• Tidak ada hasil yang ditemukan

View of LEGALITAS AKTA PEMBERIAN HAK TANGGUNGAN ELEKTRONIK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "View of LEGALITAS AKTA PEMBERIAN HAK TANGGUNGAN ELEKTRONIK"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

594

LEGALITAS AKTA PEMBERIAN HAK TANGGUNGAN ELEKTRONIK

Muhammad Bayanullah Kejaksaan Negeri Batu

Email: muhammadbayanullah01@gmail.com

Abstrak

Peraturan Menteri ATR/KBPN Nomor 5 Tahun 2020 Tentang HT-el membatasi peran PPAT hingga sebagai pengirim dokumen. Ketentuan Pasal 9 ayat (1) mengatur bahwa permohonan pelayanan hak tanggungan elektronik diajukan oleh kreditor. Lebih lanjut Pasal 9 ayat (2) Peraturan Menteri ATR/KBPN Nomor 5 Tahun 2020 Tentang HT-el mengatur bahwa dokumen kelengkapan persyaratan dalam rangka pendaftaran hak tanggungan disampaikan oleh PPAT, sehingga dalam pelaksanaan layanan hak tanggungan elektronik, PPAT hanya bertugas untuk membuat APHT dan melengkapi dokumen kelengkapan persyaratan ke dalam sistem hak tanggungan elektronik, sedangkan proses pendaftaran hak tanggungan hingga terbitnya sertifikat hak tanggungan dilakukan oleh kreditor.

Penelitian ini dilakukan untuk memperoleh gambaran tentang legalitas APHT secara elektronik berdasarkan telah diterbitkan Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 5 Tahun 2020, bahwa pendaftaran Hak Tanggungan tidak lagi dilakukan oleh PPAT, namun Kreditur. Metode Penelitian yang digunakan adalah metode penelitian hukum yuridis normatif. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah dengan wawancara dan data sekunder. Hasil penelitian menunjukan bahwa notaris memiliki wewenang atribusi. Akta yang dibuat memiliki kekuatan hukum, termasuk APHT (Akta Pemberian Hak Tanggungan). Saat proses masih manual semua perjalanan proses APHT ada dalam kendali PPAT. Sejak berlakunya PERMEN ATR/BPN NOMOR 5 TAHUN 2020, maka yang memiliki peran mendaftarkan APHT adalah Kreditur. Proses APHT pada saat upload agar legalitas terjaga stempel legalisir dari notaris pada setiapdokumen disertakan, juga identitas serta stempel dan tanda tangan kreditur atau semua pihak pada APHT, SK penunjukan Kreditur, dan harus semua asli.

Kata-Kunci: APHT, Legalitas, Permen ATR/BPN 2020

Abstract

Ministerial Regulation of ATR/KBPN Number 5 of 2020 concerning HT-el limits the role of PPAT to the sender of documents. Provision Article

(2)

595 9 paragraph (1) stipulates that applications for electronic mortgage services are submitted by creditors. Furthermore, Article 9 paragraph (2) of the Regulation of the Minister of ATR/KBPN Number 5 of 2020 concerning HT-el stipulates that the documents for completing the requirements for registration of mortgage rights are submitted by PPAT, so that in the implementation of electronic mortgage services, PPAT is only tasked with making APHT and complete the required documents into the electronic mortgage system, while the mortgage registration process until the issuance of the mortgage certificate is carried out by the creditor. This research was conducted to obtain an overview of the legality of APHT electronically based on the issuance of the Regulation of the Minister of Agrarian Affairs and Spatial Planning/Head of the National Land Agency Number 5 of 2020, that registration of Mortgage Rights is no longer carried out by PPAT, but creditors. The research method used is a normative juridical legal research method. Data collection methods used are interviews and secondary data.

The results showed that notaries have attribution authority. The deed made has legal force, including the APHT (Deed of Granting Mortgage). When the process is still manual, all APHT process journeys are under PPAT control. Since the enactment of PERMEN ATR/BPN NUMBER 5 YEAR 2020, it is the creditor who has the role of registering the APHT. The APHT process at the time of uploading so that legality is maintained, a legalized stamp from a notary on each document is included, as well as the identity and stamp and signature of the creditor or all parties on the APHT, SK for the appointment of creditors, and must be all original.

Keywords: APHT, Legality, Permen ATR/BPN 2020

PENDAHULUAN

Hak Tanggungan yaitu hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu yang digunakan untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditur tertentu terhadap kreditur-kreditur lain (Pasal 1 ayat (1) UUHT)1. Pada UUHT bahwa kreditur dapat mengkuasakan kepada PPAT perihal pemasangan Hak Tanggungan. Berdasarkan penjelasan umum angka 7 UUHT disebutkan bahwa PPAT adalah pejabat umum yang berwenang membuat akta pemindahan hak atas tanah dan akta lain dalam rangka pembebanan hak atas tanah, yang bentuk aktanya ditetapkan, sebagai bukti dilakukannya

1 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1996 yang mengatur tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah (UUHT).

(3)

596

perbuatan hukum tertentu mengenai tanah yang terletak dalam daerah kerjanya masing-masing.

Seiring berubahnya era dan banyaknya perubahan pelayanan pemerintah kepada publik tidak terkecuali oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN), maka hadir peraturan baru yaitu diterbitkannya Permen ATR/BPN Nomor 9 Tahun 2019 tentang Pelayanan Hak Tanggungan Terintegrasi Secara Elektronik (Perkaban Nomor 9/2019). Permen ini diterbitkan atas dasar cita-cita Pemerintah Indonesia dalam penerapannya untuk meningkatkan pembangunan nasional bertitik berat pada bidang ekonomi, dalam hal tersebut dibutuhkan penyediaan dana yang cukup, sehingga memerlukan lembaga hak jaminan kuat, mampu memberikan kepastian hukum bagi pihak-pihak yang berkepentingan, mendukung kegiatan bisnis, efektif dan efisien2.

Hasil penelitian Guntoro dkk (2020)3 terhadap Perkaban Nomor 9/2019 menunjukan bahwa, pendaftaran Hak Tanggungan secara elektronik dilakukan melalui Sistem Hak Tanggungan Elektronik oleh PPAT dan Kreditur dengan mengupload dokumen persyaratan secara elektronik sampai mendapat sertifikat Hak Tanggungan dan catatan Hak Tanggungan pada buku tanah dan Sertifikat Hak Atas Tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun dalam bentuk elektronik. Pendaftaran Hak Tanggungan secara elektronik ini masih memiliki kelemahan antara lain Sertifikat Hak Atas Tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun harus atas nama debitur dan belum diaturnya mekanisme sindikasi kredit. Hasil penelitian lain yang menunjukkan kelemahan Perkaban Nomor 9/2019 ialah oleh Wiguna (2020)4, bahwa pendaftaran hak tanggungan elektronik dilakukan melalui sistem HT-el oleh PPAT dengan memasukkan warkah-warkah yang diperlukan berupa dokumen elektronik sampai mendapat Sertifikat Hak Tanggungan dan catatan hak tanggungan pada buku tanah dan Sertifikat Hak Atas Tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun dalam bentuk dokumen elektronik, namun pendaftaran hak tanggungan secara elektronik belum bisa diberlakukan karena Undang-Undang Hak Tanggungan masih berlaku dan tidak memberikan kewenangan atribusi pada Perkaban Nomor 9/2019 untuk memberlakukan pendaftaran hak tanggungan secara elektronik.

2Nadia Imanda, Lahirnya Hak Tanggungan Menurut Peraturan Pemerintah Agraria Tentang Pelayanan Hak Tanggungan Terintegrasi Secara Elektronik, Jurnal Notaire,3 (1) 2020: 151-164.

3Jefri Guntoro dkk, Tinjauan Yuridis Pendaftaran Hak Tanggungan Dalam Pelayanan Hak Tanggungan Terintegrasi Secara Elektronik, Jurnal Bengkoelen Justice, Vol. 10 No.2, 2020, 212-225.

4I Wayan Jody Bagus Wiguna, Tinjauan Yuridis Terkait Pendaftaran Hak Tanggungan Secara Elektronik, Jurnal Acta Comitas, Vol.05 No. 01, 2020, 79-88.

(4)

597 Pada 6 April 2020 terbit Permen baru yaitu Permen ATR/BPN Nomor 05 Tahun 2020 tentang Pelayanan Hak Tanggungan Secara Elektronik dan mulai berlaku pada 8 April 2020. Pada saat Permen ini berlaku, Perkaban Nomor 9/2019 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Permen ATR/BPN Nomor 05 Tahun 2020 ini terbit didasari oleh Perkaban Nomor 9/2019 yang belum mengatur secara menyeluruh terkait hak tanggungan sebagaimana diatur dalam UUHT. Permen ini masih juga memunculkan permasalahan dalam pelaksanaannya. Hasil penelitian Natania (2020)5, bahwa penyampaian Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT) yang tidak lagi dilakukan secara fisik kepada kantor pertanahan membawa akibat hukum bagi PPAT yaitu PPAT diberi kewajiban baru untuk menyimpan asli lembar kedua APHT sebagai warkah sehingga PPAT bertanggungjawab atas keberadaan dan keutuhan seluruh asli APHT yang disimpan padanya. Disamping itu, penyampaian APHT secara elektronik membatasi tugas PPAT yang semula bertugas dalam seluruh rangkaian proses pendaftaran hak tanggungan menjadi terhenti di tahap penyampaian dokumen ke dalam sistem HT-el. Selama PPAT menjalankan jabatannya sesuai dengan ketentuan peraturan perudang-undangan, PPAT tidak dapat dimintai pertanggungjawaban atas kerugian yang diderita pihak (atau para pihak) yang timbul dari penerbitan sertifikat HT-el yang berasal dari dokumen palsu. Permasalahan lain ialah berkaitan dengan sistem IT dan server Layanan HT Elektronik6, sehingga pengguna harus terampil dalam menggunakan perangkat guna menyelesaikan Pemberian Hak Tanggungan sampai keluarnya Sertifikat Hak Tanggungan Secara Elektronik.

Peraturan Menteri ATR/KBPN Nomor 5 Tahun 2020 Tentang HT-el membatasi peran PPAT hingga sebagai pengirim dokumen. Ketentuan Pasal 9 ayat (1) mengatur bahwa permohonan pelayanan hak tanggungan elektronik diajukan oleh kreditor. Lebih lanjut Pasal 9 ayat (2) Peraturan Menteri ATR/KBPN Nomor 5 Tahun 2020 Tentang HT-el mengatur bahwa dokumen kelengkapan persyaratan dalam rangka pendaftaran hak tanggungan disampaikan oleh PPAT, sehingga dalam pelaksanaan layanan hak tanggungan elektronik, PPAT hanya bertugas untuk membuat APHT dan melengkapi dokumen kelengkapan persyaratan ke dalam sistem hak

5Dwina Natania, Penyampaian Akta Pemberian Hak TanggunganOleh Pejabat Pembuat Akta Tanah Setelah Diberlakukannya PeraturanMenteri ATR/KBPN Nomor 5 Tahun 2020 Tentang Pelayanan Hak TanggunganTerintegrasiSecaraElektronik,ACTA DIURNAL Jurnal Ilmu Hukum Kenotariatan Volume 3, Nomor 2, 2020, 273-291.

6Pandam Nurwulan, Implementasi Pelayanan Hak Tanggungan Elektronik Bagi Kreditor dan Pejabat Pembuat Akta Tanah, Jurnal Hukum IUS QUIA IUSTUM NO. 1 VOL. 28, 2021, 183-202.

(5)

598

tanggungan elektronik, sedangkan proses pendaftaran hak tanggungan hingga terbitnya sertifikat hak tanggungan dilakukan oleh kreditor.

Hal ini berbeda dengan ketentuan dalam UUHT yang memberikan tugas penuh bagi PPAT dimulai dari pemberian hak tanggungan hingga lahirnya hak tanggungan dengan menyelesaikan seluruh proses pendaftaran hak tanggungan. Dalam proses pembebanan hak tanggungan sebelum berlakunya hak tanggungan elektronik, PPAT bertugas untuk membuat APHT guna memenuhi tahap pemberian hak tanggungan, kemudian PPAT juga diberi kewajiban untuk mendaftarkan hak tanggungan kepada kantor pertanahan, yang pada praktiknya dalam proses pendaftaran hak tanggungan disamping menyampaikan dokumen persyaratan pendaftaran hak tanggungan.

Rumusan dari penelitian ini adalah prosedur penyampaian akta pemberian hak tanggungan oleh PPAT dalam bentuk dokumen elektronik dan kendala PPAT dalam melakukan penyampaian akta pemberian hak tanggungan secara elektronik

METODE PENELITIAN

Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian yuridis normatif. Penelitian hukum dengan yuridis normatif artinya permasalahan yang ada diletiki berdasarkan peraturan perundang-undangan yang ada dan literatur-literatur yang ada kaitanya dengan permasalahan yang penulis teliti7. Pada jenis penelitian ini, yang diteliti berupa bahan pustaka atau data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, sekunder dan tersier8. Metode penelitian menggunakan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan komparatif.

Teknik pengumpulan bahan hukum adalah menggunakan metode bola salju (snowball method)9. Adapun yang dimaksud dengan metode bola salju adalah menggelinding terus menerus yang mengacu kepada peraturan perundang-undangan dan buku-buku hukum dalam daftar pustaka serta wawancara tertutup dengan Narasumber yang memiliki kompetensi terkait objek penelitian seperti Pejabat Pembuat Akta Tanah dan Kepala Badan Pertanahan Nasional yang berada di Kota Batu – Jawa Timur. Pengumpulan bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan tersier diinventarisasi dan diklasifikasi secara sistematis sesuai dengan permasalahan yang dibahas

7 Roni Hanitijo Soemitro. 1990. Metode Penelitian Hukum Dan Jarimetri. Jakarta:

Ghalia Indonesia. Hlm. 11.

8 Soerjono Soekanto. 2008. Pengantar Penelitian. Jakarta: UI Press. Hlm. 2.

9I Made Wahyu Chandra Satriana, 2013, Kebijakan Formulasi Keadilan Restoratif Dalam Sistem Peradilan Pidana (tesis), Program Studi Magister (S2) Ilmu Hukum Universitas Udayana, Denpasar hal 43.

(6)

599 dalam penelitian ini. Penelitian ini menggunakan teknik deskripsi dan teknik yuridis kualitatif. Teknik deskripsi adalah menguraikan adanya suatu kondisi atau posisi dari proposisi-proposisi hukum atau non hukum.10.

PEMBAHASAN

Proses Pelayanan Hak Tanggungan Secara Elektronik

1. Proses Penyampaian Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT) oleh PPAT dalam Bentuk Dokumen Elektronik

Dalam pendaftaran hak tanggungan yang dilakukan secara elektronik, permohonan pendaftaran diajukan oleh kreditor, sedangkan dokumen kelengkapan persyaratan pendaftaran disampaikan oleh PPAT dalam bentuk dokumen elektronik melalui sistem elektronik mitra kerja Kementerian ATR/BPN yang terintegrasi dengan sistem hak tanggungan elektronik.11 Dalam urusan pertanahan, dokumen elektronik pertama dikenal dalam Peraturan Menteri ATR/BPN Nomor 7 Tahun 2019 Tentang Perubahan Kedua Peraturan Menteri ATR/BPN Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah (selanjutnya disebut dengan Peraturan Menteri ATR/KBPN Nomor 7 Tahun 2019). Diatur dalam Pasal 102 Peraturan Menteri ATR/KBPN Nomor 7 Tahun 2019, bahwa untuk keperluan pendaftaran, akta PPAT yang disampaikan dapat berupa dokumen elektronik, dan dalam hal akta PPAT disampaikan dalam bentuk dokumen elektronik, maka asli lembar kedua disimpan di kantor PPAT sebagai warkah. Yang dimaksud dengan dokumen elektronik adalah setiap informasi elektronik yang dibuat atau disimpan dalam bentuk digital yang dapat ditampilkan melalui komputer atau sistem elektronik.12 Secara sederhana, penyampaian dokumen persyaratan pendaftaran disampaikan oleh PPAT dalam bentuk scan dokumen yang kemudian diunggah (upload) ke dalam sistem elektronik.

2. Prosedur Pendaftaran Hak Tanggungan Secara Elektronik (HT-el) oleh Kreditur

10M. Iqbal Hasan, 2002, Pokok-Pokok Materi Metode Penelitian dan Aplikasinya, Cet. I, Jakarta, Ghalia Indonesia, hal.43.

11Pasal 9 dan 10 Ayat (1) Peraturan Menteri Agraria Dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 5 Tahun 2020 Tentang Pelayanan Hak Tanggungan Terintegrasi Secara Elektronik.

12Pasal 1 angka 11 Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 5 Tahun 2020 Tentang Pelayanan Hak Tanggungan Terintegrasi Secara Elektronik.

(7)

600

Pendaftaran dengan menggunakan sistem HT-el, pengguna harus terdaftar terlebih dahulu. Mekanisme pendaftaran hak tanggungan melalui sistem HT-el sebagai berikut:13

a. Pengguna terdaftar mengajukan permohonan layanan hak tanggungan secara elektronik melalui sistem HT-el.

b. Selain berkas persyaratan permohonan pendaftaran dalam bentuk dokumen elektronik, pemohon juga membuat surat pernyataan mengenai pertanggungjawaban keabsahan dan kebenaran data dokumen elektronik yang diajukan. Khusus persyaratan berupa sertifikat hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun harus atas nama debitur.

c. Permohonan layanan yang diterima oleh sistem HT-el akan mendapatkan tanda bukti pendaftaran permohonan yang diterbitkan oleh sistem, dengan paling sedikit memuat nomor berkas pendaftaran permohonan, tanggal pendaftaran permohonan, nama pemohon dan kode pembayaran biaya layanan.

d. Layanan hak tanggungan ini dikenakan biaya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai penerimaan negara bukan pajak yang berlaku pada kementerian. Setelah mendapatkan bukti pendaftaran permohonan, pemohon melakukan pembayaran biaya melalui bank persepsi paling lambat tiga hari setelah tanggal pendaftaran permohonan.

e. Setelah data permohonan dan biaya pendaftaran permohonan terkonfirmasi oleh sistem elektronik, sistem HT-el akan memproses pencatatan Hak tanggungan pada buku tanah. Pencatatan pada buku tanah dilakukan oleh kepala kantor pertanahan, sementara kreditur dapat melakukan pencatatan hak tanggungan pada sertifikat hak atas tanah atau hak milik satuan rumah susun dengan mencetak catatan yang diterbitkan oleh sistem HT-el dan melekatkannya pada sertifikat hak atas tanah atau hak milik satuan rumah susun.

f. Setelah seluruh tahapan selesai, hasil layanan hak tanggungan yang dikeluarkan berupa sertifikat hak tanggungan dan catatan hak tanggungan pada buku tanah dan sertifikat hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun. Dokumen ini diterbitkan pada hari ketujuh setelah pengajuan permohonan terkonfirmasi. Dalam rangka menjaga keutuhan dan ke-autentikan dokumen elektronik, sertifikat hak tanggungan yang diterbitkan oleh sistem HT-el diberikan tanda tangan elektronik.

13Sekretariat Negara Republik Indonesia. Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 2019 tentang Pelayanan Hak Tanggungan Terintegrasi Secara Elektronik . Jakarta, 2019.

(8)

601 g. Sebelum hasil layanan hak tanggungan diterbitkan, kepala kantor pertanahan atau pejabat yang ditunjuk harus memeriksa konsep sertifikat HT-el dan dokumen kelengkapan permohonan. Kepala kantor pertanahan atau pejabat yang ditunjuk bertanggung jawab secara administratif atas hasil layanan hak tanggungan. Dalam hal kepala kantor pertanahan atau pejabat yang ditunjuk tidak melakukan pemeriksaan, kepala kantor pertanahan atau pejabat yang ditunjuk dianggap memberikan persetujuan.

Kendala PPAT dalam Melakukan Penyampaian Akta Pemberian Hak Tanggungan

Salah satu syarat sebagai pengguna Hak Tanggungan Secara Elektronik ini dalam Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 2019 yaitu Surat Keterangan Terdaftar di OJK. Ini merupakan syarat memberatkan dan menghalangi, dikarenakan:

a. Dalam Pasal 9 UUHT disebutkan bahwa Pemegang Hak Tanggungan adalah orang perseorangan atau badan hukum yang berkedudukan sebagai pihak yang berpiutang, dengan demikian yang dapat menjadi pemegang Hak Tanggungan adalah siapapun juga yang berwenang melakukan perbuatan perdata untuk memberikan utang, yaitu baik itu perseorangan warga Negara Indonesia ataupun asing, baik itu badan hukum Indonesia ataupun badan hukum asing.

b. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) merupakan lembaga independen dan bebas dari campur tangan pihak lain, yang mempunyai fungsi, tugas dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan dan penyidikan, dan mempunyai ruang lingkup tugas pengaturan dan pengawasan kepada Sektor Perbankan, Sektor Pasar Modal, Sektor Perasuransian, Sektor Dana Pensiun, Sektor Lembaga Pembiayaan.

Dalam pengaturan dan pengawasan tersebut, OJK mengeluarkan regulasi-regulasi diantaranya yaitu berupa Peraturan Otoritas Jasa Keuangan atau yang sering disebut POJK.

POJK ini ditujukan kepada Pelaku Usaha Jasa Keuangan (PUJK) yang berbentuk badan hukum danterdaftar serta diawasi oleh OJK seperti Bank Umum, Bank Perkreditan Rakyat, Perusahaan Efek, Penasihat Investasi, Bank Kustodian, Dana Pensiun, Perusahaan Asuransi, Perusahaan Reasuransi, Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Gadai dan Perusahaan Penjaminan, baik yang melaksanakan kegiatan usahanya secara konvensional maupun secara syariah.

(9)

602

Kendala PPAT dalam Melakukan Penyampaian Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT) secara Elektronik (HT-el)

Dalam Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 2019 tidak diatur mengenai mekanisme pendaftaran Hak Tanggungan dimana kreditur terdiri dari beberapa kreditur yang merupakan sindikasi kredit. Dalam Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 2019 tidak diatur mengenai kreditur dalam hal sindikasi kredit, dimana dalam sindikasi kredit sertifikat hak atas tanah pada umumnya tercantum nama dari kreditur-kreditur tersebut pada sertifikat Hak Tanggungan dan pada sertifikat hak atas tanah tersebut.

Permohonan pendaftaran Hak Tanggungan Secara Elektronik menjadi kewajiban kreditur. Dalam Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 2019 tersebut, kewajiban untuk memohon pendaftaran Hak Tanggungan elektronik menjadi tanggung jawab dari kreditur, sedangkan pada Pasal 13 ayat (2) UUHT ditentukan: Selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja setelah penandatangan Akta Pemberian Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 10 ayat (2), PPAT wajib

mengirimkan Akta Pemberian Hak Tanggungan yang bersangkutan dan warkah lain yang diperlukan kepada Kantor Pertanahan dapat dikatakan bahwa perbuatan penyampaian Akta Pemberian Hak Tanggungan dan pendaftaran Akta Pemberian Hak Tanggungan dilakukan oleh PPAT.

Apabila kreditur lalai dalam pendaftarannya/tidak mendaftarkannya, maka segala risiko dan akibat hukumnya terhadap jaminan yang diberikan oleh debitur tersebut tidak memberikan hak-hak istimewa yang diberikan oleh UUHT.

Kewenangan Atribusi PPAT atas Legalitas APHT Elektronik

Notaris merupakan pejabat umum yang diangkat oleh negara untuk melaksanakan sebagian wewenang dari kekuasaan negara khusus membuat alat bukti tertulis dan otentik dalam bidang hukum perdata. Sebagaimana wewenang yang diberikan kepada notaris oleh negara merupakan wewenang atribusi yaitu wewenang yang diberikan langsung oleh Undang-undang Jabatan Notaris, maka jabatan notaris bukanlah jabatan struktural dalam organisasi pemerintahan.

Berdasarkan teori kewenangan dan teori keabsahan dalam aspek kewenangan, notaris mempunyai kewenangan atribusi, di mana notaris diberikan kewenangan langsung oleh undang-undang untuk membuat akta termasuk di dalamnya membacakan akta dan selama obyek dari perjanjian tersebut masih di dalam wilayah kerja notaris, maka notaris tetap

(10)

603 mempunyai

kewenangan untuk membuatkan akta sekalipun pembacaan dan penandatangan dengan menggunakan cyber notary dan akta tersebut tetap sah selama bentuk dari akta sesuai dengan ketentuan Pasal 38 Undang- undang Nomor 2 Tahun 2014 dan pasal 1868 KUH Perdata.

Berkaitan dengan Pasal 15 ayat (3) Undang-undang Nomor 2 Tahun 2014 dan penjelasannya bahwa notaris mempunyai kewenangan lain yang salah satunya adalah mensertifikasi transaksi dengan menggunakan alat elektronik (cyber notary), hal mana sertifikasi itu sendiri tidak dijelaskan pengertiannya sehingga menimbulkan pengertian yang ambigu. Pengertian dari sertifikasi adalah prosedur dimana pihak ketiga memberikan jaminan tertulis bahwa suatu produk, proses atas jasa telah memenuhi standar tertentu, berdasarkan audit yang dilaksanakan dengan prosedur yang disepakati.14

Ketentuan dari pasal 1868 KUH Perdata yang di dalamnya mengatur akta otentik termasuk juga akta notaris, wajib dibuat dalam bentuk yang telah

ditentukan oleh undang-undang dan akta tersebut dibuat oleh atau dibuat di hadapan pejabat umum yang berwenang di tempat di mana akta itu dibuat, sehingga apabila akta yang dibuat tersebut telah sesuai dengan bentuk yang ditentukan oleh undang-undang dan pejabat umum yang membuat akta tersebut sesuai dengan kewenangannya maka akta tersebut dapat digolongkan sebagai akta otentik. Namun akan menjadi masalah apabila dalam proses pembacaan dan penandatangan aktanya menggunakan cyber notary atau dengan kata lain menggunakan alat-alat elektronik misalnya teleconference atau video call.

Hal ini dikarenakan dalam Pasal 16 ayat (1) huruf m Undang-undang Nomor 2 Tahun 2014 menyatakan bahwa pembacaan akta harus dilakukan di hadapan para penghadap dan paling sedikit dihadiri oleh 2 (dua) orang saksi, dan dalam penjelasannya dinyatakan bahwa Notaris harus hadir secara fisik dan menandatangani Akta di hadapan penghadap dan saksi. Kata Hadir secara fisik, jika dijabarkan kata demi kata yaitu hadir dan secara fisik.

Hadir artinya ada atau datang. sedangkan kata fisik mempunyai arti badan/jasmani, sehingga maksud hadir secara fisik yaitu ada secara jasmani dengan kata lain berwujud atau terlihat secara fisik. Penjelasan tentang hadir secara fisik menimbulkan konflik norma dalam Undang-undang Nomor 2 tahun 2014, karena cyber notary sebagai bagian dari kemajuan teknologi dapat mempertemukan dua pihak atau lebih di tempat yang berbeda dengan

14Theodore Sedwick Barassi, The Cyber Notary: Public Key Registration and Certification and Authentication of International Legal Transactions, http://www.abanet.org/sgitech/ec/en/cybernote.html.

(11)

604

fasilitas suara dan gambar yang senyatanya, sehingga bentuk wajah, suara dan keadaan nyata dapat terlihat.

Kewenangan atribusi PPAT terhadap akta setelah dibuat, bahwa dalam pembacaan dan penandatangan dapat secara tidak langsung atau cyber selain hadir. Namun untuk penyampaian akta dalam hal ini APHT (Akta Pemberian Hak Tanggungan) berdasarkan Permen ATR/BPN No.05 Tahun 2020 dilakukan secara elektroknik.

Penyampaian APHT secara elektronik tentu merupakan hal baru bagi kebanyakan PPAT. Untuk itu PPAT dalam menghadapi perubahan pelayanan hak tanggungan yang sudah terintegrasi secara elektronik terkait dengan wewenang atribusi PPAT dalam membuat akta pemindahan hak atas tanah, akta pembebanan hak atas tanah dan akta pemberian kuasa membebankan hak tanggungan, hasil wawancara memberikan jawaban:

“Penyesuaian dari HT Manual ke HT-el cukup lama, dikarenakan hal ini baru pertama kali diadakan dan ada beberapa kesulitan yang dihadapi terkait sistem tersebut. Begitu juga dengan hal yang terkait dengan pendaftaran, juga menjadi lebih lama dari pada saat HT Manual, karena semua dokumen harus di scan terlebih dahulu.”

Lamanya PPAT dalam beradaptasi karena ada tuntutan dalam penyampaian APHT melewati proses elektronik yang belum terbiasa. Hasil wawancara dengan Kepala BPN Kota Batu, bahwa memproses pendaftaran tanah melalui sistem elektronik yang terintegrasi dengan melibatkan beberapa pihak ialah: Langkah pertama dalam proses pendaftaran yaitu PPAT dan Kreditor mengupload seluruh berkas berkas lampiran, lalu membayar SPS, SPS yang dibayarkan tersebut tentunya dikenakan biaya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai penerimaan negara bukan pajak yang berlaku pada kementrian, lalu jika sudah terbayar maka unit teknis akan mencocokan dokumen lampiran yang telah diupload tersebut untuk dikoreksi, jika terdapat kekurangan maka berkas sementara akan ditangguhkan untuk diperbaiki, namun jika berkas sudah lengkap dan sesuai, maka akan diterbitkan HT-el.

Dalam proses, keberhasilan penyampaian dokumen juga dipengaruhi oleh hasil koreksi unit teknis. Jika ada kekurangan maka akan ditangguhkan dan jika sudah lengkap dan sesuai, maka akan diterbitkan HT-el. Penerbitan HT-el dan dinyatakan legal/sah, menurut Kepala BPN Kota Batu, bahwa Dokumen Elektronik sah apabila memenuhi ketentuan peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional RI No 5 tahun 2020 tentang Pelayanan Hak Tanggungan Terintegrasi Secara Elektronik, contoh: stampel legalisir dari notaris pada setiap dokumen yang dilampirkan, identitas pihak bank, stampel bank pada APHT, Stampel PPAT

(12)

605 serta tanda tangan semua pihak pada APHT, SK Penunjukan Bank, serta APHT yang diupload haruslah APHT yang asli, bukan fotocopy.

Dokumen atau HT-el dinyatakan sah/legal, juga karena telah memenuhi keabsahan dokumen yang dipertanggung jawaban dalam Surat Pertanggungjawaban. Penyampaian dokumen yang tidak legal, maka sanksi yang akan diterima ialah tidak dapat diprosesnya HT-el yang diajukan, karena akan ditolak oleh sistem HT-el dikarenakan data yang dilampirkan tidak valid (PPAT Kota Batu). Kemudian seandainya ada permasalahan maka PPAT harus menyimpan dokumen fisik sebagai alat bukti fisik jika terjadi permasalahan dikemudian hari

Legalitas APHT Elektronik berdasarkan Permen ATR/BPN No. 05 Tahun 2020

Dengan dibuatnya APHT oleh PPAT, hak tanggungan belum lahir, melainkan hak tanggungan baru lahir pada saat selesainya seluruh proses pendaftaran hak tanggungan. Pendaftaran hak tanggungan dilakukan dengan cara PPAT menyampaikan APHT dan warkah pendukung akta kepada kantor pertanahan selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari sejak ditandatanganinya akta yang bersangkutan. UUHT mengatur bahwa penyampaian APHT dan warkah wajib dilakukan dengan cara yang paling baik dan paling aman untuk tercatatnya hak tanggungan secepat mungkin sehingga dapat memberikan kepastian hukum bagi para pihak. Dengan penyampaian akta dan warkah yang dilakukan secara langsung, maka baik PPAT maupun kantor pertanahan memiliki bukti yang asli bahwa telah terjadi suatu perbuatan hukum berupa pembebanan terhadap hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun tertentu.

Kementerian ATR/BPN memanfaatkan perkembangan teknologi untuk meningkatkan kualitas layanan pertanahan, khususnya dari segi percepatan waktu dan kemudahan. Layanan pertanahan secara elektronik dikenal tahun 2017 melalui Peraturan Menteri ATR/KBPN Nomor 5 Tahun 2017. Kendati demikian, proses menuju layanan elektronik kantor pertanahan tidak dilakukan secara mendadak tanpa kajian atau rencana terlebih dahulu, melainkan telah secara bertahap mulai dilakukan mulai sejak tahun 1997 melalui Komputerisasi Kantor Pertanahan (KKP), yaitu dengan mengkonversi atau mendigitalisasi data tekstual dan data spasial.

KKP merupakan titik awal terwujudnya layanan pertanahan berbasis teknologi hingga saat ini dengan pemberlakuan layanan hak tanggungan elektronik.15

15Kementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional,

“Komputerisasi Layanan Pertanahan”,(tanpa tahun),

(13)

606

Untuk penyampaian akta yang dilakukan secara elektronik, baru dikenal pada tahun 2019 berdasarkan ketentuan Pasal 102 Peraturan Menteri ATR/KBPN Nomor 7 Tahun 2019

Peraturan Menteri ATR/KBPN Nomor 7 Tahun 2019 merupakan perubahan terakhir dari ketentuan pelaksanaan PP Pendaftaran Tanah. Dapat terlihat dari bunyi ketentuan Pasal 102 Peraturan Menteri ATR/KBPN Nomor 7 Tahun 2019 tersebut bahwa sesuai ketentuan yang termuat dalam PP Peraturan Jabatan PPAT, PPAT tetap berkewajiban untuk membuat akta dalam 2 (dua) lembar asli, yaitu lembar pertama dan lembar kedua. Namun ketentuan tersebut membuka metode penyampaian akta PPAT yang baru, yaitu yang dilakukan melalui sistem elektronik dalam bentuk dokumen elektronik. Ketentuan Pasal 21 ayat (3) PP Peraturan Jabatan PPAT yang mewajibkan PPAT untuk membuat akta dalam bentuk asli berupa lembar pertama yang disimpan dikantor PPAT dan lembar kedua yang disampaikan kepada kantor pertanahan dalam rangka pendaftaran tanah diatur semata- mata bertujuan agar masing-masing PPAT dan pihak kantor pertanahan sama-sama memiliki bukti konkrit (fisik) bahwa telah terjadi perbuatan hukum terhadap tanah atau satuan rumah susun.

Hak tanggungan elektronik telah berlaku nasional per tanggal 8 Juli 2020 dan dengan demikian pelayanan hak tanggungan konvensional sudah tidak bisa dilakukan lagi.16 Dengan demikian, khusus akta PPAT berupa APHT, penyampaiannya hanya dapat dilakukan secara elektronik dan dengan demikian asli lembar kedua APHT disimpan di kantor PPAT sebagai warkah. Sehingga khusus dalam kaitannya dengan hak tanggungan, baik itu pendaftaran hak tanggungan, peralihan hak tanggungan, hingga roya, kantor pertanahan dewasa ini hanya menyimpan akta dan warkah dalam bentuk dokumen elektronik (softcopy). Dalam hal ini PPAT menyimpan seluruh asli APHT dan dengan demikian bertanggungjawab untuk memeliharanya.

Dalam tahap pemberian hak tanggungan dengan dibuatnya APHT oleh PPAT, pemberi hak tanggungan dan penerima hak tanggungan wajib hadir di hadapan PPAT. PPAT kemudian membuat akta dalam bentuk asli sebanyak 2 (dua) rangkap, yaitu lembar pertama dan lembar kedua, sesuai dengan ketentuan Pasal 21 ayat (3) PP Peraturan Jabatan PPAT. Lembar pertama disimpan di kantor PPAT dan lembar kedua beserta warkah pendukung akta disampaikan kepada kantor pertanahan untuk kepentingan

<https://www.atrbpn.go.id/Publikasi/Inovasi/Komputerisasi-Layanan-Pertanahan>, [diaksespada 12/7/2021].

16Suhaiela Bahfein, “Mulai Hari Ini, Hak Tanggungan Elektronik Berlaku Resmi di Indonesia,2020,<https://properti.kompas.com/read/2020/07/08/162559521/mulai-hari- ini-hak-tanggungan-elektronikberlaku-resmi-di-indonesia>, [diakses pada 12/7/2021].

(14)

607 pendaftaran, yang dewasa ini disampaikan dengan cara elektronik. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa dari segi pembuatan akta PPAT, tidak ada perubahan prosedur, dalam arti pembuatan akta PPAT masih dilakukan dengan pertemuan dan penandatanganan langsung oleh para pihak, para saksi dan juga PPAT, serta masih dibuat dalam bentuk fisik berupa lembar pertama dan lembar kedua.

Walaupun dewasa ini penyampaian lembar kedua APHT dan warkah pendukung akta dilakukan secara elektronik dan akta asli serta warkahnya disimpan oleh PPAT, asli lembar kedua APHT masih berkedudukan sebagai akta otentik. Akta otentik adalah akta yang dibuat dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang, dibuat oleh atau di hadapan pejabat umum yang berkuasa untuk itu di tempat dimana akta itu dibuat. Akta PPAT merupakan akta otentik karena PPAT adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta pemindahan hak atas tanah dan pembebanan hak atas tanah, yang bentuk aktanya ditetapkan, sebagai bukti telah dilakukannya perbuatan hukum tertentu mengenai tanah yang terletak dalam daerah kerjanya masing-masing.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa penyimpanan asli lembar kedua APHT sebagai warkah tidak menurunkan kedudukannya sebagai akta otentik karena APHT masih dibuat dengan cara-cara yang memenuhi unsur Pasal 1868 KUHPerdata, UUHT, PP Pendaftaran Tanah dan PP Peraturan Jabatan PPAT.

Penyampaian dokumen yang berkaitan dengan pendaftaran hak tanggungan yang dilakukan secara elektronik membawa akibat hukum bagi PPAT yaitu PPAT diberi kewajiban untuk menyimpan 2 (dua) asli akta.

Semula menurut ketentuan PP Peratuan Jabatan PPAT, PPAT berkewajiban untuk menyimpan 1 (satu) asli akta yaitu lembar pertama, sedangkan asli lembar kedua disampaikan ke kantor pertanahan. Hal ini bertujuan agar baik PPAT maupun kantor pertanahan memiliki bukti fisik telah dilakukannya perbuatan hukum tertentu mengenai suatu hak atas tanah atau suatu hak milik atas satuan rumah susun tertentu. Sekarang dengan adanya pengaturan mengenai hak tanggungan elektronik, maka PPAT menyimpan 2 (dua) asli akta yaitu lembar pertama APHT yang disimpan dikantor PPAT dalam bundel asli akta dan lembar kedua APHT yang termasuk ke dalam bundel warkah.

Dengan penyimpanan kedua asli akta pada kantor PPAT, maka kantor pertanahan hanya menyimpan APHT dan warkahnya dalam bentuk dokumen elektronik, sehingga dalam perbuatan hukum mengenai pembebanan hak tanggungan, pada dasarnya asli lembar kedua PPAT tidak memiliki fungsi. Kendati demikian, untuk memenuhi ketentuan Pasal 21 ayat (3) PP Peraturan Jabatan PPAT, PPAT tetap berkewajiban untuk

(15)

608

membuat asli akta dalam 2 (dua) bentuk asli, yaitu lembar pertama dan lembar kedua dan 2 (dua) salinan akta yang masing-masing diberikan kepada para pihak.

Hal ini membawa akibat hukum bagi PPAT untuk menyimpan dan memelihara kedua asli akta dengan baik dan hati-hati agar tidak hilang atau musnah. Dengan disimpannya kedua asli APHT dikantor PPAT, PPAT bertanggung jawab atas keberadaan dan keutuhan kedua asli APHT yang disimpan olehnya. Ketika asli lembar kedua akta PPAT hilang, PPAT tidak mempunyai kewenangan untuk membuat pengganti asli akta PPAT.17 Hal ini merupakan salah satu akibat dari penyampaian dokumen APHT secara elektronik, yaitu PPAT diberi kewajiban baru untuk menyimpan asli lembar kedua APHT dan dengan demikian bertanggung jawab atas keberadaan dan keutuhan asli lembar kedua APHT.

Peraturan Menteri ATR/KBPN Nomor 5 Tahun 2020 Tentang HT-el membatasi peran PPAT hingga sebagai pengirim dokumen. Hal ini berbeda dengan ketentuan dalam UUHT yang memberikan tugas penuh bagi PPAT dimulai dari pemberian hak tanggungan hingga lahirnya hak tanggungan dengan menyelesaikan seluruh proses pendaftaran hak tanggungan. Dalam proses pembebanan hak tanggungan sebelum berlakunya hak tanggungan elektronik, PPAT bertugas untuk membuat APHT guna memenuhi tahap pemberian hak tanggungan, kemudian PPAT juga diberi kewajiban untuk mendaftarkan hak tanggungan kepada kantor pertanahan, yang pada praktiknya dalam proses pendaftaran hak tanggungan disamping menyampaikan dokumen persyaratan pendaftaran hak tanggungan, PPAT melalui petugasnya juga membayar PNBP sesuai yang tertera dalam SPS agar dokumen tersebut dapat diproses oleh pihak kantor pertanahan hingga kantor pertanahan menerbitkan sertifikat hak tanggungan dan menyerahkan sertifikat hak tanggungan tersebut kepada petugas PPAT untuk kemudian diserahkan kepada pemegang hak tanggungan.

Hal berbeda diatur dalam Peraturan Menteri ATR/KBPN Nomor 5 Tahun 2020 Tentang HT-el, yang melalui ketentuan Pasal 9 ayat (1) mengatur bahwa permohonan pelayanan hak tanggungan elektronik diajukan oleh kreditor. Lebih lanjut Pasal 9 ayat (2) Peraturan Menteri ATR/KBPN Nomor 5 Tahun 2020 Tentang HT-el mengatur bahwa dokumen kelengkapan persyaratan dalam rangka pendaftaran hak tanggungan disampaikan oleh PPAT, sehingga dalam pelaksanaan layanan hak tanggungan elektronik, PPAT hanya bertugas untuk membuat APHT

17Kurnia Mahendra, “Kewenangan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) Untuk Mengeluarkan Pengganti Asli Akta PPAT Lembar Kedua Yang Dijadikan Dasar Pendaftaran Tanah Berdasarkan Ketentuan Pendaftaran Tanah diIndonesia”, Tesis Magister Kenotariatan Universitas Padjadjaran, 2017, h 99.

(16)

609 dan melengkapi dokumen kelengkapan persyaratan ke dalam sistem hak tanggungan elektronik, sedangkan proses pendaftaran hak tanggungan hingga terbitnya sertifikat hak tanggungan dilakukan oleh kreditor.

Hasil wawancara dengan PPAT Kota Batu, hubungan PPAT dengan kreditor terkait dengan APHT (Akta Pemberian Hak Tanggungan), menghadapi perubahan pelayanan hak tanggungan terintegrasi secara elektronik: bahwa “Pihak Bank (kreditor) harus membuat akun HT-el terlebih dahulu di BPN setempat, agar memperoleh akun HT-el, setelah itu bank mendapatkan kode bank yang digunakan untuk menginput data bank pada akun HT-el nya. Hubungan dengan PPAT adalah, Kode bank tersebut harus diketahui oleh PPAT pembuat APHT (Akta Pemberian Hak Tanggungan).”

Dengan adanya perpindahan tugas pendaftaran hak tanggungan tersebut, dalam praktiknya masih ditemukan berbagai kendala, sebagai contoh adalah pengetahuan yang terbatas baik dari pihak PPAT, pihak kreditor, termasuk juga pihak kantor pertanahan tentang tata cara pendaftaran hak tanggungan melalui sistem elektronik. Hal ini wajar mengingat penerapan pelayanan hak tanggungan elektronik yang masih baru dan masih dalam proses adaptasi. Walaupun tugas PPAT terhenti di tahap penyampaian dokumen persyaratan, namun PPAT tetap perlu berkoordinasi dengan pihak kreditor dan pelaksana hak tanggungan elektronik di kantor pertanahan agar pendaftaran hak tanggungan dapat terlaksana dengan sempurna hingga terbitnya sertifikat hak tanggungan elektronik. Baik PPAT dan kreditor harus saling berkoordinasi dan mengontrol proses pendaftaran hak tanggungan agar tidak mengandung kesalahan, karena data yang terlahir dari sebuah sistem elektronik pasti bergantung pada data yang diinput oleh manusia, dalam hal ini PPAT, kreditor, dan pelaksana hak tanggungan elektronik di kantor pertanahan.

KESIMPULAN

Dalam tahap pemberian hak tanggungan dengan dibuatnya APHT oleh PPAT, pemberi hak tanggungan dan penerima hak tanggungan wajib hadir di hadapan PPAT. PPAT kemudian membuat akta dalam bentuk asli sebanyak 2 (dua) rangkap, yaitu lembar pertama dan lembar kedua, sesuai dengan ketentuan Pasal 21 ayat (3) PP Peraturan Jabatan PPAT.

Penyampaian dokumen yang berkaitan dengan pendaftaran hak tanggungan yang dilakukan secara elektronik membawa akibat hukum bagi PPAT yaitu PPAT diberi kewajiban untuk menyimpan 2 (dua) asli akta. Dengan penyimpanan kedua asli akta pada kantor PPAT, maka kantor pertanahan hanya menyimpan APHT dan warkahnya dalam bentuk dokumen

(17)

610

elektronik, sehingga dalam perbuatan hukum mengenai pembebanan hak tanggungan, pada dasarnya asli lembar kedua PPAT tidak memiliki fungsi.

Untuk menjaga APHT tetap dalam pantauan PPAT dan tidak ada penyimpangan atau legalitas terjaga, maka dalam melakukan pendaftaran APHT oleh Kreditur dan penyampaian oleh PPAT secara elektronik. Proses APHT pada saat upload agar legalitas terjaga stempel legalisir dari notaris pada setiap dokumen disertakan, juga identitas serta stempel dan tanda tangan kreditur atau semua pihak pada APHT, SK penunjukan Kreditur, dan harus semua asli.

Pelayanan HT-el melibatkan banyak pihak, yakni Kementrian, selaku penyelenggara, Kantor Pertanahan selaku pelaksana dan Kreditor, PPAT atau pihak lain yang ditentukan oleh kementrian selaku pengguna.

Terkait dengan APHT bahwa kerja pertama oleh PPAT yakni membuat.

Menyangkut proses APHT dalam HT-el maka semua yang terlibat harus dapat bekerja sama, termasuk unit teknis. Sehingga kendala-kendali yang muncul, baik dari sisi dokumen yang tidak terproses maupun teknis proses upload dapat berjalan lancar. Pada akhirnya pihak-pihak yang memiliki kepentingan terhadap proses yang sudah secara elektronik merasakan ada nilai lebih dari perubahan yang ada.

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Achmad Ali, Menguak Tabir Hukum Suatu Kajian Filosofis dan Sosiologis, Jakarta, Penerbit Toko Gunung Agung, 2002.

Adrian Sutedi, Hukum Hak Tanggungan, Jakarta: Sinar Grafika, 2010.

Adrian Sutedi, Peradilan Hak Atas Tanah dan Pendaftarannya, Jakarta:

Sinar Grafika, 2008.

AP. Parlindungan, Komentar Atas Undang-Undang Pokok Agraria, Bandung: Mandar Maju, 1993.

AP. Parlindungan, Komentar Undang-Undang Tentang Hak Tanggungan atas Tanah Beserta Benda-benda yang berkaitan dengan tanah, Bandung: Mandar Maju, 1996.

Arie Sukanti Hutagalung, Serba Aneka Masalah Tanah Dalam Kegiatan Ekonomi (Suatu Kumpulan Karangan), Depok: Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2002.

Arie Sukanti Hutagalung, Tebaran Pemikiran Seputar Masalah Hukum Tanah, Jakarta: Lembaga Pemberdayaan Hukum Indonesia, 2005.

Aslan Noor, Konsep Hak Milik Atas Tanah Bagi Bangsa Indonesia Ditinjau Dari Ajaran Hak Asasi Manusia, Jakarta: Mandar Maju, 2006.

(18)

611 Bambang Waluyo, Penelitian Hukum Dalam Praktik, Jakarta, Penerbit Sinar

Grafika, 2004.

Budi Parmono, Penyalahgunaan Wewenang Dalam Tindak Pidana Korupsi, Intelegensia Media, PT. Citra Intrans Selaras, Malang, 2020.

Budi Untung, 22 Karakter Pejabat Umum (Notaris dan PPAT) Kunci Sukses Melayani, Yogyakarta: Andi Offset, 2015.

Effendi Hasibuan, Dampak Pelaksanaan Eksekusi Hipotik Dan Hak TanggunganTerhadap Pencairan Kredit Macet Pada Perbankan Di Jakarta, Laporan Penelitian, MagisterIlmu Hukum, Program Pascasarjana,Universitas Indonesia, 1997.

Effendi Perangin, Hukum Agraria Indonesia, Bandung: Alumni, 1989.

Henny Tanuwidjaja, Pranata Hukum Jaminan Utang dan Sejarah Lembaga Hukum Notariat, Bandung: Refika Aditama, 2012.

Herowati Poesoko, Parate Executie Obyek Hak Tanggungan (lnkonsistensi, Konflik Norma, dan Kesesatan Penalaran dalam UUHT), Yogyakarta: Laksbang Pressindo, 2007.

Jurnal

Arie Sukanti Hutagalung, Praktek Pembebanan dan Pelaksanaan Eksekusi Hak Tanggungan di Indonesia dalam Jurnal Trisadini Prasastinah Usanti, Lahirnya Hak Kebendaan, Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya, Volume XVII No.1 Tahun 2012 Edisi Januari.

David S. Jones, “Land Registration and Administrative Reform Southeast Asian States: Progress and Constaints”. International Public Management Review., Electronic Journalat http://www.ipmr.net, Vol. 11, 2010.

Dwina Natania, Penyampaian Akta Pemberian Hak Tanggungan Oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah Setelah Diberlakukannya Peraturan Menteri ATR/KBPN Nomor 5 Tahun 2020 Tentang Pelayanan Hak Tanggungan Terintegrasi Secara Elektronik, ACTA DIURNAL Jurnal Ilmu Hukum Kenotariatan, Volume 3, Nomor 2, 2020, 273- 291.

Effendi Hasibuan, Dampak Pelaksanaan Eksekusi Hipotik dan Hak Tanggungan terhadap Pencairan Kredit Macet pada perbankan di Jakarta, Jakarta, Laporan Penelitian, 1997.

I Wayan Jody Bagus Wiguna, Tinjauan Yuridis Terkait Pendaftaran Hak Tanggungan Secara Elektronik, Jurnal Acta Comitas, Vol.05 No. 01, 2020,

Jefri Guntoro dkk, Tinjauan Yuridis Pendaftaran Hak Tanggungan Dalam Pelayanan Hak Tanggungan Terintegrasi Secara Elektronik, Jurnal Bengkoelen Justice, Vol. 10 No.2, 2020, 212-225.

(19)

612

Nadia Imanda, Lahirnya Hak Tanggungan Menurut Peraturan Pemerintah Agraria Tentang Pelayanan Hak Tanggungan Terintegrasi Secara Elektronik, Jurnal Notaire, 3 (1) 2020

Nazaruddin Lathif, Teori Hukum Sebagai Sarana/Alat Untuk Memperbaharui Atau Merekayasa Masyarakat, Pakuan Law Review Volume 3, Nomor 1, 2017

Referensi

Dokumen terkait

Kerangka Berpikir Penelitian Model Pembelajaran Kooperatif tipe TPS telah banyak dilakukan Belum diketahui Efektifitas Model Pembelajaran Kooperatif tipe TPS terhadap Berpikir