• Tidak ada hasil yang ditemukan

UPAYA GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM MEMBENTUK AKHLAK SISWA DI SMP NEGERI 3

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "UPAYA GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM MEMBENTUK AKHLAK SISWA DI SMP NEGERI 3 "

Copied!
108
0
0

Teks penuh

(1)

UPAYA GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM MEMBENTUK AKHLAK SISWA DI SMP NEGERI 3

TANGERANG SELATAN

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Menyelesaikan Studi Strata Satu (S1) Program Studi Pendidikan Agama Islam

Disusun Oleh :

Nama : OKTAVIANI SAGITA NPM : 2015510057

FAKULTAS AGAMA ISLAM

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA

1441 H/2020 M

(2)

LEMBAR PERNYATAAN (ORISINILITAS)

Yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama : Oktaviani Sagita

NPM : 2015510057

Program Studi : Pendidikan Agama Islam Fakultas : Fakultas Agama Islam

Judul Skripsi : Upaya Guru Pendidikan Agama Islam dalam Membentuk Akhlak di SMP Negeri 3 Tangerang Selatan.

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi berjudul di atas secara keseluruhan adalah hasil penelitian saya sendiri kecuali pada bagian-bagian yang menjadi sumber rujukan. Apabila ternyata dikemudian hari terbukti Skripsi saya merupakan hsasil plagiat atau penjiplakan terhadap karya orang lain, maka saya bersedia mempertanggungjawabkan sekaligus menerima sanksi berdasarkan ketentuan undang-undang atau aturan yang berlaku di Universitas Muhammadiyah Jakarta ini.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya dan tidak ada paksaan.

Jakarta, 2 Jumadil Akhir 1441 H 27 Januari 2020 M

Yang menyatakan

Oktaviani Sagita

(3)

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING

Skripsi yang berjudul berjudul “Upaya Guru Pendidikan Agama Islam dalam Membentuk Akhlak Siswa di SMP Negeri 3 Tangerang Selatan” yang disusun oleh Oktaviani Sagita, Nomor Pokok Mahasiswa: 2015510057 Program Studi Pendidikan Agama Islam disetujui untuk diajukan pada Sidang Skripsi Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Jakarta.

Jakarta, 27 Januari 2020 M Pembimbing

Siti Rohmah, M.Pd

(4)

LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI

Skripsi yang berjudul berjudul “Upaya Guru Pendidikan Agama Islam dalam Membentuk Akhlak Siswa di SMP Negeri 3 Tangerang Selatan” yang disusun oleh Oktaviani Sagita, Nomor Pokok Mahasiswa: 2015510057. Telah di ajukan pada hari/tanggal : 27 Januari 2020 telah diterima dan disahkan dalam sidang Skripsi (munaqasyah) Fakultas Agama Islam Islam Universitas Muhammadiyah Jakarta untuk memenuhi persyaratan mencapai gelar Sarjana Srata Satu (S1) Program Studi Pendidikan Agama Islam.

FAKULTAS AGAMA ISLAM Dekan,

Rini Fatma Kartika, S. Ag., M.H.

Nama Tanda Tangan Tanggal

Rini Fatma Kartika, S.Ag., M.H. ……….. ………

Ketua

Drs. Tajudin, M.A ……… ………

Sekretaris

Siti Rohmah, M.Pd ……… ………

Dosen Pembimbing

Dr. Oneng Nurul Bariyah, M.Ag ……… ………

Anggota Penguji I

M. Hilaly Basya, Ph.D ………. ………

Anggota Penguji II

(5)

FAKULTAS AGAMA ISLAM

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM Oktaviani Sagita

2015510057

UPAYA GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM MEMBENTUK AKHLAK SISWA DI SMP NEGERI 3 TANGERANG SELATAN

xii + 66 hal + 10 lampiran

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana upaya guru Pendidikan Agama Islam dalam membentuk akhlak para siswa di sekolah dan bagaimana kurikulum yang digunakan di sekolah dan bagaimana faktor penghambat serta faktor pendukung guru Pendidikan Agama Islam dalam membentuk akhlak siswa di Sekolah Menengah Pertama Negeri 3 Tangerang Selatan

Dalam penelitian ini metode yang digunakan adalah metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif, yakni penelitian dalam pemecahan masalah dengan data Trianguasi yaitu wawancara, dokumentasi dan observasi. Wawancara dilakukan terhadap enam narasumber yaitu wakil kepala sekolah (bidang kurikulum) tiga guru Pendidikan Agama Islam serta guru Bimbingan Konseling.

Hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa upaya guru Pendidikan Agama Islam dalam membentuk akhlak para siswa di sekolah salah satu diantaranya membutuhkan penyesuaian terhadap lingkungan disekitarnya. Lingkungan yang sangat berpengaruh besar terhadap perilaku seseorang/siswa khususnya lingkungan dalam keluarga. Kurikulum yang digunakan sudah merupakan K13 yang dimana masing-masing guru Pendidikan Agama Islam mempergunakannya dengan baik. Metode pembelajaran yang disampaikan bervariasi dapat memudahkan siswa memahami pelajaran serta penerapan secara langsung yang dicontohkan oleh guru-guru kepada siswa-siswinya.

Kata Kunci: Upaya, Guru Pendidikan Agama Islam, Akhlak, Siswa-siswi.

(6)

PEDOMAN TRANSLITERASI

1. Konsonan :

TH

B ZH

T

TS GH

J F

H Q

KH K

D L

DZ M

R N

Z W

S H

SY Y

SH H

DL 2. Vokal

Pendek

3. Vokal Panjang

A Â

I Î

U Û

4. Diftong 5. Pembauran

--- Au = al- ...

-- = Ai = al-sy ...

= wa al- ...

(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang mana telah memberikan kita nikmat yang begitu banyak, salah satunya yaitu nikmat sehat wal‟afiat sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan baik dan Insya Allah berkah.

Sholawat serta salam tak lupa senantiasa kita haturkan kepada junjungan Nabi kita, Nabi Muhammad saw. yang mana telah membawa kita dari zaman jahiliyah hingga terang benderang seperti sekarang ini.

Tidak sedikit kendala yang dihadapi penulis didalam proses penyelesaiannya, namun karena bimbingan, arahan, dan bantuan dari berbagai pihak baik moril maupun materil, sehingga kendala itu menjadi tidak terlalu berarti. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada beberapa pihak, yang mungkin diantaranya tidak dapat disebutkan satu-persatu secara keseluruhan:

1. Prof. Dr. Syaiful Bakhri, S.H., M.H., Rektor Universitas Muhammadiyah Jakarta.

2. Rini Fatma Kartika, S.Ag., M.H., Dekan Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Jakarta.

3. Busahdiar, M.A., Ketua Program Studi Pendidikan Agama Islam Universitas Muhammadiyah Jakarta.

4. Siti Rohmah, M.Pd, Dosen Pembimbing Skripsi, yang telah meluangkan waktu, tenaga dan pikirannya dalam proses bimbingan skripsi.

(8)

5. Kedua Orang Tua tercinta, Alm. bapak Suparman dan ibu Jenahtun yang mana telah mendoakan, memberikan kasih sayang, dorongan moril dan materil sehingga dapat memperlancar keberhasilan studi penulis khususnya dalam menyelesaikan skripsi.

6. Kedua adik kandung penulis, Agung Setia Budi dan Ranita Agustin yang telah mendukung serta menyemangati.

7. Segenap Dosen Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Jakarta yang ikhlas serta penuh kesabaran membimbing penulis.

8. Nurfitriyati dan Nurhayati khususnya yang telah meluangkan waktunya, membimbing, menyemangati, memberi saran dan masukan, untuk dapat penulis segera menyelesaikan skripsi.

9. Teman-teman seperjuangan di Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Jakarta baik dari kelas PAI A, PAI B, PAI C, maupun kelas jurusan lainnya yang telah memberikan kesan tersendiri bagi penulis dalam proses menyelesaikan skripsi.

10. Segenap jajaran para karyawan Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Jakarta yang telah menyemangati serta memberikan pelayanan terbaiknya dalam proses penulis menyelesaikan skripsi.

11. Saudara sepupu, yang telah memberikan dukungan, serta menyemangati dan memberikan saran terbaiknya.

12. Teman-teman Organisasi Universitas Muhammadiyah Jakarta yang telah memberikan dukungan kepada penulis.

(9)

Penulis menyadari bahwa dalam skripsi ini masih banyak kekurangan dan keterbatasan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Namun demikian diharapkan karya yang sederhana ini dapat memberikan banyak manfaat maupun inspirasi bagi pembaca khususnya para Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Jakarta. Aamiin.

Jakarta, 2 Jumadil Akhir 1441 H 27 Januari 2020 M

Oktaviani Sagita

(10)

DAFTAR ISI

LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN ... i

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI ... iii

ABSTRAK ... iv

PEDOMAN TRANSLITERASI ...v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ...1

B. Fokus dan Subfokus Penelitian ...7

C. Pemusan Masalah ...7

D. Kegunaan Penelitian ...8

E. Sistematika Penulisan ...8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Deskripsi Konseptual dan Subfokus Penelitian ...10

1. Pengertian Upaya ...10

2. Guru Pendidikan Agama Islam ...11

a. Pengertian Guru ...11

b. Pendidikan Agama Islam ...19

3. Pendidikan Membentuk (Bentuk) ...28

4. Akhlak ...29

5. Karakteristik Akhlak dalam Islam...33

(11)

a. Bersifat Universal ...33

b. Kesesuaian dengan akal ...34

c. Bersifat Individu ...34

d. Pengawasan dari Allah swt ...35

6. Ruang Lingkup Akhlak ...35

a. Akhlak kepada Allah ...35

b. Akhlak kepada Rasulullah ...36

c. Akhlak kepada keluarga ...37

d. Akhlak terhadap Sesama Manusia/Orang lain ...37

e. Akhlak kepada Lingkungan ...39

7. Pembagian Akhlak ...39

a. Akhlak Terpuji ...39

b. Akhlak Tercela ...40

B. Hasil Penelitian yang Relevan...40

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tujuan Penelitian...44

B. Tempat dan Waktu Penelitian ...44

C. Latar Penelitian ...45

D. Metode dan Prosedur Penelitian ...45

E. Data dan Sumber Data...46

F. Teknik dan Prosedur Pengumpulan Data ...47

G. Teknik Analisis Data ...49

H. Validitas Data ...50

(12)

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum tentang Latar Penelitian ...54

1. Sejarah Singkat Sekolah Khusus Muara Sejahtera ...54

2. Profil Sekolah Khusus Muara Sejahtera...55

3. Visi, Misi dan Tujuan Sekolah ...55

4. Data Pendidik dan Peserta Didik ...56

5. Sarana dan Prasarana ...56

6. Kegiatan Ekstrakurikuler...57

B. Temuan Penelitian ...57

C. Pembahasan Temuan Penelitian ...60

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN ...64

B. SARAN ...65

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Surat Permohonan Riset/Penelitian

Lampiran 2 Surat Keterangan Telah Melakukan Riset Penelitian Lampiran 3 Surat Bimbingan Skripsi Mahasiswa

Lampiran 4 Lembar Konsultasi Penulisan Skripsi Lampiran 5 Transkip Hasil Wawancara

Lampiran 6 Data Peserta Didik Lampiran 7 Data Guru

Lampiran 8 Data Sarana dan Prasarana Lampiran 9 Dokumentasi Kegiatan Lampiran 10 Daftar Riwayat Hidup

(14)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan suatu hal yang sangat penting dalam kehidupan sehari-hari. Setiap manusia memerlukan pendidikan baik formal maupun non formal. Pendidikan menjadi penting karena dengan seseorang mendapatkan pelayanan pendidikan maka orang tersebut memiliki pengetahuan dan wawasan mengenai berbagai hal yang sebelumnya tidak diketahui.

Orang yang mendapatkan pelayanan pendidikan formal maupun non formal tentu berbeda dengan orang yang tidak mendapatkan pelayanan pendidikan. Hal tersebut nampak dalam bagaimana cara orang tersebut menyikapi suatu hal.

Pendidikan umum sangatlah penting seperti halnya pendidikan Agama.

Dalam hidup beragama, seseorang perlu mendalami Agama yang dianut agar orang tersebut menjadi pribadi yang taat dalam beragama.

Pendidikan Agama merupakan hak setiap peserta didik. Hal ini terdapat dalam Undang-undang No. 20 Tahun 2003 pasal 12 yang menyatakan bahwa peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak mendapat pendidikan agama sesuai dengan agama yang dianutnya dan diajarkan oleh pendidik seagama. Salah satu pendidikan Agama yang menjadi perhatian penulis yaitu mengenai pendidikan Agama Islam. Salah satu hal yang perlu dipelajari dan diperhatikan yaitu mengenai akhlak.

(15)

Akhlak merupakan cerminan hati seseorang dalam berperilaku terhadap lingkungannya. Rasulullah saw. diutus oleh Allah swt. untuk menyempurnakan akhlak.

Sesuai dengan hadistnya Nabi Shallallahu „Alaihi wa Sallam bersabda:

Artinya : “Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang baik” (HR. Ahmad).1

Isi hadist tersebut yang “populer” telah begitu dihafal oleh hampir semua masyarakat Muslim. Sebuah pernyataan yang berisi kepastian dari nabi Muhammad saw. Tentang tujuan Allah mengutusnya Nabi Muhammad diutus bukan untuk menyempurnakan agama, tetapi untuk menyempurnakan akhlak.

Hal itu menunjukkan bahwa yang akan menjadi kunci lengkapnya keimanan dan keIslaman seseorang adalah akhlaknya. Allah tidak akan memberi tugas menyempurnakan akhlak kepada seseorang seandainya yang ditugasi itu tidak memiliki akhlak yang baik. Akhlak yang baik, sebelum Muhammad menjadi nabi telah diperlihatkan dalam aneka kehidupan hubungan sosial yang bisa dinilai oleh banyak di sekeliling Muhammad. Julukan al-amin adalah julukan yang berisi kepercayaan yang amat berharga dari masyarakat dari masyarakat di sekeliling Muhammad pada saat itu. Artinya apa yang menjadi milik Muhammad sebelum menjadi Nabiyullah, adalah modal dasar yang amat penting, mengapa Allah memilih Muhammad menjadi nabi sekaligus rasul.

Pada saat masyarakat jahiliyah lebih mementingkan urusan diniawi, mementingkan urusan kesenangan semata, mereka masih memiliki pikiran

1 Ensiklopedia Hadist, http://hadist.in/ahmad/8595 , Rabu, 19 Februari 2020, 13:34

(16)

yang jernih hingga bisa melihat kelebihan Muhammad. Seandainya gelar al- amin diberikan oleh masyarakat yang serba baik, serba terbimbing oleh nilai- nilai ilahiyah, gelaran itu menjadi hal yang “biasa”. Sekumpulan orang baik tentu bisa melihat sesuatu yang baik secara nyata yang ada disekelilingnya.

Tetapi kalau sekumpulan orang yang sangat dibelenggu aneka kejahatan, kejelekan, kemusyrikan dan kebohongan sehingga digelari jahiliyah bisa melihat kenyataan yang baik yang dimiliki Muhammad, kita bisa mengartikan bahwa kebaikan yang dimiliki Muhammad adalah “kebaikan yang amat baik”.

Kebaikan yang bisa menembus benteng kebodohan yang sangat tebal.

Kita harus yakin, bahwa sangat yakin Muhammad yang akan menyempurnakan akhlak manusia telah dikondisikan sebagai SDM yang memiliki akhlak mulia. Dari uraian tersebut, dapat dirumuskan satu gambaran pengertian tentang akhlak. “akhlak adalah keseimbangan antara perilaku antara perilaku lahir dengan perilaku batin. Karena akhlak ini kemudian bisa dikaitkan dengan dua nilai yang saling berbeda, baik dan buruk. Akhlak yang baik adalah perilaku lahir sekaligus perilaku batin yang dibimbing oleh kebenaran yang mutlak, kebenaran yang datang dari khalik. Akhlak yang buruk adalah perilaku lahir sekaligus perilaku batin yang dibimbing oleh kebenaran yang datang dari makhluk.2

Oleh karena itu di dalam membentuk akhlak agar tertanam mendalam di diri seseorang, merupakan pekerjaan yang tidak mudah. Seorang pendidik di sekolah yaitu guru memiliki tugas yang mulia sekaligus penting dalam

2Jajang Suryana, Buku Ajar Pendidikan Agama Islam, Depok: PT Raja Grafindo Persada, 2018.

(17)

mencerdaskan kehidupan bangsa sekaligus membentuk akhlak yang baik. Hal tersebut tidak menggugurkan kewajiban orang tua yang merupakan pendidik utama bagi anak.

Banyaknya permasalahan mengenai akhlak siswa yang terjadi di era zaman yang semakin canggih ini. Dengan game di Handphone dapat merubah seseorang dalam segi berperilaku. Seperti halnya banyak yang terjadi peristiwa-peristiwa di sekolah tentang seorang siswa yang melawan maupun melakukan tindakan kekerasan terhadap guru.

Salah satu kasus mengenai bobroknya akhlak siswa yaitu terjadi penganiayaan berujung maut terhadap guru seni rupa Ahmad Budi Thajyanto yang dilakukan seorang murid SMAN 1 Torjun, berinisial HI. Peristiwa itu terjadi Kamis (1/2/2018) sekitar pukul 13.00 WIB. Korban guru seni rupa mengisi pelajaran melukis di halaman luar depan kelas XII. Saat kegiatan belajar berlangsung, pelaku tak menggubris dan menggangu teman lainnya.

Korban menegur pelaku agar mengerjakan tugas seperti temannya yang lain.

Namun teguran itu tetap tidak dihiraukan pelaku. Korban kemudian menggoreskan cat ke pipi pelaku. Pelaku tidak terima dan mengeluarkan kalimat tidak sopan.3

Karena tidak sopan, korban memukul pelaku dengan kertas absen.

Pukulan itu ditangkis pelaku dan langsung menghantam mengenai pelipis kanan korban. Akibatnya, korban tersungkur ke tanah dan berusaha dilerai oleh siswa lain. Usai kejadian itu seluruh siswa masuk kelas. Di dalam kelas,

3 https://www.republika.co.id/berita/nasional/daerah/18/02/06/p3q47u377-budayawan- madura-kasus-guru-budi-sangat-tragis Minggu, 19 Januari 2020, 10:00

(18)

pelaku sempat meminta maaf kepada korban disaksikan murid-murid yang lain. Setelah pelajaran usai, korban dan pelaku pulang ke rumahnya masing- masing. Korban masih sempat bercerita kepada kepala sekolah tentang kejadian pemukulan yang dilakukan muridnya.

Kasus tersebut yaitu penganiayaan yang terjadi oleh guru seni rupa di SMA Negeri 1 Torjun, Sampang, Madura oleh siswanya yang berinisial HI terhadap guru Ahmad Budi Tjahyanto sampai meninggal dunia pada 1 Februari 2018 itu merupakan tragedi sangat tragis.4

Kasus lainnya yaitu seorang siswa SMP di Gunungkidul nekat mengancam guru dengan senjata tajam karena menyita ponselnya. Polisi akan memanggil kepala sekolah tersebut untuk dimintai keterangan. “Tapi ini mau saya undang ke kantor (polsekNgawen) kepala sekolahnya untuk memberikan sendiri keterangan detailnya,” ujar Kapolsek Ngawen AKP Kasiwon saat dihubungi detikcom, Rabu (11/92019).

Kasiwon menjelaskan peristiwa ini terjadi di SMPN 5 Ngawen, Kecamatan Ngawen, Kabupaten Gunungkidul, pada Jumat (6/9). Awalnya siswa tersebut diketahui bermain ponsel di dalam kelas saat jam pelajaran.

“Padahal tidak boleh main HP saat pelajaran di dalam kelas," lanjut Kasiwon.

Sang guru kemudian menyita ponsel dari tangan siswanya. "Nah, karena ketahuan, HP-nya disita sama guru yang mengajar itu. Karena tidak terima HP-nya disita, dia pulang, terus bawa arit ke halaman sekolah. Jadi tidak masuk, hanya di halaman saja," imbuhnya. Video yang viral di media sosial

4 ibid

(19)

direkam oleh salah seorang guru. Kasiwon menyebut aksi siswa tersebut merupakan luapan emosi sesaat.5

Sebagian besar pembentukan akhlak memang ada pada orang tua, karena pendidikan dirumah atau lingkungan keluarga lebih banyak daripada di sekolah, akan tetapi sekolah dan elemen di dalamnya yaitu guru, kepala sekolah serta karyawan memiliki peranan penting dalam mengusahakan pembentukan dan penanaman akhlak siswanya tentunya dengan di dukung oleh masyarakat sebagai tanggung jawab bersama pendidikan. Dengan adanya peraturan serta pembelajaran khususnya terhadap akhlak yang sudah diterapkan di SMP Negeri 3 Tangerang Selatan ini masih saja ada sebagian siswanya yang melanggar serta dalam berperilaku.

Berdasarkan dari permasalahan-permasalahan yang saat ini terjadi, untuk itu penulis tertarik untuk meneliti lebih dalam di salah satu lembaga pendidikan dengan judul penelitian “Upaya Guru Pendidikan Agama Islam Dalam Membentuk Akhlak Siswa Di SMP Negeri 3 Tangerang Selatan”

B. Fokus dan Subfokus Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang telah diuraikan diatas, maka peneliti memfokuskan masalah di atas ke dalam Upaya Guru Pendidikan Agama Islam

5 https://news.detik.com/berita-jawa-tengah/d-4702092/siswa-ancam-guru-pakai-sajam- gegara-hp-disita-polisi-panggil-kepsek Minggu, 19 Januari 2020, 14:15

(20)

dalam Membentuk Akhlak Siswa di Sekolah Menengah Pertama Negeri 3 Tangerang Selatan.

Fokus penelitian yang diambil oleh penulis yaitu untuk melihat bagaimana upaya guru PAI dalam membentuk akhlak para siswa di sekolah SMPN 3 Tangerang Selatan

Sedangkan subfokus penelitian yaitu:

1 Untuk melihat kegiatan apa saja yang dilakukan guru PAI dalam menanamkan nilai-nilai religius di sekolah SMPN 3 Tangerang Selatan 2 Untuk mengamati faktor apa saja yang menghambat upaya guru PAI

dalam membentuk akhlak siswa di sekolah SMPN 3 Tangerang Selatan

C. Rumusan Masalah

1. Bagaimana upaya yang dilakukan guru PAI dalam membentuk akhlak siswa di kelas (jam pelajaran)?

2. Kegiatan rutin apa saja yang dilakukan guru PAI dalam menanamkan nilai-nilai religius untuk membentuk akhlak siswa?

3. Faktor apa sajakah yang menghambat upaya guru PAI dalam membentuk akhlak siswa?

4. Faktor apa sajakah yang mendukung upaya guru PAI dalam membentuk akhlak siswa?

D. Kegunaan Penelitian 1. Secara Teoritis

(21)

Penelitian ini diharapkan dapat menambah informasi, wawasan pemikiran dan pengetahuan dalam bidang pendidikan Agama Islam bagi peneliti secara khusus dan dunia pendidikan secara umum.

2. Secara Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemahaman kepada masyarakat pada umumnya dan guru secara khusus mengenai upaya guru pendidikan Agama Islam dalam membentuk akhlak siswa.

E. Sitematika Penulisan

Pada sistematika penulisan, penulis akan menjelaskan secara singkat pada tiap-tiap bab. Urutan penulisan bab yang akan disajikan sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Dalam bab ini, berisi pendahuluan yang terdiri dari latar belakang masalah, fokus dan subfokus penelitian, perumusan masalah, kegunaan penelitian dan sistematika penulisan.

BAB II KAJIAN PUSTAKA

Dalam bab ini, berisi mengenai deskripsi konseptual fokus dan subfokus penelitian serta hasil penelitian yang relevan.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Pada bab ini, terdiri atas tujuan penelitian, tempat dan waktu penelitian, latar penelitian, metode dan prosedur penelitian, data dan sumber data, teknik dan prosedur pengumpulan data, teknis analisis data, validitas data.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

(22)

Pada bab ini, berisi gambaran umum tentang latar penelitian, temuan penelitian dan pembahasan temuan penelitian.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Pada bab ini, berisi mengenai kesimpulan dan saran dari semua pembahasan yang telah dijelaskan pada bab-bab sebelumnya.

(23)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Deskripsi Konseptual Fokus dan Subfokus Penelitian 1. Pengertian Upaya

Dalam kamus besar bahasa Indonesia menyebutkan pengertian upaya adalah usaha, ikhtiar, (untuk mencapai suatu maksud, memecahkan persoalan, mencari jalan keluar, dsb).6

Upaya adalah aspek yang dinamis dalam kedudukan (status) terhadap sesuatu. Apabila seseorang melakukan hak dan kewajibannya sesuai kedudukannya, maka ia menjalankan suatu upaya. Upaya dijelaskan sebagai usaha (syarat) suatu cara, juga dapat dimaksud sebagai suatu kegiatan yang dilakukan secara sistemati, terencana, dan terarah untuk menjaga sesuatu hal agar tidak meluas atau timbul.7

Sehingga dapat disimpulkan upaya adalah suatu usaha yang dilakukan setiap individu demi terwujudnya suatu kegiatan yang sudah terencana dan terarah.

6 Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2015), h. 1534

7 Suekanto, dkk, Teori Yang Murni Tentang Hukum (Bandung: Penerbit Alumni, 1984), h. 237.

(24)

2. Guru Pendidikan Agama Islam a. Guru

Dalam kamus besar bahasa indonesia menmyebutkan pengertian guru adalah orang pekerjaannya (mata pencahariannya, profesinya) mengajar.8

Pendidik di lembaga pendidikan persekolahan disebut dengan guru yang meliputi guru madrasah atau sekolah sejak dari taman kanak-kanak sekolah menengah dan sampai dosen-dosen di perguruan tinggi, kyai pondok pesantren dan lain sebaginya. Namun guru bukan hanya menerima amanat dari orang tua untuk mendidik melainkan juga dari setiap orang memerlukan bantuan untuk mendidiknya.9

Maka dapat disimpulkan guru ialah seorang pendidik di suatu lembaga kependidikan sekolah, pondok pesantren maupun perguruan tinggi yang mengajarkan ilmu-ilmu pengetahuan umum dan agama kepada peserta didik. Agar menjadikan peserta didik yang berakhlakul karimah.

Proses belajar mengajar merupakan inti dari proses pendidikan seacara keseluruhan dengan guru sebagai pemegang peranan utama.

Proses belajar mengajar mengandung serangkaian perbuatan pendidik/

guru dan siswa atas dasar hubungan timbal balik yang berlangsung dalam situasi eduktif untuk mencapai tujuan tertentu. Interaksi atau hubungan timbal balik antara guru dan siswa itu merupakan syarat

8 Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa, op.cit., h. 469.

9 Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2015), h. 107.

(25)

utama bagi berlangsungnya proses belajar mengajar. Interaksi ini memiliki arti yang lebih luas, bukan sekedar hubungan antara guru dengan siswa, melainkan berupa interaksi edukatif. Dalam hal ini, bukan hanya penyampaian pesan berupa materi pelajaran, melainkan menanamkan sikap dan nilai pada diri siswa yang sedang belajar.

Peran guru dalam proses belajar mengajar, guru tidak hanya tampil lagi sebagai pengajar (teacher), seperti fungsinya yang menonjol selama ini, melainkan beralih sebagai pelatih (coach), pembimbing (counselor) dan manajer belajar (lerning manager). Hal ini sudah sesuai dengan fungsi dari peran guru masa depan. Sebagai seorang pelatih, seorang guru akan berperan mendorong siswanya untuk menguasai alat belajar, memotivasi siswa untuk bekerja keras dan mencapai prestasi setinggi-tingginya.

Kehadiran guru dalam proses belajar mengajar atau pengajaran, masih tetap memegang peranan penting. Peranan guru dalam proses pengajaran belum dapat digantikan oleh mesin, radio, tape recorder atau oleh komputer yang paling modern sekalipun. Masih terlalu banyak unsur manusiawi seperti sikap, sistem, nilai, perasaan, motivasi, kebiasaan yang diharapkan merupakan hasil dari proses pengajaran, tidak dapat dicapai melalui alat-alat tersebut. Disinilah kelebihan manusia, sebagai guru dari alat-alat atau teknologi yang

(26)

diciptakan manusia untuk membantu dan mempermudah kehidupannya.10

Dengan demikian, dalam sistem pengajaran manapun, guru selalu menjadi bagian yang tidak terpisahkan, hanya peran yang dimainkannya akan berbeda sesuai dengan tuntutan sistem tersebut.

Dalam pengajaran atau proses belajar mengajar, guru memegang peran sebagai sutradara sekaligus aktor. Artinya, pada gurulah tugas serta tanggung jawab merencanakan dan melaksanakan pengajaran disekolah.

Sebagaimana telah diungkapkan diatas, bahwa peran seorang guru sangatlah signitifkan dalam proses belajar mengaja. Peran guru dalam proses belajar mengajar meliputi banyak hal seperti sebagai pengajar, manajer kelas, supervisor, motivator, konsuler dan eksplorator. Hal yang akan dikemukan di sini adalah peran yang dianggap paling dominan dan klasifikasi guru sebagai:

1) Guru sebagai Demonstrator

Melalui peranannya sebagai demonstrator, lecturer atau pengajar, guru hendaknya senantiasa menguasai bahan atau materi pelajaran yang akan diajarkannya, serta senantiasa mengembangkannya dalam arti meningkatkan kemampuannya dalam hal ilmu yang dimilikinya karena akan sangat menentukan hasil belajar yang dicapai oleh siswa. Salah satu hal yang harus

10 Jumanta, Metodologi Pengajaran, (Jakarta: Bumi Aksara, 2016), h. 8-11

(27)

dperhatikan oleh guru ialah bahwa ia sendiri adalah pelajar. Ini berarti bahwa guru harus belajar terus menerus. Dengan cara demikian, ia akan memperkaya dirinya dengan berbagai ilmu pengetahuan sebagai bekal dalam melaksanakan tugasnya sebagai demonstrator sehingga mampu memeragakan apa yang diajarkannya secara didaktis. Didaktis maksudnya ialah apa yang disampaikannya itu betul-betul dimiliki oleh anak didik.

2) Guru sebagai Pengelola Kelas

Mengajar dengan sukses berarti harus ada keterlibatan siswa secara aktif untuk belajar. Keduanya berjalan seiring, tidak ada yang mendahului antara mengajar dan belajar karena masing- masing memiliki peran yang memberikan pengaruh satu dengan yang lainnya. Keberhasilan/kesuksesan guru mengajar ditentukan oleh aktivitas siswa dalam belajar, demikian juga keberhasilan siswa dalam belajar ditentukan pula oleh peran guru dalam mengajar.

Mengajar adalah aktivitas/ kegiatan yang dilakukan guru dalam kelas atau lingkungan sekolah. Dalam proses mengajar, pastilah ada tujuan yang hendak dicapai oleh guru, yaitu siswa memahami, mengerti dan mengaplikasikan ilmu yang mereka dapatkan. Dalam hal ini, tentu saja guru berharap siswa mau belajar, baik dalam jam pelajaran maupun sesudah materi dari guru ia terima. Menurut Sagala (2003:12), belajar adalah kegiatan

(28)

individu memperoleh pengetahuan, perilaku dan keterampilan dengan cara mengolah bahan belajar. Proses belajar mengajar akan berlangsung dengan baik jika guru dan siswa sama-sama mengerti bahan apa yang akan dipelajari sehingga terjadi interaksi yang aktif dalam proses belajar mengajar di kelas dan hal ini menjadi kunci kesuksesan dalam mengajar. Dengan demikian proses pembelajaran terjadi dalam diri siswa.

Mengajar dengan sukses jika guru dapat memberikan materi kepada siswa dengan media dan metode yang menarik, menciptakan situasi belajar yang kondusif dalam kelas sehingga tercipta interaksi belajar aktif. Dengan begitu akan terjadi proses perubahan dalam diri siswa bukan hanya pada hasil belajar, melainkan juga pada perilaku dan sikap siswa.

Jadi, mengajar dengan sukses itu tidak hanya semata-mata memberikan pengetahuan yang bersifat kognitif saja, tetapi didalamnya harus ada perubahan berpikir, sikap dan kemauan supaya siswa mau terus belajar. Timbulnya semangat belajar dalam diri siswa untuk mencari sumber-sumber belajar lain merupakan salah satu indikasi bahwa guru sukses mengajar siswanya. Dengan demikian, kesuksesan dalam mengajar adalah seberapa dalam siswa termotivasi untuk terus belajar sehingga mereka akan menjadi manusia-manusia pembelajar.11

11 Jumanta, Ibid

(29)

3) Guru sebagai Mediator dan Fasilitator

Sebagai mediator guru hendaknya memiliki pengetahuan dan pemahaman yang cukup tentang media pendidikan merupakan alat komunikasi guna lebih mengefektifkan proses belajar mengajar. Dengan demikian, jelaslah bahwa media pendidikan merupakan dasar yang sangat diperlukan yang bersifat melengkapi dan merupakan dasar yang sangat diperlukan yang bersifat melengkapi dan merupakan bagian integral demi berhasilnya proses pendidikan.

Sebagai fasilitator, guru hendaknya mampu mengusahakan sumber belajar yang kiranya berguna, serta menunjang pencapaian tujuan dan proses belajar mengajar, baik yang berupa narasumber, buku teks, majalah ataupun surat kabar.

4) Guru sebagai Evaluator

Dalam dunia pendidikan, setiap jenis pendidikan atau bentuk pendidikan pada waktu-waktu tertentu selama periode pendidikan akan diadakan evaluasi. Artinya, pada waktu-waktu tertentu selama satu periode pendidikan tadi, orang selalu mengadakan penilaian, guru dapat mengetahui keberhasilan pencapaian tujuan, penguasaan siswa terhadap pelajaran, serta ketepatan atau keefektifan metode belajar. 12

12 Jumanta, ibid

(30)

Suatu hal yang menarik dan patut menjadi catatan maupun acuan bagi para guru di Indonesia. Interstate New Teacher Assesment and Support Consortium (INTASC) di Amerika Serikat telah mencoba merumuskan 10 prinsip yang harus dipegang oleh para guru baru yang pada hakikatnya harus senantiasa dipegang oleh semua guru, baik guru senior maupun yunior, jika ingin disebut guru yang kompeten dan menyadari kewajiban dan perannya. Kesepuluh prinsip tersebut (Arennds, 2009) adalah sebagai berikut,

1) Guru memahami konsep sentral, perangkat inkuiri, dan struktur dari bidang studi yang diampunya, ia mengajar dan menciptakan pengalaman belajar yang membuat aspek-aspek dari bahan ajar menjadi bermakna bagi siswa.

2) Guru memahami bagaimana cara siswa belajar, dan mampu mengembangkan serta mewujudkan kesempatan pembelajaran yang mendukung perkembangan intelektual, sosial, dan personal para siswa.

3) Guru memahami bahwa siswa berbeda-beda dalam pendekatannya terhadap pembelajaran dan harus menciptakan kesempatan pengajaran yang mengadaptasi perbedaan-perbedaan ini.13

4) Guru memahami dan menggunakan berbagai strategi pengajaran untuk mendorong perkembangan kemampuan siswa terkait

13 Warsono, Hariyanto, Pembelajaran Aktif Teori dan Asesmen, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2013), h. 30-32

(31)

pemikiran kritis, pemecahan masalah, dan kecakapan-kecakapan kinerja (performance skills).

5) Guru menggunakan motivasi dan perilaku individu atau kelompok siswa untuk menciptakan lingkungan pembelajaran yang mendorong timbulnya interaksi sosial yang positif, keterlibatan aktif dalam pembelajaran dan mendorong timbulnya motivasi pribadi.

6) Guru menggunakan pengetahuannya tentang teknik-teknik komunikasi verbal maupun nonverbal dan memakai media untuk mengembangkan inkuiri aktif, kolaborasi dan interaksi suportif di dalam kelas.

7) Guru membuat RPP berbasis pengetahuan tentang bahan ajar, sikap dan perilaku siswa, harapan masyarakat dan tujuan kurikulum.

8) Guru memahami dan mampu menggunakan berbagai strategi asesmen formal dan informal untuk mengevaluasi dan menjamin berlangsungnya perkembangan yang berkesinambungan dari intelektual, sosial dan fisik siswa.

9) Guru merupakan seorang praktisi yang reflektif, yang secara terus menerus menevaluasi pilihan dan tindakannya kepada orang lain (siswa, orang tua siswa dan profesional lain dalam komunitas pembelajaran) yang secara aktif mencari peluang untuk tumbuh secara profesional.

(32)

10) Guru mengedepankan hubungan dengan kolega sekolah orang tua dan badan-badan di dalam komunitas yang lebih besar untuk mendukung pembelajaran dan kesejahteraan siswa.14

b. Pendidikan Agama Islam

Dalam konteks Islam, pendidikan secara (lughatan) ada tiga kata yang digunakan. Ketiga kata tersebut, yaitu (1) “at-tarbiyah”, (2)

“al-ta‟lim” dan (3) “al-ta‟adib”. Ketiga kata tersebut memiliki makna yang saling berkaitan saling cocok untuk pemaknaan pendidikan dalam islam. Ketiga kata itu mengandung makna yang amat dalam, menyangkut manusia dan masyarakat serta lingkungan yang dalam hubungannya dengan Tuhan saling berkaitan satu sama lain.

Term (istilah) at-tarbiyah berakar dan tiga kata, yakni pertama, berasal dan kata rabba yarbu yang artinya bertambah dan tumbuh.

Kedua, berasal dan kata rabba yarubbu yang artinya, memperbaiki, menguasai, memimpin, menjaga dan memelihara. Term al-ta‟lim secara lugahwy berasal dari kata fi‟il tsulasi mazid biharfin wahid yaitu „allama yu‟allimu. Jadi „allama artinya, mengajar. Selanjutnya term al-ta‟adib berasal dari kata tsulasi mazid bihaijmn wahid, yaitu

„addaba yu‟addibu. Jadi „addaba artinya memberi adab. Selain yang tiga disebutkan di atas ada lagi istilah „riadhah” yang berarti pelatihan.

Menurut Abu „Ala al-Mardudi kata Rabbun terdiri atas dua huruf “ra” dan “ba” tasydid yang merupakan pecahan dari kata

14 Warsono, Hariyanto, ibid

(33)

tarbiyah yang berarti pendidikan, pengasuhan dan sebagainya. Selain itu kata ini mencakup banyak arti seperti kekuasaan, perlengakapan pertanggung jawaban, perebaikan, penyempurnaan dan lain-lain. Kata ini juga merupakan predikat bagi suatu kebesaran, keagungan, kekuasaan dan kepemimpinan. Didalam Al-Qur‟an misalnya kata rabbun terdapat dalam surat al-Fatihah. Firman Allah swt Artinya :

“Segala pujian bagi Allah Rabb bagi sekalian alam” (QS. Al-Fatihah :1)

Pengertian ta‟lim menurut Abd. Al-Rahman sebatas proses pentransferan pengetahuan antar manusia. Ia hanya dituntut untuk menguasai pengetahuan yang ditransfer secara kognitif dan psikomotorik akan tetapi tidak dituntut pada domain afektif. Ia hanya sekedar memberi tahu atau memberi pengetahuan tidak mengandung arti pembinaan kepribadian, karena sedikit sekali kemungkinan ke arah pembentukan kepribadian yang disebabkan pemberian pengaetahuan.

Selanjutnya kata ta‟lim yang terdapat dalam al-Qur‟an. Firman Allah swt. Artinya : “dan dia mengajarkan („allama) kepada Adam nama- nama (benda-benda seluruhnya) kemudian mengemukakannya kepada para malaikat, lalu berfirman: Sebutkanlah kepada-Ku nama benda- benda itu jika kamu memang orang-orang yang benar”. (Q.S Al- Baqarah : 31)

Selanjutnya kata ta‟dib menurut al-Atas adalah pengenalan dan pengakuan tempat-tempat yang tepat dan segala sesuatu yang di dalam

(34)

tatanan penciptaan sedemikian rupa sehingga membimbing ke arah pengenalan dan pengakuan kekuasaan dan keagungan Tuhan di dalam tatanan wujud dan kebenarannya. Kata ta‟dib terdapat dalam hadist Rasulullah saw. Sabda Rasulullah saw. Artinya : “Tuhanku telah menta‟dib (mendidik) ku maka ia sempurnakan ta‟dib (pendidikan)ku”. Sedangkan kata Riyadhah hanya dipopulerkan oleh Al-Ghazali. Baginya Riyadhah adalah proses pelatihan individu pada masa kanak-kanak sedang fase yang lain tidak tercakup di dalamnya.

Pada masa sekarang istilah yang paling populer dipakai orang adalah ”tarbiyah” karena istilah tarbiyah meliputi keseluruhan kegiatan pendidikan (tarbiyah) yang berarti suatu upaya yang dilakukan dalam mempersiapkan individu untuk kehidupan yang lebih sempurna dalam etika, sistematis dalam berfikir, memiliki ketajaman intuisi, giat dalam berkreasi, memiliki toleransi pada yang lain berkompetensi dalam hal yang baik, mengungkap dengan dan bahasa lisan dan tulisan yang baik dan benar serta memiliki beberapa keterampilan. Sedangkan istilah yang lain merupakan bagian dari kegiatan tarbiyah. Dengan demikian maka istilah pendidikan islam disebut Tarbiyah Islamiyah.15

Maka dapat disimpulkan konsep Tarbiyah yaitu merupakan konsep dasar pendidikan yang merangkum segala hal yang dibutuhkan oleh seorang anak agar ia dapat tumbuh tidak hamya secara fisik akan tetapi lebih dari itu. Seorang pendidik atau murobbi perlu memastikan

15 Ramayulis, op.cit., h. 33-36.

(35)

anak didiknya mengalami perkembangan secara baik dalam memperoleh ilmu dan pengetahuan diiringi dengan adab perilaku yang baik.

Pendidikan islam menurut istilah dirumuskan oleh pakar pendidikan islam, sesuai dengan perspektif masing-masing. Diantara rumusan tersebut adalah sebagai berikut :

1) Al-Abrasyi, memberikan pengertian bahwa terbiyah adalah mempersiapkan manusia supaya hidup dengan sempurna dan bahagia, mencintai tanah air, tegap jasmaninya, sempurna budi pekertinya (akhlaknya), teratur pikirannya, halus perasaannya, mahir dalam pekerjaannya, manis tutur katanya baik dengan lisan atau tulisan. Al-Abrasyi menekankan pendidikan pencapaian kesempurnaan dan kebahagiaan hidup.

2) Hasan Langgulung, mengatakan bahwa pendidikan islam adalah proses penyiapan generasi muda untuk mengisi peranan, memindahkan pengetahuan dan nilai-nilai islam yang diselaraskan dengan fungsi manusia untuk beramal di dunia dan memetik hasilnya di akhirat. Langgulung menekankan pendidikan islam yang mempersiapkan generasi muda dengan ilmu pengetahuan dan nilai-nilai islam untuk mampu berusaha di atas dunia dan memetik hasilnya di akhirat.

3) Omar Muhammad al-Thoumi Al-Syaibani, menyatakan bahwa Pendidikan Islam adalah proses mengubah tingkah laku individu

(36)

pada kehidupan pribadi, masyarakat dan alam sekitarnya dengan cara pengajaran sebagai suatu aktivitas asasi dan sebagai profesi di antara profesi-profesi asasi dalam masyarakat. Pengertian ini lebih menekankan pada perubahan tingkah laku dari yang buruk menuju yang baik , dari yang minimal menuju yang maksimal, dari yang potensial menuju aktual, dari yang pasif menuju aktif. Cara mengubah tingkah laku itu melalui proses pembelajaran.

Perubahan tingkah laku tidak saja terhenti pada level individu tetapi juga mencakup level masyarakat (etika sosial) sehingga melahirkan pribadi-pribadi yang memiliki kesalehan sosial.

4) Menurut rumusan Konferensi Pendidikan Islam sedunia yang ke-2 pada tahun 1980 di Islambad, bahwa pendidikan harus ditujukan untuk, mencapai keseimbangan pertumbuhan personalitas manusia secara menyuluruh dengan cara melatih jiwa, akal, perasaan dan fisik manusia. Dengan denikian pendidikan diarahkan untuk mengembangkan manusia pada seluruh aspeknya: spiritual, intelektual, daya imajinasi, fisik keilmuan dan bahasa, baik secara undividual maupun kelompok serta mendorong seluruh aspek tersebut untuk mencapai kebaikan dan kesempurnaan. Tujuan akhir pendidikan diarahkan pada upaya merealisasikan pengabdian manusia kepada Allah, baik pada tingkat individual, masyarakat dan kemanusiaan secara luas.16

16 Ramayulis, ibid, h. 36-37.

(37)

Dari beberapa pemdapat di atas, maka dapat disimpulkan Pendidikan Islam merupakan proses pendidikan yang menekankan untuk mencapai kesempurnaan dalam memperoleh kebahagiaan hidup bagi generasi muda dan memiliki dampak positif bagi sekitar karena pendidikan Islam tidak hanya untuk di dunia melainkan untuk kepentingan akhirat, sebab pendidikan tidak hanya untuk keperluan fisik maupun intelektual akan tetapi juga kepentingan spiritual.

Jika Pendidikan Islam dipandang sebagai salah satu disiplin ilmu, karakteristik yang menjadi ciri khasnya harus dimunculkan.

berikut ini adalah beberapa karakteristik pendidikan Islam ;

1) Dasar atau landasan pendiriannya merujuk pada perintah Allah dan Rasul-Nya dalam Al-Qur‟an dan hadist, hasil ijtihad para mujtahidin dan ijma‟ para ulama terkemuka. Berbicara mengenai terma atau terminologi pada suatu hal yang dianggap mempunyai kontruksi pengetahuan tertentu merupakan hal penting. Terma atau istilah ketika disandangkan pada kata tertentu secara leksikal mempunyai konotasi tertentu.

Menurut pakar bahasa, penggunaan dan arrangement in sentences mengenai istilah mempunyai substansi makna yang berbeda, apalagi jika istilah tersebut berasal dari pola pikir keagamaan, budaya, setting sosial dan perkembangan masyarakat yang berbeda dengan seseorang atau sekelompok orang yang mencoba “mencocokkan” istilah tersebut dengan setting pemikiran

(38)

agama dan sosiokultural dimana ia hidup. Kasus seperti ini terjadi pada tahun 1980-an ketika Cak Nur (panggilan Prof. Dr.

Nurcholish Madjid) melontarkan gagasan mengenai sekularisasi yang menjadi wacana perbincangan yang hangat di kalangan para pemikir.

Ketika terma Islam disandingkan dengan pendidikan menjadi gabungan kata pendidikan Islam, muncullah sebuah asumsi dan persepsi bahwa pendidikan Islam pasti berbeda dengan pendidikan yang telah berkembang sampai saat ini. Pendidikan Islam mempunyai substansi, asas dan landasan yang berbeda dengan konsep-konsep pendidikan yang sudah establish dan melekat pada segenap proses pendidikan yang dijalankan.

Pendidikan Islam berlandaskan pada sumber-sumber tersebut dan dikembangkan dengan memerhatikan konsepsi yang secara substantif.17

2) Tujuan akhir (ultimate goal/ al ghayah). Pendidikan Islam yang berdimensi tujuan akhir tidak bisa dipisahkan dari tujuan hidup manusia. Dalam tahap yang lebih rendah, manusia adalah makhluk yang diberi potensi akal oleh Tuhan. Sebagai makhluk yang mempunyai eksistensi (al-wujudiyah), manusia adalah makhluk yang sadar (consciousness) dan berkesadaran. Manusia haruslah mempunyai tujuan hidup, tujuan hidup yang “diusahakan” sesuai

17 Doddy S. Truna dan Rudi Ahmad Suryadi, Paradigma Pendidikan Berkualitas, (Bandung: Pustaka Setia, 2013), h. 31-33.

(39)

dengan apa yang menjadi “tujuan” Tuhan. Tujuan hidup manusia haruslah selaras dengan apa yang dikehendaki oleh sang khalik.

Tuhan menciptakan manusia sehingga ia hidup mempunyai tujuan.

3) Dasar dan tujuan umumnya, strategi tingkat kebijakan publiknya, prinsip program kerjanya dan strategi hubungan kemasyarakatannya secara makro menjunjung tinggi ajaran Islam, meskipun tidak dinyatakan secara eksplisit.

Sistem tidak dipandang sebagai komponen atau manifestasi dari komponen tertentu. Sistem terdiri atas beberapa komponen yang satu sama lain saling melengkapi dan mengarah pada pencapaian tujuan tertentu. Demikianlah pengertian sistem secara umum dan sederhana yang dikemukakan oleh para ahli. Pendidikan sebagai sebuah sistem tidak terlepas dari beberapa komponen yang saling melengkapi dan saling mendukung serta berorientasi pada pencapaian tujuan pendidikan.

4) Dimensi kurikulum, berikut isinya, dimensi kesiswaan berikut sistem belajarnya, dimensi guru berikut sistem pengajaran dan penilaiannya serta dimensi anggaran dana berikut sarana prasarananya, secara keseluruhan dan terpadu ataupun secara khusus satu per dimensi, mrnjunjung tinggi ajaran Islam yang diunggulkan secara kompetetif, baik dinyatakan secara eksplisit maupun implisit.

(40)

Sistem pendidikan Islam menyangkut segala aspek yang satu sama lain saling berinteraksi mengarah pada tujuan yang hendak dicapai. Salah satu prinsip yang mengitari sitem pendidikan Islam adalah landasan dogmatis dan normatif bahwa pendidikan itu mengarah pada apa yang dikehendaki oleh-Nya.18

5) Visi, misi, strategi, serta kepemimpinan merujuk dan menjunjung tinggi ajaran Islam baik dinyatakan eksplisit maupun tidak eksplisit dalam ayat Al-Qur‟an dan hadist. Pernyataan ini sekurang- kurangnya sudah berada pada wilayah manajemen (al-idariyah).

Kita tidak bisa menutup mata jika muslim sangat lemah dalam manajemen, padahal Islam mempunyai konsepsi normatif yang luhur. Hal inilah yang harus kita pikirkan. Pendidikan Islam sebagai sebuah sistem jika ingin mencapai tujuan dengan baik, harus menerapkan manajemen yang baik pula.

6) Karakteristik dari sistem pendidikan Islam adalah memiliki dasar dan rujukan perundang-undangan serta hukum yang merujuk secara eksplisit pada norma-norma itu, serta hak dan kewajiban warga negara dalam pendidikan, khususnya mengenai biaya pendidikan.

7) Karakteristik dari suatu sistem pendidikan Islami adalah yang memiliki ruang lingkup, kualifikasi tugas, kegiatan sebagai beban tanggung jawab, cara mendidik yang dilakukan oleh guru yang

18 Doddy S. Truna dan Rudi Ahmad Suryadi, ibid., h. 33-38.

(41)

sesuai dengan dasar dan rujukan perundang-undangan serta hukumnya merujuk secara eksplisit pada norma-norma menurut Al-Qur‟an dan sunnah rasul.

8) Ruang Lingkup dari pendidikan Islami mencakup potensi, fungsi, perubahan, kewajiban, larangan, tanggung jawab manusia secara pribadi, berkelompok, dalam lingkungan masyarakat lokal, regional, nasional dan internasional.

Pendidikan Islam selain bersumber pada ajaran pokok Islam yang tertuang dalam Al-Qur‟an dan hadist, juga bersumber pada konsep pemikiran Islam yang berkembang melalui hasil karya pemikiran ulama. Pendidikan Islam tidak dipandang sempit, hanya terfokus pada pendidikan pada pendidikan agama Islam tetapi bersifat inklusif terhadap perkembangan ilmu lain yang dipandang sebagai ilmu-ilmu umum. Sumber ilmu adalah Allah, begitu pula dengan konsep pendidikan yang memiliki landasan, asas dan dasar yang harus didasarkan pada sumber utama ajaran Islam.19

3. Pengertian Membentuk (Bentuk)

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia bentuk ialah lengkung;

bangun; rupa; wujud yang ditampilkan. Membentuk merupakan membuat;

menjadikan sesuatu dengan bentuk tertentu; menggalang; membimbing;

mengarahkan (pendapat, pendidikan, watak, pikiran).20

19 Doddy S. Truna dan Rudi Ahmad Suryadi, ibid., h. 39-45.

20 Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa, op.cit., h. 173.

(42)

4. Akhlak

Akhlak secara etimologi berasal dari kata khalaqa yang berarti mencipta, membuat atau menjadikan. Secara etimologi berarti perangai, adat, tabiat, atau sistem perilaku yang dibuat oleh manusia.21

Kata Akhlak berasal dari bahasa arab yaitu khuluq, jamaknya akhlaq. Menurut Ibnu Manzur kata “akhlak” berarti al-sajiyyah yaitu watak alami. Memurut Ensiklopedi Islam, akhlak adalah suatu keadaan yang melekat pada seorang manusia. Kemudian darinya lahirlah perbuatan yang dipandang mudah, tanpa memerlukan proses pemikiran dan pertimbangan. Padanya melahirkan perbuatan baik dan buruk. Dengan demikian pengertian akhlak ringkasnya adalah sistem yang terkait dengan perbuatan itu dikatakan baik atau buruk yang melekat pada diri seorang manusia.22 Akhlak dapat diwujudkan sekurang-kurangnya melalui dua pendekatan, sebagai berikut;

a. Rangsangan, adalah perilaku manusia yang terwujud karena adanya dorongan dari suatu keadaan. Keadaan yang dimaksud, terwujud karena adanya latihan, tanya jawab, mencontoh dan sebagainya.

b. Kognitif, adalah penyampaian informasi yang didasari oleh dalil-dalil Al-Qur‟an dan Al-Hadist, teori dan konsep. Hal dimaksud dapat diwujudkan melalui dakwah, ceramah, diskusi, drama dan sebagainya.23

21 Zainuddin Ali, Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2011), h. 29.

22 Enang Hidayat, Pendidikan Agama Islam, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2019), h.

75.

23 Zainuddin Ali, op.cit., h. 30.

(43)

Maka dapat disimpulkan akhlak ialah sistem terkait dengan perbuatan yang dapat dikatakan baik ataupun buruknya yang melekat pada diri seorang manusia. Akhlak dapat diwujudkan sekurang-kurangnya dengan dua pendekatan yaitu melalui rangsangan & kognitif.

Dalam hal ini, akhlak juga erat kaitannya dengan karakter. Suatu perbuatan itu disebut akhlak apabila memenuhi dua syarat. Pertama, perbuatan itu dilakukan secara berulang-ulang. Dengan demikian apabila perbuatan tersebut dilakukan hanya sekali saja, maka bukan disebut akhlak. Misalnya suatu hari ada seseorang yang memberikan uang kepada kita. Padahal sebelumnya ia tidak pernah lakukan seperti itu. Maka dalam keadaan demikian, ia tidak dapat dikatakan berakhlak dermawan, karena perbuatan tersebut tidak melekat dalam jiwanya. Indikasinya perbuatan tersebut tidak dilakukan secara berulang-ulang. Kedua, perbuatan tersebut dilakukan tanpa melalui pertimbangan terlebih dahulu. Dengan kata lain perbuatan tersebut murni suatu kebiasaan dan bukan karena keterpaksaan.

Al-Qur‟an sebagai sumber pertama dalam agma Islam merupakan sumber akhlak. Artinya dalam memandang baik dan buruk kaitannya dengan perbuatan manusia maka agama sebagai sumbernya yang berpedoman pada Al-Qur‟an. Jika akhlaknya baik, maka ia telah mengamalkan ajaran Al-Qur‟an. Sebaliknya akhlak buruk, maka ia belum mengamalkan Al- Qur‟an. Kemudian diperkuat pula oleh sumber ajaran Islam kedua yakni hadist.24

24 Enang Hidayat, op.cit., h. 75-76.

(44)

Dengan begitu dapat disimpulkan perbuatan itu disebut akhlak apabila memenuhi dua syarat. Suatu perbuatan yang dilakukan secara berulang-ulang tanpa melalui pertimbangan terlebih dahulu karena perbuatan tersebut murni suatu kebiasaan dan bukan berdasarkan keterpaksaan.

Akhlak memiliki peranan yang tak bisa dianggap enteng dalam kehidupan. Bagaimana jadinya jika manusia tidak berakhlak. Kalau sekedar hidup tentunya hidup, tetapi memiliki kekurangan dalam dirinya yaitu hidupnya terasa hambar. Oleh karena itu pantas saja kalau Yahya bin Abi Kasir salah seorang ulama tabi‟in (generasi setelah sahabat) sebagaimana dikutip Ibnu Muflih Al-Makdisi, berkata ;

“Yang disebut yatim adalah bukan orang (anak kecil) yang ditinggal mati oleh bapaknya, melainkan orang yang tidak mempunyai ilmu dan tata krama”. Artinya orang yang tidak mempunyai ilmu dan tata krama (akhlak) secara hakiki terdapat ketidaksempurnaan dalam dirinya.

Selain itu orang yang tidak mempunyai tata krama dalam kehidupannya akan dicemoohkan masyarakat luas dan di mata mereka tidak ada harganya. Dalam hal ini ada baiknya juga dikutip pernyataan Ibnul Muqaffa berikut ini ; “Apabila masyarakat yang menghormatimu karena harta dan kekuasaan, maka hal itu akan berubah manakala keduanya sudah tidak ada lagi dalam dirimu. Namun, masyarakat akan menghormatimu karena agama dan tata krama (akhlak)”.

(45)

Terkait akhlak ini perlu mendapatkan serius dari umat muslim.

Karena tak sedikit akhir-akhir ini sebagian saudara kita yang pintar tetapi akhlaknya buruk, seperti perbuatan korupsi yang mayoritas dilakukan oleh saudara kita. Bukannya mereka itu mayoritas orang-orang pintar. Namun, karena dorongan hawa nafsu maka jadinya terjerumus ke dalam perbuatan korupsi. Jika sampai tidak memperhatikan betapa pentingnya akhlak, maka berarti ia telah melanggar norma agama. Dikatakan demikian, karena norma agama itu semuanya berisi budi pekerti. Dikatakan oleh Ibnu Qayim Al-Jauziyah sebagaimana dikutip Khalid Al-Karraj. Maksud dari ungkapan tersebut adalah ajaran-ajaran yang terkandung dalam agama tidak terlepas dari budi pekerti baik terkait dengan khalik, maupun makhluk.

Di lembaga pendidikan, mulai pendidikan tingkat dasar hingga tingkat tinggi, pendidikan dimasukkan ke dalam kurikulum berbasis karakter. Keberadaannya sudah muncul sebelum diberlakukan kurikulum 2013 (K13). Di tingkat pendidikan dasar seperti SD, SMP dan pendidikan menengah seperti SMA/SMK terdapat pelajaran PAI, yang materinya diantaranya terkait akhlak. Di MI, MTS dan MA lebih khusus lagi tedapat pelajaran Akidah Akhlak. Di peguruan tinggi khususnya perguruan tinggi Islam terdapat juga mata kuliah Akhlak Tasawuf. Namun demikian, pendidikan karakter yang sudah diterapkan pada lembaga pendidikan tersebut belum sepenuhnya mampu diamalkan oleh peserta didik.

Buktinya masih terdapat juga sampai sekarang anak sekolah yang suka

(46)

tawuran dijalan. Bahkan ada yang sampai meninggal dunia. Hukuman penjara bagi rekannya yang melakukan tawuran belum membuat jera.25

Maka dapat disimpulkan, akhlak memiliki peran penting dalam kehidupan sehari-hari, tidak bisa dibayangkan bila seorang manusia yang tidak berakhlak. Ajaran yang terkandung dalam agama tidak terlepas dari budi pekerti baik terkait dengan khalik, maupun dengan makhluk. Mulai dari pendidikan tingkat dasar (SD) hingga di perguruan tinggi (perkuliahan) terdapat materi pelajaran yang terkait dengan Akidah/Akhlak.

5. Karakteristik Akhlak dalam Islam

Islam memiliki sistem akhlak yang komprehensif (menyeluruh).

Secara detail, akhlak (karimah) dalam Islam memiliki beberapa karakteristik sendiri sebagai berikut;

a. Bersifat Universal

Akhlak terpuji bersifar Universal, artinya akhlak terpuji dapat diterapkan kepada siapa saja, kapan saja dan dimana saja. Akhlak tersebut juga meliputi hubungan dengan Allah swt, sesama manusia maupun dengan alam. Seorang muslim tidak boleh memandang dari segi materi bilamana ingin berbuat baik pada orang lain, karena dihadapan Allah swt, manusia memiliki kedudukan yang sama, namun yang membedakan adalah ketaqwaannya kepada Allah swt, serta mengikuti sunnah-sunnah Nabi Muhammad saw. Di sisi lain

25 Enang Hidayat, ibid., h. 78-79.

(47)

keberadaan alam sekitar harus diperhatikan karena kesalahan pada manusia dalam mengolah alam akan berdampak buruk, misalnya banjir, tanah longsor, kekeringan dan lain-lain.

b. Kesesuaian dengan akal

Akhlakul karimah dalam Islam sesuai dengan akal, artinya tak ada perilaku yang dianjurkan maupun dilarang lalu bertentangan dengan akal. Misalnya larangan menggunjingkan orang lain. Dalam Al-Qur‟an disebutkan dalam suarat al-Hujurat ayat 12 yang artinya sebagai berikut;

Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingakan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memekan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya dan bertakwalah kepada Allah.

Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang”.

(Qs. al-Hujurat:12) c. Bersifat individu

Tanggung jawab akhlak bersifat individu, artinya bahwa akhlak seseorang harus dipertanggungjawabkan sendiri, ini termasuk dalam Al-Qur‟an surat Fusilat ayat 46 yang artinya ;

Barang siapa yang mengerjakan amal yang saleh maka (pahalanya) untuk dirinya sendiri dan barang siapa mengerjakan perbuatan jahat,

(48)

maka (dosanya) untuk dirinya sendiri dan sekali-kali tidaklah Rabb- mu menganiaya hamba-hambanya”. (Qs. Fusilat : 46)

d. Pengawasan langsung oleh Allah swt

Pengawasan akhlak tidak hanya dilakukan oleh seseorang saja, tapi diawasi oleh Allah swt. Inilah yang disebut ihsan, yakni berbuat semua aktivitas kebaikan seakan-akan senantiasa Allah mengawasi kita, sekalipun kita tidak dapat melihat-Nya, kita yakin Allah senantiasa mengawasi kita.26

Sehingga dapat disimpulkan bahwasannya, karakteristik akhlak yang berarti dapat diterapkan kepada siapa saja, kapan saja dan dimana saja, tidak ada suatu perilaku yang dianjurkan maupun dilarang lalu bertentangan dengan akal. Akhlak seseorang dipertanggungjawabkan oleh dirinya sendiri. Seperti halnya seseorang melakukan tindak kejahatan (mencuri/ membunuh) serta akhlak tidak hanya terlihat oleh seorang saja melainkan pengawasan langsung dari Allah swt.

6. Ruang Lingkup Akhlak

a. Akhlak kepada Allah (Pencipta)

Salah satu perilaku atau tindakan yang mendasari akhlak kepada pencipta adalah taubat. Taubat secara bahasa berarti kembali pada kebenaran. Secara istilah adalah meninggalkan sifat dan kelakuan yang tidak baik, salah atau dosa dengan penuh penyesalan dan berniat

26 Ida Abdul Gofar, Pendidikan Agama Islam Berbasis Karakter, (Jakarta: Mitra Wacana Media dan Pelita Bangsa Pers) h. 173-174.

(49)

serta berusaha untuk tidak mengulangi kesalahan yang serupa. Dengan kata lain, taubat mengandung arti kembali kepada sikap, perbuatan atau pendirian yang baik dan benar serta menyesali perbuatan dosa yang sudah terlanjur dikerjakan. Menurut Ibnu Katsir, taubat adalah menjauhkan diri dari perbuatan dosa dan menyesali perbuatan dosa yang pernah dilakukan pada masa lalu serta yakin tidak akan melakukan kesalahan yang sama pada masa mendatang. Sementara menurut al-Jurjani, taubat adalah kembali pada Allah dengan melepaskan segala keterikatan hati dari perbuatan dosa dan melaksanakan segala kewajiban kepada Tuhan. Sedangkan menurut Hamka, taubat adalah kembali ke jalan yang benar setelah menempuh jalan yang sangat sesat dan tidak tentu ujungnya. Meliputi diantaranya ialah, ibadah kepada Allah, mencintai karena Allah, beramal karena Allah, takut kepada Allah, tawadhu serta tawakal kepada Allah.

b. Akhlak keppada Rasulullah saw

Kepada Rasullah, setiap muslim wajib mengimaninya sebagai Nabi dan Rasul terakhir. Karena setiap muslim wajib mengingkari kepada Nabi dan Rasul setelahnya, bahwa tiada Nabi dan Rasul setelah kenabian dan kerasulan Nabi Muhammad. Selanjutnya setiap muslim diwajibkan pula untuk menaati segala apa yang dibawa oleh Nabi Muhammad untuk ummatnya, yakni Al-Qur‟an dan Al-Sunnah. Semua isi Al-Qur‟an dan Al-Sunnah merupakan bagian dari wahyu yang diturunkan kepadanya. Seterusnya setiap muslim pun wajib

(50)

mengamalkan apa yang menjadi perintah Nabi Muhammad serta menjauhi apa yang dilarang olehnya. Meliputi diantaranya ialah, taat dan cinta kepada Rasulullah saw.

c. Akhlak kepada Keluarga

Setiap muslim wajib memuliakan anak dan istrinya beserta keluarganya. Mereka merupakan amnah yang harus dipelihara, dibimbing dan dididik sebaik dan semaksimal mungkin sesuai dengan kemampuannya. Meliputi diantaranya ialah, akhlak kepada ayah, kepada ibu, kepada kakek, kepada nenek dan seterusnya.

d. Akhlak terhadap Sesama Manusia/Orang Lain

Kehidupan adalah saling ketergantungan antara sesama makhluk dan dalam kehidupan pula kita tidak terlepas dari aturan- aturan hidup baik bersumber dari norma kesepakatan ataupun norma- norma agama, karena dengan norma hidup kita akan jauh lebih memahami. Dan tidak telepas dari apa yang sudah ada dalam diri kita sebagai manusia termasuk salah satunya adalah akhlak. Dalam akhlak terhadap sesama manusia terbagi atas dua ;

1) Pertama, akhlak kepada sesama muslim. Sebagai umat pengikut Rasulullah tentunya jejak langkah beliau merupakan guru besar umat Islam yang harus diketahui dan patut ditiru, karena kata Rasulullah yang dinukilkan dalam sebuah hadist yang artinya

“sesungguhnya aku di utus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia”. Yang dimaksud akhlak yang mulia adalah akhlak yang

(51)

terbentuk dari hati manusia yang mempunyai nilai ibadah setelah menerima rangsangan dari keadaan sosial. Contohnya ketika kita ingin dihargai oleh oarng lain, maka kewajiban kita juga harus menghargai orang lain, menghormati orang yang lebih tua, menyayangi yang lebih muda, menyantuni yang fakir dan sebagainya.

2) Kedua, akhlak kepada sesama non muslim. Akhlak sesama non muslim juga diajarkan dalam agama karena siapapun mereka, mereka adalah makhluk Tuhan yang punya prinsip hidup dengan nilai-nilai kemanusiaan. Berbicara masalah keyakinan adalah persoalan nurani yang mempunyai asasi kemerdekaan yang tidak bias dicampur adukkan hak asasi kita dengan hak merdeka orang lain apalagi masalah keyakinan yang terpenting adalah kita lebih jauh memaknai kehidupan sosial karena dalam kehidupan ada namanya etika sosial. Etika sosial ialah tidak terlepas dari karakter kita dalam pergaulan hidup, berkarya hidup dan lain-lain.

Contohnya, bagaimanma kita menghargai apa yang menjadi keyakinan mereka, ketika upacara keagamaan sedang berlangsung, mereka hidup dalam minoritas sekalipun. Memberi bantuan kepada mereka yang membutuhkan dan bagi mereka yang terkena musibah.

(52)

e. Akhlak kepada Lingkungan

Setiap muslim harus memperlihatkan dan mengurusi lingkungannya, baik lingkungan manusia (tetangga) maupun lingkungan alam. Contohnya seperti, menyanyangi binatang, merawat tumbuhan dan lain-lain.27

Maka dapat disimpulkan bahwasannya, terwujudnya akhlak yang baik kita dapat menjaga akhlak kepada Allah dengan menjalankan perintah Allah serta menjauhi larangannya. Akhlak terhadap Raulullah saw, mempercayai adanya nabi serta mengingkari nabi dan rasul setelahnya. Berperilaku yang baik terhadap keluarga, terhadap sesama manusia/orang lain (akhlak terhadap sesama muslim

& terhadap non muslim) serta mewujudkan akhlak terhadap lingkungan contohnya seperti menyayangi binatang, merawat tumbuhan dan lain sebagainya.

7. Pembagian Akhlak

Secara garis besar akhlak terbagi atas dua bagian yaitu sebagai berikut;

a. Akhlak yang terpuji (al-karimah/akhlak mahmudah), akhlak yang senantiasa berada dalam kontrol ilahiyah yang dapat membawa nilai- nilai positif.

Contohnya: sabar, jujur, bersyukur, husnudzdzon (berprasangka baik), tolong-menolong dalam kebaikan dan lain sebagainya.

27 Ida Abdul Gofar, ibid., h. 176-179

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa : upaya guru pendidikan akhlak dalam menerapkan metode role playing untuk membentuk akhlakul karimah siswa SMP

UPAYA GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM UNTUK MENINGKATKAN MINAT SISWA DALAM PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM KELAS VII DI SMP IBNU SINA BLIMBING MALANG SKRIPSI Diajukan Kepada

Strategi guru Pendidikan Agama Islam dalam menguatkan akhlak baik siswa di SMP Negeri 01 Kota Batu ada 3, yaitu merefresh/mengulang kembali tentang materi atau nasehat yang

Kedua , kontribusi mata pelajaran Pendidikan Agama Islam dalam membentuk karakter siswa di SMP Negeri 5 Surabaya dimulai dengan memberikan materi pembelajaran yang disampaikan

Setelah melakukan analisis data yang diperoleh dari hasil penelitian tentang pengaruh aktivitas pembelajaran Pendidikan Agama Islam terhadap akhlak siswa di SMP Negeri 3

Berdasarkan hasil data yang diperoleh peneliti di lapangan, juga terdapat upaya lain yang dilakukan oleh guru pendidikan agama Islam di SMA Negeri 5 Jember dalam membentuk

Peran guru Pendidikan Agama Islam dalam membangun akhlak.. hablumminallah siswa di SMP Negeri 1 Plosoklaten

3211113079, Jurusan Pendidikan Agama Islam, Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan, Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Tulungagung, dengan judul “Upaya Guru Pendidikan Agama Islam