah).
Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi Putusan Nomor 2/MKMK/L/11/2023.
Kode Etik dan Perilaku Hakim Konstitusi Republik Indonesia berdasarkan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia.
Kode Etik Advokat Indonesia Komite Kerja Advokat Indonesia.
Peraturan Senat Akademik Universitas Diponegoro Nomor 01 Tahun 2019 tentang Petunjuk Teknis Mekanisme dan Prosedur Pemberian Sanksi Pelanggaran Kode Etik Dosen Universitas Diponegoro.