• Tidak ada hasil yang ditemukan

SKRIPSI PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEMBELI LELANG (STUDI KASUS EKSEKUSI JAMINAN HAK TANGGUNGAN PADA BANK) OLEH MASTERIADY MUCHRAN B111 08 323 UNIVERSITAS HASANUDDIN FAKULTAS HUKUM 2012

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "SKRIPSI PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEMBELI LELANG (STUDI KASUS EKSEKUSI JAMINAN HAK TANGGUNGAN PADA BANK) OLEH MASTERIADY MUCHRAN B111 08 323 UNIVERSITAS HASANUDDIN FAKULTAS HUKUM 2012"

Copied!
88
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEMBELI LELANG (STUDI KASUS EKSEKUSI JAMINAN HAK TANGGUNGAN

PADA BANK)

OLEH

MASTERIADY MUCHRAN B111 08 323

UNIVERSITAS HASANUDDIN FAKULTAS HUKUM

2012

(2)

HALAMAN JUDUL

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEMBELI LELANG

(STUDI KASUS EKSEKUSI JAMINAN HAK TANGGUNGAN PADA BANK)

OLEH :

MASTERIADY MUCHRAN B11108323

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Tugas Akhir Dalam Rangka Penyelesaian Studi Sarjana

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR 2012

i

(3)

PENGESAHAN SKRIPSI (SKRIPSI)

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEMBELI LELANG

(STUDI KASUS EKSEKUSI JAMINAN HAK TANGGUNGAN PADA BANK)

Disusun dan diajukan oleh MASTERIADY MUCHRAN

B11108323

Telah dipertahankan di hadapan panitia ujian skripsi yang dibentuk dalam rangka penyelesaian Studi Sarjana

Bagian Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin Pada Hari Kamin, 2 Agustus 2012

dan dinyatakan diterima Panitia Ujian :

Ketua Sekretaris

Prof. Dr. Anwar Borahima,S.H.,M.H Prof. Dr. Farida Patittingi,S.H.,M.H NIP. 196712311991032002 NIP. 19601008198703100

A.n. Dekan

Wakil Dekan Bidang Akademik

Prof. Dr. Ir. Abrar Saleng, S.H.,M.H.

NIP. 19630419 198903 1 003

ii

(4)

PERSETUJUAN PEMBIMBING

Diterangkan bahwa skripsi mahasiswa :

Nama : MASTERIADY MUCHRAN

Nomor Induk : B11108323 Bagian : Hukum Perdata

Judul Skripsi : PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEMBELI LELANG (STUDI KASUS EKSEKUSI JAMINAN HAK

TANGGUNGAN PADA BANK)

Telah diperiksa dan disetujui untuk diajukan dalam ujian skripsi.

Makassar, Juni 2012

Pembimbing I

Prof. Dr.AnwarBorahima,S.H.,M.H NIP. 19601008198703100

Pembimbing II

Prof. Dr. FaridaPatittingi,S.H.,M.H NIP. 196712311991032002

iii

(5)

ABSTRAK

MASTERIADY MUCHRAN, B111 08 323, Perlindungan Hukum Terhadap Pembeli Lelang (Studi Kasus Eksekusi Jaminan Hak Tanggungan Pada Bank), di bawah bimbingan bapak Anwar Borahima selaku pembimbing I dan ibu Farida Patittingi selaku pembimbing II.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perlindungan hukum bagi pembeli lelang yang tidak dapat melaksanakan hak-haknya sebagai pemenang lelang cara pelaksanaan eksekusi jaminan Hak Tanggungan yang seharusnya dilakukan oleh pemenang lelang apabila terjadi sengketa terhadap objek jaminan Hak Tanggungan tersebut.

Penelitian ini dilaksanakan di kota Makassar dengan memilih instansi terkait atau yang berhubungan langsung dengan lelang. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah Metode Kepustakaan dan Metode Wawancara kemudian data yang diperoleh dianalisis secara kualitatif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor yang menyebabkan tidak jelasnya kepastian hukum tentang perlindungan hukum terhadap pemenang lelang karena undang-undang tidak memberikan perlindungan khusus terhadap pemenang lelang. Padahal pemenang lelang adalah pembeli yang beritikad baik yang membantu menyelesaikan permasalahan keuangan Negara.

Dalam hal eksekusi, berdasarkan Pasal 20 UUHT, pemenang lelang dapat melakukan eksekusi terhadap objek Hak Tanggungan.

Namun apabila mendapatkan kendala, maka pemenang lelang dapat meminta bantuan pengadilan untuk melakukan eksekusi terhadap objek lelang tersebut.

iv

(6)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas limpahan berkah, rahmat dan rahim-Nya, serta hidayah-Nya sehingga Penulis dapat menyusun dan menyelesaikan skripsi yang berjudul: “Perlindungan Hukum Bagi Pembeli Lelang (Studi Kasus Eksekusi Jaminan Hak Tanggungan Pada Bank)”.

Selesainya skripsi ini tidak terlepas dari doa dan dukungan dari kedua orang tua Penulis yang tercinta Ayahanda Drs. H. Muchran BL.Msc dan Ibunda Hj. Nurdiana Nurdin, Penulis ucapkan terima kasih tak terhingga karena telah mendidik dari kecil hingga sekarang dengan penuh cinta dan kasih sayang. Kepada saudara-saudaraku Muchriady Muchran, S.Kom, M.M, Murniady Muchran, S.E., M.M, Muchriana Muchran, S.E, Monadilla Muchran, iparku Hernita Muchriady dan keponakan tercinta Adita Maghfira Athaya Muchriady, serta seluruh keluarga bersarku khususnya buat Prof. Dr. H. Muhammad Yunus Zain, M.A dan Prof. Dr. Hj.

Rahmatiah, M.A yang telah memberikan dukungan serta bantuan moril selama ini. Untuk itu hanya do’a yang dapat penulis panjatkan semoga senantiasa mendapat berkah, rahmat dan tetap dalam lindungan-nya.

Amin.

Pada keksempatan ini penulis menyampaikan rasa hormat dan terima kasih kepada :

v

(7)

1. Prof. Dr. Anwar Borahima, S.H., M.H., selaku pembimbing I yang dengan ikhlas memberikan dorongan, bimbingan, dan motivasi sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

2. Prof. Dr. Farida Patittingi, S.H., M.H., selaku pembimbing II yang telah banyak memberikan bimbingan dan arahan sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.

Untuk kesempatan ini pula penulis menyempaikan rasa hormat dan terima kasih kepada :

1. Prof. Dr. Aswanto, S.H., M.S., DFM selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin, Prof. Dr. Ir Abrar Saleng, S.H., M.H., selaku Wakil Dekan I, Dr. Anshori Ilyas, S.H., M.H., selaku Wakil Dekan II dan Romi Librayanto, S.H., M.H. selaku Wakil Dekan III.

2. Bapak Prof. Dr. Sukarno Aburaera, S.H., M.H., Bapak Prof. Dr.

Musakkir S.H., M.H dan Ibu Dr. Nurfaidah Said S.H., M.H., selaku para penguji yang telah memberikan saran serta kritik yang membangun kepada penulis dalam penyempurnaan skripsi ini.

3. Kepada segenap Staf Pengajar fakultas Hukum Universitas Hasanuddin atas ilmu yang diberikan kepada Penulis.

4. Kepada seluruh Staf Akademik Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin.

5. Spesial terima kasih buat Andi Harnezia Nizela yang selalu menemani, memberi semangat, doa, dan dorongan kepada penulis.

vi

(8)

6. Sahabat-sahabat under tree community: As’ad Waris, Akbar Wira Satria, Liem Vilky Limaldy, Reza Fahmi, Muh Irsyad Hasyim, Muh Rahmat Sohopi, Muh Iqbal Nursyawal dan Reza Aggrianto. Serta seluruh teman-teman kelas C dan D lainnya.

7. Rekan-rekan KKN Reguler angkatan 80 Desa LIPUKASI Kecamatan Tanete Rilau atas kerja samanya selama dua bulan yang penuh kenangan.

8. Serta semua pihak yang tidak disebutkan namanya satu demi satu, semoga mendapat imbalan yang setimpal dari Allah SWT.

Akhirnya Penulis berharap skripsi dapat bermanfaat betapapun kecilnya baik untuk kepentingan ilmu pengetahuan maupun untuk kepentingan praktisi.

Makassar, Juni 2012

Penulis

vii

(9)

DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah………....………1

B. Rumusan Masalah………..6

C. Tujuan Penelitian………....7

D. Manfaat Penelitian………..7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian dan Asas Kontrak/Perjanjian………...………..…8

1. Pengertian Kontrak atau Perjanjian………...8

2. Asas-Asas Hukum Kontrak atau Perjanjian….……..10

B. Hak Tanggungan………..………..12

1. Pengertian Hak Tanggungan………12

2. Objek dan Subjek Hak Tanggungan………...13

3. Asas-Asas Hak Tanggungan……….……...14

4. Janji-Janji Dalam Pembebanan Hak Tanggungan…16 5. Lahir dan Berakhirnya Hak Tanggungan………21

6. Eksekusi Atas Benda Objek Hak Tanggungan……..35

C. Lelang………...37

1. Pengertian Lelang………..37

2. Jenis-Jenis Lelang……….39

3. Berbagai Peraturan Dalam Lelang………..41

4. Cara Pelaksanaan Lelang……….45 viii

(10)

5. Tahap-Tahap Lelang………..47

6. Pihak-Pihak Dalam Lelang………49

7. Hak dan Kewajiban Para Pihak Dalam Lelang……..51

8. Risalah Lelang………52

9. Penyerahan Barang Dalam Lelang……….53

10. Penandatanganan Risalah Lelang………..54

D. Perlindungan Hukum……….…55

1. Pengertian Perlindungan Hukum………...55

2. Prinsip-Prinsip Perlindungan Hukum………..57

3. Bentuk-Bentuk Perlindungan Hukum………..58

BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi Penelitian………61

B. Jenis dan Sumber Data………...61

C. Teknik Pengumpulan Data………61

D. Analisis Data……….………...62

BAB IV PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN A. Perlindungan Hukum Bagi Pembeli Lelang………63

B. Pelaksanaan Eksekusi Jaminan Hak Tanggungan Yang Dilakukan Oleh Pemenang Lelang Apabila Terjadi Sengketa Terhadap Objek Jaminan Hak Tanggungan...…………....67

BAB V PENUTUP A. KESIMPULAN………...……….….73

ix

(11)

B. SARAN……….75 DAFTAR PUSTAKA………..………76

x

(12)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Pembangunan yang dilaksanakan kehidupan bangsa dan negara ini mengharuskan ketersediaan dana yang cukup untuk membiayainya.

Salah satunya lembaga keuangan yang paling utama dalam menyediakan dana tersebut adalah bank, terutama dibagian perkreditan, namun demikian, bank tidak akan begitu saja mengucurkan dana tanpa adanya jaminan bahwa dana pinjaman yang dikucurkan tersebut akan dapat dikembalikan oleh debitor sesuai dengan yang telah diperjanjikan.

Walaupun bank telah menetapkan persyaratan yang demikian ketat, tetapi masih saja ada debitor yang wanprestasi sampai pada fase kredit macet.

Sehingga harus dilakukan eksekusi objek jaminan melalui lelang.

Proses penyelesaian kredit macet dapat saja dilakukan secara damai atau melalui proses hukum. Penyelesaian secara damai misalnya, diselesaikan secara bertahap atau misalnya jika menjual agunan akan diserahkan kepada debitur yang melakukannya sendiri. Namun apabila tidak koperatif, bank berwenang melakukan lelang agunan langsung atau melalui pengadilan. Cepat atau lambat, nasabah yang nakal pasti akan dilelang agunannya oleh bank.

1

(13)

Berdasarkan penelitian pendahuluan yang dilakukan penulis, ditemukan adanya kredit macet yang jaminannya merupakan Hak Tanggungan. Pasal 6 Undang-Undang No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan, bahwa :

“apabila debitur cidera janji, pemegang Hak Tanggungan pertama mempunyai hak untuk menjual objek Hak Tanggungan atas kekuasaannya sendiri melalui pelelangan umum, serta mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan tersebut”.

Berdasarkan pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan, menyatakan bahwa :

“Hak Tanggungan adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditur tertentu terhadap kreditur-kreditur lainnya”.

Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 93/PMK.06/2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang, bahwa :

“Lelang adalah penjualan barang terbuka untuk umum dengan penawaran harga secara tertulis dan atau lisan yang semakin meningkat atau menurun untuk mencapai harga tertinggi yang didahului dengan pengumuman lelang”

Setiap pelaksanaan lelang harus dilakukan dan atau dilaksanakan dihadapan Pejabat Lelang, karena berdasararkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 93/PMK.06/2010 pasal 1 angka (14) tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang, bahwa :

2

(14)

“Pejabat Lelang adalah orang yang berdasarkan peraturan perundang-undangan diberi wewenang khusus untuk melaksanakan penjualan barang secara lelang”.

Selain itu tentunya harus diikuti oleh Peserta Lelang dengan itikad baik, karena peserta lelang selain untuk kepentingannya sendiri, tentunya juga secara tidak langsung akan membantu kreditor untuk mendapatkan kembali piutangnya dari debitor yang tidak dapat melunasi hutangnya sampai waktu yang telah ditentukan.

Berdasarkan Pasal 1 angka (21) dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 93/PMK.06/2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang, bahwa :

“Peserta Lelang adalah orang atau badan hukum/badan usaha yang telah memenuhi syarat untuk mengikuti lelang”.

Sesuai prosedurnya, setelah lelang dilaksanakan, maka muncul pemenang lelang dan pemenang lelang ini berhak untuk mendapatkan dan menguasai barang atau objek lelang yang dimenangkan dan dianggap sah menurut hukum. Hal ini timbul karena selain telah memenuhi segala kewajibannya yang timbul setelah pelaksanaan lelang maupun kewajiban yang ada sesudah pelaksanaan lelang. Kewajiban pemenang lelang sebelum pelaksanaan lelang adalah memenuhi semua persyaratan sebagai pemenang lelang, yaitu membayar uang jaminan yang dilelang dan kewajiban setelah pelaksanaan lelang adalah membayar biaya lelang termasuk pajak, serta melunasi pembayaran.

3

(15)

Setelah pemenang lelang memenuhi semua kewajibannya, maka timbullah hak pemenang lelang yaitu mendapatkan benda yang menjadi agunan atau jaminan yang dimenangkan melalui hasil lelang tersebut.

Dengan demikian debitor atau pemilik objek jaminan sudah tidak berhak lagi untuk menguasai objek yang telah dijaminkan yang merupakan jaminan Hak Tanggungan. Begitu juga dengan bank yang bertindak selaku penjual dalam lelang, secara yuridis juga tidak berhak lagi atas objek jaminan Hak Tanggungan tersebut, namun demikian ternyata pada penelitian pendahuluan yang dilakukan oleh penulis, ditemukan adanya eksekusi jaminan Hak Tanggungan yang dilakukan oleh pemenang lelang, namun terjadi hal-hal yang merugikan pemenang lelang itu sendiri, karena justru pemenang lelang tidak dapat melaksanakan haknya atas objek yang telah dimenangkannya, seperti berupa ancaman akan terjadinya pertumpahan darah dari pemilik jaminan sebelumnya (debitor) yang tidak ingin meninggalkan objek jaminan Hak Tanggungan tersebut. Selain ancaman, alasan dari pemilik jaminan sebelumnya (debitor) sangat tidak masuk akal, karena debitur beralasan bahwa tidak ada pemberitahuan sebelumnya dari bank bahwa jaminan yang dijaminkan akan dijual secara lelang.

Sementara pihak bank tidak mungkin melakukan pelelangan terhadap objek jaminan tersebut sebelum memberitahukan kepada peminjam (debitor) terlebih dahulu.

4

(16)

Berbagai cara dilakukan oleh pemilik jaminan Hak Tanggungan sebelumnya (debitor) termasuk dengan menyuruh preman untuk menduduki objek jaminan Hak Tanggungan tersebut agar pemenang lelang tidak dapat menguasai objek jaminan Hak Tanggungan tersebut.

Pemenang lelang yang tidak mendapatkan haknya sebagai pemenang lelang, sementara kewajibannya telah dipenuhi, maka pemenang lelang mengirimkan surat kepada bank selaku penjual dalam lelang terhadap objek jaminan Hak Tanggungan tersebut untuk meminta pihak debitor yang sudah tidak mempunyai hak terhadap objek jaminan Hak Tanggungan tersebut untuk menyerahkan objek jaminan kepada pemenang lelang, namun ternyata Bank tidak ingin bertanggung jawab dengan alasan bahwa di dalam pengumuman lelang tercantum syarat- syarat lelang yang salah satunya berisi peserta lelang dianggap telah mengetahui keberadaan dan kondisi objek lelang tersebut. Namun pengetahuan pemenang lelang hanyalah sebatas fisik kondisi dari objek lelang tersebut, bukan permasalahan hukum yang terjadi antara kreditor dan debitor sehingga objek jaminan Hak Tanggungan tersebut dilelang.

Berdasarkan Pasal 1 angka (32) dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 93/PMK.06/2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang, bahwa :

“Risalah Lelang adalah berita acara pelaksanaan lelang dibuat oleh Pejabat Lelang yang merupakan akta otentik dan mempunyai kekuatan pembuktian sempurna”.

5

(17)

Pembuktian sempurna maksudnya merupakan alat bukti yang memiliki kekuatan pembuktian final atau memutus, yang dimana akta otentik selalu dianggap asli sampai ada yang mampu membuktikan kepalsuannya.

Upaya lain yang dilakukan oleh pemenang lelang untuk memperoleh haknya sebagai pemenang lelang adalah menyurati Pengadilan Negeri Makassar untuk membantu mengosongkan objek jaminan Hak Tanggungan yang telah menjadi haknya. Namun pihak pengadilan tidak berani untuk melakukan eksekusi tanpa bantuan petugas keamanan atau polisi, sekalipun pemenang lelang mempunyai bukti yang sangat jelas bahwa dia adalah pemilik sah menurut hukum objek jaminan Hak Tanggungan tersebut.

Berdasarkan latar belakang permasalahan tersebut diatas, maka menarik untuk mengkaji secara hukum.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka rumusan masalah adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana perlindungan hukum terhadap pemenang lelang yang tidak dapat melaksanakan hak-haknya sebagai pemenang lelang ? 2. Bagaimanakah cara pelaksanaan eksekusi jaminan Hak

Tanggungan yang seharusnya dilakukan oleh pemenang lelang apabila terjadi sengketa terhadap objek jaminan Hak Tanggungan ? 6

(18)

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini meliputi dua hal, yaitu :

1. Untuk mengetahui bagaimana perlindungan hukum terhadap pemenang lelang yang tidak dapat melaksanakan hak-haknya sebagai pemenang lelang.

2. Untuk mengetahui bagaimana cara pelaksanaan ekesekusi lelang Jaminan Hak Tanggungan yang dilakukan oleh pemenang lelang apabila terjadi sengkete terhadap objek jaminan Hak Tanggungan tersebut.

D. Manfaat Penelitian

Dalam setiap penelitian diharapkan adanya suatu manfaat dan kegunaan yang dapat diambil dari penelitian yang dilakukan, sebab besar kecilnya manfaat penelitian akan menentukan nilai-nilai dari penelitian tersebut. Adapun yang menjadi manfaat dari penelitian ini adalah :

1. Manfaat Teoritis

a. Bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan secara umum dan ilmu hukum pada khususnya terutama Hukum Perdata.

8

(19)

b. Untuk memberikan gambaran yang jelas dalam kaitannya dengan bentuk perlindungan hukum bagi pembeli lelang yang tidak dapat memperoleh haknya sepenuhnya sebagai pemenang lelang.

2. Manfaat Praktis

a. Dapat memberikan sumbangan jawaban masalah yang sedang diteliti oleh penulis

b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu dalam memberikan masukan serta tambahan pengetahuan bagi para pihak yang terkait dengan masalah yang diteliti.

(20)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian dan Asas-Asas Kontrak atau Perjanjian 1. Pengertian kontrak atau perjanjian

Perikatan bersumber dari perjanjian dan undang-undang. Maka kontrak atau perjanjian adalah merupakan suatu peristiwa hukum di mana seorang berjanji kepada orang lain atau dua orang saling berjanji untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu. (Ahmadi Miru, 2008:2).

Suatu kontrak atau perjanjian harus memenuhi syarat sahnya perjanjian, yaitu kata sepakat, kecakapan, hal tertentu dan suatu sebab yang halal, sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Dengan dipenuhinya empat syarat sahnya perjanjian tersebut, maka suatu perjanjian menjadi sah dan mengikat secara hukum bagi para pihak yang membuatnya (Suharnoko, 2008:1).

Dalam hal asas kebebasan berkontrak dan iktikad baik, kehendak para pihak yang diwujudkan dalam kesepakatan adalah merupakan dasar mengikatnya suatu perjanjian dalam hukum kontrak Prancis.

8

(21)

Kehendak itu dapat dinyatakan dengan berbagai cara baik lisan maupun tertulis dan mengikat para pihak dengan segala akibat hukumnya. (Donal Harris dan Dennis Tallon, 1989:39).

Berdasarkan asas kebebasan berkontrak yang tercantum dalam Pasal 1338 ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, suatu perjanjian yang dibuat secara sah, mengikat sebagai undang- undang bagi para pihak yang membuatnya, akan tetapi Pasal 1338 ayat (3) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menyebutkan bahwa :

“setiap perjanjian harus dilaksanakan dengan iktikat baik. Dalam melaksanakan haknya seorang kreditur harus memperhatikan kepentingan debitur dalam situasi tertentu. Jika kreditur menuntut haknya pada saat yang paling sulit bagi debitur mungkin kreditur dapat dianggap melaksanakan kontrak tidak dengan iktikad baik”

Jika terjadi suatu sengketa antara para pihak dan atas sengketa tersebut tidak ada pengaturan yang jelas dalam perjanjian yang disepakati para pihak, bukan berarti perjanjian belum mengikat para pihak atau dengan sendirinya batal demi hukum, karena pengadilan dapat mengisi kekosongan hukum tersebut melalui penafsiran untuk menemukan hukum yang berlaku bagi para pihak yang mebuat perjanjian.

9

(22)

2. Asas-asas hukum kontrak atau perjanjian

Dalam hukum kontrak atau perjanjian terdapat beberapa asas, di antaranya adalah sebagai berikut :

a. Asas Konsensualisme

Asas konsensualisme sering diartikan bahwa dibutuhkan kesepakatan untuk lahirnya kesepakatan. Pengertian ini tidak tepat karena maksud asas konsensualisme ini adalah bahwa lahirnya kontrak ialah pada saat terjadinya kesepakatan (Ahmadi Miru, 2008:3).

Hal ini berarti bahwa dengan tecapainya kesepakatan oleh para pihak melahirkan hak dan kewajiban bagi mereka atau bisa juga disebut bahwa kontrak tersebut sudah bersifat obligator, yakni melahirkan kewajiban bagi para pihak untuk memenuhi kontrak tersebut.

b. Asas kebebasan berkontrak

Kebebasan berkontrak memberikan jaminan kebebasan kepada seseorang untuk secara bebas dalam beberapa hal yang berkaitan dengan perjanjian, antara lain :

a. bebas menentukan apakah ia akan melakukan perjanjian atau tidak;

b. bebas menentukan dengan siapa ia melakukan perjanjian;

10

(23)

c. bebas menentukan isi klausula perjanjian;

d. bebas menentukan bentuk perjanjian; dan

e. kebebasan-kebebasan lainnya yang tidak bertantangan dengan peraturan perundang- undangan.

c. Asas mengikat kontrak

Setiap orang yang membuat kontrak, dia terikat untuk memenuhi kontrak tersebut karena kontrak tersebut mengandung janji-janji yang harus dipenuhi dan janji tersebut mengikat para pihak sebagaimana mengikatnya undang-undang.

d. Asas iktikad baik

Asas iktikad baik merupakan salah satu asas yang dikenal dalam hukum perjanjian. Ketentuan tentang iktikad baik ini diatur dalam Pasal 1338 ayat (3) bahwa perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik. Arrest H.R dalam buku Ahmadi Miru memberikan peranan tertinggi terhadap iktikad baik dalam tahap praperjanjian bahkan kesesatan ditempatkan di bawah asas iktikad baik, bukan lagi pada teori kehendak.

11

(24)

Begitu pentingnya iktikad baik tersebut sehingga dalam perundingan-perundingan atau perjanjian antara para pihak, kedua belah pihak akan berhadapan dalam suatu hubungan hukum khusus yang dikuasi oleh iktikad baik dan hubungan khusus ini membawa akibat lebih lanjut bahwa kedua belah pihak itu harus bertindak dengan mengingat kepentingan- kepentingan yang wajar dari pihak lain.

Bagi masing-masing calon pihak dalam perjanjian terdapat suatu kewajiban untuk mengadakan penyelidikan dalam batas-batas yang wajar terhadap pihak lawan sebelum menandatangani kontrak atau masing-masing pihak harus menaruh perhatian yang cukup dalam menutup kontrak yang berkaitan dengan iktikad baik. (Ahmadi Miru, 2008:5).

B. Hak Tanggungan

1. Pengertian Hak Tanggungan

Dalam kamus Bahasa Indonesia, tanggungan diartikan sebagai barang yang dijadikan jaminan itu sendiri artinya tanggungan atas pinjaman yang diterima (Kamus Besar Bahasa Indonesia). Dalam Pasal 1 ayat (1) UUHT disebutkan pengertian Hak Tanggungan adalah :

12

(25)

“Hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana yang dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu untuk pelunasan hutang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditur tertentu terhadap kreditur-kreditur lainnya”

2. Objek dan Subjek Hak Tanggungan

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan, objek yang dapat dibebani Hak Tanggungan adalah hak-hak atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah. Dalam Pasal 4 Undang-Undang Hak Tanggungan tersebut dijelaskan bahwa hak atas tanah yang dapat dibebani Hak Tanggungan adalah Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai Atas Tanah Negara, yang menurut ketentuan yang berlaku wajib didaftar dan menurut sifatnya dapat dipindah tangankan, dan hak-hak atas tanah berikut bangunan, tanaman, dan hasil karya baik yang telah ada atau akan ada yang merupakan satu kesatuan dengan tanah tersebut, dan merupakan milik pemegang hak atas tanah.

Dalam Hak Tanggungan juga terdapat subjek hukum yang menjadi Hak Tanggungan yang terkait dengan perjanjian pemberi Hak Tanggungan. Didalam suatu perjanjian Hak Tanggungan ada dua pihak yang mengikatkan diri, yaitu :

13

(26)

1. Pemberi Hak Tanggungan, yaitu orang atau pihak yang menjaminkan objek Hak Tanggungan

2. Pemegang Hak Tanggungan, yaitu orang atau pihak yang menerima Hak Tanggungan sebagai jaminan dari piutang yang diberikannya.

Undang-Undang Hak Tanggungan memuat ketentuan mengenai subjek Hak Tanggungan dalam Pasal 8 dan Pasal 9, yaitu sebagai berikut :

1. Pemberi Hak Tanggungan, adalah orang perorangan atau badan hukum yang mempunyai kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum terhadap objek Hak Tanggungan pada saat pendaftaran Hak Tanggungan itu dilakukan.

2. Pemegang Hak Tanggungan, adalah orang perorangan atau badan hukum yang berkedudukan sebagai pihak yang berpiutang.

3. Asas-Asas Hak Tanggungan

Menurut Adrian Sutedi ada beberapa asas Hak Tanggungan sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 adalah :

14

(27)

a. Mempunyai kedudukan yang diutamakan oleh bagi kreditur pemegang Hak Tanggungan (Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996).

b. Tidak dapat dibagi-bagi (Pasal 2 ayat (1) Undang- Undang Nomor 4 Tahun 1996).

c. Hanya dibebankan pada Hak Atas Tanah yang telah ada (pasal 2 ayat (2) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996).

d. Dapat dibebankan selain tanah juga berikut benda- benda lain yang berkaitan dengan tanah tersebut (Pasal 4 ayat (4) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996).

e. Dapat dibebankan atas benda lain yang berkaitan dengan tanah yang baru akan ada di kemudian hari (Pasal 4 ayat (4) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996).

f. Sifat perjanjiannya adalah tambahan (accesoir) (Pasal 10 ayat (1), Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Nomor 4 tahun 1996).

g. Dapat dijadikan jaminan untuk utang baru yang akan ada (Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996).

15

(28)

h. Dapat menjamin lebih dari satu utang (Pasal 3 ayat (2) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996).

i. Mengikuti objek dalam tangan siapa pun objek itu berada (Pasal 7 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996).

j. Tidak dapat diletakkan sita oleh Pengadilan.

k. Hanya dapat dibebankan atas tanah tertentu (Pasal 8, Pasal 11 ayat (1) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996).

l. Wajib didaftarkan (Pasal 13 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996).

m. Pelaksanaan eksekusi mudah dan pasti.

n. Dapat dibebankan dengan disertai janji-janji tertentu (Pasal 11 ayat (2) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996).

4. Janji-Janji Dalam Pembebanan Hak Tanggungan

Dalam buku Adrian Sutedi yang berjudul Hukum Hak Tanggungan mengatakan bahwa dalam ketentuan Pasal 11 ayat (2) Undang-Undang Hak Tanggungan disebutkan bahwa dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan dicantumkan janji-janji, antara lain :

16

(29)

1. Janji yang membatasi kewenangan pemberi Hak Tanggungan untuk menyewakan objek Hak Tanggungan dan/atau menentukan maupun mengubah jangka waktu sewa dan/atau menerima uang sewa di muka kecuali dengan persetujuan tertulis terlebih dahulu dari pemegang Hak Tanggungan.

Pemegang Hak Tanggungan atas barang jaminan yang tidak disewakan akan tetapi kemudian disewakan, akan menemui kesulitan dengan penyewa apabila benda yang dijadikan objek Hak Tanggungan itu akan di jual. Calon-calon pembeli tentunya akan berpikir panjang untuk membeli barang jaminan yang terikat dalam perjanjian sewa sebagai akibat dari asas jual beli.

Untuk melindungi kepentingan pemegang Hak Tanggungan, di dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan dapat dimuat suatu janji di mana secara tegas pemberi Hak Tanggungan dibatasi dalam kewenangannya untuk menyewa benda yang dibebani tanpa izin dari pemegang Hak Tanggungan maupun mengenai cara atau lamanya waktu benda itu akan disewakan, ataupun mengenai pembayaran uang muka sewa.

17

(30)

Penyimpangan dari hal ini baru dapat dilakukan apabila telah ada persetujuan tertulis terlebih dahulu dari pemegang Hak Tanggungan.

Janji itu tidak saja mengikat para pihak, tetapi juga akan dapat dimajukan terhadap penyewa oleh pemegang Hak Tanggungan.

2. Janji yang membatasi kewenangan pemberi Hak Tanggungan untuk mengubah bentuk atau tata cara susunan objek Hak Tanggungan, kecuali dengan persetujuan tertulis terlebih dahulu dari pemegang Hak Tanggungan.

3. Janji yang memberikan kewenangan kepada pemegang Hak Tanggungan untuk mengelola objek Hak Tanggungan itu berdasarkan penetapan Ketua Pengadilan Negeri daerah hukumnya meliputi letak objek Hak Tanggungan apabila debitur sungguh-sungguh cidera janji.

4. Janji yang memberikan kewenangan kepada pemegang Hak Tanggungan untuk menyelamatkan objek Hak Tanggungan jika hal itu diperlukan untuk pelaksanaan eksekusi atau untuk mencegah menjadi hapusnya atau dibatalkannya hak yang menjadi objek Hak Tanggungan karena tidak dipenuhi atau dilanggarnya ketentuan undang-undang.

18

(31)

5. Janji bahwa pemegang Hak Tanggungan pertama mempunyai hak untuk menjual atas kekuasaan sendiri objek Hak Tanggungan apabila debitor cidera janji. Dalam hal ini dapat diperjanjikan dengan tegas bahwa apabila ternyata di kemudian hari debitor cidera janji yaitu jika uang pokok tidak dilunasi semestinya, jika bunga yang terutang tidak dibayar, ia secara mutlak akan dikuasakan untuk menjual benda yang menjadi objek Hak Tanggungan di muka umum, untuk mengambil pelunasan uang pokok maupun bunga, serta biaya-biaya yang dikeluarkan, dan pendapatan penjualan itu.

6. Janji yang diberikan Pemegang Hak Tanggungan, pertama bahwa objek Hak Tanguungan tersebut tidak akan dibersihkan dari Hak Tanggungan. Ini merupakan suatu janji mengenai larangan melakukan pembersihan Hak Tanggungan atas benda yang dijaminkan oleh pemilik baru atas benda tersebut apabila benda itu beralih kepemilikannya.

7. Janji bahwa pemberi Hak Tanggungan tidak akan melepaskan haknya atas objek Hak Tanggungan itu tanpa persetujuan tertulis lebih dahulu dari pemegang Hak Tanggungan.

19

(32)

8. Janji bahwa pemegang Hak Tanggungan akan memperoleh seluruh atau sebagian dari ganti rugi yang diterima oleh pemberi Hak Tanggungan untuk pelunasan piutangnya apabila Hak Tanggungan atau dicabut haknya diterima oleh pemberi Hak Tanggungan itu.

9. Janji bahwa pemegang Hak Tanggungan akan memperoleh seluruh atau sebagian dari uang asuransi yang diterima oleh pemberi Hak Tanggungan untuk pelunasan piutangnya jika objek Hak Tanggungan diasuransikan. Pemegang Hak Tanggungan berhak meminta diperjanjikan asuransi pada benda yang menjadi objek Hak Tanggungan.

10. Janji bahwa pemberi Hak Tanggungan akan mengosongkan objek Hak Tanggungan pada waktu eksekusi Hak Tanggungan. Adakalanya barang yang dijaminkan dikuasai atau dihuni oleh pihak lain maupun oleh Pemberi Hak Tanggungan itu sendiri.

11. Janji yang menyimpangi bahwa sertifikat hak atas tanah yang telah dibubuhi catatan pemberi Hak Tanggungan akan dikembalikan keada pemegang Hak Tanggungan yang bersangkutan.

20

(33)

Artinya para pihak dapat memperjanjikan bahwa bahwa pemberi Hak Tanggungan memberi kuasa dengan subtitusi kepada pemegang Hak Tanggungan untuk menerima dan menyimpan sertifikat tersebut sampai utang yang dijaminkan dengan Hak Tanggungan tersebut lunas.

5. Lahir dan Berakhirnya Hak Tanggungan a. Lahirnya Hak Tanggungan

Menurut Pasal 13 ayat (1) Undang-Undang Hak Tanggungan, terhadap pembebanan Hak Tanggungan wajib didaftarkan pada Kantor Pertanahan, Selain itu di dalam Pasal 13 ayat (5) jo ayat (4) Undang-Undang Hak Tanggungan juga dinyatakan bahwa Hak Tanggungan tersebut lahir pada hari tanggal buku tanah Hak Tanggungan lengkap surat-surat yang diperlukan bagi pendaftarannya, dengan demikian Hak Tanggungan itu lahir dan baru mengikat setelah dilakukan pendaftaran, karena jika tidak dilakukan pendaftaran itu pembebanan Hak Tanggungan tersebut tidak diketahui oleh umum dan tidak mempunyai kekuatan mengikat terhadap pihak ketiga.

21

(34)

b. Berakhirnya Hak Tanggungan

Dalam ketentuan Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Hak Tanggungan dinyatakan bahwa Hak Tanggungan berakhir atau hapus karena beberapa hal sebagai berikut :

1. Hapusnya utang yang dijaminkan dengan Hak Tanggungan

Hapusnya utang itu mengakibatkan Hak Tanggungan sebagai hak accesoir menjadi hapus. Hal ini terjadi karena adanya Hak Tanggungan tersebut adalah untuk menjamin pelunasan dari utang debitor yang menjadi perjanjian pokoknya. Dengan demikian, hapusnya utang tersebut juga mengakibatkan hapusnya Hak Tanggungan. Hak Tanggungan akan hapus karena hapusnya utang yang dijamin dengan Hak Tanggungan, dilepaskannya Hak Tanggungan oleh pemegang Hak Tanggungan dengan pemberian pernyataan tertulis mengenai dilepaskannya Hak Tanggungan kepada pemberi Hak Tanggungan, pembersihan Hak Tanggungan dengan berdasarkan penetapan peringkat oleh Ketua Pengadilan Negeri atas permohonan pembeli hak atas tanah yang dibebani Hak Tanggungan tersebut

22

(35)

agar hak atas tanah yang dibelinya itu dibersihkan dari pembebanan Hak Tanggungan, dan hapusnya hak atas tanah yang dibebani Hak Tanggungan (Pasal 18 Undang-Undang Hak Tanggungan).

Setelah Hak Tanggungan hapus sebagaimana tersebut di atas, Kantor Pertanahan mencoret catatan Hak Tanggungan tersebut pada buku tanah hak atas tanah dan sertifikatnya. Selanjutnya, sertifikat Hak Tanggungan yang bersangkutan ditarik dan bersama-sama buku tanah Hak Tanggungan dinyatakan tidak berlaku lagi oleh Kantor Pertanahan . Permohonan pencoretan tersebut diajukan oleh pihak yang berkepentingan dengan melampirkan setifikat Hak Tanggungan yang telah diberi catatan oleh kreditor bahwa Hak Tanggungan hapus karena piutang yang dijamin pelunasannya dengan Hak Tanggungan itu sudah lunas, atau pernyataan.

2. Dilepaskannya Hak Tanggungan tersebut oleh pemegang Hak Tanggungan. Hapusnya Hak Tanggungan karena dilepaskannya oleh pemegang Hak Tanggungan tersebut dilakukan dengan pemberian pernyataan tertulis mengenai hal dilepaskannya Hak Tanggungan kepada pemberi Hak Tanggungan.

23

(36)

3. Pembersihan Hak Tanggungan berdasarkan suatu penetapan oleh Ketua Pengadilan Negeri.

Hapusnya Hak Tanggungan karena adanya pembersihan Hak Tanggungan berdasarkan penetapan peringkat oleh Ketua Pengadilan Negeri, ini terjadi Karena permohonan pembeli hak atas tanah yang dibebani Hak Tanggungan tersebut agar hak atas tanah yang dibelinya itu dibersihkan dari beban Hak Tanggungan. Hapusnya Hak Tanggungan karena pembersihan Hak Tanggungan berdasarkan penetapan peringkat oleh Ketua Pengadilan Negeri terjadi karena permohonan pembeli hak atas tanah yang dibebani Hak Tanggungan tersebut agar hak atas tanah yang dibelinya itu dibersihkan dari beban Hak Tanggungan sebagaimana diatur dalam Pasal 19 UUHT.

Menurut Pasal 19 Undang-Undang Hak Tanggungan tersebut, pembeli objek Hak Tanggungan, baik dalam suatu pelelangan umum atas perintah Ketua Pengadilan Negeri maupun dalam jual beli sukarela, dapat meminta kepada pemegang Hak Tanggungan agar benda yang dibelinya dibersihkan dari segala beban Hak Tanggungan yang melebihi harga pembelian.

24

(37)

Ketentuan demikian ini diadakan dalam rangka melindungi kepentingan pembeli objek Hak Tanggungan, agar benda yang dibelinya terbebas dari Hak Tanggungan yang semula membebaninya, jika harga pembelian tidak mencukupi untuk melunasi utang yang dijamin. Pasal 19 tersebut mengemukakan hal-hal sebagai berikut :

a. Pembeli objek Hak Tanggungan, baik dalam suatu pelelangan umum atas perintah Ketua Pengadilan Negeri maupun dalam jual beli sukarela dapat meminta kepada pemegang Hak Tanggungan agar benda yang dibelinya itu dibersihkan dari segala beban Hak Tanggungan yang melebihi harga pembelian. Menurut penjelasannya, ketentuan tersebut diadakan dalam rangka melindungi kepentingan pembeli objek Hak Tanggungan, agar benda yang dibelinya terbebas dari Hak Tanggungan yang semula membebaninya, jika harga pembelian tidak mencukupi untuk melunasi utang yang dijamin.

25

(38)

b. Pembersihan objek Hak Tanggungan dari beban Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan pernyataan tertulis dari pemegang Hak Tanggungan yang berisi dilepaskannya Hak Tanggungan yang melebihi harga pembelian.

c. Apabila objek Hak Tanggungan dibebani lebih dari satu tanggungan dan tidak terdapat kesepakatan antara pemegang Hak Tanggungan tersebut mengenai pembersihan objek Hak Tanggungan dari beban yang melebihi hak pembeliannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pembelian benda tersebut dapat mengajukan permohonan kepada Ketua Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya melihat ketentuan mengenai pembagian hasil penjualan lelang di antara para yang berpiutang menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Menurut Penjelasannya, para pemegang Hak Tanggungan yang tidak mencapai kesepakatan perlu berusaha sebaik-baiknya untuk mencapai kesepakatan mengenai pemberi objek Hak Tanggungan sebelum masalahnya diajukan pembeli kepada Ketua Pengadilan Negeri.

26

(39)

Apabila diperlukan dapat diminta jasa penengah yang disetujui oleh pihak pembeli yang bersangkutan.

Dalam menetapkan pembagian hasil lelang penjualan objek tanggungan dan peringkat para pemegang Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud pada ayat ini, Ketua Pengadilan Negeri harus memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dan Pasal 5 UUHT.

d. Permohonan pembersihan objek Hak Tanggungan yang membebaninya sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak dapat dilakukan oleh pembeli benda tersebut, apabila pembelian demikian itu dilakukan dengan jual beli suka dan dalam Akta Pembelian demikian itu dilakukan dengan jual beli suka dan dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan yang bersangkutan para pihak telah dengan tegas memeperjanjikan bahwa objek Hak Tanggungan tidak dibersihkan dari beban Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) huruf, selain itu pemegang Hak Tanggungan dapat melepaskan Hak Tanggungannya dan hak atas tanah 27

(40)

dapat hapus, yang mengakibatkan hapusnya Hak Tanggungan. Hapusnya Hak Tanggungan karena hapusnya hak atas tanah yang dibebani Hak Tanggungan tidak menyebabkan hapusnya utang yang dijamin.

4. Hapusnya hak atas tanah yang dibebani Hak Tanggungan.

Hak Tanggungan hapus karena hak atas tanah yang dibebani Hak Tanggungan hapus. Hapusnya hak atas tanah ini tidak menyebabkan hapusnya pula utang yang dijamin pelunasannya oleh debitor. Sebagai konsekuensinya, pemegang Hak Tanggungan berubah kedudukannya dari kreditor preferen menjadi kreditor konkuren. Bahkan kreditor yang demikian tidak dimiliki hak jaminan yang kuat dan kepastian hukum akan dilunasinya utang debitor, karena Hak Tanggungan hapus dikarenakan hapusnya hak atas tanah yang dibebani dengan tanggungan tersebut.

Dengan hapusnya hak atas tanah tersebut dengan demikian tanahnya kembali dalam kekuasaan Negara.

28

(41)

Kemungkinan-kemungkinan hapusnya hak atas tanah itu dapat disebabkan oleh :

a. Jangka waktunya berakhir, kecuali hak atas tanah yang dijadikan objek Hak Tanggungan diperpanjang sebelum jangka waktunya. Hak Tanggungan mana tetap melekat pada hak atas tanah yang bersangkutan.

b. Dihentikan sebelum jangka waktunya berakhir c. Karena suatu syarat batal dipenuhi

d. Dicabut untuk kepentingan umum e. Tanahnya musnah

f. Dilepaskan dengan sukarela oleh yang mempunyai hak atas tanah.

Hapusnya Hak Tanggungan karena hapusnya hak atas tanah yang dibebani Hak Tanggungan ini tidak dapat menyebabkan hapusnya utang yang dijamin.

Hak atas tanah dapat dihapus antara lain karena hal-hal sebagaimana disebut dalam Pasal 27, Pasal 34, dan Pasal 40 UUPA atau peraturan perundang-undangan lainnya. Dalam objek Hak Guna Usaha, Hak Gunan Bangunan, atau Hak Pakai yang dijadikan objek Hak Tanggungan berakhir jangka

29

(42)

waktu berlakunya dan diperpanjang berdasarkan permohonan yang diajukan sebelum berakhirnya jangka waktu tersebut, Hak Tanggungan dimaksud tetap melekat pada hak atas tanah yang bersangkutan.

Apabila objek Hak Tanggungan dibebani lebih dari satu Hak Tanggungan dan tidak terdapat kesepakatan di antara para pemegang Hak Tanggungan tersebut mengenai pembersihan objek Hak Tanggungan dari beban yang melebihi harga pembeliannya, pembeli benda tersebut dapat mengajukan permohonan kepada Ketua Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya meliputi letak objek Hak Tanggungan yang bersangkutan untuk menetapkan hasil penjualan lelang di antara para berpiutang dan peringkat mereka menurut perundang- undangan yang berlaku. Dalam hal ini sebelum masalahnya diajukan pembeli kepada Ketua Pengadilan Negeri, para pemegang Hak Tanggungan yang tidak mencapai kesepakatan mengenai pembersihan objek Hak Tanggungan.

30

(43)

Apabila diperlukan, dapat diminta jasa penengah yang disetujui oleh pihak-pihak yang bersangkutan.

dengan demikian penyelesaian pembersihan objek Hak Tanggungan dapat dilakukan melalui Pengadilan Negeri atau mediasi.

Permohonan pembersihan objek Hak Tanggungan dari Hak Tanggungan yang membebaninya tidak dapat dilakukan oleh pembeli benda tersebut. Apabila pembelian demikian itu dilakukan dengan jual beli sukarela dan dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan yang bersangkutan para pihak telah dengan tegas memperjanjikan bahwa objek Hak Tanggungan tidak akan dibersihkan dari beban Hak Tanggungan.

Berarti pembelian tersebut harus melalui pelelangan umum dan jika pembelian itu dilakukan di bawah tangan melalui jual beli sukarela, maka tidak mungkin dilakukan pembersihan objek Hak Tanggungan tersebut dari Hak Tanggungan yang memebebaninya.

Setelah Hak Tanggungan hapus, dilakukan pencoretan catatan atau roya Hak Tanggungan.

31

(44)

Pencoretan catatan atau roya Hak Tanggungan ini dilakukan demi ketertiban administrasi dan tidak mempunyai pengaruh hukum terhadap Hak Tanggungan yang bersangkutan yang sudah hapus.

Sehubungan dengan itu sekaligus dalam Undang- Undang Hak Tanggungan ditetapkan prosedur dan jadwal yang jelas mengenai pelaksanaan pencoretan dan kepada Kantor Pertanahan diberi waktu 7 (tujuh) hari kerja setelah diterimanya permohonan untuk melakukan pencoretan Hak Tanggungan itu.

Pencoretan Hak Tanggungan dilakukan oleh Kantor Pertanahan atas sebagai dasar berikut :

1. Permohonan yang diajukan oleh pihak yang berkepentingan dengan melampirkan :

a. Sertifikat Hak Tanggungan yang telah diberi catatan oleh kreditor bahwa Hak Tanggungan hapus karena piutang yang dijamin pelunasannya dengan Hak Tanggungan itu sudah lunas, atau b. Pernyataan tertulis dari kreditor bahwa Hak

Tanggungan telah hapus karena piutang yang dijamin pelunasannya dengan Hak Tanggungan itu telah lunas, atau

32

(45)

c. Pernyataan tertulis dari kreditor bahwa kreditor telah melepaskan Hak Tanggungan yang bersangkutan.

2. Perintah Pengadilan Negeri daerah hukumnya meliputi tempat Hak Tanggungan yang bersangkutan didaftar dengan melampirkan salinan penetapan atau putusan Pengadilan Negeri yang bersangkutan yang memerintahkan pencoretan Hak Tanggungan, berhubung kreditor tidak bersedia memberikan pernyataan sebagaimana dimaksud di atas, atau permohonan perintah pencoretan timbul dari sengketa yang sedang diperiksa oleh Pengadilan Negeri lain.

Atas dasar itu Kepala Kantor Pertanahan melakukan pencoretan catatan Hak Tanggungan menurut tata cara yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam waktu 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak diterimanya permohonan pencoretan Hak Tanggungan tersebut.

34

(46)

Pada buku tanah Hak Tanggungan yang bersangkutan dibubuhkan catatan mengenai hapusnya hak tersebut, sedang sertifikatnya ditiadakan. Pencatatan serupa dilakukan juga pada buku tanah dan sertifikat hak atas tanah yang semula dijadikan jaminan. Sertifikat hak atas tanah yang sudah dibubuhi catatan tersebut, diserahkan kembali kepada pemegang haknya.

Pelunasan utang yang dilakukan dengan cara angsuran atau sebagian, hapusnya Hak Tanggungan pada bagian objek Hak Tanggungan yang bersangkutan dicatat pada waktu tanah dan sertifikat Hak Tanggungan serta pada buku tanah dan sertifikat hak atas tanah yang telah bebas dari Hak Tanggungan.

6. Eksekusi Atas Benda Objek Hak Tanggungan

Salah satu ciri Hak Tanggungan sebagai lembaga hak jaminan atas tanah yang kuat, yaitu mudah dan pasti dalam pelaksanaannya. Karenanya hak eksekusi objek Hak Tanggungan berada ditangan kreditor (pemegang Hak Tanggungan).

35

(47)

Dari ketentuan dalam Pasal 10 ayat (1) UUHT dapat diketahui, bahwa terdapat 2 cara atau dasar eksekusi objek Hak Tanggungan, yaitu :

1. Berdasarkan parate eksekusi (parate executie) sebagaimana dimaksud pasal 6 UUHT;

2. Berdasarkan titel eksekutorial yang terdapat dalam sertifikat Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2) UUHT.

Penyebutan kedua cara tersebut secara berurutan memberikan dasar bagi kita untuk berpendapat, bahwa pembuat undang-undang menyadari pelaksanaan kedua cara tersebut berbeda, yang satu berdasarkan titel eksekutorial dan karenanya, seperti suatu putusan pengadilan, harus mengikuti prosedur yang ditentukan dalam Hukum Acara Perdata, sedangkan yang lain diluar campur tangan pengadilan (J.Satrio, 1988:272).

Menurut hukum, apabila debitor cidera janji, baik kreditor (pemegang Hak Tanggungan) maupun kreditur biasa dapat mengajukan permohonan eksekusi kepada pengadilan melalui gugatan Perdata, akan tetapi kita mengetahui bahwa penyelesaian

36

(48)

utang piutang melalui cara tersebut memakan waktu dan biaya, dengan diadakannya lembaga Hak Tanggungan disediakan cara penyelesaian yang khusus, berupa kemudahan dan pasti dalam pelaksanaannya (Boedi Harsono, 1997:410-411).

Dalam rangka memberikan kemudahan pelaksanaan eksekusi objek Hak Tanggungan kepada kreditor pemegang Hak Tanggungan diberikan hak atas kekuasaannya sendiri untuk melaksanakan eksekusi Hak Tanggungan bila debitur cidera janji sebagaimana ditentukan dalam Pasal 6 UUHT. Ketentuan dalam Pasal 6 UUHT memberikan hak kepada kreditor (pemegang Hak Tanggungan) pertama untuk menjual objek Hak Tanggungan atas kekuasaan sendiri melalui pelelangan umum serta mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan tersebut bila debitor cidera janji.

C. Lelang

1. Pengertian lelang

Peraturan Menteri Keuangan Nomor.93/PMK.06/2010 Pasal 1 angka (1) tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang, bahwa :

“lelang adalah penjualan barang yang terbuka untuk umum dengan penawaran harga secara tertulis dan atau lisan yang semakin meningkat atau menurun untuk mencapai harga tertinggi, yang didahuli dengan Pengumuman Lelang”.

37

(49)

Lelang merupakan suatu sarana perekonomian untuk melakukan penjualan barang melalui Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL). Berdasarkan ketentuan, pelaksanaan eksekusi harus dilakukan dihadapan pejabat lelang.

Dalam buku S.Mantayborbir dan Iman Jauhari (2003:10) yang berjudul Hukum Lelang Negara di Indonesia mengatakan, dalam pengertian lelang harus dipenuhi 5 unsur, yaitu :

1. Lelang adalah suatu bentuk penjualan barang

2. Penentuan harga bersifat kompetitif karena cara penawaran harga yang khusus, yaitu dengan cara penawaran harga secara lisan dan naik-naik atau secara turun–turun dan atau secara tertutup dan tertulis tanpa memberi prioritas pihak manapun untuk membeli

3. Pembeli tidak dapat ditunjuk sebelumnya, kecuali kepada para calon peminat lelang dengan penawaran tertinggi yang telah melampaui harga limit dapat ditunjuk sebagai pemenang/pembeli.

4. Memenuhi unsur publisitas karena lelang adalah penjualan yang bersifat transparan

38

(50)

5. Dilaksanakan pada suatu saat dan tempat tertentu sehingga bersifat cepat, efisien, dan efektif.

2. Jenis-Jenis Lelang

Jenis lelang dapat ditinjau dari dua sudut, yaitu dari sudut sebab barang itu dijual dan dari sudut penjual dalam hubungannya dengan barang yang akan dijual.

Dari sudut barang dijual, dibedakan menjadi Lelang Eksekusi dan Lelang Noneksekusi.

a. Lelang Eksekusi

Lelang eksekusi adalah penjualan barang yang bersifat paksa atau eksekusi suatu putusan Pengadilan Negeri yang menyangkut bidang pidana atau perdata maupun putusan Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN) dalam kaitannya dengan pengurusan Piutang Negara, serta putusan dari Kantor Pelayanan Pajak dalam masalah perpajakan. Dalam hal ini penjualan lelang biasanya dilakukan atas barang-barang milik tergugat atau debitor/penanggung utang atau Wajib Pajak yang sebelumnya telah disita eksekusi.

39

(51)

Singkatnya, lelang eksekusi adalah lelang yang dilakukan dalam rangka melaksanakan putusan/penetapan. Pengadilan atau yang dipersamakan dengan putusan/penetapan Pengadilan atau atas perintah peraturan perundang-undangan.

b. Lelang Noneksekusi

Lelang Noneksekusi adalah lelang barang milik/dikuasai Negara yang tidak diwajibkan dijual secara lelang apabila dipindahtangankan atau lelang sukarela atas barang milik swasta. Lelang ini dilaksanakan bukan dalam rangka eksekusi atau tidak bersifat paksa atas harta benda seseorang, sedangkan dari sudut penjual dalam hubungannya dengan barang yang akan dilelang. Dibedakan menjadi lelang yang sifatnya wajib, dan lelang yang sifatnya sukarela, yaitu :

a. Lelang yang sifatnya wajib

Lelang yang dilaksanakan atas permintaan pihak yang menguasai/memiliki suatu barang yang berdasarkan peraturan perundang-undangan harus dijual secara lelang.

40

(52)

b. Lelang yang sifatnya sukarela

Lelang yang dilaksanakan atas permintaan masyarakat atau pengusaha yang secara sukarela menginginkan barangnya dilelang.

3. Berbagai Peraturan Dalam Lelang

Eksistensi lembaga lelang sebagai bentuk khusus dari penjualan barang telah diakui dalam banyak peraturan perUndang-Undangan di Indonesia, terdapat dalam berbagai peraturan umum dan peraturan khusus. Peraturan umum yaitu peraturan perUndang-Undangan yang tidak secara khusus mengatur lelang tetapi ada pasal-pasal di dalamnya yang mengatur tentang lelang, yaitu :

a. KUHPerdata (Kitab Undang-Undang Hukum Perdata) Stbl.

1847/23 antara lain Pasal 389, 395, 1139, (1), 1149 (1).

b. RBG (Reglemen Hukum Acarara untuk Daerah Luar Jawa dan Madura) Stbl. 1927/227 Pasal 206-228.

c. RIB/HIR (Reglemen Indonesia yang Diperbaharui) Stbl.

1941/44 Pasal 195-208.

d. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1979 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000.

41

(53)

e. Undang-Undang Nomor 49 Prp Tahun 1960 tentang Panitia Urusan Piutang Negara Pasal 10 dan 13.

f. Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 1970 tentang Penjualan dan atau Pemindah tanganan Barang-barang yang Dimiliki/Dikuasai Negara.

g. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tanggal 14 Maret 2006 tentang Pengelohan Barang Milik Negara/Daerah.

h. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana Pasal 45 an 273.

i. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan Pasal 6.

j. Peaturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah Pasal 41.

k. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1986 tentang Hak Tanggungan.

l. Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Fiducia Pasal 29 ayat (3).

m. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998 tentang Kepailitan n. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan

Negara.

42

(54)

o. Undang-Undang Nomor 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara Pasal 48.

p. Undang-Undang Nomor 24 tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan.

Peraturan khusus yaitu peraturan perundang- undangan yang secara khusus mengatur tentang lelang, yaitu :

a. Vendu Reglement (Peraturan Lelang) Staatsblaad 1908:198 sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Staatsblaad 1941-3. Vendu Reglement mulai berlaku pada tanggal 1 April 1908, merupakan peraturan yang mengatur prinsip-prinsip pokok tentang lelang. Bentuk peraturan ini reglemen bukan ordonansi yang dapat dianggap sederajat dengan Undang- Undang, karena pada saat pembuatannya belum dibentuk Volksraad.

b. Vendu Instructie (Instruksi Lelang) Staatsblaad

1908:190 sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Staatblaad 1930:85.

43

(55)

Vendu Instructie merupakan ketentuan-ketentuan

yang melaksanan Vendu Reglement.

c. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang

Penerimaan Negara Bukan Pajak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 43, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3687).

d. Peraturan Pemerintah RI Nomor 44 Tahun 2003

tentang Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Belaku Pada Departemen Keuangan.

e. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 176/PMK.06/2010 tentang Balai Lelang.

f. Peraturan Menteri Keuangan

No.175/PMK.06/2010 tentang Pejabat Lelang Kelas II.

g. Peraturan Menteri Keuangn No.93/PMK.06/2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang

44

(56)

4. Cara Pelaksanaan Lelang

Cara pelaksanaan lelang diatur dalam BAB IV Peraturan Menteri Keuangan No.93/PMK.06/2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang yang berisi tentang :

1. Pemandu Lelang

Berdasarkan Pasal 1 angka (17) Peraturan Menteri Keuangan No.93/PMK.06/2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang, bahwa :

“Pemandu Lelang adalah orang yang membantu Pejabat Lelang untuk menawarkan dan menjelaskan barang dalam suatu pelaksanaan lelang”.

2. Penawaran Lelang

Berdasarkan Pasal 54 Peraturan Menteri Keuangan No.93/PMK.06/2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang, bahwa Penawaran Lelang Langsung dan atau Penawaran Lelang Tidak Langsung dilakukan dengan cara :

a. Lisan, semakin meningkat atau semakin menurun ; b. Tertulis; atau

c. Tertulis dilanjutkan dengan lisan, dalam hal penawaran tertinggi belum mencapai nilai limit.

45

(57)

3. Bea Lelang dan Uang Miskin

Berdasarkan Pasal 64 Peraturan Menteri Keuangan No.93/PMK.06/2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang, bahwa :

“Setiap pelaksanaan lelang dikenakan Bea Lelang dan Uang Miskin sesuai Peraturan Pemerintah tentang Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berlaku Pada Kementerian Keuangan”

4. Pembeli

Berdasarkan Pasal 1 angka (22) Peraturan Menteri Keuangan No.93/PMK.06/2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang, bahwa :

“Pembeli adalah orang atau badan hukum/badan usaha yang mengajukan penawaran tertinggi dan disahkan sebagai pemenang lelang oleh Pejabat Lelang”

5. Pembayaran dan Penyetoran

Berdasarkan Pasal 71 ayat (1) Peraturan Menteri Keuangan No.93/PMK.06/2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang, bahwa :

“Pembayaran Harga Lelang dan Bea Lelang harus dilakukan secara tunai/cash atau cek/giro oaling lama 3 (tiga) hari kerja setelah pelaksanaan lelang”.

46

(58)

6. Penyerahan Dokumen Kepemilikan Barang

Berdasarkan Pasal 76 ayat (1) Peraturan Menteri Keuangan No.93/PMK.06/2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang, bahwa :

“Dalam hal Penjual/Pemilik Barang menyerahkan asli dokumen kepemilikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2) kepada Pejabat Lelang, Pejabat Lelang harus menyerahkan dokumen kepada kepemilikan dan atau barang yang dilelang kepada Pembeli, paling lama 1 (satu) hari kerja setelah Pembeli menunjukkan bukti pelunasan pembayaran dan menyerahkan bukti setor Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)).”

5. Tahap-Tahap lelang

Lelang dapat dilaksanakan apabila tahap-tahap pelaksanaan lelang telah terpenuhi. Tahap-tahap pelaksanaan lelang yaitu :

1. Pemohon Lelang mengajukan permohonan lelang kepada Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang atau yang biasa disingkat dengan KPKNL dilengkapi dengan syarat-syarat sebagai berikut :

a. Salinan atau fotocopy Surat Persetujuan Penghapusan dari DPR atau DPRD (bila diisyaratkan sesuai ketentuan yang berlaku).

47

(59)

b. Salinan atau fotocopy Surat Keputusan Penghapusan Barang dan Menteri atau Ketua Lembaga atau Kepala Badan atau Kepala Daerah.

c. Salinan atau fotocopy Surat Keputusan Pembentukan Panitia Penghapusan atau Lelang.

d. Salinan atau fotocopy Surat Penunjukan Pejabat Penjual.

e. Daftar Barang yang akan dilelang.

f. Harga Limit Barang yang dilelang.

g. Asli atau fotocopy Bukti Kepemilikan (Hak).

h. Syarat Lelang dari Penjual (apabila ada).

2. KPKNL memeriksa kelengkapan syarat lelang, apabila belum lengkap maka akan diminta kembali kelengkapan syarat lelang.

3. KPKNL menetapkan hari dan tanggal pelaksanaan lelang setelah persyaratan lelang terpenuhi.

4. Pemohon Lelang melaksanakan Pengumuman Lelang sesuai peraturan yang berlaku dilengkapi dengan syarat- syarat lelang bagi Peminat Lelang.

5. Lelang dilaksanakan oleh Pejabat Lelang didampingi Pejabat Penjual.

48

(60)

6. Pembayaran hasil lelang dilakukan segera setelah pelaksanaan lelang kepada Pejabat Lelang dan segera menyetorkan kepada yang berhak.

7. Pejabat Lelang membuat Risalah Lelang sebagai Berita Acara Pelaksanaan Lelang dan segera menyerahkan kepada yang berhak.

6. Pihak-Pihak Dalam Lelang

Pihak-pihak dalam lelang terdapat pada Pasal 1 Peraturan Menteri Keuangan No.93/PMK.06/2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang, yaitu :

1. Kantor Pelayanan Kekayaan Negara (KPKNL) Berdasarkan Pasal 1 angka (11), bahwa :

“KPKNL adalah instansi vertical Direktorat Jenderal Kekayaan Negara yang berada di bawah dan bertanggungjawab langsung kepada Kepala Kantor Wilayah”

2. Balai Lelang

Berdasarkan Pasal 1 angka (13), bahwa :

“Balai Lelang adalah Badan Hukum Indonesia berbentuk Perseroan Terbatas (PT) yang khusus didirikan untuk melakukan kegiatan usaha di bidang lelang”.

3. Pejabat Lelang

Berdasarkan Pasal 1 angka (15), bahwa :

“Pejabat Lelang adalah orang yang berasarkan peraturan perundang-undangan diberi wewenang khusus untuk melaksanakan penjualan barang secara lelang”.

49

(61)

4. Pemandu Lelang

Berdasarkan Pasal 1 angka (17), bahwa :

“Pemandu Lelang adalah orang yang membantu Pejabat Lelang untuk menawarkan dan menjelaskan barang dalam suatu pelaksanaan lelang”.

5. Pengawas Lelang

Berdasarkan Pasal 1 angka (18), bahwa :

“Pengawas Lelang adalah pejabat yang diberikan kewenangan untuk melakukan pembinaan dan pengawasan kepada Pejabat Lelang”

6. Penjual

Berdasarkan Pasal 1 angka (19), bahwa :

“Penjual adalah orang, badan hukum/usaha atau instansi yang berdasarkan peraturan perundang-undangan atau perjanjian berwenang untuk menjual barang secara lelang”.

7. Peserta Lelang

Berdasarkan Pasal 1 angka (21), bahwa :

“Peserta Lelanga adalah orang atau badan hukum/badan usaha yang telah memenuhi syarat untuk mengikuti lelang”.

8. Pembeli

Berdasarkan Pasal 1 angka (22), bahwa :

“Pembeli adalah orang atau badan hukum/badan usaha yang mengajukan penawaran tertinggi dan disahkan sebagai pemenang lelang oleh Pejabat Lelang”.

50

(62)

7. Hak dan Kewajiban Para Pihak Dalam Lelang

Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan No.93/PMK.06/2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang, bahwa :

“Pembeli adalah orang atau badan hukum/badan usaha yang mengajukan penawaran tertinggi dan disahkan sebagai pemenang lelang oleh Pejabat Lelang”.

Untuk menguasai objek yang di lelang, maka pemenang lelang yang sudah disahkan oleh Pejabat Lelang harus melalui tahap-tahap yang sudah ditetapkan oleh undang-undang dan sudah menjadi kewajiban pemenang lelang untuk melaksanakan tahap-tahap tersebut. Kewajiban pemenang lelang adalah :

1. Membayar uang jaminan lelang

2. Membayar biaya-biaya lelang termasuk pajak 3. Melunasi pembayaran sesuai dengan hasil lelang

Sesudah dilaksanakannya kewajiban sebagai pemenang lelang, maka lahirlah hak sebagai pemenang lelang, yaitu mendapatkan agunan atau jaminan yang dimenangkan melalui hasil lelang, sedangkan pihak yang bertindak selaku penjual dalam lelang berhak mendapatkan uang hasil penjualan melalui lelang dan berkewajiban memberikan agunan atau jaminan yang sudah dimenangkan oleh pemenang lelang.

51

(63)

8. Risalah Lelang

Risalah Lelang adalah Berita Acara Lelang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 Vendu Reglement yang bentuknya dapat diatur dalam Pasal 37, 38 dan 39 Vendu Reglement. Pada Pasal 35 Vendu Reglement, bahwa:

“Dari tiap-tiap penjualan umum yang dilakukan oleh Pejabat Lelang atau kuasanya, selama penjualan, untuk tiap-tiap hari pelelangan atau penjualan harus dibuat berita acara tersendiri”

Selanjutnya dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 93/PMK.06/2010 (pasal 1 angka 32) tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang, bahwa :

“Risalah Lelang adalah berita acara pelaksanaan lelang yang dibuat oleh Pejabat Lelang yang di sempurnakan akta otentik dan mempunyai kekuatan pembuktian sempurna bagi para pihak”

Dengan kata lain, Risalah Lelang adalah akta otentik yang mempunyai kekuatan pembuktian sempurna bagi para pihak terutama bagi pembeli lelang atas objek yang dilelang tersebut.

Pembuktian sempurna maksudnya merupakan alat bukti yang memiliki kekuatan pembuktian final atau memutus, akta otentik selalu dianggap asli sampai ada yang mampu membuktikan kepalsuannya.

52

(64)

9. Penyerahan Barang Dalam Lelang

Tahap perjanjian kebendaan atau penyerahan pada penjualan lelang adalah saat beralihnya kepemilikan dari penjual kepada pembeli. Mengenai penyerahan barang, peraturan lelang tidak ada mengatur, karenanya berlaku ketentuan hukum umum atau KUHPerdata tentang penyerahan barang.

Pasal 1474 KUHPerdata, penjual memiliki kewajiban untuk :

a. Memelihara dan merawat kebendaan akan diserahkan kepada pembeli hingga saat penyerahannya.

b. Menyerahkan kebendaan yang dijual pada saat yang telah ditentukan, atau jika telah ditentukan saatnya, atas permintaan pembeli.

Berdasarkan klausul Risalah Lelang, ketentuan KUHPerdata, kedudukan penjual sebagai berikut :

a. Penjual mempunyai tanggung jawab menyerahkan barangnya dan menanggungnya (Pasal 1474 KUHPerdata), sehingga bertanggungjawab atas kebenaran atau atas cacat tersembunyi barang yang dilelang.

53

(65)

b. Tanggung jawab tersebut dikecualikan dengan alasan : Klausula Risalah Lelang telah mengatur kekurangan dan kerusakan yang terlihat, kekurangan dan kerusakan yang tidak terlihat, dan cacat tidak mengakibatkan pembatalan penjualan, dan Pasal 1506 KUHPerdata memungkinkan diperjanjikan bahwa penjual tidak diwajibkan menanggung sesuatu apapun.

Sahnya suatu penyerahan dalam lelang lebih tepat menggunakan ajaran abstrak, yang harus ditafsirkan bahwa untuk sahnya penyerahan itu tidak perlu adanya title yang nyata cukup asal ada title anggapan saja, cukup adanya putatieve title. Adapun alasan karena dalam lelang yang

wenang menguasai benda bukan pemilik, melainkan kreditor yang mempunyai hak untuk menyita harta debitor, bahkan wenang menguasai berada pada lembaga eksekusi seperti PN/PUPN. (Purnama Tioroa Sianturi. 2008:113).

10. Penandatanganan Risalah Lelang

Setiap pelaksanaan lelang, maka Pejabat Lelang membuat Risalah Lelang yang terdiri dari bagian kepala, bagian badan dan bagian kaki, dalam Bahasa Indonesia dan diberi penomoran.

54

(66)

Berdasarkan Pasal 82 ayat (2) dalam Peraturan Menteri Keuangan No.93/PMK.06/2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang menyebutkan bahwa, penandatanganan Risalah Lelang dilakukan oleh :

1. Pejabat Lelang pada setiap lembar di sebelah kanan atas dari Risalah Lelang, kecuali lembar yang terakhir.

2. Pejabat Lelang dan Penjual/Kuasa Penjual pada lembar terakhir dalam hal lelang barang bergerak dan ;

3. Pelajabat Lelang, Penjual/Kuasa Penjual dan Pembeli/Kuasa Pembeli pada lembar terakhir dalam hal lelang barang tidak bergerak.

D. Perlindungan Hukum

1. Pengertian perlindungan hukum

Keberadaan hukum dalam masyarakat merupakan suatu sarana untuk menciptakan ketentraman dan ketertiban masyarakat, sehingga dalam hubungan antar anggota masyarakat yang satu dengan yang lainnya dapat dijaga kepentingannya. Hukum tidak lain adalah perlindungan kepentingan manusia yang berbentuk norma atau kaedah.

55

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan dilakukan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh perbandingan umpan dan pelarut (f/s), jenis antisolvent dan jenis pelarut terhadap ekstraksi likopen

Penelitian yang berjudul “ Embriogenesis Somatik dari Salak Padangsidempuan (Salacca sumatrana Becc.) pada Media MS Diperkaya dengan Lisin ” telah dilakukan di

study shows that Peter Lane faces two kinds of conflict in his life, they are. internal and external conflict. Besides those conflicts, Peter Lane

Taylors Business School, Taylors University, Malaysia Faculty of Economics – Skopje, University “Ss. Cyril and

Beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk mengotimalkan peran aparatur pemerintah kecamatan Puding Besar antara lain adalah memberikan pendidikan dan pelatihan bagi para

Sedangkan biaya tidak tetap adalah biaya yang habis dipakai dalam sekali proses produksi, seperti biaya sarana produksi pertanian (bibit, pupuk, pestisida,

Beberapa kondisi dasar berkaitan dengan hal tersebut, yaitu: (1) jumlah penduduk Indonesia besar dan dengan tingkat partisipasi penduduk yang merokok juga besar,

kemudian diumpankan ke separator untuk meisahkan cairan dengan uapnya. Umpan kedua yaitu oksigen yang didapat dari udara lingkungan sekitar. Meskipun yang digunakan