• Tidak ada hasil yang ditemukan

Upaya Guru dalam Mengembangkan Bahasa Arab Santri Tahfidzul Qur’an Generasi Rabbani

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "Upaya Guru dalam Mengembangkan Bahasa Arab Santri Tahfidzul Qur’an Generasi Rabbani"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

Upaya Guru Dalam Mengembangkan Bahasa Arab Santri Tahfidzul Qur’an Generasi Rabbani

Leni Maysarah Ritonga1, Khoirul Jamil2

(1) Pendidikan Bahasa Arab, Universitas Islam Negeri Sumatera Utara (2) Pendidikan Bahasa Arab, Universitas Islam Negeri Sumatera Utara

 Corresponding author ([email protected])

Abstrak

Untuk mewujudkan tujuan dari Undang-Undang nomor 20 tahun 2003 Bab 1 pasal 1 ayat 1 yaitu agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Pada penelitian ini ditemukanlah upaya-upaya yang dilakukan oleh guru untuk mengembangkan bahasa arab santri Tahfidzul Qur’an generasi Rabbani. Adapun Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif. Dengan metode ini peneliti dapat memahami dan menganalisis upaya yang dilakukan oleh guru bahasa arab, dengan teknik wawancara, observasi partisipatif dan analisis dokumen untuk pengumpulan data yang relevan. Berdasarkan hasil Observasi penulis di lapangan dimana teknik komunikasi informatif di terapkan dalam pembinaan tahfidz Al-Qur‟an terhadap santri Tahfidz Generasi Rabbani Medan, sebelum dimulai kegiatan tahfidz semua pembina melakukan musyawarah untuk membahas bagaimana cara membina santri dalam melakukan kegiatan menghafal dari usia dini. Kemudian upaya yang berhasil diterapkan guru bahasa arab adalah teknik komunikasi dalam pembinaan tahfidz Alquran yang dapat diterapkan yaitu dengan menerapkan komunikasi informatif, komunikasi persuasif, komunikasi instruktif / Koersif, dan hubungan manusiawi.

Kata Kunci: Komunikasi, Bahasa Arab, Tahfidz Al-Qur‟an Abstract

To realize the objectives of Law number 20 of 2003 Chapter 1 article 1 paragraph 1, namely that students actively develop their potential to have religious spiritual strength, self-control, personality, intelligence, noble character, and the skills needed by themselves, society, nation and state. In this study, it was found that the efforts made by the teacher to develop the Arabic language of the Rabbani generation of Tahfidzul Qur'an students. The method used in this study is a qualitative method. With this method, researchers can understand and analyze the efforts made by Arabic teachers, using interview techniques, participatory observation and document analysis to collect relevant data. Based on the results of the author's observations in the field where informative communication techniques are applied in coaching tahfidz Al- Qur'an for Tahfidz students from the Rabbani Generation of Medan, before starting tahfidz activities all coaches hold deliberations to discuss how to foster students in carrying out memorizing activities from an early age. Then the efforts that were successfully implemented by the Arabic language teacher were communication techniques in fostering tahfidz of the Koran which could be applied by applying informative communication, persuasive communication, instructive / coercive communication, and human relations.

Keywords: Communication, Arabic, Tahfidz Al-Qur'an PENDAHULUAN

Belajar adalah perubahan yang terjadi dalam diri manusia baik itu sikap, sifat maupun ilmu pengetahuannya yang semakin bertambah. Belajar menjadikan manusia semakin pintar dan mengetahui adab dan etika. Seluruh manusia diharuskan untuk belajar agar terhindar dari kebodohan. Dari belajar manusia memperbaiki dirinya, dari belajar manusia menjadi lebih pintar dan dari belajar manusia dapat mengenal siapa Tuhan yang menciptakan dirinya dan alam semesta. (Muzakki 2022)

Pendidikan memegang peranan penting dalam menciptakan generasi penerus bangsa yang berintelektual dan berkualitas. Setiap orang, berhak untuk menempuh dan mendapatkan pendidikan sehingga potensi yang dimilikinya dapat berkembang secara optimal. Menurut Undang-Undang nomor 20 tahun 2003 Bab 1 pasal 1 ayat 1 tentang sistem pendidikan nasional dinyatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,

(2)

pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Secara singkat dikatakan bahwa tujuan pendidikan nasional adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, dengan ciri-ciri sebagai berikut: 1) Beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, 2) Berbudi pekerti luhur, 3) Memiliki pengetahuan dan keterampilan, 4) Sehat jasmani dan rohani, 5) Kepribadian yang mantap dan mandiri, 6) Bertanggung jawab terhadap masayarakat dan bangsa. (Hafizha et al., 2022)

Belajar mengajar yang menarik mampu meningkatkan aktivitas belajar siswa Dengan demikian diharapkan hasil belajar siswa dapat sesuai dengan yang diharapkan, agar dapat bertahan dalam persaingan global. Pendidikan melakukan upaya mempersiapkan peserta didik agar mampu berperan aktif dalam masyarakat. Perencanaan suasana kelas harus dibentuk sedemikian rupa sehingga siswa memiliki kesempatan untuk berhubungan satu sama lain. Dengan demikian, akan terbentuk kelompok yang memungkinkan siswa untuk fokus mengikuti proses pembelajaran. Suasana belajar yang penuh persaingan antar siswa dapat menimbulkan berbagai perilaku negatif sehingga hal ini akan berdampak pada semangat belajar siswa. Oleh karena itu, diperlukan manajemen pembelajaran fiqih agar dapat berjalan dengan baik dan berhasil.Guru dan siswa merupakan komponen yang tidak dapat dipisahkan dalam proses belajar mengajar. Keduanya harus mampu menciptakan interaksi yang baik untuk menghasilkan prestasi belajar yang maksimal bagi siswa. Kemajuan suatu bangsa juga diukur dari seberapa cepat. pembelajaran yang telah dicapai. (Aseri & Mubarak, 2022)

Bahasa Arab adalah salah satu bahasa dunia yang telah mengalami perkembangan sejalan dengan kemajuan sosial masyarakat dan ilmu pengetahuan. Suatu sistem pembelajaran bahasa Arab semakin variatif dengan berkembangnya pemikiran manusia. Salah satu cara yang dapat menunjang pengembangan keterampilan berbahasa seseorang yaitu dipengaruhi oleh lingkungannya. Kesulitan yang dirasakan oleh para mahasiswa dalam pembelajaran bahasa khususnya dalam mengembangkan keterampilan berbicara karena tidak adanya lingkungan bahasa yang dapat diterapkan dengan baik. Pada hakikatnya, belajar bahasa berarti belajar untuk berkomunikasi. Oleh sebab itu, dalam proses lingkungan bahasa Arab dapat mengarahkan pada peningkatan kemampuan mahasiswa dalam berkomunikasi, secara maharah al- kalamnya, serta membentuk strategi dalam pembentukan lingkungan yang berbahasa. Sebuah penelitian mengatakan bahwasannya kanak-kanak yang tinggal di lingkungan bahasa tertentu akan jauh lebih cepat dan lebih mudah untuk belajar bahasa daripada anak- anak yang berada di luar lingkungan linguistik yang sedang dipelajari. Tetapi tidak menjamin bagi siswa memenuhi syarat dalam bahasa jika tidak ada data input dalam bentuk penggunaan yang baik dari bahasa target, walaupun telah melakukan perancangan pengajaran yang hendak diterapkan. Secara umum, kemampuan anak untuk berbicara diperoleh dari lingkungan di mana ia hidup melalui peniruan dan berkembang secara alami. Jika tidak ada lingkungan bahasa, maka tidak ada upaya otomatis untuk memperoleh bahasa. Jadi untuk mendapatkan bahasa dan menggunakannya dengan terampil, maka diperlukan lingkungan bahasa. (Awwaludin et al., 2022)

Bahasa arab memiliki fungsi istimewa dari bahasa-bahasa lainnya. Bukan saja bahasa arab yang memiliki nilai sastra ber-mutu tinggi bagi mereka yang mengetahui dan mendalami akan tetapi bahasa arab ditakdirkan sebagai bahasa al-qur’an, yakni mengkomunikasikan kalam Allah SWT.yang karenanya didalamnya mengandung uslub bahasa yang sungguh mengagumkan manusia, dan manusia tidak akan mampu menan-dinginya. Ini merupakan suatu ketetapan yang tidak dapat dibantah. (Zulkifli & Umaini, 2020)

Adapun yang menjadi permasalahannya adalah bagaimana seorang guru dapat mengembangkan komunikasi bahasa Arab dalam mengembangkan sistem pengajarannya sehingga siswa dapat melakukan komunikasi dengan menggunakan lisan bahasa arab. Dengan demikian tercapainya tujuan utama pada pembelajaran bahasa arab yaitu mengembangan keterampilan bahasa arab siswa baik lisan maupun tulis.

Pentingnya belajar bahasa arab ini dikarenakan dapat mendukung santri kedepannya dalam memahami dan mengartikan Alquran dan santri Tahfidzul Qur’an Generasi Rabbani mengingat santri santri Tahfidzul Qur’an Generasi Rabbani ini adalah kelompok yang memiliki fokus pada penghafalan Alquran.

Dalam konteks ini guru memainkan peran sentral dalam membantu santri menguasai bahasa arab dengan baik sehingga mereka dapat memahami makna ayat-ayat suci lebih mendalam.

Maka penelitian ini dilakukan untuk mengetahui dan memahami upaya yang dilakukan oleh guru bahasa aran dalam mengembangkan bahasa arab santri Tahfidzul Alquran Genarasi Rabbani. Penelitian ini juga bertujuan untuk mengenalisis strategi dan metode yang digunakan oleh para guru untuk meningkatkan kemampuan bahasa arab santri, dengan fokus pada pengembangan kompetensi berbicara menulis, membaca, dan mendengar dalam bahasa arab.

Hal inilah yang mendasari penelitian ini yang berjudul “Upaya guru Tahfidzul Qur’an dalam mengembangkan komunikasi Bahasa arab santri Tahfidzul Qur’an Generasi Rabbani Medan”, melalui pengembangan komunikasi bahasa arab, dimana siswa dapat menggunakan bahasa arab dalam komunikasi dengan siswa lain

(3)

METODE PENELITIAN

Didalam penelitian ini, peneliti menggunakan berbagai metode penelitian yang biasa dilakukan Dilihat dari pendekatanyayaitu kualitatif. Berdasarkan judul yang peneliti angkat dalam penelitian ini maka penelitian menggunakan menggunakan metode kualitatif. Metode ini memungkinkan peneliti untuk mengeksplorasi pengalaman, pandangan dan praktik guru dalam konteks yang relevan.

Metode penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang dipakai dalam penelitian dimana kondisi obyek bersifat alamiah, dimana peneliti adalah sebagai instrument kunci, tehnik pengumpulan data dilakukan secara triangulasi (gabungan), analisis data bersifat induktif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna dari pada generalisasi. (Mulyadi, 2013)

Objek penelitian ini adalah guru dalam mengembangkan bahasa arab dikalangan santri yang mengikuti program Tahfidzul Alquran Generasi Rabbani. Dan subjek dalam penelitian ini adalah guru-guru yang terlibat dalam pengajaran bahasa arab pada santri Tahfidzul Alquran Generasi Rabbani yang meliputi guru-guru bahasa arab dari lembaga pendidikan formal yang memiliki pengalaman dan keterampilan mengajar bahasa arab pada santri Tahfidzul Alquran Generasi Rabbani.

Populasi dalam penelitian ini adalah semua guru yang terlibat dalam bahasa arab pada santri Tahfidzul Alquran Generasi Rabbani. Kemudian sampel dalam penelitian ini diambil berdasarkan metode pemilihan purposif sampling. Berdasarkan kriteria tertentu yang relevan dengan penelitian. Pada penelitian ini ada 8 guru yang dapat dijadikan sampel penelitian.

Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data merupakan teknik yang dilakukan oleh peneliti dalam upaya mendapatkan data yang dibutuhkan,

a. Metode Observasi (Pengamatan)

Metode observasi sering diartikan dalam pengertian psikologik, observasi atau yang disebut pula dengan pengamatan, meliputi kegiatan pemuatan perhatian terhadap sesuatu objek dengan menggunakan seluruh alat indra. Jadi mengobsevasi dapat dilakukan melalui penglihatan, penciuman, peraba, dan pengecap. (Hasanah, 2017)

b. Metode Wawancara (Interview)

Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) sebagai pengaju/pemberi per-tanyaan dan yang diwawancarai (interviewer) sebagai jawaban atas pertanyaan itu. (Rachmawati, 2007)

c. Metode Dokumentasi

Dokumentasi yaitu mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, lengger, agenda dan sebagainya. Metode ini peneliti gunakan untuk memperoleh data tertulis serta dokumen-dokumen, catatan-catatan penting tentang keberadaan tahfiz Generasi Rabbani Medan sarana pendidikan,jumlah siswa dan jumlah pengajar.

Metode Analisis Data

Metode analisis data merupakan teknik yang dilakukan oleh peneliti dalam upaya memperoleh hasil penelitian. Adapun metode analisis data yang digunakan adalah metode komparatif yang membandingkan perspektif dan praktik yang berbeda antara guru-giri bahasa arab. Hal ini dapat memberikan wawasan lebih tentang variasi dan pendekatan yang digunakan dalam mengembangkan bahasa arab santri Tahfidzul Alquran Generasi Rabbani.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Proses Komunikasi Di Tahfidz Generasi Rabbani Medan

Dalam setiap kegiatan yang telah dilaksanakan, komunikasi merupakan hal yang sangat penting sebagai alat untuk berbagi informasi dan menjalin silaturahmi. Kepala Sekolah tahfiz Generasi Rabbani Medan telah menerapkan sistem komunikasi sejak berdirinya tahfiz Generasi Rabbani Medan. Komunikasi yang dibangun antara pimpinan dan anggota, baik dalam peraturan yang berlaku maupun dalam proses kegiatan didalamnya. Komunikasi yang sering digunakan adalah teknik komunikasi yaitu cara yang digunakan dalam menyampaika informasi dari ustadz ke santri.

1. Proses Komunikasi dalam menghafal Al-Qur‟an

Sebelum program kegiatan tahfidz Al-Qur‟an dilakukan, interaksi komunikasi antara ustadz/ustadzah santri telah berlangsung. Salah satu santri mengatakan.

“[I]stilah komunikasi selama belajar di tahfis Generasi Rabbani Medan sudah sering kami dengar, baik itu secara lisan maupun tulisan. Pada Ustadz dan Ustazah terlebih dahulu memberikan arahan kepada pada santri dalam menghafal agar tidak terjadi kesalahan dalam menghafal ayat-ayat Al-Qur‟an seperti dalam penyebutan huruf dan fisahahnya dengan mengulangi ejaan, selanjutnya menulis ayat yang telah berulang- ulang.”

Berdasarkan wawancara yang penulis lakukan dengan salah satu guru tahfiz Generasi Rabbani

(4)

Medan, yaitu Ustadz beliau juga mengatakah, bahwa “[p]ada proses kegiatan tahfidz di Generasi Rabbani Medan telah menerapkan teknik komunikasi.”

Karena teknik komunikasi merupakan metode komunikasi yang terpenting bagi manusia.

Kemampuan komunikasi secara efektif sangat digunakan, karena adanya teknik komunikasi dapat mengembangkan hafalan Al-Qur‟an, pemahaman kata dan motivasi bagi seorang santri.

2. Program tahfidz Al-Qur‟an

Program tahfidz Al-Qur‟an merupakan salah satu program unggulan yang berada di tahfiz Generasi Rabbani Medan, program ini menjadi sarana bagi santri dalam memahami serta menghafal Al-Qur‟an dengan lebih baik.

Berdasarkan wawancara yang telah penulis lakukan dengan salah satu ustadz tahfidz Santri Tahfidzul Qur’an generasi Rabbani medan yaitu ustadz M. Syafii beliau mengatakan:

“[L]angkah awal dalam metoe penghafalan, siswa harus terlebih dahulu diwajibkan untuk menghatamkan membaca Al-Qur‟an serta memperbaiki bacaannya atau tajwid dan sahahah dalam membaca Al-Qur‟an.

selanjutnya siswa ditugaskan untuk menyetor hafalan, perhalaman kepada guru rahfiz.”

Berdasarkan wawancara yang telah penulis lakukan dengan salah satu Santri tahfidz yakni M. Ihsan, dari uraian wawancara yang dilakukan, maka penulis menyimpulkan bahwa, proses kegiatan tahfidz Al- Qur‟an di Tahfidz Generasi Rabbani Medan menggunakan empat tipe metode, yaitu Waddah, Jama‟, Tasmi‟, dan Tahsin, sebagai berikut:

a. Waddah, yang berarti menghafal ayat perayat secara berulang,.

b. Jama‟ yang berarti melakukan hafalan secara bersama-sama yang dipimpin oleh guru tahfiz, memberikan contoh bacaan per ayat dan santri menirukan secara bersama.

c. Tasmi‟ yaitu melakukan pembacaan hafalan kepada santri lainnya baik kepada perorangan maupun kepada jama‟ah, dengan tasmi‟ ini seorang penghafal Al-Qur‟an dapat mengetahui kekurangan pada dirinya, hal ini dapat terjadi kesalahan dalam mengucapkan huruf atau harakat, dengan tasmi‟ santri dapat lebih brkonsentrasi dalam hafalan.

d. Tahsin,Tahap ini dilakukan dalam mengajarkan kepada para santri cara pelafalan al-Qur'an yang baik dan benar. Baik dari sisi makhraj al-huruf serta kaidah tajwidnya. Secara teknis, proses ini dilakukan dengan cara: tiga bulan pertama santri ditahsin. Dalam satu kali pertemuan, para santri diwajibkan untuk membaca 2-3 halaman al-Qur'an ditambah dengan -membaca al-furqan, yakni buku panduan tahsin yang digunakan.

Para guru mengadobsi berbagai strategi pengajaran yang efektif untuk mengembangkan bahasa arab santri Tahfidzul Alquran. Strategi tersebut meliputi komunikasi informatif, komunikasi persuasif, komunikasi instruktif / Koersif, dan hubungan manusiawi.

Adapun temuan dalam penelitian ini ada beberapa tantangan yang dihadapi guru dalam mengembangkan bahasa arab pada santri. Tantangan utama meliputi keterbatasan waktu yang tersedia untuk mengembangkan bahasa arab santri, kurangnya sumber daya dan materi pembelajaran yang memadai, serta kurangnya motivasi siswa dalam belajar bahasa arab, kemudian beberapa santri mengalami kesulitan dalam mempelajari tatabahasa arab yang kompeks dan memahami kosa kata yang luas.

Penerapan Teknik Komunikasi Dalam Pembinaan Tahfidz Al-Quran 1. Penerapan Teknik Komunikasi

a. Komunikasi Informatif

Penggunaan metode komunikasi informatif tanpa disadari merupakan metode yang sangat sering digunakan, dengan menyampaikan pesan kepada seseorang atau sejumlah orang tentang hal-hal baru yang belum diketahui dengan cara apa adanya yang berdasarkan sumber.

Berdasarkan hasil Observasi penulis di lapangan dimana teknik komunikasi informatif di terapkan dalam pembinaan tahfidz Al-Qur‟an terhadap santri Tahfidz Generasi Rabbani Medan, sebelum dimulai kegiatan tahfidz semua pembina melakukan musyawarah untuk membahas bagaimana cara membina santri dalam melakukan kegiatan menghafal dari usia dini. Berdadasarkan hasil musyawarah yang dilakukan, maka diperoleh kesimpulan yang telah disepakati dimana teknis yang optimal yaitu, bagaimana mengajak Santri untuk melakukan tahfidz itu dengan cara tidak memberikan kesadaraan kepada Santri apabila akan dilaksanakannya kegiatan tahfidz ini.

Dari hasil musyawarah tersebut pembina mulai melaksanakan pembinaan kepada para Santri, sebelumnya. Setelah mereka menghafal surat yang ditentukan oleh pembina dalam 3 bulan.

Mereka diberikan gambaran-gambaran mengenai orang-orang yang menghafal Al-Qur‟an dan menyebutkan dari beberapa manfaat dalam menghafal oleh pembina, diantaranya :

1) Kebahagiaan atau kemenangan di dunia dan akhirat, apabila dibarengi dengan amal saleh dan menghafalnya.

(5)

Tajam ingatannya dan cemerlang pemikirannya. Oleh sebab itu para penghafal Al-Qur‟an harus lebih cepat mengerti, teliti, dan lebih baik disebabkan banyak latihan dalam mencocokan ayat serta membandingkan keporosnya.

2) Menghafal bisa mendorong seseorang untuk berprestasi lebih tinggi dari teman-teman mereka yang tidak hafal dari banyak segi, sekalipun umur masih tergolong muda, dan kecerdasan mereka.

3) Memiliki identitas yang baik dan berprilaku jujur. Seseorang yang hafal Al-Qur‟an sudah sebaiknya dan bahkan menjadi suatu kewajiban untuk berprilaku jujur dan berjiwa Qur‟ani.

Identitas demikian akan terpelihara karena jiwanya selalu mendapat peringatan dan teguran dari ayat-ayat Al-Qur‟an yang sering mereka bacakan.

4) Fasih dalam berbicara, ucapannya benar dan tepat dalam mengeluarkan fonetik arab dari landasannya secar tabi‟i (alami).

Memiliki do‟a yang mustajab, orang yang hafal Al-Qur‟an yang selalu konsekuen dengan predikatnya Hamalatul Qur‟an, yakni yang hafal Al-Qur‟an, memahami dan mengamalkan isi kandungannya merupakan orang yang dikasihi Allah SWT.64Setelah diberikan gambaran- gambaran seperti itu pembina melihat perkembangan minggu berikutnya. Apakah santri tersentuh hatinya untuk melanjutkan hafalannya ke Surat berikutnya, atau malah beralih dan meninggalkan surat yang sudah mereka hafalkan. Satu minggu berikutnya pembina memantau semangat santri untuk menghafal sehingga pengasuh senang sekali akan hal berikut. Santri pun tersentuh hatinya untuk melaksanakan hal yang sama dan ingin menjadi seseorang yang Qur‟ani sebagaimana orang orang orang yang sudah hafal Al- Qur‟an dengan dijuluki Penghafal Qur’an yang baik, dan apabila saya memiliki semangat untuk menghafal dan rajin belajar serta menggali lebih dalam lagi ilmu agama. Saya akan seperti penghafal yang ada sekarang ini. Maka dari itu dengan memberikan gambaran-gambaran seperti itu, pengasuh secara tidak langsung menyadarkan para penghafal sekarang supaya lebih giat dalam menghafal, Dan tidak perlu lagi dengan perintah dan paksaan.

Kami melihat perkembangannya. Setiap minggunya para penghafal terpantau lebih giat dan lebih percaya diri menyerahkan hasil hafalannya ayat demi ayat. Mereka menyadari akan kebutuhan menghafal dalam dirinya masing-masing.

Beberapa santri pun menyadari teknik komunikasi ini sangat efisien dalam mengghafalkan Qur’an , seperti wawaancara yang disampaikan oleh salah satu santri menyatakan, bahwa “[s]etiap hari kami sering diberikan informasi dari Ustadz dan para pembina agar semua kegiatan penghafalan berjalan dengan tertib”.65 Dari keterangan tersebut dapat dilihat bahwa, teknik komunikasi informatif lebih cendrung digunakan pada saat di luar kelas belajar oleh para pembina penghafal dalam berkomunikasi kepada santri tersebut.

b. Komunikasi Persuasif

Berdasarkan hasil observasi penulis di lapangan bahwa teknik komunikasi persuasif diterapkan ketika pembina memberikan semangat kepada siswa agar lebih giat lagi menghafal dengan menerapkan metode- metode yang mungkin bisa membantu para penghafal untuk mempermudah serta mengurangi kesulitan mereka dalam menghafal dan dengan metode ini juga diperkuat oleh Al-Qur‟an surat Al-Qalam ayat 22 yang berbunyi:

ِِكَّدُّمنِمْلَهَف ِرْكِ ذلِلَنآ ْرُقْلااَن ْرَّسَيدَقَل َو ِ ر

“Dan sesungguhnya telah kami mudahkan Al-Qur‟an untuk pelajaran, maka adakah yang mengambil pelajaran?”. (QS. Al-Qamar: 22)

Adapun penerapan teknik komunikasi persuasif ini juga pengasuh dibantu dengan startegi- strategi seperti meminta pengulangan ganda kepada penghafal yang masih sulit untuk melafalkan hafalan yang sudah mereka hafalkan, tanpa harus beralih ke ayat berikutnya. Apabila ada salah satu atau dua diantara mereka yang memiliki kekurangan dan sulit dalam menghafal, pengasuh membimbingnya secara intensif, melalui tahap-tahap sedikit demi sedikit sampai mereka bisa melafalnya dengan baik dan lancar.

Berdasarkan wawancara yang penulis lakukan dengan salah satu pengasuh tahfidz qur’an generasi Rabbani medan, yaitu ustadz menyatakan.

“[T]eknik komunikasi persuasive ini yang sering digunakan dalam kegiatan penghafalan Al-Qura‟an untuk memberikan motivasi pada santri. Kami juga menceritakan tentang keberhasilan seseorang yang menghafal Al-Qur‟an, itu akan menjadi satu motivasi, kalau keberkahan dari menghafal Al-Qur‟an sangat banyak, habis jadi tahfidz biasanya orang yang dari pondok pesantren pasti gak terbuang akan terpakai diantara masyarakat atau dilingkungan setempat kita tinggal ,misalnya minimal jadi imam di kota atau pun diluar negeri, banyak imam-imam yang ada dipesantren dipanggil untuk menjadi imam di

(6)

luar negeri contohnya Malaysia. Walaupun dia gak punya ijazah, dimana pun dia diletak dia akan tetap diterima baik oleh masyarakat, jadi apabila kita jadi santri gak usah takut menghafal karena keberkahnya sangatlah banyak sekali.”

Kemudian pernyataan dari pembina, beliau juga mengatakan bahwa, “[M]otivasi yang diberikan kepada santri saat mereka merasa jenuh dan bosan dalam menghafal Al-Qur‟an, saya akan ceritakan pengalaman kami selama di pesantren.Kalian itu masih enak karna kalian sudah di pondok modern, kalau kami dulu dipesantren Al-Innayah, kalau kalian bosan apalagi kami lebih bosan, karna kami juga santri dulunya”. pembina juga menyiapkan dan menyediakan alat olaharaga dan keterampilan untuk para penghafal. Sebelum melaksanakan kegiatan menghafal para penghafal diminta untuk berolahraga sambil menunggu temannya yang belum datang selama 15 menit, setalah itu penghafal diminta untuk melaksanakan shalat duha, agar hafalan yang mereka lakukan dirumah tetap terjaga, dan siap untuk disetorkan kepada pembina. Setelah mereka melakukan kegiatan menghafal mereka dipersilahkan mengikuti kegiatan keterampilan, bagi laki-laki bermain marawis dan bagi perempuan belajar memasak di pimpin oleh putri masing- masing. Sedangkan menurut Ustadz apabila membaca dalam buku yang karang oleh seprang tokoh yakni Ahmad Von Denfferada beberapa strategi dalam menghafal Al-Qur‟an yaitu:jadikanlah kegiatan menghafal sebagai kegiatan sehari- hari. Lakukan sedikit demi sedikit, walaupun walaupun sebentar, tetapi teratur, kemudian baca dan hafalkan ayat-ayat tersebut dengan keras beberapa kali, dan ulang kembali hafalan yang tadi dalam berbagai kesempatan seperti dalam shalat.

Kegiatan ini dilakukan oleh penghafal santri generasi Rabbani medan, dalam mencapai metode ini pembina merayu dan membujuk agar mereka melakukan kegiatan ini dengan rasa ikhlas dalam hatinya. Sehingga menumbuhkan perubahan dalam dirinya dari karena adanya manfaat menghafal. Dan oleh karena itu dengan sendirinya penghafal dan mengikuti dan melaksanakan apa yang telah dinformasikan oleh pembinanya. Cara ini sangat efektif diterapkan dalam pembinaan penghafal dalam ini, dengan diterapkannya teknik ini juga pembina berusaha mendekatkan diri lebih dekat lagi dengan para penghafal, agar mereka tidak takut dan grogi ketika menyetorkan hafalannya, disini juga pengasuh juga membangunkan rasa percaya diri dari masing- masing penghafal agar tidak takut dan pede ketika berhadapan dengan pembina.

Selain dari Pembina serta ustadz, penulis juga melakukan wawancara dengan salah satu santri tahfidz generasi Rabbani medan, santri juga mengatakan.

“[U]stad, Ustadzah dan para pembina juga sering menceritakan sukses dalam meghafal Al-Qur‟an dan mereka juga sering memberikan motivasi kepada kami semua. Salah satu motivasi yang sering di berikan ustadzah kepada kami yaitu dengan mengajarkan kami untuk selalu bermujahadah atau bersyukur kepada Allah dan hormat kepada guru. Mengingatkan kami pada awal dari tujuan kami masuk ke sekolah ini untuk semata- mata untuk mendapatkan Ridho nya Allah.”

c. Komunikasi Instruktif / Koersif

Berdasarkan hasil observasi dilapangan penulis menemukan teknik komunikasi instruktif/koersif ini diterapkan pada saat dimulainya pembinaan sampai akhir pembinaan berlangsung. Teknik ini diterapkan dalam pembinaan tahfidz dikarenakan pada awalnya anak asuh ketika mengetahui akan diadakannya program tahfidz mereka tidak menyetujui kegiatan ini, dari mereka masing-masing berpendapat dan menolak diadakannnya kegiatan ini. Alasan mereka pun beragam, mulai dari mengerjakan pekerjaan rumah, membantu orang tua dan sebagainya.

Dalam hal ini pembina menggunkan teknik komunikasi instruktif/Koersif, dimana pembina memaksa santrinya untuk menghafal surat-surat tertentu pada awalnya, tujuannya untuk mendo‟akan orang tua saudara mereka yang sudah tiada. Setelah mereka menghafal surat- surat yang diberikan oleh ustadz dan para pengasuh

, mereka mulai diajak untuk menghafal Al-Qur‟an dari awal, dimulai dari juz 30 dan dilanjutkan ke juz 1. Informasi ini diberikan kepada santri setelah mereka menghafal 4 surat yang sudah ditentukan, disini pembina tidak terlalu merasa kesulitan dalam mengajak siswa untuk memulai menghafal juz pertama, karena sebelumnya pembina sudah memaksa mereka untuk menghafal surat yang 4 tersebut, yang sudah ditentukan oleh pembina.Teknik ini juga diterapkan kepada para penghafal ketika pembina mendapati penghafal yang mengganggu jalannya kegiatan tahfidz dan tidak taat dalam mentaati peraturan tahfidz. Contohnya untuk anak penghafal surat 30 juz, penulis mendapati ketika observasi pembina sedang memberikan sanksi kepada anak tersebut untuk menulis dua kali lipat dari sebelumnya penulis berikan. Dan memberikan peringatan kepada anak tersebut agar tidak mengulangi kesalahannya.

Para penghafal bisa mengambil pelajaran dari Al-Qur‟an sesuai dengan perinta Allah diantaranya agar mudah menghafal Allah memberikan kemudahan untuk orang-orang yang akan mengambil pelajaran dari Al- Qur‟an dengan metode-metode yang diterapkan oleh pembina, diantaranya :

(7)

1) Metode (Thariqah) Wahdah

Metode ini adalah para penghafal diwajibkan untuk menghafal satu persatu terhadap ayat- ayat yang hendak dihafal, setiap ayat bisa dibaca sebanyak tujuh kali, atau 13 kali, atau lebih sehingga proses ini mampu membentuk pola dalam bayangannya dan membentuk gerak refleks pada lisannya. Setelah membaca satu persatu ayat yang akan dihafal, penghafal harus mengulang-ulang. Untuk menghafal cara seperti ini, oleh karena itu langkah selanjutnya adalah membaca dan mengulang-ngulang tiap ayat sehingga semakin banyak di ulang maka dari kualitas hafalan akan semakin efektif.

2) Metode (Thariqah)Kitabah

Artinya menulis. Pada metode ini penghafal terlebih dahulu diminta agar menulis ayat-ayat yang sudah mereka hafalkan pada buku yang memang sudah diberikan oleh pembina, setelah itu ayat-ayat tersebut dilafalkannya sehingga lancar dan benar bacaannya, lalu dihafalnya.

Menghafal bisa menggunakan metode Wahdah, atau berkali-kali menuliskannya sehingga penghafal dapat sambil memperhatikan dan menghafalnya tidak dengan lisan akan tetapi di dalam hati. Metode ini cukup praktis dan baik, karena disamping membaca dengan lisan, aspek visual dengan menulis juga akan sangat membantu dalam mempercepat terbentuknya pola hafalan dalam bayangannya.

3) Metode (Thariqah) Sima‟i

Artinya mendengar, mendengarkan sesuatu bacaan untuk dihafalkannya. Metode ini akan sangat efektif bagi penghafal yang mempunyai daya ingat yang ekstra, bagi anak-anak yang masih dibawah umur yang belum mengenal tulisan bacaan Al-Qur‟an. Pada metode ini dapat dilakukan dengan dua alternatif yaitu mendengar dari yang membina, terutama bagi penghafal anak-anak, dan yang kedua merekam terlebih dahulu ayat-ayat yang akan dihafalnya kedalam vita kaset atau handpone sesuai dengan kebutuhan dan kemampunnya.

4) Metode (Thariqah) Jama

Metode ini ialah cara menghafal yang melakukan secara kolektif atau secara bersama-sama dalam membacakan ayat yang akan dihafalnya, yang di pimpin oleh seorang pembina.

Pertama, pembina membaca satu ayat atau beberapa ayat dan para penghafal mengikutinya secara bersama sama. Setelah itu, pembina membimbingnya dengan mengulang kembali ayat- ayat tersebut dan penghafal mengikutinya sampai bacaannya baik dan benar. Selanjunya penghafal mengikuti bacaan pembina sedikit demi sedikit mencoba melepaskan mushaf (tanpa melihat mushaf) dan begitulah seterusnya sehingga ayat-ayat sedang dihafalnya itu benar- benar sepenuhnya masuk dalam bayangannnya. Metode ini sangat efektif digunakan untuk penghafal juz 30, karena mereka belum bisa membaca Al-Qur‟an sendiri, tanpa pembina.

Sangsi yang diberikan kepada para penghafal ketika mereka becanda atau mengganggu temannya yang sedang menghafal, membuat mereka merasa terbebani, sehingga pada setiap pertemuan mereka sangat berhati- hati ketika mereka akan melakukan sesuatu. Ini sangat terlihat jelas ketika ada salah satu penghafal yang sedang bermain main dengan temannya, mereka sangat berhati-hati takut salah satu pembinanya melihat dia sedang berbicara dengan temannya, dan mereka takut akan sangsi yang diterimanya. Seperti petikan dari wawancara kepada seorang ustadz sebagai berikut :

“[T]eknik Komunikasi Instruktive karena para siswa masih dalam masa labil atau baru beranjak remaja, jadi harus diberi tahu kalau apa-apa saja yang boleh, karena ini termasuk dalam perintah, kalau melanggar yang diperintahkan akan diberikan sanksi nya, jadi memang seperti sedikit paksaan, karena memang berawal dari paksaan biar lama-lama juga terbiasa dengan aturan.”

Sanksi yang diberikan kepada para penghafal ini merupakan perintah dan peringatan yang diberikan kepada para pengahafal itu merupakan intruksi dalam komunikasi. Sanksi yang diberikan kepada para penghafal ini tidak menimbulkan ketakutan yang menjadikan para penghafal kepikiran dan stress, tetapi hanya menimbulkan ketakutan ketika para penghafal tidak menyetorkan hafalannya minggu ini.Teknik Komunikasi Instruktif ini juga diterapkan ustadzah kepada para santri.Salah satu santri menyatakan, bahwa “[k]etika ustadzah mendapati kami tidak sholat berjama‟ah di mesjid dan datang terlambat saat jam Tasmi‟ maka bagi kami yang melanggarnyaakan diberikan hukuman atau sangsi.”

d. Hubungan Manusiawi

Dari pengamatan penulis meperhatikan hubungan manusiawi ini dilakukan, karena komunikasi ini dilakukan oleh pembina dan santrinya dimana pun mereka beretemu. Jadi tidak hanya di Sekolah komunikasi mereka berlangsung, diluar Sekolah pun mereka berkomunikasi dengan baik, sebagaimana mereka lakukan di Sekolah, sehingga santri tersebut merasa selalu diperhatikan, sehingga menimbulkan kesenangan dan hubungan sosial yang baik antara pembina dan santri. Pembina selalu bertanya sudah sampai mana hafalannya. Penulis menyimpulkan teknik komunikasi persausif dan hubungan

(8)

manusiwilah yang paling efektif dan paling banyak dilakukan, seperti petikan dari wawancara kepada seorang ustadz, bahwa:

“[T]eknik Hubungan Manusiawi, karena para santri dengan Pembina maupun guru lainnya harus bisa berkomunikasi dimanapun bertemu, sehingga siswa bisa berhubungan sosial dengan Pembina secara baik.”

Melalui wawancara dengan beberapa santri, seorang santri juga mengatakan, bahwa “[p]embina dan Guru juga selalu bertanya kepada kami sudah sampai mana hafalannya.“[y]a, jadi kami sebagai santri penggahafal merasa kami selalu diperhatikan, sehingga kami merasakan senang dan menimbulkan hubungan sosial yang baik dengan Pembina maupun para Guru.”

Dari penjelasan pada bab-bab diatas, dalam menjalankan tugasnya santri tahfiz qur’an generasi Rabbani medan memberikan sebuah wacana yang dapat menunjang kegiatan pembinaan terhadap para pembina dan guru, dalam kegiatan pembinaan sekolah ini memberikan arahan-arahan yang sudah memberikan pelayanan yang sangat baik, namun dalam keberhasilan ini target yang ditempuh mempunyai hambatan-hambatan tersendiri, baik hambatan yang bersifat individual maupun hambatan yang bersifat organisasional. Peneliti ingin menunjukan bahwa setiap keberhasilan yang diraih adalah mempunyai hambatan tersendiri, dalam hambatan yang bersifat individual tentunya berbeda dengan hambatan yang bersifat organisasional,akan tapi peneliti ingin menjelaskan bahwa hambatan disini hanya sebatas adanya ketidak percayaan diri yang menghambat pada upaya keberhasilan yang mutlak.Berbagai upaya kegiatan yang diberikan kepada para penghafal yang sesuai dengan metode tahfidz sudah cukup memberikan bantuan kepada para pengahfal dengan baik. Namun hambatan tetap timbul dalam pelaksanaan pembinaan tahfidz ini.

Faktor Penunjang dan Penghambat Teknik Komunikasi dalam Pembinaan Tahfidz Al-Qur’an 1. Faktor Penghambat

a. Masih belum bisa membaca sehingga Pembina harus mengajarkan membacanya dan membenahi bacaan.

b. Banyak ayat-ayat yang sudah dihafal lupa lagi, malas untuk muroja’ah hafalannnya.

c. Apabila penghafal tidak hafal dengan hafalnnya minggu ini maka anak tersebut tidak hadir, karena takut dimarahi sama pembina.

d. Tidak diasramakannya anak asuh tersebut, sehingga pembinaan belum begitu efektif.

e. Masih kurangnya tenaga pembina.

f. Ketika menghafal penghafal cepat bosan dan ingin segera pulang.

g. Kurangnya waktu.

h. Rasa jenuh.

g. Masih banyak penghafal merasa ngantuk.

h. Kurangnya semangat dari para penghafal ketika tidak ada jadwal santunan setiap minggunya.

i. Adanya masalah pribadi.

j. Kurangnya kasih sayang dari kedua orang tua, membuat membina kewalahan untuk dibina.

Seperti hasil dari wawancara kepada Ustadz/Ustadzah sebagai pembinaan Tahfidz Al-Qur‟an di sekolah tahfidzul Qur’an generasi Rabbani medan ini mengatakan bahwa, “[y]ang menjadi faktor penghambat, pertama karena kurangnya minat santri, kedua,terjadi masalah dengan temannya, misalnya lagi ada pertengkaran, ketiga kurangnya membaca sebelum menghafal.”

Kemudian keterangan dari seorang ustadz, beliau mengatakan bahwa, “[R]asa jenuh, serta bacaan yang belum fasih, rasa kemauan yang kurang, dan niat yang belum kuat, tingkat tanggap santri itu berbeda-beda, ada yang lambat dan ada yang cepat namun malas,disitulah peran pembina untuk memotivasinya”

Adapun wawancara dengan beberapa santri generasi Rabbani medan, seseorang juga mengatakan bahwa, “[K]endala dari menghafal adalah kurangnya waktu dalam menghafal, sering mengantuk, dan banyak ayat- ayat yang sudah lupa.” Kemudian ada juga mengatakan bahwa,

“[f]aktornya, mengantuk, jenuh, kurangnya niat menghafal, ada yang belum bisa membaca dan ada juga masalah pribadi sehingga susah dalam menghafal.”

Dan hasilnya, peneliti melihat bahwa segala aktivitas yang dilakukan oleh mereka didasari dengan paham imbalan, dengan kata lain apapun yang merekalakukan mempunyai imbalan yang nyata, sehingga untuk melakukan perbuatan yang tidak terlihat bentuk hasilnya maka mereka kurang bersemangat datang untuk menyetorkan hafalannya. Dari sini kita cermati sebagai kalangan intelektual, bahwa upaya untuk menembus hal itu dibutuhkan pemikiran-pemikiran yang akurat. Dan peran yayasan sosial berpacu dalam menembus organisasional.

2. Faktor Pendukung

a. Adanya dorongan yang cukup kuat antara teman dan pembina agar para penghafal tetap datang dan mau mengafal setiap minggunya.

(9)

b. Adanya daya tarik yang dianjurkan oleh sekolah guna memperbaiki kehidupannya serta berkomunikasi dengan baik terhadap individu masing-masing.

c. Menggunakan metode El-Tahfidh untuk pembinaan Tahsin.

d. Adanya partisipasi atau peran saudara, orang tua, dan orang-orang terdekat dari seseorang e. penghafal sehingga mereka merasa mendapatkan dukunganyang sangat besar terutama dari

pihak-pihak yang selama ini sangat dekat dengan mereka.

Seperti hasil dari wawancara kepada seorang Ustadz mengatakan bahwa, “[s]alah satu faktor pendukung dalam pembinaan tahfidz di generasi Rabbani ini adalah menggunakan metode El-Tahfidh kepada siswa.”

Walaupun begitu kegiatan tahfidz tetap berlangsung sampai saat ini, dengan upaya-upaya yang dilakukan oleh pembina dengan selalu memberikan motivasi, arahan dan meyakini benar-benar tujuan dan fadhilah menghafal . Agar hatinya tetap bersih dan suci (saliim), sangat perlu bagi anak asuh untuk memperbanyak amal- amal shalih dan istighfar serta banyak-banyak berdoa kepada Allah SWT. Hal ini sangatlah diperlukan oleh siwa atau menghafal Al- Qur‟an lainnya, karena ini untuk membekali diri anak asuh agar mampu bersabar, bersemangat, dan tidak kenal putus asa dalam menghadapi problematika menghafal Al-Qur‟an.

Solusi Mengurangi Tingkat Hambatan dalam Melakukan Kegiatan Tahfidz

a. Mengasramakan santri dalam jangka waktu dekat, agar kegiatan tahfidz berjalan lebih efektif lagi.

b. Ciptakan suasana baru, yang bisa menarik perhatian lebih dari para penghafal, agar mereka lebih bersemangat lagi mengafalnya.

c. Berikan perhatian khusus kepada para penghafal, agar mereka merasakan nyaman, hangat jika mereka sedang berhadapan dengan para pembina.

SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diulas, maka peneliti menyimpulkan bahwa komunikasi informatif di terapkan dalam pembinaan tahfidz Al-Qur‟an terhadap santri Tahfidz Generasi Rabbani Medan. Pembinaan Tahfidz Al-Quran yang dapat diterapkan yaitu dengan menerapkan Komunikasi Informatif, Komunikasi Persuasif, Komunikasi Instruktif / Koersif, Hubungan Manusiawi.

Dimana Penggunaan metode ini tanpa disadari merupakan metode yang sangat sering digunakan, dengan menyampaikan pesan kepada seseorang atau sejumlah orang tentang hal-hal baru yang belum diketahui dengan cara apa adanya yang berdasarkan sumber.

Dalam meningkatkan pemahaman bahasa arab santri Tahfidz Al-Quran Generasi Rabbani Medan disarankan adanya kolaborasi yang baik anatara sekolah guru dan keluarga santri, peningkatan fasilitas dan sumberdaya pendidikan juga perlu diperhatikan guna memberikan dukungan yang optimal dalam pembelajaran bahasa arab. Peneiti selanjutnya dapat megembangkan hasil penelitian ini menjadi lebih spesifik berdasarkan gap penelitian yang diperluas dengan topik diantara, penggunaan teknologi dalam pembelajaran bahasa arab, faktor maotivasi maupun evaluasi program pengembangan bahasa arab di sekolah.

UCAPAN TERIMA KASIH

Kenali pihak-pihak yang membantu penelitian, terutama yang mendanai penelitian Anda secara finansial. Sertakan individu yang telah membantu Anda dalam studi Anda: Pembimbing, Pendukung keuangan, atau mungkin pendukung lain, misalnya Korektor, Pengetik, dan Pemasok, yang mungkin telah memberikan materi. Jangan menuliskan salah satu nama penulis.

DAFTAR PUSTAKA

Aseri, M., & Mubarak, M. Z. (2022). Hubungan Kewarisan Antar Agama Dalam Perspektif Islam. Al Qalam:

Jurnal Ilmiah Keagamaan Dan Kemasyarakatan, 16(2), 590. https://doi.org/10.35931/aq.v16i2.921 Awwaludin, M., Malik, S., & Siswanto, N. D. (2022). Pembentukan Lingkungan Bahasa Arab dalam

Meningkatkan Penguasaan Bahasa Arab pada Pesantren Bahasa Arab (MIM LAM). Definisi: Jurnal Agama Dan Sosial-Humaniora, 1(1), 55–64.

Hafizha, D., Ananda, R., & Aprinawati, I. (2022). Analisis Pemahaman Guru Terhadap Gaya Belajar Siswa Di Sdn 020 Ridan Permai. Jurnal Review Pendidikan Dasar : Jurnal Kajian Pendidikan Dan Hasil Penelitian, 8(1), 25–33. https://doi.org/10.26740/jrpd.v8n1.p25-33

Hasanah, H. (2017). Teknik-Teknik Observasi. 8(1), 21. https://doi.org/10.21580/at.v8i1.1163

Mulyadi, M. (2013). Penelitian Kuantitatif Dan Kualitatif Serta Pemikiran Dasar Menggabungkannya. Jurnal Studi Komunikasi Dan Media, 15(1), 128. https://doi.org/10.31445/jskm.2011.150106

Rachmawati, I. N. (2007). Pengumpulan Data Dalam Penelitian Kualitatif: Wawancara. Jurnal Keperawatan Indonesia, 11(1), 35–40. https://doi.org/10.7454/jki.v11i1.184

(10)

Zulkifli, M., & Umaini, H. (2020). Upaya Guru dalam Meningkatkan Kemampuan Berbahasa Arab Siswa di Kelas V MI Syaikh Zainuddin NW Anjani Kecamatan Suralaga. Al-Mujahidah: Jurnal Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah, 1(1), 24–39.

https://scholar.archive.org/work/3mehkkt5nfefzeoapsnw2xusre/access/wayback/http://ejournal.iai hnw-lotim.ac.id/almujahidah/index.php/Al-mujahidah/article/download/21/31

Referensi

Dokumen terkait

Aulia Astuti Yusuf. Efektifitas Metode Pembelajaran Tahfidzul Qur`an Terhadap Perkembangan Hafalan Santri Pondok Pesantren Nahdlatul Ulum Kabupaten Maros. Dibimbing

Hasil penelitian menunjukkan bahwa : (1) Program tahfidz al-Qur‟an sebagai wadah dalam membantu meningkatkan karakter religius santri kelas XII MA di pondok pesantren