Nama : Cornelis Dharma Siddha Putra Analalo NPM : 2404742070010
Kelas : 2 R-A
Mata Kuliah : Hukum Pidana
Sejarah Perkembangan Hukum Pidana di Indonesia
Sejarah Hukum Pidana di Indonesia telah mengalami perkembangan yang panjang dan beragam dari masa ke masa, mencerminkan perubahan besar dalam struktur sosial, politik, dan kekuasaan yang terjadi di negara ini. Berikut adalah penjelasan tentang sejarah hukum pidana Indonesia dari masa ke masa.
A. Masa Kerajaan
Pada masa kerajaan Nusantara, sistem hukum pidana dipengaruhi oleh hukum adat dan agama yang dianut oleh masing-masing kerajaan, seperti Hindu, Buddha, dan Islam.
Setiap kerajaan memiliki hukum pidana yang berbeda sesuai dengan nilai budaya dan agama yang berlaku saat itu.
Ciri-ciri Hukum Pidana pada Masa Kerajaan:
Hukum Adat dan Agama: Pada kerajaan yang menganut agama Hindu dan Buddha, seperti Majapahit dan Sriwijaya, hukum pidana berlandaskan pada kitab-kitab suci agama tersebut, sedangkan kerajaan yang menganut Islam (seperti Kesultanan Aceh) menerapkan syariah Islam.
Hukuman Berat: Tindak pidana seperti pencurian, pembunuhan, dan pengkhianatan terhadap raja dihukum dengan hukuman yang sangat berat, termasuk hukuman mati, pemotongan tangan, atau rajam (bagi perzinahan).
Hukum Berdasarkan Raja: Raja atau penguasa memiliki kekuasaan mutlak dalam memutuskan hukum dan sanksi yang diterapkan kepada pelanggar hukum.
B. Masa Kolonial Belanda
Pada masa kolonial Belanda (1600-an hingga 1945), Belanda memperkenalkan sistem hukum pidana Barat yang terstruktur dan sistematis. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang berlaku di Hindia Belanda (Indonesia) banyak dipengaruhi oleh hukum pidana Belanda dan hukum Eropa.
Ciri-ciri Hukum Pidana pada Masa Kolonial Belanda:
Penegakan Hukum Belanda: Belanda mengimpor KUHP yang diterapkan di Indonesia pada masa kolonial, dan para penjajah ini juga membuat peraturan hukum pidana yang berbeda untuk orang Eropa dan Pribumi.
Perbedaan Status: Warga Eropa di Indonesia diatur oleh hukum pidana Eropa, sementara warga pribumi diatur oleh hukum adat atau hukum Islam, tergantung pada daerahnya.
Eksploitasi dan Penindasan: Hukum pidana sering kali digunakan untuk menindas dan mengontrol rakyat pribumi, dengan hukuman yang keras bagi mereka yang melawan penjajahan.
Hukum Pidana untuk Kolonial: Misalnya, perlawanan terhadap kolonialisme bisa dihukum dengan penjara, pengasingan, atau hukuman mati.
C. Masa Pendudukan Jepang (1942-1945)
Pada masa pendudukan Jepang (1942-1945), Jepang menggantikan sistem hukum yang berlaku di Indonesia dengan hukum yang lebih otoriter dan militeristik.
Ciri-ciri Hukum Pidana pada Masa Pendudukan Jepang:
Kekuasaan Mutlak Jepang: Pemerintah Jepang menerapkan hukum militer yang sangat keras, dengan penekanan pada disiplin dan ketaatan kepada kekuasaan Jepang.
Hukuman Mati dan Penyiksaan: Bagi siapa pun yang dianggap membahayakan kekuasaan Jepang, hukuman mati, penyiksaan, dan kerja paksa di kamp konsentrasi bisa dijatuhkan.
Penindasan: Hukum pidana pada masa ini digunakan untuk mengendalikan rakyat Indonesia, dengan tindakan seperti penangkapan massal, penyiksaan, dan hukuman mati bagi orang yang dianggap sebagai musuh atau pemberontak.
D. Masa Pasca-Kemerdekaan (1945-sekarang)
Setelah Indonesia merdeka pada 17 Agustus 1945, sistem hukum pidana di Indonesia mulai mengalami perubahan besar. Indonesia menyusun sistem hukum yang lebih sesuai dengan nilai Pancasila dan kemerdekaan bangsa.
Ciri-ciri Hukum Pidana Pasca-Kemerdekaan:
Pengadilan dan Perundang-Undangan Baru: Indonesia merumuskan peraturan hukum pidana sendiri, dimulai dengan Undang-Undang Dasar 1945, serta Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang mengadopsi sebagian besar dari KUHP Belanda, dengan beberapa perubahan sesuai dengan nilai-nilai Indonesia.
Reformasi Hukum: Pada tahun 1960-an dan 1970-an, Indonesia mulai membuat berbagai peraturan untuk memperbaiki sistem hukum pidana, meskipun masih banyak pengaruh Belanda yang tetap ada.
Perubahan dalam Penegakan Hukum: Pemerintahan Indonesia, dengan sistem demokrasi yang semakin berkembang, berusaha memastikan bahwa hukum pidana tidak lagi digunakan untuk menindas rakyat, melainkan untuk melindungi keadilan dan kemanusiaan.
E. Masa Era Reformasi (1998-sekarang)
Pada masa Reformasi setelah tahun 1998, Indonesia mengalami perubahan besar dalam banyak sektor, termasuk hukum pidana. Setelah jatuhnya rezim Orde Baru, pemerintah Indonesia mulai berusaha melakukan reformasi hukum untuk menciptakan sistem hukum yang lebih adil, transparan, dan demokratis.
Ciri-ciri Hukum Pidana pada Masa Era Reformasi:
Penegakan Hukum yang Lebih Demokratis: Hukum pidana pada masa reformasi berusaha untuk mengatasi masalah seperti korupsi, pelanggaran HAM, dan ketidakadilan sosial yang terjadi pada masa sebelumnya.
Revisi dan Pembaruan Undang-Undang: Indonesia mulai memperkenalkan dan mengamandemen berbagai undang-undang pidana untuk lebih sesuai dengan standar internasional, seperti undang-undang anti-terorisme, anti-korupsi, dan hukum hak asasi manusia.
Desentralisasi: Sebagian besar kewenangan hukum diberi kepada pemerintah daerah, dengan sistem yang lebih fokus pada keadilan sosial di tingkat lokal.
Peran Masyarakat Sipil: Peran masyarakat sipil dalam pembentukan hukum pidana semakin meningkat, dengan adanya keterlibatan dalam advokasi hukum dan pengawasan terhadap penegakan hukum.
Kesimpulan:
Sejarah hukum pidana Indonesia mencerminkan perubahan besar yang terjadi seiring dengan pergeseran politik dan sosial. Berikut adalah beberapa poin penting dari sejarah hukum pidana Indonesia:
1. Masa Kerajaan: Hukum pidana bersifat tradisional dan sangat dipengaruhi oleh adat serta agama, di mana penguasa memiliki kekuasaan mutlak dalam penegakan hukum.
2. Masa Kolonial Belanda: Belanda memperkenalkan sistem hukum pidana Barat yang lebih terstruktur, dengan ketimpangan dalam penerapan hukum antara warga pribumi dan Eropa.
3. Masa Pendudukan Jepang: Jepang menerapkan hukum pidana yang sangat keras dan otoriter, menggunakan kekuasaan militer untuk mengontrol rakyat Indonesia.
4. Masa Pasca-Kemerdekaan: Setelah kemerdekaan, Indonesia merumuskan hukum pidana yang lebih sesuai dengan nilai-nilai Pancasila, meskipun pengaruh Belanda masih terasa dalam KUHP.
5. Masa Era Reformasi: Era reformasi membawa perubahan signifikan dalam sistem hukum pidana Indonesia, dengan penekanan pada demokratisasi, keadilan, dan hak asasi manusia, serta pembaruan hukum pidana untuk menanggulangi korupsi dan ketidakadilan.
Seiring berjalannya waktu, hukum pidana Indonesia terus berkembang dan berusaha menciptakan sistem yang lebih adil, transparan, dan sesuai dengan prinsip-prinsip Pancasila dan demokrasi.