• Tidak ada hasil yang ditemukan

“Waliyullah dalam Perspektif Tafsir Sufi (Studi Perbandingan Tafsir at-Tustari dan al-Alusi)” SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2024

Membagikan "“Waliyullah dalam Perspektif Tafsir Sufi (Studi Perbandingan Tafsir at-Tustari dan al-Alusi)” SKRIPSI"

Copied!
258
0
0

Teks penuh

Tesis bertajuk "Waliyullah dalam Perspektif Tafsir Sufi (Kajian Perbandingan Tafsir at-Tustari dan al-Alusi)" oleh Zahidah Adawiyah dengan NIM 13210561 telah diuji pada sesi Munaqasyah di Fakulti Ushuluddin` Institut Al-Qurddin an. ( IIQ) Jakarta pada 20 Ogos 2018. Untuk memahami istilah tersebut, penulis merujuk kepada pemikiran dua tokoh sufi iaitu At-Tustari dalam kitab Al-Qur`an Al-Azhim dan al-Alusi dalam kitab Ruhul Ma. 'ani. Khuzaemah Tahido Yanggo, Lc, MA Ibu kami semua, Pengetua Institut Pengajian Al-Qur`an (IIQ) Jakarta.

Penjelasan Waliyullah dalam kitab Al-Azhim Al-Qur'an oleh At-Tustari dan Ruuh Al-Ma`ani oleh Al-Alusi. Daripada ilustrasi di atas, jelas bahawa istilah kewalian dalam tasawuf berasal daripada al-Quran. Apakah persamaan dan perbezaan tafsiran Waliyullah menurut al-Alusi dalam Ruh al-Ma‟ana dan At-Tustari dalam tafsiran Al-Qur`an al-„Azhim dalam QS.

Mengetahui tafsir Walijullah menurut al-Alusi dalam tafsir Ruh al-Ma'an dan At-Tustar dalam tafsir Al-Qur'an al-. Untuk mencari persamaan dan perbezaan tafsiran Walijullah menurut al-Alusi dalam tafsir Ruh al-Ma'an dan At-Tustar dalam tafsir al-Quran al-Azhim dalam QS. Yanggo, Garis Panduan Penulisan Tesis, Tesis dan Disertasi: Institut Ilmu al-Qur`an (IIQ) Jakarta, (Jakarta: IIQ Press, 2011), Cet.

AFDELING ILMU AL-QUR'AN FAKULTET TAFSIR INSTITUT ILMU AL-QUR'AN USHULUDDIN (IIQ).

PENDAHULUAN

Identifikasi Masalah

Pembatasan Masalah

Tujuan dan Kegunaan Penelitian

Tinjauan Pustaka

Metologi Penelitian

Teknik dan Sistematika Penulisan

DISKURSUS WALIYULLAH DAN CORAK SUFISTIK

Pengertian Waliyullah dalam Al-Qur`an

Urgensi mengetahui makna Waliyullah

Keberadaan Corak Tafsir Sufistik Dalam Tafsir

  • Pertumbuhan dan Perkembangan Corak Tafsir Sufi 37

Macam-macam Corak Tafsir

  • Tafsir Sufi Nazari
  • Tafsir Sufi Isyari

Perdebatan Ulama Tentang Tafsir Sufi

  • Kontroversi Makna Isyari
  • Makna Zahir dan makna Batin Dalam Tafsir Sufi

Aspek Kajian Tasawuf dalam Penafsiran Sufistik

BIOGRAFI AT- TUSTARI DAN AL-ALUSI SERTA

Profil Kehidupan At-Tustari

At-Tustari lahir di Tustar, yaitu sebuah wilayah di Khuzistan, Ahvaz, sebelah barat Iran pada tahun 203 H/ 818 M. Semasa kecil, at-Tustari dikenalkan dengan tasawuf oleh pamannya (saudara laki-laki ibunya) yang bernama Muhammad bin Sawwar. w. 161 H/778 M.3 At-Tustari mengatakan, ketika berusia tiga tahun, ia sering terbangun di malam hari dan melihat pamannya menunaikan shalat malam.

Berdasarkan ajaran pamannya, al-Tustari melakukan hal tersebut selama satu tahun dan pamannya berkata: “Teruslah hafal apa yang telah aku ajarkan kepadamu dan berdzikir dengan istikam sampai kamu masuk kubur. Anwar Syarifuddin, “Kewibawaan Tafsir Sufi Sahl al-Tustari", dalam Journal of Al-Qur'an Studies (JSQ), vol. Sesuai dengan persyaratan tersebut, At-Tustari menuruti permintaan orang tuanya untuk belajar di madrasah dan ia mampu menghafal Al-Qur'an di usia enam atau tujuh tahun.

Sejak itu, kecenderungan at-Tustari terhadap cara hidup sufi yang dipilihnya tampaknya semakin kuat. Hal ini ditandai ketika at-Tustari yang berusia tiga belas tahun mengalami krisis spiritual berupa pertanyaan-pertanyaan mendalam yang terus menerus meresahkannya. Karena tidak menemukan jawaban di Basra at-Tustari, beliau melanjutkan perjalanannya ke pulau Abbadan untuk menemukan jawaban atas pertanyaan ini.9 Secara sederhana, Qusyairi menyebut masalah ini dengan sebuah istilah.

Arabi menjelaskan bagaimana dialog itu terjadi dalam pertemuan at-Tustari dengan Hamzah al-'Abbadani pada tahun 216 H/831 M. 11 Munawi menceritakan hal itu ketika at-Tustari tiba di pulau itu. Berdasarkan jawaban sederhana tersebut, at-Tustari kemudian merasa telah menemukan jawaban yang diinginkannya selama ini. At-Tustari melakukan ini selama dua puluh tahun.15 Kemudian dia melakukan perjalanan ke berbagai penjuru, ke berbagai penjuru negeri dan desa selama beberapa tahun, termasuk perjalanannya menunaikan ibadah haji ke Mekah pada tahun 219 H/.

834 M ketika dia berumur enam belas tahun.16 Sarraj berkomentar dalam al-Luma fi at-Tasawuf bahwa Sahl at-Tustari menunaikan haji hanya sekali dalam hidupnya jadi Sarraj. Setelah mencapai puncak ilmu dan kesucian jiwa, At-Tustari mulai berdakwah dan mengajak manusia menuju kebenaran dan bimbingan Allah. Para ulama dihadapkan pada banyak permasalahan dan tidak ada jawaban, kecuali Sahl at-Tustari, padahal saat itu usianya masih sebelas tahun.

Metodologi Kitab Al-Qur`an Al-Azhim

Tafsir ini merupakan salah satu tafsir Al-Qur'an yang termasuk dalam kategori tafsir sufi. Pengarangnya merupakan tokoh sufi terkemuka yang berlandaskan syariat dan mengikuti jejak Rasulullah SAW.25 At-Tustari menamai karya tafsirnya dengan Tafsir Al-Qur'an al-. Mengenai keaslian naskah, Bowering mengatakan, naskah tafsir tersebut adalah milik sah at-Tustari, dan dapat ditelusuri melalui naskah dan edisi cetaknya.Ada enam naskah yang memuat teks tafsir at-Tustari dan dua edisi cetak.

Tafsir karya at-Tustari ini pertama kali dicetak di Kairo pada tahun 1326 H/1908 M dengan judul Tafsir al-Qur'an al-. 1911 M berjudul Tafsir Al-Qur'an al-`Azim sebanyak 136 halaman, dicetak di Maimaniyah Press, terbitan Muhammad az-Zuhri al-Gamrawi. Meskipun naskah-naskah paling awal berasal dari tanggal 9 H./15 M.atau 10.H./16. Abad M, ada pendapat yang mengatakan bahwa itu terjadi pada pertengahan abad ke-6 H./12. Abad M dengan anggapan banyak tafsir dalam kitab Haqaiq at-Tafsir karya `Abd ar-Rahman as-Sulami yang merujuk pada at-Tustari dengan bentuk tafsir yang sangat mirip dengan Tafsir at-Tustari.

Rujukan yang digunakan oleh at-Tustari sangat pelbagai, seperti kitab-kitab hadis dan berkaitan dengan ilmu hadis, kitab-kitab tafsir dan berkaitan dengan ilmu tafsir, kitab-kitab tasawuf, dan kitab-kitab sejarah. Seperti S{ahih al-Bukhari, S{ahih Muslim dan Tahzib al-Tahzib, Tafsir Ibn Kasir dan Al-Itqan fi `Ulum Al-Qur`an, Qut al-Qulub fi Mu`amalah al-Mahbub dan Kitab Sejarah al -Turas al-`Arabi. Kaedah tafsir yang disebutkan di sini merupakan alat dan prosedur analisis yang digunakan dalam proses tafsir al-Quran.

Dalam hal ini metode penafsiran dibedakan menjadi tiga, yaitu: (1) metode penafsiran riwayah, (2) metode penafsiran pikiran dan (3) metode penafsiran interteks. 31 Dari ketiga metode tersebut, kitab Tafsir Al-Quran al - `Azim termasuk penggunaan metode tafsir sejarah (tafsir bi al-masur) Karena mengacu pada hasil tafsir Nabi Muhammad SAW yang diambil dari riwayat sabda Nabi. Misalnya saja dalam mengartikan kata “hasanan”, at-Tustari menafsirkan hadis riwayat Imam Bukhari dari Abu Hurairah, bahwa Nabi bersabda, u`budullaha ka annaka tarahu (“sembahlah Allah SWT seolah-olah kamu melihatnya”).32 3) Pola. Kitab Tafsir Al-Qur'an al-`Azim karya at-Tustari merupakan tafsir yang menggunakan nuansa sufistik yaitu tafsir dat.

Al-Tustari mengatakan bahwa yang dimaksud dengan dua lautan dalam ayat ini adalah lautan hati yang di dalamnya terdapat mutiara atau permata yang berbeda-beda dan lautan syahwat yang keduanya terdapat pada diri manusia.34. Mengenai hal tersebut, sistematika penyajiannya dibagi menjadi dua kelompok, yaitu; sistematika penyajian urutan dan sistematika penyajian tema.35 Pada bagian ini, kitab Tafsir Al-Qur'an al-`Azhim karya al-Tustari termasuk dalam kategori sistematika penyajian sifat Tahlili. Ia menafsirkan Al-Qur'an berdasarkan urutan surat, mulai dari Surat Fatihah hingga Surat An Nas.

Biografi Al-Alusi dan Metodologi Kitab Ruh Al-Ma`ani

At- Tustari dengan nama penuh Abu Muhammad Sahl bin Abdullah bin Yunus bin Isa bin Abdullah bin Rafi at- Tustari 1 Beliau juga biasa dipanggil dengan panggilan Abu Muhammad atau nama sandarannya at-Tustari. Apabila menerima ajaran tersebut, at-Tustari terus mengamalkannya. Mula-mula dia diminta untuk mengamalkannya tiga kali setiap malam selama tiga malam, kemudian tujuh kali setiap malam dan sebelas kali setiap malam. Hingga akhirnya dengan mengamalkan zikir, at- Tustari merasai kemanisan berzikir. Sesungguhnya zikir itu bermanfaat bagi kamu di dunia dan akhirat.” Sejak itu at-Tustari sentiasa membaca kalimah itu selama bertahun-tahun sehingga at-Tustari menemui kelazatan dan kemanisan zikir di dalam hatinya.6.

Melihat keinginan orang tuanya untuk menyekolahkannya ke madrasah, At-Tustari berkata: “Saya sangat takut mengalami kesedihan.” Mendengar pernyataan at-Tustar, orang tuanya membuat perjanjian dengan gurunya, bahwa At-Tustar akan belajar di madrasah bersama gurunya hanya selama satu jam, setelah itu ia akan kembali ke kebiasaannya semula (menyendiri). Sejak saat itu al-Tustar juga berpuasa setiap hari, yang dikenal dengan Shaum ed-Dahr, dan hanya menggunakan satu potong roti gandum untuk berbuka puasa hingga ia berusia dua belas tahun. Dakwahnya tidak hanya sebatas seruan pendidikan, akhlak, ceramah dan nasehat yang baik, namun At-Tustar juga mewariskan sejumlah khazanah keilmuan berupa buku-buku tentang berbagai jenis materi keilmuan.

Bermula dari latar belakang kehidupan at-Tustari yang sejak kecil dipenuhi dengan amalan sufi, perjalanan selama beberapa tahun ke berbagai daerah dan kota bertemu dengan tokoh-tokoh sufi, memperdalam ilmunya hingga akhirnya berdakwah hingga mempelajari ilmu yang diperolehnya, yaitu kemudian dituangkan dalam pemikirannya dalam Al-Quran yang dikenal dengan Tafsir at-Tustari. 12, lihat juga Umar Abidin, “Ta’wil Ayat Al-Qur’an Menurut At-Tustari”, dalam Jurnal Kajian Ilmu Al-Qur’an dan Hadits, Vol.

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian dapat di simpulkan bahwa al-Qurtub i> menafsirkan sebagai Shalat ‘Ashar dengan menggunakan hadis sebagai fungsi, sedangkan al-Alusi >

Penulis tertarik untuk mendalami ayat-ayat al-Qur´anyang ditafsirkan oleh al- Sa’di >> dalam kitab tafsi>rnya dan kitab karya beliau lainnya, yang oleh beliau

Adapun karakteristik khusus dari al-Qusyairi adalah: pertama, Sunni yang menolak Mujassimah, yaitu sebuah faham yang menjisimkan Allah dan secara tidak langsung telah

Muhammad Ali Ayyyazi dalam bukunya - Al-Mufassiru>n Haya>tuhum wa Manhajuhum -, beliau mengatakan bahwa pembahasan kitab tafsir al-Muni>r ini menggunakan gabungan

Berdasarkan bentuk-bentuk akomodasi budaya yang dilakukan di dalam Tafsir al-Ibrīz dan Tafsir al-Huda tersebut dapat dikatakan bahwa kedua kitab tafsir al-Qur’an

Kemudian di dalam menjelaskan maksud dari ayat yang di tafsirkan, Imam al-Alusi menerangkan dengan menggunakan isyarat, seperti dalam menafsirkan dalam makna lafad} shalat

Pendapat beliau tentang hukum menyentuh mushaf adalah beliau mengutip pendapat para ulama dan sepakat dengan pendapat Imam Malik yang mengatakan bahwa Al-Kitab dalam ayat

kitab fiqh, yaitu ushul fiqh al-Islami (2 jilid) dan al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu (8 Jilid), dengan rentang waktu selama 16 tahun barulah kemudian beliau menulis kitab tafsir