Anak usia sekolah berada pada fase pertumbuhan dan perkembangan hingga lambat laun mereka dapat mengenal diri dan dunianya. Kekuatan berpikir kognitif secara simultan memberikan kesempatan kepada anak sekolah untuk mengevaluasi diri dan merasakan penilaian teman-temannya. Menurut Kementerian Kesehatan, tahap perkembangan yang terjadi pada usia sekitar 6 hingga 12 tahun sama dengan masa sekolah dasar.
Pada usia ini anak mulai mempunyai kemampuan untuk menyesuaikan sifat egosentrisnya dengan sikap kooperatif (kooperatif dan mau memperhatikan kepentingan orang lain). Pada anak usia sekolah dasar, anak sudah mengikuti aturan dari orang tuanya dan dari lingkungan sosialnya. Anak-anak usia sekolah berpikir secara konkrit, namun mereka adalah murid-murid yang baik dan mempunyai kemampuan yang besar dalam mengenal Tuhan.
Misalnya saja adanya kelainan genetik dan kromosom yang dapat mempengaruhi tumbuh kembang anak, seperti yang terlihat pada anak-anak. Pada masa ini anak relatif tidak berdaya dan bergantung pada orang lain, sehingga anak mulai mempelajari segala macam ilmu dari lingkungannya. Anak hiperaktif adalah anak yang mengalami gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas (ADHD) atau Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD).
Pola perilaku ini ditandai dengan anak yang sulit berdiam diri, tidak mampu berkonsentrasi dan bertindak sesuka hatinya.
Etiologi GPPH
Gelombang ini adalah tempat lahirnya emosi dan kreativitas, namun harus dibarengi dengan gelombang beta. Penderita hiperaktif mempunyai gelombang theta yang tinggi, sehingga terjadi ketidakseimbangan antara jumlah gelombang beta dan theta. Zat makanan tertentu seperti salisilat dan pengawet berpotensi menimbulkan perilaku hiperaktif pada anak.
Selain kadar timbal dalam serum darah anak meningkat, ibu yang merokok dan minum alkohol terpapar sinar X saat hamil, juga bisa melahirkan anak hiperaktif. Melalui studi lapangan diperoleh hasil yang tinggi bahwa anak hiperaktif biasanya diturunkan dari orang tua atau keluarga. Sekitar 25-35% orang tua yang mengalami hiperaktif di masa kanak-kanak akan menularkannya kepada anaknya.
Hal ini disebabkan oleh terganggunya metabolisme neurotransmitter dan hormon yang mempengaruhi emosi seseorang akibat kurang tidur, sehingga kurang tidur mengganggu keseimbangan. Namun dampak ini tergantung pada jumlah yang dimakan, frekuensinya, dan bahan apa saja yang terkandung dalam makanan tersebut.
Gejala Klinis
Tipe GPPH
Dampak GPPH (Azmira, 2015:69)
Sifat anak hiperaktif yang nakal, suka menyela pembicaraan, mengganggu teman-temannya dan berkelahi, membuat anak ini dijauhi oleh teman-temannya. Sikap acuh tak acuhnya terhadap lingkungan menimbulkan energi positif, sehingga tidak selalu khawatir akan kegagalan dan cemoohan orang lain.
Terapi Anak GPPH
Bagi anak hiperaktif, jenis permainannya hanya diberikan satu saja, karena jika mainan terlalu banyak maka anak akan sulit berkonsentrasi. Prosedur pelaksanaan dalam terapi bermain terdiri dari 3 fase yaitu fase orientasi, fase pengerjaan, dan fase terminasi. Terapi okupasi merupakan terapi yang diberikan kepada anak berkebutuhan khusus agar anak dapat melakukan perawatan diri atau aktivitas sehari-hari secara normal.
Perawatan obat diberikan ketika gejala hiperaktif dan impulsif semakin terlihat atau tidak dapat dikendalikan dengan teknik lain. Bentuk skala penilaian penelitian adalah skala penilaian yang disingkat Conners yang berbentuk uraian berdasarkan bentuk Attention Deficit and Hyperactivity Disorder (GPPH). Skala tikus Conners yang disingkat ini berbentuk daftar karakteristik perilaku yang dicatat secara bertahap.
Skor yang diperoleh pada anak ADHD berdasarkan skala penilaian Conners yang diperpendek lebih besar dari 13, dan skor tertinggi adalah 30. Dari hasil interpretasi yang diperoleh, terjadi penurunan antara sebelum dan sesudah terapi berdasarkan skala penilaian Conners yang dipersingkat. dibuat.
Konsep Bermain .1 Definisi Bermain
- Definisi Terapi Bermain
- Fungsi Bermain
- Klasifikasi Bermain (Adriana, 2013:47)
- Alat Permainan Edukatif
Dengan bermain dengan keseimbangan mental, pengalaman dan pengetahuan maka kemampuan fisik anak juga dapat ditingkatkan (Adriana, 2013:46). Bermain merupakan kegiatan yang dapat dilakukan oleh semua orang, mulai dari anak-anak, orang dewasa, hingga anak berkebutuhan khusus atau penyandang disabilitas. Melalui bermain, anak diberi kesempatan untuk menerapkan nilai-nilai yang dapat diterima di lingkungannya dan dapat menerapkan dirinya pada aturan-aturan yang ada di lingkungan tersebut.
Inti dari permainan ini adalah terjalinnya hubungan interpersonal yang menyenangkan antara anak dengan orang lain. Bayi akan berusaha merespons perilaku orang tuanya atau orang lain dengan tertawa, tersenyum, dan mengoceh. Ciri khas dari permainan ini adalah semakin lama dan seru anak bermain serta bersentuhan dengan peralatan bermain maka semakin sulit untuk dihentikan.
Skill game merupakan permainan yang dapat meningkatkan keterampilan anak khususnya motorik halus dan motorik kasar. Fungsi terapi ini adalah memberikan kesempatan pada anak untuk mengekspresikan emosinya sebagai saluran perasaan tidak menyenangkan, marah, jengkel, benci atau takut (Wong, 2012: 70). Dalam permainan ini anak hanya mengamati temannya yang bermain, tidak ada inisiatif anak untuk ikut serta dalam permainan.
Anak bersifat pasif, namun tampak ada proses mengamati permainan yang dimainkan orang lain. Dalam permainan ini anak-anak berada dalam kelompok bermain, namun anak-anak sibuk bermain sendiri dengan peralatan bermain yang dimilikinya. Alat permainan yang dimilikinya berbeda dengan alat permainan yang digunakan teman-temannya, tidak ada komunikasi atau kerjasama dengan teman bermainnya.
Dalam permainan ini anak dapat menggunakan permainan yang sama, namun antara anak yang satu dengan anak lainnya tidak ada kontak, kerjasama dan komunikasi satu sama lain. Dalam permainan ini terjadi komunikasi antara satu anak dengan anak lainnya, namun tidak ada yang memimpin permainan. Pemimpin mengarahkan dan mengatur anggotanya untuk bertindak dalam permainan sesuai dengan tujuan yang diharapkan dalam permainan, misalnya bermain bola.
Alat permainan edukatif yang biasa disebut APE (Alat Permainan Edukatif) merupakan permainan yang dapat memenuhi fungsinya secara maksimal dalam tumbuh kembang anak. Selain itu, permainan edukatif mempunyai prinsip dasar yang dapat mengembangkan keterampilan sosial emosional, psikomotorik, dan kecerdasan.
Keterkaitan Antara Perilaku Hiperaktif Anak GPPH dengan Bermain Bermain merupakan rangkaian perilaku yang sangat kompleks dan multi