• Tidak ada hasil yang ditemukan

View of Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) Dalam Hukum Kepailitan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2024

Membagikan "View of Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) Dalam Hukum Kepailitan"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) Dalam Hukum Kepailitan

Nugraha Budi Raharja1 Ariawan Gunardi2

Fakultas Hukum, Universitas Tarumanagara, Kota Jakarta Barat, Provinsi DKI Jakarta, Indonesia1,2

Email: nugielantana@gmail.com1 ariawangun@gmail.com2 Abstract

In the era of globalization and growing economic dynamics, the problem of corporate bankruptcy is becoming an increasingly complex issue and requires a careful legal approach. Bankruptcy of a company not only has an impact on the business actor itself but also has a significant impact on related stakeholders, including creditors, employees and the wider community. Therefore, developing legal mechanisms that can manage the bankruptcy process efficiently and fairly is a must. The aim of this research is to understand the legal provisions governing the independence of PKPU management regarding company assets. The type of research method in this writing is qualitative with document type.

Qualitative research is a type of research whose results are not based on statistical figures or other calculations. Article 234 paragraph (2) of the Bankruptcy and PKPU Law stipulates criminal/civil sanctions for PKPU administrators who are not independent, but without details, leaving room for interpretation by judges. The PKPU management plays a role in incoming/outgoing money, transferring assets, and approving debtor assets. The success of the PKPU management is determined by the working relationship with the company/debtor. In decomposing the debtor's assets, a detailed list and assessment of the value of the assets is carried out. The PKPU management must ensure that the actions of the company management are with their approval. The PKPU Application process involves a list of receivables/debts, in some cases the aim is peace or debt repayment, even bankruptcy. The effectiveness of PKPU debt settlement can be hampered by uncooperative debtors, hiding/selling assets, and creditors with bad intentions. The good faith of all parties is important so that the PKPU process runs smoothly.

Keywords: PKPU, Bankruptcy, Company Assett

Abstrak

Dalam era globalisasi dan dinamika ekonomi yang terus berkembang, masalah kebangkrutan perusahaan menjadi isu yang semakin kompleks dan memerlukan pendekatan hukum yang cermat.

Kepailitan suatu perusahaan tidak hanya berdampak pada pelaku usaha itu sendiri tetapi juga memberikan dampak signifikan pada stakeholder terkait, termasuk kreditur, karyawan, dan masyarakat luas. Oleh karena itu, pengembangan mekanisme hukum yang dapat mengelola proses kebangkrutan dengan efisien dan adil menjadi suatu keharusa. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memahami ketentuan hukum yang mengatur kemandirian pengurus PKPU terhadap harta kekayaan perusahaan. Jenis metode penelitian dalam penulisan ini ialah kualitatif dengan jenis dokumen.

Penelitian kualitatif merupakan jenis penelitian yang hasilnya bukan didasarkan pada angka statistic atau perhitungan lainnya. Pasal 234 ayat (2) UU Kepailitan dan PKPU menetapkan sanksi pidana/perdata bagi pengurus PKPU yang tidak independen, namun tanpa rincian, memberi ruang interpretasi hakim. Pengurus PKPU berperan dalam pemasukan/pengeluaran uang, pengalihan harta, dan menyetujui perikatan harta debitor. Keberhasilan pengurus PKPU ditentukan hubungan kerja dengan perusahaan/debitor. Dalam penguraian harta debitor, daftar rinci dan penilaian nilai harta dilakukan. Pengurus PKPU harus memastikan tindakan pengurus perusahaan dengan persetujuannya.

Proses PKPU Permohonan melibatkan daftar piutang/utang, dengan beberapa kasus tujuannya pada perdamaian atau pelunasan utang, bahkan kepailitan. Efektivitas penyelesaian utang PKPU bisa terhambat oleh debitor tidak kooperatif, penyembunyian/penjualan aset, dan kreditor beritikad buruk. Itikad baik semua pihak penting agar proses PKPU lancar.

Kata Kunci: PKPU, Kepailitan, Harta Perusahaan

(2)

PENDAHULUAN

Seiring dengan pertumbuhan perdagangan yang semakin pesat dan ekspansi global yang lebih luas, permasalahan terkait utang piutang perusahaan juga menjadi semakin kompleks, memerlukan regulasi hukum yang efisien. Dalam konteks pertumbuhan ekonomi global, keberadaan aturan hukum kepailitan menjadi penting dalam penyelesaian permasalahan utang piutang perusahaan, memberikan panduan hukum yang diperlukan bagi pelaku bisnis dalam menangani kendala-kendala tersebut. Fenomena globalisasi dalam ranah hukum mengikuti jejak globalisasi ekonomi, di mana substansi berbagai undang-undang dan perjanjian melintasi batas-batas negara. (Sunarmi, 2010) Dalam era globalisasi dan dinamika ekonomi yang terus berkembang, masalah kebangkrutan perusahaan menjadi isu yang semakin kompleks dan memerlukan pendekatan hukum yang cermat. Kepailitan suatu perusahaan tidak hanya berdampak pada pelaku usaha itu sendiri tetapi juga memberikan dampak signifikan pada stakeholder terkait, termasuk kreditur, karyawan, dan masyarakat luas. Oleh karena itu, pengembangan mekanisme hukum yang dapat mengelola proses kebangkrutan dengan efisien dan adil menjadi suatu keharusan.

Seiring dengan pertumbuhan perdagangan yang semakin pesat dan ekspansi global yang lebih luas, permasalahan terkait utang piutang perusahaan juga menjadi semakin kompleks, memerlukan regulasi hukum yang efisien. Dalam konteks pertumbuhan ekonomi global, keberadaan aturan hukum kepailitan menjadi penting dalam penyelesaian permasalahan utang piutang perusahaan, memberikan panduan hukum yang diperlukan bagi pelaku bisnis dalam menangani kendala-kendala tersebut. Fenomena globalisasi dalam ranah hukum mengikuti jejak globalisasi ekonomi, di mana substansi berbagai undang-undang dan perjanjian melintasi batas-batas negara. Salah satu instrumen yang diperkenalkan untuk mengatasi keadaan kebangkrutan adalah “Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU).

PKPU merupakan suatu mekanisme yang memberikan kesempatan kepada perusahaan yang mengalami kesulitan keuangan untuk melakukan restrukturisasi utang tanpa harus langsung menyatakan kebangkrutan. PKPU memungkinkan perusahaan untuk menjalani proses perundingan dengan para kreditur guna mencapai kesepakatan yang dapat menjaga kelangsungan usaha tanpa harus mencapai tingkat kebangkrutan yang lebih parah.

Dalam upaya untuk menghindari penetapan kepailitan oleh pengadilan dengan keputusan hakim yang definitif, dilakukan suatu langkah hukum untuk menyeimbangkan peran dan fungsi hukum kepailitan, yaitu melalui Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU). PKPU dapat diajukan baik oleh debitur maupun kreditur yang memiliki niat baik, dengan persyaratan bahwa permohonan PKPU harus diajukan sebelum pengumuman putusan pailit. PKPU merupakan suatu tawaran rencana perdamaian oleh debitur yang memberikan peluang untuk melakukan restrukturisasi utang, termasuk pembayaran sebagian atau seluruh utang kepada kreditur. Dalam konteks PKPU, akibat hukum yang muncul adalah pembekuan atas seluruh kekayaan debitur, menghentikan kewajiban debitur untuk membayar utang selama proses PKPU, dan penangguhan seluruh tindakan eksekusi yang telah dimulai untuk mendapatkan pelunasan utang. Debitur atau perusahaan juga tidak diperbolehkan melakukan tindakan manajerial atau memiliki kontrol atas sebagian atau seluruh asetnya selama PKPU berlangsung. Perusahaan akan meminta kepada hakim untuk menunjuk pengurus PKPU yang independen dan bebas dari konflik kepentingan antara debitor dan kreditur.

Meskipun kewenangan pengurus PKPU adalah suatu tantangan, terutama karena mereka tidak dapat bertindak sendiri dan harus berkoordinasi dengan pengurus perusahaan, pengurus PKPU memiliki kemampuan untuk memohon kepada Pengadilan Niaga untuk

(3)

profesionalisme dari pengurus PKPU, serta peran pengawas hakim, merupakan faktor kunci yang terlibat dalam proses tersebut. Dalam UUK-PKPU, dijelaskan bahwa pengurus PKPU memiliki tanggung jawab terkait kesalahan dan kelalaiannya dalam menjalankan tugas kepengurusan yang dapat mengakibatkan kerugian terhadap harta debitur. Meskipun demikian, tidak ada ketentuan yang mengatur tanggung jawabnya terhadap pihak ketiga.

Dalam konteks ini, baik pengurus PKPU maupun pengurus perusahaan bertanggung jawab secara bergantian atau bersama-sama. Hal yang serupa terjadi dalam perjanjian yang dilakukan oleh pengurus perusahaan dengan pihak ketiga, di mana jika pengurus perusahaan tidak mematuhi instruksi dari pengurus PKPU, pertanggungjawaban keduanya masih belum jelas terdefinisi, terutama dalam kasus terjadinya kerugian terhadap aset perusahaan.

Dalam situasi perjanjian timbal balik, keputusan pengurus PKPU memainkan peran kunci dalam menentukan apakah perjanjian tersebut akan dilaksanakan atau tidak. Jika perjanjian tidak dilaksanakan, pengurus perusahaan akan melanggar janji dengan konsekuensi hukum yang berlaku. Namun, jika pengurus PKPU menyetujuinya dan hal tersebut mengakibatkan kerugian bagi debitur, maka pengurus PKPU juga akan memikul tanggung jawab. Penting untuk dicatat bahwa pengurus PKPU tidak dapat beroperasi sendiri dan selalu harus bekerja sama dengan pengurus perusahaan. Oleh karena itu, persetujuan pengurus perusahaan terhadap keputusan yang menguntungkan kekayaan perusahaan, sebagaimana disarankan atau diinginkan oleh pengurus PKPU, menjadi suatu kewajiban yang perlu dipertimbangkan secara serius. (Hartini, 2008) Namun, implementasi PKPU tidak selalu berjalan lancar. Beberapa tantangan muncul dalam konteks hukum, keuangan, dan manajemen. Adanya perbedaan pandangan di antara para kreditur, ketidakpastian hukum, dan kurangnya pemahaman tentang mekanisme PKPU dapat menjadi hambatan yang signifikan. Oleh karena itu, perlu dilakukan analisis mendalam terhadap aspek-aspek hukum yang terlibat dalam PKPU, baik dari segi substansi maupun prosedural. Dengan demikian, penelitian ini diharapkan dapat memberikan wawasan yang berharga bagi pembuat kebijakan, praktisi hukum, dan akademisi dalam memperbaiki dan mengoptimalkan sistem hukum kepailitan, terutama dalam konteks Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.

METODE PENELITIAN

Jenis metode penelitian dalam penulisan ini ialah kualitatif dengan jenis dokumen.

Penelitian kualitatif merupakan jenis penelitian yang hasilnya bukan didasarkan pada angka statistic atau perhitungan lainnya. (Bashrowi, 2008) Instrumen penelitian kualitatif ialah peneliti itu sendiri. Salah satu sumber data yang digunakan adalah studi pustaka, yaitu menggunakan sumber kepustakaan untuk memperoleh data penelitian tanpa melakukan kerja lapangan. Peneliti menggunakan metode deskriptif dengan sumber kajian pustaka dengan mengkajipenelitian-penelitian sebelumnya.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pasal 234 ayat (1) dari Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 mengenai Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (UUK-PKPU) menegaskan bahwa pengurus PKPU yang dipilih harus bersifat independen dan bebas dari konflik kepentingan dengan debitor atau kreditor. Pengurus PKPU yang ditunjuk harus memenuhi kriteria independensi, yaitu sebagai individu atau entitas yang tidak terikat pada salah satu pihak yang sedang terlibat dalam konflik, sehingga dapat dipastikan bahwa independensinya sepenuhnya terjaga.

Pengadilan Niaga dapat menunjuk pengurus PKPU atas dasar usulan dari debitur, kreditor, atau inisiatifnya sendiri, dengan syarat-syarat yang harus dipenuhi sebagai berikut:

(4)

1. Sebelum menerima penunjukkan, pengurus PKPU harus memverifikasi bahwa dirinya memiliki kompetensi dan kapasitas yang memadai untuk menjalankan tugas tersebut.

Kompetensi dan kapasitas ini mencakup itikad baik pengurus PKPU dalam mengevaluasi kemampuannya dan kualifikasi pribadinya untuk mengelola harta kekayaan debitor dalam konteks PKPU. Untuk itu, pengurus PKPU diharuskan mengikuti program pendidikan khusus dan mendapatkan sertifikasi yang diselenggarakan oleh lembaga Asosiasi Kurator dan Pengurus Indonesia (AKPI) atau entitas lain yang diakreditasi oleh AKPI. Pendidikan khusus bagi kurator dan pengurus PKPU melibatkan dua tingkat, yaitu pendidikan dasar dan pendidikan lanjutan. Sayangnya, tidak terdapat penjelasan rinci mengenai standar keahlian khusus dalam peraturan atau Standar Kurator dan Pengurus.

2. Sebelum menerima tugas, pengurus PKPU harus memastikan bahwa dirinya tidak terlibat dalam benturan kepentingan dengan debitor atau kreditor. Informasi ini dapat diperoleh dari daftar kreditur yang terdapat dalam permohonan PKPU atau dokumen lain yang diajukan bersamaan dengan permohonan PKPU tersebut. Jika dalam menjalankan tugasnya pengurus PKPU mengetahui bahwa ia memiliki benturan kepentingan dengan salah satu atau lebih kreditor, maka hakim pengawas atau anggota majelis hakim pengadilan niaga yang menangani PKPU tersebut akan meminta pengurus PKPU untuk:

a. Memberikan pemberitahuan secara tertulis mengenai adanya benturan kepentingan kepada hakim pengawas, debitor, rapat kreditor, dan komite kreditor (jika ada), dengan salinan kepada Dewan Kehormatan AKPI. Selain itu, wajib segera mengadakan rapat kreditor khusus untuk membahas dan memutuskan masalah benturan kepentingan tersebut; atau

b. Secara instan mengundurkan diri. Apabila pengurus PKPU memutuskan untuk mengundurkan diri, maka ia wajib mengadakan rapat kreditor untuk menunjuk pengurus PKPU baru, sesuai dengan ketentuan yang terdapat dalam Undang-Undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (UUK-PKPU) dan Standar Profesi Kurator dan Pengurus.

Dalam pelaksanaan tugasnya, pengurus PKPU diwajibkan menggunakan keahlian profesionalnya dengan teliti dan hati-hati. Pengurus PKPU harus dengan cermat memastikan bahwa setiap langkah yang diambil dalam menjalankan tugasnya memiliki dasar yang kuat sesuai dengan Undang-Undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (UUK-PKPU) dan peraturan yang mengatur pelaksanaannya, serta telah mengikuti prosedur Standar Profesi Kurator dan Pengurus. Secara prinsip, pengurus PKPU harus beroperasi dengan transparan di hadapan semua pihak yang terlibat dalam kewenangannya, dan memberikan informasi material secara adil kepada semua pihak yang terlibat dalam proses PKPU. Meskipun demikian, pengurus PKPU tetap berkewajiban menjaga kerahasiaan informasi yang terkait dengan tugasnya kepada pihak ketiga, terutama hal-hal yang tidak secara eksplisit disebutkan oleh UUK-PKPU.

Pasal 234 ayat (2) menetapkan bahwa pengurus PKPU yang terbukti tidak independen dapat dikenakan sanksi pidana dan/atau perdata sesuai dengan peraturan perundang- undangan. Namun, UUK-PKPU dan peraturan pelaksanaannya tidak secara rinci menguraikan bentuk-bentuk sanksi yang dapat diberlakukan terhadap pengurus PKPU yang terbukti tidak independen. Keadaan ini dapat menimbulkan interpretasi ganda bagi hakim dalam memutuskan kasus yang melibatkan pengurus PKPU yang terbukti tidak independen.

Keberadaan pengurus PKPU yang bersifat independen dan bebas dari benturan kepentingan dengan pihak-pihak yang terlibat dalam proses PKPU dapat diakui melalui itikad baik yang diperlihatkan oleh pengurus PKPU sendiri dalam penanganan aset kekayaan perusahaan

(5)

berjalan dengan efektif dan lancar. Keberadaan pengurus PKPU yang bersifat independen dan bebas dari benturan kepentingan dengan pihak-pihak yang terlibat dalam proses PKPU dapat diakui melalui itikad baik yang diperlihatkan oleh pengurus PKPU sendiri dalam penanganan aset kekayaan perusahaan debitur. Dengan adanya itikad baik dari semua pihak yang terlibat, proses PKPU dapat berjalan dengan efektif dan lancar. Pengurus PKPU diwajibkan segera mengambil langkah-langkah awal yang diperlukan setelah diterimanya pernyataan PKPU sementara. Langkah-langkah tersebut mencakup:

1. Setelah menerima penugasan, pengurus PKPU harus segera menghubungi hakim pengawas dan menyusun konsep pengumuman PKPU untuk ditetapkan oleh hakim pengawas. Selain itu, pengurus PKPU juga mengusulkan tempat pemuatan pengumuman di surat kabar.

Pengurus meminta salinan pernyataan PKPU dan menjalin komunikasi awal dengan debitor atau pengurus perusahaan debitor. Tujuannya adalah untuk mengumpulkan informasi lengkap tentang debitor dan memastikan kerjasama debitor dalam proses PKPU.

Jika pengurus menghadapi kendala dalam hal ini, pengurus PKPU memberitahukan dan meminta bantuan dari hakim pengawas.

2. Beberapa tindakan yang harus dilakukan pengurus PKPU dalam pemeriksaan pendahuluan adalah sebagai berikut:

a. Identifikasi seluruh rekening bank dan harta kekayaan penting atau materi lain yang dimiliki oleh debitor.

b. Kumpulkan informasi umum terkait lokasi, jenis, dan skala kegiatan usaha debitor.

c. Kumpulkan informasi umum terkait kondisi keuangan debitor.

d. Bangun mekanisme kontrol atas pemasukan dan pengeluaran uang/harta debitor, seperti menjadikan pengurus sebagai penandatangan bersama dari seluruh rekening bank debitor untuk mengontrol aliran dana.

e. Segera umumkan PKPU dalam Berita Negara dan setidaknya satu surat kabar harian yang ditentukan oleh hakim pengawas.

Salah satu faktor kunci yang menentukan keberhasilan pengurus PKPU dalam melaksanakan tugasnya adalah kemampuan pengurus PKPU untuk menjalin hubungan kerja yang efektif dengan pengurus perusahaan/debitor. Dalam konteks ini, pengurus perusahaan/debitor dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu debitor yang kooperatif dan debitor yang tidak kooperatif. Seorang debitor dianggap tidak kooperatif jika mereka menolak bekerjasama dalam menjalankan proses PKPU, baik itu berupa penolakan memberikan data dan informasi lengkap dan akurat terkait kekayaan harta perusahaan debitor, tidak membuka akses untuk pelaksanaan pengawasan harta debitor dan usahanya, atau menghalangi pelaksanaan tugas pengurus PKPU dengan sengaja atau tidak. Terhadap debitor yang tidak kooperatif, pengurus PKPU dapat mengajukan usulan kepada hakim pengawas untuk mengambil tindakan hukum guna memastikan bahwa debitor tersebut mematuhi proses yang sedang berlangsung.

Dalam hal penguraian harta kekayaan perusahaan debitor, pengurus PKPU wajib menyusun daftar yang rinci mengenai harta kekayaan dan utang debitor. Tujuan utama dari daftar ini adalah untuk keperluan pemungutan suara dan penyusunan rencana perdamaian.

Dalam penyusunan daftar tersebut, pengurus PKPU memanfaatkan informasi yang diberikan oleh debitor, kreditor, dan pihak terkait lainnya. Pengurus PKPU kemudian memeriksa dan menyusun laporan mengenai kondisi harta kekayaan perusahaan debitor, serta tingkat kemampuan debitor untuk memenuhi kewajiban kepada para kreditur, termasuk tindakan yang perlu diambil. Jika diperlukan, pengurus PKPU juga dapat mengusulkan kepada hakim pengawas untuk menunjuk pihak independen guna melakukan pemeriksaan dan menyusun

(6)

laporan tentang harta debitor dalam jangka waktu tertentu, dengan pertimbangan keadaan harta kekayaan perusahaan debitor dan signifikansi permasalahan yang dihadapi oleh pengurus PKPU atau pengurus perusahaan.

Selain itu, seiring dengan penguraian harta debitor atau kapan pun dalam PKPU, pengurus PKPU”, dengan persetujuan hakim pengawas, dapat melakukan penilaian terhadap nilai sebenarnya dari harta debitor jika diminta oleh debitor, kreditor, atau jika pengurus PKPU menganggap itu perlu. Pengurus PKPU dapat melaksanakan penilaian tersebut sendiri jika memiliki kapasitas untuk itu, atau dapat menunjuk pihak ketiga yang kompeten, seperti perusahaan penilai harta kekayaan perusahaan, seperti akuntan publik. (Kheriah, 2017) Dalam pelaksanaan kewenangannya, Pengurus PKPU wajib memastikan bahwa setiap tindakan yang diambil oleh pengurus perusahaan/debitor terkait dengan harta kekayaan perusahaannya dilakukan dengan pengetahuan dan persetujuan dari Pengurus PKPU. Adapun langkah-langkah yang dapat diambil untuk memastikan bahwa semua tindakan debitor dilakukan dengan pengetahuan dan persetujuan Pengurus PKPU adalah sebagai berikut:

1. Dalam aspek pengeluaran uang perusahaan, langkah-langkah yang harus diambil mencakup:

a. Menyetujui setiap pengeluaran debitor dengan melakukan pemeriksaan dan memberikan persetujuan terhadap rencana pengeluaran serta mengawasi semua transaksi pengeluaran yang dilakukan. Pengurus PKPU memiliki wewenang untuk menetapkan kebijakan pengeluaran debitor, termasuk menetapkan batasan jumlah pengeluaran yang dapat dilakukan debitor sendiri, selama sesuai dengan rencana pengeluaran atau pengelolaan operasional harian.

b. Memantau pelepasan atau pengalihan harta, termasuk setiap transaksi terkait. Pengurus PKPU menetapkan kebijakan terkait pelepasan/pengalihan harta, termasuk menetapkan batasan atas harta yang dapat dialihkan oleh debitor selama operasional harian dan sesuai dengan rencana yang telah disetujui oleh Pengurus PKPU. Setiap pelepasan/pengalihan harus mendapatkan persetujuan dari pengurus.

c. Menyetujui segala perikatan yang menimbulkan kewajiban terhadap harta kekayaan perusahaan, termasuk perjanjian yang memberikan jaminan atas harta debitor.

2. Dalam hal pemasukan pendapatan perusahaan, langkah-langkah yang harus diambil meliputi:

a. Memastikan bahwa seluruh pendapatan yang seharusnya atau sepatutnya diterima oleh debitor telah dicatat dengan benar. Pengurus PKPU berkewajiban untuk meminta dan memeriksa daftar piutang, serta membandingkannya dengan daftar piutang yang sudah dibayarkan dan rekening koran debitor.

b. Pengurus PKPU harus menolak tindakan pengurus perusahaan jika tindakan tersebut dapat mengakibatkan kerugian bagi kreditur dan harta debitor. Jika pengurus perusahaan tetap melaksanakan tindakan tersebut, pengurus PKPU wajib melaporkannya kepada hakim pengawas.

c. Pengurus PKPU memiliki kewajiban untuk melaporkan kepada hakim pengawas/

pengadilan jika mengetahui bahwa debitor telah melakukan tindakan tanpa persetujuan dari pengurus.

d. Untuk mempermudah pelaksanaan tugas, pengurus PKPU dapat menempatkan dirinya, asisten, atau stafnya di kantor atau lokasi usaha debitor.

Proses penyelesaian kewajiban pembayaran utang melalui Penundaan Kewajiban Pembayaran (PKPU) Permohonan harus mengikuti ketentuan sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 222. Permohonan ini harus diajukan kepada pengadilan, sebagaimana diatur dalam

(7)

permohonan PKPU harus disertai dengan daftar yang mencakup sifat, jumlah piutang, dan utang debitur beserta dokumen pendukung yang memadai. Jika pemohon adalah kreditor, pengadilan memiliki kewajiban untuk memanggil debitor melalui juru sita dengan surat kilat tercatat paling lambat 7 (tujuh) hari sebelum sidang. Surat permohonan juga dapat dilampirkan dengan rencana perdamaian, sesuai dengan ketentuan yang dijelaskan dalam Pasal 222. Meskipun beberapa kasus yang diajukan melalui PKPU tidak bertujuan untuk perdamaian, namun lebih untuk mendorong debitur agar melunasi utangnya, walaupun beberapa di antaranya dapat berujung pada proses kepailitan.

Proses penyelesaian kewajiban pembayaran utang melalui Penundaan Kewajiban Pembayaran (PKPU) Permohonan harus mengikuti ketentuan sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 222. Permohonan ini harus diajukan kepada pengadilan, sebagaimana diatur dalam Pasal 3, dengan tandatangan dari pemohon dan advokatnya. Jika pemohon adalah debitor, permohonan PKPU harus disertai dengan daftar yang mencakup sifat, jumlah piutang, dan utang debitur beserta dokumen pendukung yang memadai. Jika pemohon adalah kreditor, pengadilan memiliki kewajiban untuk memanggil debitor melalui juru sita dengan surat kilat tercatat paling lambat 7 (tujuh) hari sebelum sidang. Surat permohonan juga dapat dilampirkan dengan rencana perdamaian, sesuai dengan ketentuan yang dijelaskan dalam Pasal 222. Meskipun beberapa kasus yang diajukan melalui PKPU tidak bertujuan untuk perdamaian, namun lebih untuk mendorong debitur agar melunasi utangnya, walaupun beberapa di antaranya dapat berujung pada proses kepailitan. (Eka, 2021)

KESIMPULAN

Pasal 234 ayat (2) menetapkan bahwa pengurus PKPU yang tidak independen dapat dikenakan sanksi pidana dan/atau perdata. Sanksi ini tidak rinci dalam UU Kepailitan dan PKPU, memberikan ruang bagi interpretasi hakim. Penting bagi pengurus PKPU untuk menjaga independensinya dan memberi tahu hakim jika ada benturan kepentingan. Dalam menjalankan tugasnya, pengurus PKPU diwajibkan mengambil langkah-langkah awal, termasuk menghubungi hakim pengawas dan menyusun pengumuman PKPU. Pemeriksaan pendahuluan melibatkan identifikasi rekening bank, aset, dan informasi keuangan debitor.

Pengurus PKPU juga berperan dalam pemasukan dan pengeluaran uang perusahaan, pengalihan harta, dan menyetujui perikatan yang melibatkan harta debitor. Faktor penentu keberhasilan pengurus PKPU adalah kemampuannya membina hubungan kerja dengan pengurus perusahaan/debitor. Dalam konteks debitor yang tidak kooperatif, pengurus PKPU dapat mengajukan tindakan hukum kepada hakim pengawas. Saat menguraikan harta debitor, pengurus PKPU menyusun daftar secara rinci dan dapat melakukan penilaian nilai harta.

Pengurus PKPU juga harus memastikan bahwa tindakan pengurus perusahaan terhadap harta perusahaan dilakukan dengan pengetahuan dan persetujuannya. Proses PKPU Permohonan melibatkan pengajuan kepada pengadilan dengan daftar piutang dan utang debitur. Meskipun beberapa kasus PKPU bertujuan pada perdamaian, beberapa lebih untuk mendorong pelunasan utang, dan bahkan bisa berujung pada kepailitan. Efektivitas penyelesaian utang melalui PKPU dapat terhambat oleh debitor tidak kooperatif, penyembunyian/penjualan aset, dan kreditor beritikad buruk. Penting untuk mencapai itikad baik semua pihak agar proses PKPU berjalan efektif dan lancar.

DAFTAR PUSTAKA

Bashrowi, S. (2008). Mengetahui Penelitian Kualitatif. Jakarta: Rhineka Cipta.

Eka, R. M. (2021). Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (Pkpu) Terkait Penyelesaian Utang Piutang Dalam Kepailitan. Jurnal Aktual Justice. Vol.6, No.1 Hlm, 1-19.

(8)

Hartini, R. (2008). Hukum Kepailitan Edisi Revisi Berdasarkan Uu No 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Malang: Upt Percetakan Uiversitas Muhammadiyah.

Kheriah. (2017). Independensi Pengurus Penundaan Kewajiban. Jurnal Ilmu Hukum, Vol. 3 No.

2, Hlm. 238-257.

Sunarmi. (2010). Hukum Kepailitan Edisi 2. Jakarta: Pt Sofmedia.

Referensi

Dokumen terkait

Untuk adanya kepastian hukum bagi pihak-pihak yang berkepentingan (pihak ketiga) di luar kreditor seperti pihak penerima kebendaan yang diberikan oleh debitor, Pasal 42 UUK dan

Apabila tercapainya kesepakatan mengenai rencana perdamaian dalam rangka PKPU diharapkan oleh para kreditor agar usaha debitor tetap berjalan demi meningkatkan nilai harta

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, debitor yang gagal bayar akibat terkena dampak Covid-19 dapat menggunakan upaya PKPU untuk menghindari kepailitan dengan cara

JOURNAL OF LAW AND POLICY TRANSFORMATION 61 Dengan demikian, maka titik singgung mengadili dalam perkara kepailitan dan PKPU pada lembaga keuangan syariah terletak pada

Undang-undang mewajibkan begitu permohonan PKPU sementara diputus oleh pihak Pengadilan Niaga pengurus wajib segera mengumumkan putusan PKPU dalam Berita Negara Republik

Penundaan Kewajiban Pembayaran utang hanyalah bersifat sementara sebagai jalan penyelesaian utang piutang. Jangka waktu PKPU hanyalah 270 sejak putusan PKPU

Casa Bella Indonesia (PT. CBI) yang menyebabkan Mario Leo berkedudukan sebagai termohon PKPU. Oleh karena itu, rumusan masalah yang diteliti dalam penelitian ini adalah: 1)

"Quo Vadis Esensi Lembaga PKPU Pasca-Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 23/PUU-XIX/2021", Jurnal Hukum Lex Generalis, 2022 Publication humamlawoffice.blogspot.com Internet Source