• Tidak ada hasil yang ditemukan

Turnover Intention - Universitas Kristen Satya Wacana

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2024

Membagikan "Turnover Intention - Universitas Kristen Satya Wacana"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

5 KAJIAN PUSTAKA

Turnover Intention

Turnover intention diartikan sebagai keinginan karyawan untuk pindah atau keluar dari suatu organisasi (Ayu et al., 2016). Waskito & Putri (2021) mengartikan turnover intention adalah suatu keinginan seseorang untuk keluar dan meninggalkan pekerjaannya setelah diterima dalam perusahaan. Wicaksono (2020) juga mengartikan turnover intention yaitu keinginan karyawan untuk berhenti atau keluar dari pekerjaannya secara sukarela dan disebabkan oleh beberapa alasan seperti keinginan untuk mencari dan memperoleh pekerjaan yang lebih baik dari sebelumnya. Sulistia (2021) mengatakan bahwa turnover intention disebabkan karena karyawan yang tidak mampu menyesuaikan beban dan tuntutan dari perusahaan. Turnover intention juga dapat digunakan sebagai alat untuk mengetahui indikasi masalah pada perusahaan. Menurut Arsih et al. (2018) turnover intention yang semakin meningkat dapat menjadi masalah bagi perusahaan karena menimbulkan dampak negatif seperti kesulitan dalam memperoleh karyawan yang memiliki kualitas dan kemampuan sesuai dengan kualifikasi perusahaan serta membutuhkan banyak waktu maupun biaya untuk merekrut karyawan baru.

Turnover intention juga menyebabkan image yang tidak baik untuk perusahaan karena dianggap tidak mampu dalam memperhatikan keinginan dan kebutuhan karyawan (Octaviani et al., 2019). Menurut Yuniarti (2017) dimensi turnover intention yaitu 1) Thinking of quitting dengan indikator berpikir untuk keluar dari perusahaan, merasa diperlakukan kurang adil, sering melakukan absen dan telat, merasa malas untuk berangkat kerja, 2) Intention to search for alternatives dengan indikator memiliki niat mencari alternatif pekerjaan baru, mencari pekerjaan yang lebih baik dari pekerjaan sebelumnya, mencari pekerjaan sesuai dengan keahlian dan jenjang pendidikan, 3) intention to quit dengan indikator berniat untuk pindah atau keluar dari perusahaan karena mendapat pekerjaan yang lebih menjanjikan, berkeinginan untuk keluar dari pekerjaan karena beban kerja yang berlebihan. Waskito & Putri (2021) juga mengatakan bahwa indikator turnover intention yaitu 1) Tingkat absensi semakin meningkat, 2) Jenuh dalam bekerja, 3) Peningkatan pelanggaran atau kesalahan, 4) Protes terhadap atasan, 5) Perilaku yang berbeda., 6) Pencarian alternatif pekerjaan.

Job Insecurity

Job insecurity merupakan perasaan ketidakamanan yang dialami karyawan dalam melakukan suatu pekerjaan karena adanya ancaman dari pihak dalam maupun pihak luar terhadap keberlangsungan pekerjaannya (Karina et al., 2018).

Gayatri (2020) mengartikan job insecurity merupakan kondisi psikologis dari karyawan yang menunjukan rasa tidak aman karena kondisi lingkungan yang berubah-ubah. Kekesi & Agyemang (2014) juga menyebutkan job insecurity disebabkan adanya ketidakpastian dan kontrol yang kurang dari kelanjutan masa depan karir karyawan. Faktor-faktor penyebab terjadinya job insecurity yaitu

(2)

6

kondisi lingkungan, jabatan, dan karakteristik karyawan (Karomah, 2020). Job insecurity tidak hanya memberikan dampak negatif pada karyawan yang mengalaminya namun juga bagi organisasi atau perusahaan. Job insecurity yang dialami oleh karyawan dapat memberikan dampak tidak baik terhadap performansi karyawan sehingga produktifitas organisasi atau perusahaan dapat menurun (Panjaitan & Adiwati, 2021).

Dimensi job insecurity menurut Karina et al. (2018) yaitu 1) Konflik peran, 2) Ketidakjelasan peran, 3) Perubahan aspek dan kebijakan organisasi, 4) Pengendalian diri sedangkan indikator job insecurity antara lain 1) Rasa tidak aman, 2) Kurangnya peluang, 3) Sering munculnya kesalahan, 4) Perubahan aspek sikap, 5) Pergantian manajemen. Dayatri & Salendu (2022) mengembangkan dimensi job insecurity yaitu 1) work content dengan indikator beban kerja yang terlalu banyak atau sedikit, tanggung jawab yang berlebihan, pekerjaan yang monoton, 2) working conditions yang indikatornya mengacu pada keselamatan kerja seperti tuntutan fisik dan kondisi lingkungan kerja yang berbahaya, 3) employment conditions dengan indikator kontrak kerja yang fleksibel dan kekhawatiran pada pekerjaan, 4) social relationship dengan indikator yang berkaitan dengan kepemimpinan dan dukungan sosial.

Komunikasi

Komunikasi merupakan proses untuk mentransfer informasi, pemahaman serta ide dari satu individu ke individu lain (Octaviani et al., 2019). Sugiono &

Lumban Tobing (2021) menyatakan bahwa komunikasi merupakan pengiriman informasi dan pemahaman secara verbal dan non verbal. Komunikasi memiliki peran penting dan prioritas tinggi dalam organisasi (Fitriani & Prisanto, 2021).

Komunikasi yang baik dalam perusahaan dapat memperlancar tugas karyawan sehingga membantu tercapainya tujuan perusahaan dengan cepat. Sulistia (2021) mengatakan bahwa tujuan perusahaan akan tercapai dan manajemen perusahaan menjadi efektif serta efisien apabila komunikasi berjalan dengan baik. Komunikasi yang baik tercipta dari adanya interaksi yang baik pula antar anggota organisasi atau perusahaan. Terciptanya komunikasi yang baik dalam perusahaan dapat menciptakan suasana kerja yang berkualitas dan mendorong karyawan untuk tidak melakukan turnover intention (Hafiz, 2019). Komunikasi juga dapat berjalan kurang baik apabila karyawan masih merasa segan untuk berbicara dengan pimpinan atau rekan kerja yang menyebabkan ketidaknyamanan dalam bekerja, kesulitan berkoordinasi antar karyawan maupun pimpinan dan kesulitan dalam menghadapi permasalahan dalam pekerjaan sehingga karyawan memiliki keinginan untuk melakukan turnover inetntion (Heryadi & Sukmalana, 2020).

Heryadi & Sukmalana (2020) menyebutkan fungsi komunikasi antara lain sebagai pengendali perilaku, membangkitkan motivasi karyawan, pengungkapan emosi, dan sebagai alat pertimbangan dalam pengambilan keputusan. Menurut Fitriani & Prisanto (2021) dimensi komunikasi yaitu 1) Downward communication dengan indikator kesesuaian penyampaian informasi dan instruksi, 2) Upward communication dengan indikator saran antar rekan kerja dan pimpinan, kepercayaan kepada pimpinan, 3) Horizontal communication dengan indikator berbagi informasi antar karyawan, komunikasi bersifat akurat 4) Diagonal communication dengan indikator keahlian komunikasi yang baik oleh pimpinan,

(3)

7

seberapa baik pemimpin menperhatikan karyawan. Octaviani et al. (2019) juga menyebutkan indikator komunikasi antara lain 1) Efektivitas komunikasi, 2) Kemudahan memperoleh informasi, 3) Pemahaman pesan, 4) Perubahan sikap, 5) Intensitas komunikasi.

Kepuasan Kerja

Kepuasan kerja merupakan kesuksesan seorang karyawan dalam menyelesaikan pekerjaan sesuai dengan job desk dan mencapai hasil kerja seperti yang diharapkan (Waskito & Putri, 2021). Menurut Tampubolon & Sagala (2020) kepuasan kerja adalah suatu perasaan senang atau tidak senang karyawan terhadap pekerjaan sebagai hasil dari penilaian, persepsi sikap, atau interaksi dengan lingkungan pekerjaan. Kepuasan kerja juga dapat diartikan sebagai cara pandang karyawan yang bersifat positif maupun negatif mengenai pekerjaan (Connor, 2018).

Kepuasan kerja karyawan menjadi salah satu faktor dalam menentukan tingkat produktivitas karyawan. Kepuasan kerja yang tinggi dapat membuat karyawan lebih termotivasi dalam melakukan pekerjaan (Abadi et al., 2018). Pitasari &

Perdhana (2018) mengatakan bahwa karyawan dengan kepuasan kerja tinggi akan lebih berkomitmen dan memberikan dedikasi tinggi pada perusahaan sedangkan menurut Yelfira & Soeling (2021) karyawan yang memiliki kepuasan kerja rendah cenderung berniat untuk melakukan turnover intention. Vermeir et al. (2018) juga menegaskan bahwa karyawan lebih banyak menghabiskan waktu di tempat kerja sehingga menjadikan kepuasan kerja sebagai dambaan utama dalam bekerja.

Penelitian Abadi et al. (2018) menyebutkan manfaat kepuasan kerja yaitu dapat meningkatkan produktivitas, meningkatkan kehadiran, dan memiliki kesehatan yang baik bagi karyawan. Faktor kepuasan kerja yaitu faktor psikologi, faktor sosial, faktor fisik, faktor finansial, faktor perbedaan, faktor keadilan, dan faktor pencapaian nilai sedangkan indikator kepuasan kerja yaitu 1) Pekerjaan, 2) Upah, 3) Promosi, 4) Supervisi, 5) Rekan kerja, 6) Lingkungan kerja (Tampubolon

& Sagala, 2020). Saklit (2017) juga menyebutkan dimensi dari kepuasan kerja yaitu 1) Pekerjaan itu sendiri yang memiliki indikator minat kerja, sikap kerja, bakat atau keterampilan, dan kenyamanan, 2) Kompensasi yang memiliki indikator sistem pembayaran, gaji, dan fasilitas, 3) Lingkungan kerja yang memiliki indikator interaksi dengan atasan dan rekan kerja, kenyaman tempat kerja, 4) Kebijakan perusahaan yang memiliki indikator kebijakan organisasi, keterlibatan seluruh karyawan dalam penyelesaian masalah dan pengambilan keputusan perusahaan.

Keterkaitan antar Variabel

Pengaruh Job Insecurity terhadap Kepuasan Kerja

Job insecurity dapat terjadi karena adanya perasaan bingung dan tidak aman dengan adanya perubahan lingkungan sehingga menjadi suatu ancaman dalam keberlangsungan kerja (Abildgaard et al., 2018). Prestiana & Putri (2013) mengatakan job insecurity berpengaruh terhadap kepuasan kerja karyawan.

Karyawan yang merasa tidak aman atau mengalami job insecurity cenderung tidak puas dengan hasil kerjanya. Karyawan akan merasa terancam dan bingung terhadap pekerjaan maupun lingkungan kerja sehingga muncul ketidakpuasan kerja pada

(4)

8

karyawan. Job insecurity yang semakin tinggi dapat menyebabkan kepuasan kerja karyawan semakin berkurang dan sebaliknya apabila job insecurity rendah maka kepuasan kerja karyawan akan meningkat (Wibowo et al., 2015). Menurut Zheng et al. (2014) job insecurity dapat berpengaruh terhadap hubungan antara karyawan dengan organisasi, apabila organisasi gagal dalam memberi solusi dan harapan karyawan maka job insecurity akan meningkat sehingga berdampak negatif pada kepuasan kerja. Riana & Minarsari (2019) menyebutkan terdapat dampak negatif non psikologis dari job insecurity yaitu kepuasan kerja karyawan yang cenderung akan menurun.

H1 : Job insecurity berpengaruh terhadap kepuasan kerja

Pengaruh Komunikasi terhadap Kepuasan Kerja

Komunikasi merupakan salah satu aspek penting dalam suatu organisasi atau perusahaan. Komunikasi merupakan salah satu penentu perusahaan dalam mencapai tujuan dan keberhasilan (Paripurna, 2012). Komunikasi digunakan untuk menyatukan pendapat dan ide-ide antar karyawan dalam mencapai tujuan perusahaan. Kebebasan dalam berpendapat dan pemberian tugas yang jelas dapat mendorong kinerja karyawan yang akhirnya membuat kepuasan kerja semakin meningkat (Munir et al., 2020). Komunikasi yang berjalan tidak baik antar karyawan dengan atasan dapat menyebabkan kepuasan kerja yang menurun.

Sulistia (2021) mengatakan komunikasi dapat menjadi tempat dalam menjalin interaksi antar karyawan sehingga tidak heran apabila karyawan memiliki rekan kerja yang ramah maka kepuasan kerja juga akan meningkat. Musah et al. (2017) mengatakan bahwa terdapat hubungan yang cukup kuat antara komunikasi dengan kepuasan kerja.

H2 : Komunikasi berpengaruh terhadap kepuasan kerja

Pengaruh Job Insecurity terhadap Turnover Intention Karyawan Millenial Karyawan millenial termasuk karyawan yang tidak loyal terhadap pekerjaan (Wicaksono, 2020). Karyawan millenial akan mencari alternatif pekerjaan lain ketika merasa tidak aman atau mengalami job insecurity. Karyawan yang mengalami job insecurity akan menjadi malas dan tidak semangat dalam melaksanakan tugas sehingga berakibat turunnya produktivitas kerja dan dapat berakhir dengan melakukan turnover intention (Suciati et al., 2015). Job insecurity dianggap sebagai penyebab utama stress dalam bekerja yang berakhir karyawan merasa tidak nyaman sehingga berniat untuk keluar dari perusahaan. Handaru et al.

(2021) mengatakan bahwa semakin tinggi job insecurity maka akan menimbulkan kekhawatiran dan stress bagi karyawan serta dapat mempengaruhi cara berfikir karyawan untuk melakukan turnover intention. Karyawan yang mengalami job insecurity akan cenderung melakukan turnover intention karena merasa khawatir terhadap keberlangsungan karir (Riana & Minarsari, 2019).

H3 : Job insecurity berpengaruh terhadap turnover intention karyawan millenial

(5)

9

Pengaruh Komunikasi terhadap Turnover Intention Karyawan Millenial Komunikasi merupakan aspek penting dalam organisasi atau perusahaan.

Komunikasi harus diutamakan dan dipertahankan supaya karyawan menjadi terdorong untuk mencapai tujuan perusahaan. Perusahaan atau organisasi harus memperhatikan kepuasan komunikasi karyawan apabila ingin mencapai suatu keberhasilan (Hasanah et al., 2018). Komunikasi antar karyawan yang efektif dapat meningkatkan loyalitas karyawan dengan perusahaan (Fitriani & Prisanto, 2021).

Karyawan yang memiliki loyalitas tinggi terhadap perusahaan akan merasa nyaman dan tidak berfikiran untuk keluar dari perusahaan atau melakukan turnover intention. Komunikasi antar karyawan dengan pimpinan yang tidak harmonis dapat berdampak pada kerjasama yang kurang sehingga memicu terjadinya turnover intention (Sulistia, 2021). Penelitian Fitriani & Prisanto (2021) menyimpulkan bahwa terdapat pengaruh yang cukup kuat dari komunikasi terhadap turnover intention.

H4 : Komunikasi berpengaruh terhadap turnover intention karyawan millenial

Pengaruh Kepuasan Kerja terhadap Turnover Intention Karyawan Millenial Penelitian Sari et al. (2020) mengatakan bahwa kepuasan kerja yang tinggi akan berdampak pada rendahnya tingkat turnover intention. Turnover intention sebagian besar disebabkan oleh adanya ketidakpuasan kerja. Karyawan yang kurang rasa semangat dan merasa tidak puas dengan pekerjaannya akan mencoba mencari kesempatan kerja di perusahaan lain (Siddiqi, 2013). Penelitian (garuda susilo) juga mengatakan apabila karyawan merasa tidak puas dengan suatu pekerjaan cenderung memiliki niat untuk keluar atau pindah dari perusahaan.

Karyawan yang merasa puas dengan pekerjaannya akan merasa senang sehingga tidak memiliki niat untuk melakukan turnover intention. Musadieq & Kerja (2013) mengatakan bahwa karyawan yang merasa puas dengan hasil kerja dan apa yang didapatkan sesuai dengan keinginan maka akan memilih bertahan pada perusahaan.

Nassrulloh et al. (2018) telah membuktikan dari hasil penelitiannya bahwa kepuasan kerja memiliki pengaruh terhadap turnover intention.

H5 : Kepuasan kerja berpengaruh terhadap turnover intention karyawan millenial

Pengaruh Job Insecurity terhadap Turnover Intention Karyawan Millenial dengan Kepuasan Kerja sebagai variabel mediasi

Job insecurity dapat menciptakan adanya ketidakpuasan kerja karyawan (Handaru et al., 2021). Keamanan kerja (job insecurity) menjadi aspek yang penting. Karyawan yang merasa aman cenderung dapat merasakan kepuasan kerja yang tinggi sehingga kemungkinan melakukan turnover intention sangat kecil.

Karyawan yang mengalami job insecurity cenderung memiliki niat untuk melakukan turnover intention atau keluar dari perusahaan. Karyawan yang

(6)

10

memiliki kepuasan kerja yang rendah akan menunjukkan sikap yang kurang baik pada pekerjaan maupun lingkungan kerja sehingga karyawan merasa gelisah dan perasaan tidak nyaman (job insecurity) hingga akhirnya memiliki niat untuk melakukan turnover intention (Hanafiah, 2013). (Murrar, 2013) menyatakan bahwa job insecurity, kondisi kerja, dan peningkatan karir memiliki korelasi dengan kepuasan kerja. Penelitian yang dilakukan oleh Nassrulloh et al. (2018) juga membuktikan bahwa kepuasan kerja memediasi pengaruh job insecurity terhadap turnover intention. Menurut Riana & Minarsari (2019) organisasi yang tidak berhasil dalam memenuhi ekspektasi karyawan dapat menyebabkan job insecurity semakin meningkat yang akhirnya berdampak terhadap rendahnya kepuasan kerja sehingga muncul keinginan untuk melakukan turnover intention. Hasil penelitian Riana & Minarsari (2019) juga menyimpulkan bahwa kepuasan merupakan peran penting dalam menurunkan turnover intention ketika karyawan sedang mengalami job insecurity.

H6 : Kepuasan kerja memediasi pengaruh job insecurity terhadap turnover intention karyawan millenial

Pengaruh Komunikasi terhadap Turnover Intention Karyawan Millenial dengan Kepuasan Kerja sebagai variabel mediasi

Komunikasi merupakan sarana untuk menyampaikan tugas dalam perusahaan dan sebagai solusi terhadap kepuasan kerja yang menurun (Saputra &

Adnyani, 2019). Komunikasi dan kepuasan kerja harus menjadi aspek penting yang wajib diperhatikan terutama bagi seorang pemimpin. Pemimpin atau atasan harus menciptakan suasana kerja yang nyaman, terbuka, dan membimbing karyawan supaya tidak terjadi turnover intention (Sudrajat, 2021). Karyawan yang merasa puas dalam bekerja cenderung tetap mempertahankan posisinya dalam perusahaan.

Pemimpin perusahaan yang dapat menciptakan suasana kerja yang baik dan nyaman dapat meminimalisir terjadinya turnover intention atau keinginan untuk keluar dari perusahaan. Komunikasi yang tidak transparan antar karyawan dengan pimpinan merupakan salah satu penyebab komunikasi menjadi kurang baik yang memicu timbulnya ketidakpuasan dalam bekerja. Komunikasi antar karyawan yang tidak harmonis dapat menimbulkan rendahnya kepuasan kerja sehingga berakibat pada terjadinya turnover intention (Sudrajat, 2021).

H7 : Kepuasan kerja memediasi pengaruh komunikasi terhadap turnover intention karyawan millenial

Konseptual Model Penelitian

Berdasarkan pada penelitian dan teori terdahulu, terdapat beberapa keterkaitan antar variabel. Variabel-variabel tersebut yaitu job insecurity, komunikasi, turnover intention, dan kepuasan kerja sehingga peneliti membuat konseptual model penelitian yang terdapat pada gambar 1.

(7)

11

Gambar 1. Konseptual Model Penelitian

H6

H5

H7

Job Insecurity

Kepuasan Kerja

Turnover Intention

Komunikasi

H4

Referensi

Dokumen terkait

Banyak faktor yang menyebabkan karyawan ingin keluar dari perusahaan antara lain pemberdayaan karyawan yang kurang tepat dan juga tidak memiliki keterikatan kerja

1) Variabel kepuasan kerja diperoleh nilai rata-rata terendah adalah saya sering merasa dikucilkan oleh rekan kerja saya, hal ini menunjukkan bahwa karyawan

1. Dari hasil penelitian dapat dilihat bahwa 33,7 persen karyawan merasa pimpinan kurang memberikan dukungan kepada mereka dalam bekerja. Sehingga diharapkan

Penelitian ini menunjukkan proses fermentasi tempe menyebabkan kandungan senyawa fenolik total dan produksi isoflavon genistein bersifat fluktuatif.. Kata Kunci :

Perubahan iklim juga akan mempengaruhi terjadinya perubahan ketersediaan pangan, perubahan perilaku makan, perubahan pola penyakit, dan akhirnya menyebabkan penyakit,

Selama work from house karyawan merasa tuntutan pekerjaan semakin tinggi, jumlah jam kerja dirumah lebih banyak dari pada saat bekerja dikantor, meeting yang

Namun ternyata hal itu menyebabkan kurang produktifnya karyawan dalam bekerja, sehingga pekerjaan tersebut akan lebih lama selesai, akibatnya karyawan merasa tidak nyaman dan

Selain tingkat turnover yang tinggi, tingkat turnover intention pada karyawan yang masih aktif bekerja pada Yayasan Cendikia Bunayya terbilang tinggi, dimana kedua hal ini berkaitan