Sediaan tabir surya merupakan sediaan yang banyak digunakan untuk melindungi kulit dari radiasi sinar UV. Umumnya, pada formulasi tabir surya hanya digunakan zat aktif dengan satu mekanisme kerja. Kombinasi dua mekanisme kerja yaitu UV absorbent dan UV blocker dapat meningkatkan nilai efektif (SPF) dari sediaan tabir surya. Pada penelitian ini dilakukan formulasi krim tabir surya dengan mengkombinasikan zat aktif yang memiliki dua mekanisme kerja yaitu Butil metoksidibenzoilmetan dan Oktil metoksisinamat sebagai UV absorbent serta titanium dioksida sebagai UV blocker untuk diamati peningkatan nilaiSPF dari krim tabir surya. Titanium dioksida diformulasikan dalam krim tabir surya yang masing-masing konsentrasinya 0%, 3%, 5%, dan 7%. Konsenstrasi UV absorbent yaitu Butil metoksidibenzoilmetan dan Oktil metoksisinamat berturut-turut 2% dan 5%. Stabilitas fisik dari krim diamati, dan ditentukan nilaiSPF dari keempat krim tersebut. Uji kestabilan fisik dilakukan dengan penyimpanan sediaan pada tiga suhu yang berbeda yaitu 4°C, 27°C, dan suhu 40°C. Selain itu juga dilakukan test mekanik dan cycling test. Penentuan nilaiSPF dilakukan secara in vitro dengan pemaparan pada sinar matahari kemudian dilakukan pengukuran menggunakan spektrofotometer UV-Vis. Hasiluji stabilitas fisik dari keempat krim menunjukkan bahwa krim tersebut memiliki kestabilan fisik yang baik, tetapi adanya penambahan asam sitrat dapat menurunkan kestabilan krim tersebut. NilaiSPF dari krim tabir surya pada konsentrasi 0%, 3%, 5%, dan 7% berturut-turut adalah 4,94 ; 8,00 ; 8,84 dan 9,22. Peningkatan nilaiSPF dari krim tabir surya ini dengan konsentrasi titanium dioksida 3%, 5%, dan 7% berturut-turut adalah 62%, 79% dan 86%. Penambahan titanium dioksida mempengaruhi peningkatan nilaiSPF.
Biji nyamplung yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari daerah Karangmangu, Kroya Kabupaten Cilacap Propinsi Jawa Tengah.Determinasi tumbuhan dilakukan untuk memastikan kebenaran identitas tumbuhan yang akan digunakan. Determinasi dilakukan di Bagian Biologi Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta berdasarkan buku Flora of Java (Spermatophytes only) karangan Becker, CA and Van Den Brink (1965). Hasil determinasi biji nyamplung diperoleh kepastian bahwa biji nyamplung yang digunakan dalam penelitian ini adalah Calophyllum inophyllum L.
Investigasi saya berlanjut pada alat ukur yang dipakai oleh peneliti. Hasilnya, kebanyakan cara peneliti dalam mengoperasionalisasikan variabel (atribut) menjadi perilaku yang teramati (aitem di dalam skala), kurang tepat. Reliabilitas yang tinggi tidak menjamin skala yang dipakai valid, karena reliabilitas yang tinggi bisa jadi muncul dari skala yang kurang valid. Korelasi aitem-total yang tinggi yang dihitung melalui SPSS juga bukan koefisien validitas. Korelasi aitem-total menunjukkan bahwa butir-butir di dalam skala memiliki kesamaan domain ukur, namun memiliki kesamaan dalam mengukur apa tidak dijelaskan oleh nilai korelasi itu. Hal inilah yang menyebabkan saya beberapa kali mengingatkan bahwa korelasi aitem-total bukan koefisien validitas.
Pada Gambar 8 menunjukkan menunjukan bahwa semakin tinggi konsentrasi tepung kacang merah yang ditambahkan maka semakin cepat waktu rehidrasi yang diperlukan bubur bayi instan untuk larut. Hal ini diduga karena kandungan protein yang lebih tinggi pada tepung kacang merah dibandingkan tepung pisang kepok. Menurut Restiara (2016), daya serap air suatu bahan dipengaruhi oleh komponen – komponen penyusunnya seperti protein, dimana protein bersifat menyerap air dan daya serap air berkaitan dengan sifat kelarutan tepung saat ditambah air. Nilai daya serap air yang semakin besar menunjukkan bahwa bubur semakin mudah larut dalam air sehingga memudahkan pada saat proses penyeduhan (Kusumaningrum &
berwarna putih susu sebanyak dua buah, warna coklat muda sebanyak tiga buah, dan warna hijau muda sebanyak dua buah. Secara keseluruhan tujuh sampel memberikan hasil yang baik untuk organoleptis, sehingga konsumen dapat nyaman untuk menggunakan produk tersebut tanpa mengurangi nilai kemasan produk yang bagus.
berwarna putih susu sebanyak dua buah, warna coklat muda sebanyak tiga buah, dan warna hijau muda sebanyak dua buah. Secara keseluruhan tujuh sampel memberikan hasil yang baik untuk organoleptis, sehingga konsumen dapat nyaman untuk menggunakan produk tersebut tanpa mengurangi nilai kemasan produk yang bagus.
Berdasarkan data yang diperoleh hasil menunjukkan bahwa F1 yang hanya berupa base krim tidak mempunya keefektifan sebagai tabir surya karena mempunyai nilai dibawah nilai proteksi minimal. F2 yang mengandung minyak rice bran oil yang di jual di pasaran diketahui mempunyai kandungan γ -oryzanol sebesar 229mg/100ml juga tidak mempunyai keefektifan sebagai tabir surya karena nilai tidak mencapai nilaiSPF minimal. F3 menggunakan minyak rice bran oil yang dibuat dari ekstraksi denga metode cold press memiliki keefektifan sebagai tabir surya tetapi hanya termasuk dalam kategori proteksi minimal. Dimana menurut Wilkinson dan Moore (1982), kategori proteksi tabir surya minimal mempunyai rentang nilaiSPF dari 2 – 4. NilaiSPF pada F3 tersebut belum bisa dikatakan karena mengandung γ -oryzanol, sebab belum dilakukan pengujian untuk mengetahui kandungan senyawa RBO cp , dan hal itu kemungkinan
dengan mekanisme kerja yang berbeda dari tabirsurya. Komponen polifenol teh hijau tidak menyerap cahaya UV. Implikasinya adalah bila polifenol teh hijau dikombinasikan dengan tabir surya konvensional, maka akan menghasilkan efek fototerapi tambahan atau sinergisme. Selain itu, dapat juga bermanfaat pada individu yang alergi atau tidak dapat mentolerir tabir surya biasa, serta dapat memberikan perlindungan baik terhadap UVB maupun UVA (7) . Penelitian ini bertujuan mengetahui efek penggunaan polifenol teh hijau tunggal sebagai tabir surya dengan mengetahui nilaiSPF in vitro dari krim atau sediaan. Hasil ekstraksi daun teh hijau belum diketahui tingkat kekentalannya, jika ekstrak yang dihasilkan bersifat kental, maka akan mempengaruhi stabilitas fisik dari sediaan krim, oleh karena itu perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh kadar terhadap stabilitas fisik sediaan.
program SPSS. Model regresi akan heteroskodastik bila data akan berpencar disekitar angka nol pada sumbu y dan tidak membentuk suatu pola atau trend garis tertentu.
Heteroskedastisitas untuk menunjukkan nilai varians antara nilai Y tidaklah sama. Dampak terjadinya heteroskedastisitas yaitu interval keyakinan untuk koefisien regresi menjadi semakin lebar dan uji signifikansi kurang kuat. Hasil pengujian heterokedastisitas dapat ditunjukkan pada gambar berikut:
Penentuan aktivitas lipase pankreas dilakukan dengan menggunakan asam oleat dengan konsentrasi 4.25 µmol sebagai standar dengan nilai serapan sebesar 0.041. Perlakuan standar dimulai pada tahap penambahan kloroform-heptana (1:1) yang selanjutnya sama seperti prosedur uji aktivitas hidrolisis lipase pankreas. Substrat yang umumnya digunakan dalam uji in vitro lipase pankreas adalah substrat murni, seperti triolein dan trilinolein. Menurut Desnuelle dan Savary (1963), pengujian in vitro terbaik terhadap aktivitas lipase pankreas adalah dengan menggunakan substrat trigliserida rantai panjang yang tidak larut dalam air dalam bentuk emulsi, seperti minyak wijen dan bimoli. Martatilofa (2008), menguji kan- dungan dari 2 buah substrat, yaitu minyak bimoli dan wijen yang menunjukkan bahwa bilangan asam minyak wijen, yaitu 3.8 mg KOH/g minyak, jauh lebih tinggi daripada bilangan asam minyak Bimoli sebagai pembanding, yaitu 0.43 mg KOH/g minyak. Bilangan asam menunjukkan kadar asam lemak bebas pada minyak. Semakin tinggi bilangan asam, maka semakin tengik minyak tersebut. Pengujian aktivitas lipase pankreas pada minyak wijen sebesar 4.1 × 10 3 μmol/l.menit, sedangkan pada minyak Bimoli sebesar 1.0×10 3 μmol/l.menit. Kandungan utama dari minyak wijen adalah asam oleat dan asam linoleat. Berdasarkan hal tersebut, maka substrat yang digunakan pada penelitian ini adalah minyak wijen.
Suatu tabir surya dikatakan dapat memberikan perlindungan bila memiliki nilaiSPF minimal 2 dan kategori yang baik apabila sampel uji memiliki nilaiSPF di atas 15 yang tergolong dalam tabir surya kategori proteksi ultra. Hal ini dikarenakan nilaiSPF diatas 15 akan mampu memberikan perlindungan lebih baik dari risiko kerusakan kulit jangka panjang, seperti kanker kulit. Selain itu, SPF diatas 15 mampu melindungi kulit lebih lama dari paparan sinar matahari. Misalnya SPF 30 akan mampu melindungi kulit dari paparan sinar matahari selama kurang lebih 4-5 jam lamanya, sedangkan SPF 10 hanya mampu melindungi kulit selama 1,5 jam lamanya [14]. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa semakin tinggi konsentrasi maka semakin besar nilaiSPF.
1. Penentuan nilai sun protection factor (SPF) dari ekstrak tongkol jagung . Nilai Sun Protection Factor (SPF) diperoleh dari hasilpengukuran absorbansi pada panjang gelombang antara 290 nm – 320 nm menggunakan spektrofotometer UV-Vis. Hasil absorbansi dapat dilihat pada tabel 4.1. Sedangkan untuk menentukan nilaiSPF digunakan rumus berikut, sehingga dihasilkan nilaiSPF dari ekstrak tongkol jagung seperti yang terlihat pada tabel 4.2.
Walaupun demikian, metode ini tidak sempurna dan banyak kelemahan- kelamahannya seperti:
1. Mengabaikan beberapa informasi tertentu. Misalnya kita mengurutkan data IPK mahasiswa dari 3,90 lalu 3,84 lalu 3,80 lalu 3,78 lalu 3,70 dan seterusnya. Pada statistik non parametrik data-data tersebut dikelompokkan menurut rangking 1,2,3,4,5 dan seterunya. Jika ada perubahan informasi nilai IPK misalnya 3,80 menjadi 3,82 maka hal tersebut tidak dihiraukan karena tetap ada di urutan 3. 2. Hasilujistatistik tidak setajam statistik parametrik. Interval estimasi dengan
Walaupun demikian, metode ini tidak sempurna dan banyak kelemahan- kelamahannya seperti:
1. Mengabaikan beberapa informasi tertentu. Misalnya kita mengurutkan data IPK mahasiswa dari 3,90 lalu 3,84 lalu 3,80 lalu 3,78 lalu 3,70 dan seterusnya. Pada statistik non parametrik data-data tersebut dikelompokkan menurut rangking 1,2,3,4,5 dan seterunya. Jika ada perubahan informasi nilai IPK misalnya 3,80 menjadi 3,82 maka hal tersebut tidak dihiraukan karena tetap ada di urutan 3. 2. Hasilujistatistik tidak setajam statistik parametrik. Interval estimasi dengan
Formula 1 6 6 6 6
Formula 2 6 6 6 6
Formula 3 6 6 6 6
pH merupakan parameter penting pada produk kosmetik. pH produk kosmetika sebaiknya dibuat sesuai dengan pH kulit, yaitu antara 4,5-7,5 karena apabila sediaan bersifat basa akan mengakibatkan kulit terasa licin, cepat kering, bersisik dan dikhawatirkan akan mempengaruhi elastisitas kulit, namun apabila sediaan bersifat asam akan mengakibatkan kulit mudah teriritasi (Iswari, 2007). Hasil pengujian pH terhadap formula krim tabir surya ekstrak periderm umbi singkong, yaitu 6,5 dan tidak terjadi perubahan selama penyimpanan. Sehingga dapat dikatakan bahwa pH krim yang dihasilkan stabil selama penyimpanan dan tidak merusak kulit.
D. MODIFIKASI PATI
1. PRAGELATINISASI
Pati terpragelatinisasi merupakan pati yang telah mengalami proses gelatinisasi dan pengeringan secara cepat. Proses yang melibatkan air dan pemanasan tersebut mengakibatkan pecahnya sebagian atau seluruh granulanya. Pecahnya granul ini terjadi pada suhu gelatinisasi(11), pati singkong memiliki suhu gelatinisasi pada suhu 68°- 92° C(7). Hasil dari proses gelatinisasi bersifat irreversible. Pati ini dapat larut dalam air dingin dan membentuk pasta atau gel dengan pemanasan.
Naskah skripsi beljudul Pengaruh konsentrasi Aloe vera Gel TEX terhadap nilai SPF dalam formulasi krim tabir matahari secara in vitro yang ditulis oleh Marican Br Silae[r]