• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ulasan Materi Kuliah Filsafat

N/A
N/A
Wafa Auliya Insan Gaib

Academic year: 2024

Membagikan " Ulasan Materi Kuliah Filsafat"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

UJIAN AKHIR SEMESTER MATA KULIAH FILSAFAT RANGKUMAN MATERI

Wafa Auliya – 205120107111011

SUBJEKTIVISME DAN OBJEKTIVISME

Dalam belantara ilmu sosial, terdapat dua aliran yang sangat penting yaitu objektivisme dan subjektivisme.

Objektivisme adalah suatu fakta yang ada di luar manusia. Bagaimana kita menggambarkan realitas sosial yang hadir di luar manusia. Bahwa segala kenyataan berasal dari fakta empiris. Suatu kebenaran hanya dapat didasari jika ada bukti yang faktual dan dari pengalaman inderawi. Pandangan orang lain terhadap sesuatu tidak bisa mengubah fakta tersebut. Contoh dari objektivisme adalah struktur sosial, sistem sosial, dan lain sebagainya. Dalam hal ini, objektivisme mempelajari bahwa bukan manusia yang memengaruhi masyarakat melainkan masyarakat yang memengaruhi manusia. Intinya, objektivisme menekankan pada fakta yang ada di luar manusia dimana hal itu bukan hasil kreasi manusia.

Sedangkan subjektivisme itu berpegang bahwa fenomena yang ada adalah hasil presepsi manusia dimana suatu kenyataan adalah hasil dari produksi dan tindakan manusia. Konstruksi sosial yang dianggap sebagai sesuatu yang berada di luar manusia sebenarnya juga hasil dari tindakan manusia. Seperti hal nya kebudayaan yang merupakan produksi atau perbuatan dari manusia itu sendiri.

Intinya, subjektivisme lebih menekankan kepada fenomena sosial sebagai suatu hal yang diproduksi oleh masyarakat atau individu.

Objektivisme adalah dunia sosial yang didapatkan berdasarkan ilmu alam, dimana membutuhkan suatu metode penelitian untuk menghasilkan kebenaran.

Sedangkan subjektivisme merupakan dunia sosial yang didapatkan berdasarkan pengalaman manusia dan hasil penafsiran dari pemikiran-pemikiran manusia. Dalam

(2)

pembahasan ontologis, objektivisme merupakan konstruksi sosial yang diciptakan oleh masyarakat sedangkan subjektivisme merupakan kesadaran individu. Secara epistimologis, objektivisme adalah suatu ilmu yang didapat melalui hasil observasi sedangkan subjektivisme “hanya” membutuhkan interpretasi atau pandangan dari manusia saja.

Maka dapat disimpulkan bahwa objektivitas merupakan suatu fakta yang kebenarannya ditentukan dari penelitian atau sesuatu yang bisa ditangkap oleh indera manusia. Membutuhkan fakta kuantitatif dan tidak dipengaruhi oleh pendapat oleh pandangan manusia. Sedangkan subjektivitas merupakan hasil dari pemikiran, pandangan, atau presepsi manusia.

TEORI AGUSTE COMTE, THOMAS KHUN, KARL POPPER Auguste Comte

Auguste Comte adalah seseorang yang berhasil menganilisis suatu peristiwa di masyarakat menjadi sebuah fakta sosial. Dahulu, ilmu-ilmu pengetahuan hanya berupa ilmu sains dan eksak hingga Augste Comte mengembangkan ilmu sosial menjadi ilmu pengetahuan juga. Auguste Comte mencoba menganilisis tentang peristiwa-peristiwa sosial itu agar bisa sejajar dengan perkembangan sains. Karena usahanya dalam mensaintifikasi fenomena sosial dan menjadikan fenomena sosial tersebut sebagai sebuah ilmu, ia dijuluki sebagai Bapak Sosiologi.

Salah satu teori Comte yang terkenal adalah law of the three stages atau hukum tiga tahap. Hukum ini adalah rumusan perkembangan masyarakat dan individu yang bersifat evolusioner. Dalam teori ini, Comte memprediksi kehidupan manusia akan berlangsung dalam tiga tahap. Fase pertama adalah fase teologis. Fase teologis adalah fase dimana orang-orang mempercayakan analisa sosialnya terhadap analisa agama atau ketuhanan, dan hal-hal yang sifatnya supranatural seperti jimat atau kepercayaan dewa-dewi. Fase ini kemungkinan dikarenakan belum memadainya ilmu pengetahuan pada zaman dahulu untuk menjelaskan fenomena alam yang ada secara ilmiah, sehingga dibuatlah analisa sesuai dengan pemahaman manusia pada

(3)

zaman itu. Seperti pada masa enam ratus tahun sebelum kelahiran Kristus, ketika masyaakat saat itu mempertanyakan tentang fenomena-fenomena sosial yang terjadi.

Namun karena tidak ada jawaban yang memuaskan, mereka membuat suatu kesimpulan sendiri dengan mengaitkan sebuah fenomena alam dengan kaitan dewa- dewi. Seperti anggapan bahwa kekeringan panjang yang melanda Yunani dikarenakan palu milik Thor, salah seorang dewa dalam kepercayaan mereka, telah dicuri.

Fase kedua adalah fase metaphysical. Fase ini adalah fase dimana masyarakat tidak lagi mengaitkan dengan agama namun tergantikan dengan kepercayaan- kepercayaan abstrak saja.

Fase terakhir adalah fase positive yaitu fase dimana orang-orang mulai mengagung-agungkan sains. Pada fase ini, masyarakat sangat mengedepankan logika serta fakta dan data empiris. Permasalahan-permasalahan suatu fenomena alam dan sosial dipecahkan melalui penelitian serta pengamatan yang absolut. Comte juga mengatakan bahwa fase ini gerbang dari masa dewasa intelegensi manusia.

Contohnya adalah manusia sudah menganggap hujan sebagai fenomena alam yang terjadi akibat penguapan dari air laut, bukan karena hilangnya palu Thor.

Namun, dewasa ini kita lihat ketiga fase ini bisa berjalan secara beriringan.

Di era modern dengan perkembangan teknologi seperti sekarang ini, masyarakat yang pola pikirnya ada pada fase theologis atau methaphisic pun masih banyak ditemukan.

Contohnya adalah seperti tsunami di Aceh yang terjadi pada 2006 silam. Masyarakat banyak yang mempercayai bahwa tsunami ini terjadi akibat dari banyaknya orang yang melakukan kemaksiatan di Aceh sehingga tsunami ini merupakan azab atau teguran dari Tuhan. Namun mereka juga mempercayai penjelasan dari BMKG dan ilmuwan-ilmuwan lain terkait bagaimana tsunami ini terjadi, yaitu karena adanya perpatahan lempengan bumi di dasar laut. Pemahaman tentang roh, arwah, atau kepercayaan animisme dan dinamisme pun sebenarnya masih banyak ditemukan terutama di Indonesia.

(4)

Karl Popper

Karl Popper merupakan seorang filsuf yang berasal dari Vienna Austria. Salah satu bukunya yang sangat terkenal, The Open Society and Its Enemies, menjelaskan tentang masyarakat terbuka dan prinsip falsifikasi. Disini, Popper mengemukakan tentang bahayanya sikap tertutup terhadap ilmu karena hal tersebut akan menghambat perkembangan ilmu itu sendiri. Menurut Popper, masyarakat terbuka adalah dimana masyarakat saling mengkritik dan berdialog agar menjadi lebih baik. Kebenaran yang mutlak itu tidak ada. Masyarakat bisa saja menemukan kebenaran-kebenaran baru, memperbaiki teori sebelumnya yang dianggap benar. Seperti pada zaman dahulu, manusia mengobati penyakit diare dengan meminum rebusan daun jambu. Hal itu memang benar. Namun seiring berjalannya waktu, muncul kebenaran lain yaitu obat- obatan kimiawi seperti Diapet dan sebagainya yang terbukti lebih manjur dan lebih cepat mengobati diare.

Prinsip falsifikasi yang dikemukakan Karl Popper disini bertujuan agar ilmu pengetahuan tetap berkembang dan tidak kaku. Ketika ada suatu teori baru dengan bukti yang lebih kuat daripada teori yang lama, maka teori yang lama terbukti salah dan bisa saja dihilangkan. Popper juga menyangkal teori dari kaum positivisme yang menganggap bahwa teori yang tidak bisa ditangkap secara inderawi tidak bisa diterima. Menurutnya, ilmu pengetahuan awalnya dimulai dari hipotesa dan kemungkinan-kemungkinan. Maka teori yang tidak bisa dirasa atau dibuktikan secara inderawi pun seharusnya bisa diterima.

Popper memberikan contoh melalui teori angsa yaitu ketika saat masyarakat menganggap semua angsa adalah angsa putih hanya karena belum pernah ditemukan angsa berwarna selain putih. Namun teori “semua angsa berwarna putih” itu terbukti salah ketika ada orang yang menemukan angsa berwarna hitam. Hal ini membuktikan bahwa teori yang hanya melihat bukti empiris pun belum tentu benar.

Thomas Kuhn

(5)

Thomas Kuhn merupakan fisikawan sekaligus filsuf yang berasal dari Ohio, Amerika Serikat. Lewat bukunya yang berjudul The Structure of Scientific Revolution, Khun menyangkal pemikiran Karl Popper lewat teorinya tentang paradigma. Menurut Popper, suatu teori akan tergantikan jika ada bukti yang menunjukkan bahwa hal tersebut salah. Sedangkan menurut Kuhn, kebenaran suatu teori ilmu bisa saja ditemukan berkali-kali walupun objeknya sama.

Menurut Kuhn, ada dua metode ilmiah yang digunakan dalam pemecahan suatu masalah atau penemuan teori. Metode pertama adalah puzzle solving atau percobaan dan observasi yang memiliki tujuan untuk memecahkan masalah.

Observasi ini dilakukan secara terjun langsung ke lapangan. Menurut Khun, menguji dan ikut terjun langsung ke lapangan merupakan hal yang penting dalam suatu penelitian. Disini Khun membidangi apa yang kini disebut dengan observasi ilmiah melalui eksperimen. Bukan hanya dengan buku-buku, namun bagaimana kita sebagai peneliti berpartisipasi dalam masyarakat. Pendapat Khun ini kemudian memunculkan metodi penelitian PAR atau participation action research.

Metode kedua adalah dengan menemukan paradigma baru jika paradigma awal tidak dapat digunakan untuk memecahkan suatu masalah. Dalam buku The Struvture of Sceintific Revolution, Kuhn mendeskripsikan paradigma sebagai suatu cara pandang, nilai-nilai, metode-metode, prinsip dasar atau memecahkan suatu masalah yang dianut oleh suatu masyarakat ilmiah pada suatu tertentu. Menurutnya, ilmu bisa berkembang ketika muncul paradigma-paradigma baru. Munculnya paradigma-paradigma baru setelah paradigma lama inilah yang mengakibatkan terjadinya revolusi ilmu.

ETIHICAL THEORIS

Ethical Theoris merupakan suatu studi ilmiah yang mempelajari perihal rules of conduct atas apa yang sering disebut sebagai moral yang mengarahkan apa yang seharusnya manusia lakukan. Ada beberapa aliran ethical theoris:

Subjective Relativism

(6)

Teori ini mengatakan bahwa kebenaran itu ada pada individu dan ditentukan oleh setiap individu itu sendiri. Setiap orang memutuskan mana yang baik dan mana yang buruk bagi dirinya. Kekurangan dari cara pandang seperti ini adalah ini akan bertentangan dengan cara pandang oran lain. Cara pandang ini juga bisa menimbulkan sifat tidak toleran dimana setiap orang merasa pandangannya lah yang benar. Kelebihan teori ini, seseorang bisa bebas dan berdaulat dalam menentukan apa yang diinginkan oleh dirinya. Contohnya adalah pandangan orang tentang transgender. Pandangan masyarakat tentang transgender ini berbeda-beda. Bagi sebagian orang, mereka menganggap bahwa transgender merupakan hal yang menyimpang dan menyalahi fitrah sehingga seharusnya tidak dibenarkan. Sedangkan menurut sebagian lain terutama pelaku trangender itu sendiri, mereka menganggap bahwa hal ini merupakan hal yang benar dan justru harus dilakukan karena para pelaku transgender ini merasa terjebak dalam jenis kelamin yang salah.

Cultural Relativism

Teori ini mengatakan bahwa kebenaran bergantung pada tempat dan waktunya. Ukuran kebenaran diukur pada seberapa kuat masyarakat tersebut dalam menjunjung budayanya. Seseorang harus mengikuti etika kebudayaan masyarakat disana. Dimana bumi dipijak, disitu langit dijunjung. Kekurangan dari cara pandang ini adalah jika berhadapan dengan kebudayaan-kebudayaan lain maka akan membentuk konflik terutama dalam masyarakat heterogen.

Command Theory

Teori ini menganut etika berdasarkan kitab suci atau agama. Misalnya paham Khilafah, paham Syariah Islam, paham Injil, dan lain sebagainya. Intinya, paham ini berkiblat pada perintah tuhan. Permasalahan dari teori ini adalah ada banyak kitab suci dan agama di dunai ini yang satu sama lain saling menolak atau bertolak belakang. Hal ini akan menjadi unrealistic ketika di sebuah daerah atau dalam komunitas masyarakat terdapat banyak agama yang tentu akan menimbulkan konflik. Contohnya jika Indonesia, sebagai negara yang memiliki lima agama resmi, menganut syariat Islam. Jika syariat-syariat

(7)

Islam seperti hukum potong tangan, hukum rajam, dan lain sebagainya diberlakukan di Indonesia, tentu akan menimbulkan banyak konflik karena masyarakat Indonesia yang beraga selain Islam tentu memiliki pandangan yang berbeda tentang hal ini.

Kantianism

Immanuel Kant memberikan dua teori bagaimana suatu aturan bisa dipakai oleh semua orang. Pertama, bertindaklah sesuai aturan yang itu bisa dipakai banyak orang. Kedua, bertindaklah dimana jika kamu telah melakukan tindakan tersebut, baik dirimu maupun orang lain merasakan hal yang sama.

Bagaimana sebuah aturan bisa diterima oleh banyak orang yang kemudian tidak dibatasi oleh agama, suku, dan lain sebagainya serta bisa dipakai oleh tiap masyarakat. Tolak ukurnya adalah rasionalisme dan tetap menghargai kebudayaan serta kedaulatan orang lain. Jangan menyakiti jika tidak ingin disakiti. Teori dari Immanuel Kant ini kemudian menjadi cikal bakal lahirnya Hak Asasi Manusia atau HAM. Seperti teori Kantianism, HAM merupakan aturan yang bisa diterima banyak orang tanpa ada batasan SARA. Contohnya adalah hak untuk hidup dimana semua manusia berhak untuk hidup dan hal ini pun disetujui oleh segala pihak dan tidak bertentangan dengan aturan agama maupun suku apapun.

Utilitarianism

Teori ini mengatakan bahwa kebahagiaan yang paling utama harus ditujukan kepada mereka yang paling banyak jumlahnya. Hukum dilakukan kepada yang paling banyak atau mayoritas. Jika sebagian besar orang membutuhkan sesuatu, maka kebijakan akan dibuat. Kekurangan dari teori ini adalah adanya ketidakadilan yang dirasakan oleh kaum minoritas.

Social Conctract Theory

Teori ini mengatakan bahwa aturan yang ada dalam masyarakat harus sesuai dengan kesepakatan bersama. Contoh sederhananya adalah peraturan kelas yang dibuat oleh dosen kepada mahasiswanya. Peraturan kelas ini baru bisa dilaksanakan apabila baik mahasiswa maupun dosen sepakat dengan adanya

(8)

peraturan ini. Contoh lain dalam skala yang lebih besar adalah UUD. Jika Anda sudah sepakat dengan UUD, maka itulah yang akan menjadi aturan dan harus dilaksanakan. Teori ini membutuhkan kritik dalam pelaksanannya.

Seperti dosen yang biasanya memberikan kebebasan kepada mahasiswanya untuk menyangkal atau menambahkan peraturan kelas, pembuatan undang- undang juga tentu membutuhkan kritik untuk mencapai kesepakatan bersama.

Dalam hal pembuatan undang-undang ini, rakyat sebagai pelaksana utama sekaligus yang paling terdampak dalam suatu undang-undang memiliki peran penting dalam memberikan kritik dan saran terhadap suatu kebijakan, demi membentuk kesepakatan bersama.

Principles of Justice

Teori ini beranggapan bahwa suatu hal baru dianggap adil apabila telah menggapai hingga ke kaum minoritas. Inti dari teori ini adalah keadilan bagi semua lapisan masyarakat. Suatu hal baru dianggap adil ketika berangkat dari start yang sama. Jika start-nya tidak sama, maka ketidakadilan itu diharuskan demi menggapai keadilan yang lebih luas. Misalnya terhadap siswa kurang mampu dimana mereka tidak memiliki fasilitas yang cukup untuk belajar.

Mereka tidak memiliki cukup uang untuk ikut bimbel, tidak memiliki akses internet yang memadai untuk mencari lebih banyak informasi, dan bisa jadi sekolah tempat mereka belajar tidak memiliki kualitas pendidikan yang bagus.

Hal ini sangat bertolak belakang dengan siswa dari kalangan mampu yang memiliki privilege untuk bisa mengikuti bimbel atau kursus sepulang sekolah sehingga tentu memiliki pengetahuan yang lebih banyak. Jika dua orang dengan latar belakang yang bertolak belakang ini melakukan tes untuk masuk universitas, maka hal ini akan menjadi tidak adil karena mereka berangkat dari start yang berbeda. Maka dari itu, perlu dibuat suatu “ketidakadilan”

untuk mencapai keadilan yang lebih luas. Misalnya pembuatan jalur khusus bagi calon mahasiswa kurang mampu dan/atau pemberian beasiswa BIDIKMISI.

Libertarian

(9)

Teori ini mengatakan bahwa setiap individu memiliki hak hidup menurut pilihannya masing-masing selama pilihannya tidak merugikan orang lain atau dalam kata lain kebebasan. Semua hal bersifat sukarela dan satu-satunya hal yang melanggar hukum adalah suatu hal yang sifatnya pemaksaan. Negara adalah penjaga yang menyediakan fasilitas serta hukum-hukum untuk berkompetisi.

LOGICAL FALLACY

Logical fallacy atau sesat pikir adalah melakukan suatu logika yang dianggap benar namun ternyata salah. Macam-macam sesat pikir adalah:

1. Strawman

Menyalahartikan suatu argumen kemudian penyalahartian itu digunakan untuk menyerang seseorang. Misalnya seorang ayah menyuruh anaknya untuk banyak membeli dan membaca buku, lalu ada orang yang berkata bahwa ayah tersebut melarang anaknya untuk bersosialisasi hanya karena ayah tersebut menyuruh anaknya untuk lebih banyak belajar lewat membaca buku. Maka orang tersebut telah melakukan strawman.

2. False Cause

Seolah-olah sesuatu itu merupakan sesuatu yang lain. Contoh sesat pikir ini banyak terjadi di kehidupan sehari-hari. Misalnya pemikiran tentang kedatangan Lady Gaga bisa menyebabkan Gunung Salak meletus, kedatangan Jokowi ke Arab Saudi mengakibatkan bencana, atau tanah longsor di suatu tempat diakibatkan oleh maksiat yang dilakukan oleh penduduk setempat.

Dalam hal ini penyebab suatu bencana dikaitkan dengan sesuatu yang tidak ada kaitannya dengan bencana. Hal ini lah yang dinamakan dengan false cause.

3. Appeal to Emotion

Menghadirkan emosi tertentu untuk mengelabui bahwa suatu pendapat itu benar dan membuat argumen yang melibatkan emosi. Misalnya ada seorang pemuka agama yang terkenal baik hati dituduh melakukan pelecehan seksual.

(10)

Untuk mencapai suatu kebenaran, tuduhan ini harusnya dilanjutkan dengan penyelidikan. Jika hasil penyelidikan tidak menemukan bukti, maka tuduhan ini bisa jadi salah. Namun, para pelaku appeal to emotion akan menghadirkan emosi jika mereka ingin menyangkal tuduhan ini. Para pelaku appeal to emotion akan membuat argumen dengan memasukan fakta bahwa ia adalah seorang pemuka agama yang pasti tahu mana yang baik dan mana yang benar, serta biasanya berperilaku baik terhadap sesama. Hal ini merupakan kesalahan berpikir yang salah karena tidak memiliki bukti yang kuat dan hanya berdasarkan emosi saja.

4. The Fallacy Fallacy

Anggapan bahwa argumen yang lemah dan tidak berbukti sudah pasti salah.

Seolah-olah tidak menghadirkan bukti artinya tidak benar.

5. Slippery Slope

Pemikiran kalau A terjadi maka Z akan terjadi. Misalnya, jika seseorang menyetujui pernikahan sesama jenis maka ia juga menyetujui pernikahan dengan hewan. Atau, jika seseorang menolak adanya ojek online, maka ia juga menolak digitalisasi surat menyurat secara online. Padahal penolakan orang tersebut terhadap ojek online tidak ada hubungannya digitalisasi surat- menyurat.

6. Ad Hominem

Menolak argumen seseorang bukan dengan menyerang argumen namun dengan menyrang karakternya. Ketika seseorang menyerang suatu argumen dengan bahasan pribadi yang tidak ada sangkut-pautnya denga napa yang sedang diperdebatkan, misalnya menyerang bentuk tubuh atau sifat seseorang, maka orang tersebut telah melakukan sesat pikir berupa ad hominem. Hal seperti ini masih banyak dilakukan oleh orang Indonesia. Contohnya adalah ketika pemilihan Gubernur DKI Jakarta dimana saat itu Basuki Tjahaja Purnama atau yang biasa lebih dikenal dengan sebutan Ahok menyalonkan diri sebagai gurbernur. Banyak orang yang tidak memilih ahok dengan alasan sifatnya yang pemarah, bahkan lebih jauh lagi karena ia berasal dari etnis

(11)

Tionghoa. Padahal, perihal etnis dan sifat ini tidak bisa dijadikan argumen karena tida ada hubungannya dengan politik dan pemilihannya sebagai gurbernur.

7. Tu Quoque

Suatu pertanyaan yang dibalas kritik dengan kritik. Misalnya seperti pertanyaan, “Kenapa kamu tidak mengerjakan tugas?” dan malah dijawab

“Memangnya kamu mengerjakan?” Argumen itu harus konkret dengan pertanyaan, bukan malah menyerang.

8. Personal Incruduility

Ketika seseorang menganggap sesuatu itu salah hanya karena ia tidak mampu dalam bidang tersebut. Misalnya menganggap bahwa statistika itu salah, hanya karena ia merasa sulit untuk memahaminya.

9. Special Pleading

Ketika semua orang kamu salahkan, namun ketika itu dilakukan oleh dirimu sendiri maka itu tidak termasuk salah. Misalnya seseorang yang melarang orang lain untuk memakai barang plastik, namun ia sendiri menggunakannya dengan alasan terpaksa. Orang itu membuat exception terhadap dirinya.

10. Loaded Question

Menyanggah suatu kritikan dengan menghujani banyak pertanyaan kepada orang yang mengkritik. Hal seperti ini, sering diungkapkan oleh banyak politisi.

11. Burden of Proof

Menggunakan orang lain untuk disebut ketika sedang berargumen. Misalnya ketika seorang warga ditegur karena melakukan suatu kesalahan, warga itu membela diri dengan mengatakan, “Tapi walikota kita juga begitu!”

12. Ambiguity

Ambiguity merupakan kata-kata yang memiliki dua makna dan membuat terjadi kesalahan dalam pemaknaan atau interpretasi.

13. Bandwagon

(12)

Sebuah kesalahan yang sudah jelas-jelas salah, namuan dijadikan benar dengan mengambil argumen banyak orang atau popularitas. Ikut-ikutan dan berdasarkan popularitas. Argumen harusnya dibangun dengan rasionalitas bukan popularitas.

14. Appeal to Authority

Menggunakan kekuasaan atau institusi tertentu untuk meneguhkan suatu argumen. Kita tidak boleh menghadirkan suatu pendapat orang yang memiliki otoritas dalam argumen.

15. Black or White

Jika kamu begini, maka kamu begitu. Misalnya, jika seseorang tidak mau menjadi teman, maka ia adalah musuh. George Bush pernah melakukan ini. Ia berkata, “Jika kalian tidak memerangi terorisme, maka kalian adalah musuh Amerika.” Padahal, masalah terorisme hanya dihadapi oleh Amerika. Orang- orang di luar Amerika tidak ada hubungannya dengan terorisme ini. Maka ketika mereka tidak memerangi terorisme bukan berarti mereka memusuhi Amerika, namun karena tidak ada hubungannya dengan kehidupan mereka.

16. Middle Ground

Mengambil jalan tengah atau sesuatu di antara yang seolah-olah hal itu merupakan yang paling benar tanpa melihat nilai-nilainya. Kesesatan dari logika ini adalah tidak adanya argument yang kuat dan hanya mengandalkan

“jalan tengah” sebagai suatu keseimbangan.

SILOGISME Berpikir Deduktif

Berpikir deduktif merupakan proses berpikir yang dimulai dari pernyataan yang umum ke khusus menggunakan aturan tertentu dari logika. Berpikir deduktif juga merupakan sistem pengorganisasian fakta yang telah diketahui agar mendapatkan kesimpulan yang dilakukan melalui pengguna argumen atau penjelasan logis. Argumen ini terdiri dari sejumlah pernyataan yang menghubungkan satu

(13)

dengan lainnya. Pernyataan terakhir adalah simpulan yang disebut premis dan terdiri dari bukti-bukti pendukung.

Salah satu jenis umum dari berpikir deduktif adalah silogisme. Silogisme terdiri dari premis umum dan premis khusus dan diikuti dengan simpulan. Jika premis-premisnya benar, maka simpulannya seharusnya benar. Kecuali jika cara berlogikanya slaah maka simpulannya bisa jadi slaah.

Kelebihan:

 Premis-premis yang diterima dan disusun dalam suatu rumus menunjukan validitas suatu simpulan

 Bermanfaat dalam proses penelitian

 Memberian suatu cara yang menghubungkan teori dengan pengamatan

 Memungkinkan peneliti menarik kesimpulan dari teori dapat menghasilkan hipotesis yang merupapakan bagian penting dari scientific inquiry

Keterbatasan:

 Harus menggunakan premis-premis yang benar agar menghasilkan simpulan yang benar

 Simpulan dari silogisme tidak pernah dapat melebihi isi dari premis- premisnya. Misalkan premis umum “semua manusia pasti mati”. Tidak bisa ditarik kesimpulan “alam semesta pasti mati”

 Karena simpulan deduktif membutuhkan elaborasi pengetahuan sebelumnya yang telah ada, scientific inquiry tidak dapat disimpulkan melalui berpikir deduktif saja karena berbagai kesulitan yang dihadapi dalam menetapkan kebenaran universal dari banyak pernyataan yng berhubungan dengan fenmena ilmiah.

 Dapat mengorganisir apa yang telah diketahui dan dapat menunjukkan hubungan yang baru dari suatu hasil umum khusus tetapi tidak cukup sebagai sumber kebenaran yang baru.

(14)

Silogisme harus memenuhi:

 Hukum Silogisme

 Prinsip Silogisme Hukum Silogisme:

 Terdiri dari tiga proposisi atau tiga pernyataan: premis umum, premis mayor, dan simpulan

 Mengandung tiga term: subjek (S), predikat (P), dan medius atau perantara (M)

 Masing-masing term (istilah) disebut dua kali

 Term S dan P dalam simpulan tidak boleh lebih luas dari pada dalam premis

 Term M tidak boleh terdapat dalam dua simpulan

 Paling sedikit satu proposisi dalam premis harus universal

 Simpulan mengikuti proposisi yang sempit dalam premis

 Proposisi dalam premis tidak boleh kedua-duanya negatif Prinsip Silogisme

1. Prinsip persamaan: M = P, S = M, maka S = P 2. Prinsip perbedaan: M = P, S ≠ M, maka S ≠ P Contoh Silogisme

1.

Premis 1 : Semua sarjana adalah lulusan perguruan tinggi Premis 2 : Bejo adalah sarjana

Simpulan : Bejo adalah lulusan perguruan tinggi

 Bejo  Subjek

Lulusan perguruan tinggi  Predikat Sarjana  Mediua

(15)

2.

Premis 1 : Semua ikan bernapas dengan insang Premis 2 : Paus adalah ikan

Simpulan : Paus bernapas dengan insang

 Paus  Subjek

Bernapas dengan insang  Predikat Ikan  Medius

Ctt/: Simpulan ini salah karena adanya kesalahan pada premis 2. Paus bukan ikan melainkan mamalia sehingga ia tidak bernapas dengan insang.

Pelajaran:

1. Menggunakan cara berpikir yang benar, simpulannya menjadi tidak benar ketika substansi yang sedang dipikirkan tidak benar  kesalahan material 2. Menggunakan substansi materi yang benar, simpulannya menjadi tidak benar

ketika digunakan metode berpikir yang salah  kesalahan karena logika 3. Menggunakan cara berpikir yang tidak benar, yang sedang dipikirkan tidak

benar  kesalahan fatal (F, 2018)

(16)

Daftar Pustaka

Akhda, N. S. (2019). Paradigma dan Revolusi Ilmiah Thomas S. Kuhn (Aspek Sosiologis, Antropologis, dan Historis dari Ilmu Pengetahuan). Jurnal Pemikiran Islam, 5(1), 21–38.

Chabibi, M. (2019). Hukum Tiga Tahap Auguste Comte dan Kontribusinya terhadap Kajian Sosiologi Dakwah. NALAR: Jurnal Peradaban Dan Pemikiran Islam, 3(1), 14–26. https://doi.org/10.23971/njppi.v3i1.1191

F, M. M. (2018). MEMAHAMI TEORI-TEORI ETIKA: CAKRAWALA DAN PANDANGAN Oleh: Mohammad Maiwan .  Jurnal Uiversitas Negeri Jakarta, 193–215.

Hasanah, U. (2019). Kontribusi Pemikiran Auguste Comte (Positivisme) Terhadap Dasar Pengembangan Ilmu Dakwah. Al-I’lam: Jurnal Komunikasi Dan Penyiaran Islam, 2(2), 70. https://doi.org/10.31764/jail.v2i1.1261 Subekti, S. (2015). Filsafat Ilmu Karl R. Popper Dan Thomas S. Kuhn Serta

Implikasinya Dalam Pengajaran Ilmu. Humanika, 22(2), 39.

https://doi.org/10.14710/humanika.22.2.39-46

Referensi

Dokumen terkait

DARI HASIL ANALISIS DAN BERBAGAI ALTERNATIF SOLUSI YANG DIRUMUSKAN, DAPAT DITARIK KESIMPULAN SEMENTARA BAHWA :..  Untuk menghadapi ancaman bangkitnya kembali komunisme di

Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang berkaitan tentang pelaksanaan pembelajaran tematik berbasis HOTS, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa, di SDN Pandeglang 10

Berdasarkan hasil penelitian tindakan kelas yang telah dilakukan maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:  Modul Radiator Trainer berbasis scientific learning yang

Dalam pandangan teologis, teori hukum kodrat dipengaruhi oleh pandangan atau keyakinan seperti ini melihat bahwa seluruh alam semesta yang ada, diciptakan dan diatur oleh

Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa: produk pengembangan media pembelajaran mata kuliah Ekologi Hewan berbasis macromedia flash

Kesimpulan Berdasarkan penelitian pengembangan yang dilakukan maka dapat ditarik simpulan bahwa media pembelajaran biologi berupa torso pada materi sistem pencernaan manusia kelas

134 KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian yang telah diperoleh maka simpulan yang dapat ditarik dari penerapan model Inquiry Based Learning ini berhasil meningkatkan prestasi

filsafat diartikan sebagai upaya manusia untuk memahami secara radikal dan integral serta sistematik mengenai Tuhan, alam semesta dan manusia, sehingga dapat menghasilkan pengetahuan