• Tidak ada hasil yang ditemukan

ملسو هيلع هللا ىلص ُّىَل :

-7

)يراخبلا هاور( .هَتَبوُقُع َو ُهَض ْرِع ُّل ِحُي ِد ِجا َوْلا

Artinya: “Amr bin Syarid meriwayatkan dari bapaknya, beliau berkata:

“Rasulullah SAW bersabda: Menunda-nunda (pembayaran) yang dilakukan oleh orang yang mampu menghalalkan harga diri dan pemberian sanksi kepadanya.” (HR. al-Bukhari)

 Ijma‘ (kesepakatan/konsensus) Jumhur (Mayoritas) ulama tentang kebolehan jual beli dengan cara Murabahah8

 Kaidah Fiqh:

9

اَهِمْي ِرْحَت ىَلَع ٌلْيِلَد َلدُيَ ْنَأ َّلاِإ ُةَحاَب ِ ْلْا ِت َلََماَعُمْلا يِف ُلْصَلأا

Artinya: “Pada dasarnya, semua bentuk muamalah boleh dilakukan kecuali ada dalil yang mengharamkannya.”

 Kaidah Fiqh:

10

ًاب ِر َوُهَف اًعْفَن َّرَج ٍض ْرَق ُّلُك

Artinya: “Setiap piutang yang mendatangkan (mengambil) manfaat/keuntungan/tambahan, maka itu adalah riba.”

6Al-Manāwī, Faidh al-Qadīr Syarḥ al-Jāmi‘ al-Shaghīr, (t.t: Dar al-Fikr, t.th), Jilid V, h.

523

7 Ibnu Hajar Al-‘Asqalānī, Fatḥ Al-Bārī Syarḥ Shaḥīḥ Al-Bukhari, (t.t:Maktabah al-Kulliyat al-Azhariyah, 1398 H/1978 M), Jilid V, h. 137

8 Ibnu Rusyd, Bidāyah Mujtahid wa Nihāyah Muqtashid, (Cairo: Mushthafā al-Ḥalabī, 1379 H/1960 M), Jilid II, h. 161

9Ali Ahmad al-Nadawī, al-Qawā’id wa al-Dawābith al-Fiqhiyah, (t.t:tp 1419 H/1999 M), h. 390-391

10‘Athiyah ‘Adlān, Mausū’ah al-Qawā’id al-Fiqhiyah, (Iskandariyah: Dar al-Iman, t.th) h 300

62

 Menurut beberapa ulama seperti al-Qaradhāwī maksud dari kaidah ini adalah:

11

اًب ِر َوُهَف اًمَّدَقُم ُعْفَّنلا ِهْيِف َط ِرُتْشا ٍض ْرَق ُّلُك

Artinya: “Setiap piutang yang disyaratkan atasnya manfaat/keuntungan/tambahan (atas keinginan pemberi piutang, maka itu adalah riba)”

 Produk pembiayaan ini berpedoman pada fatwa DSN MUI No.04/DSN-MUI/IV/2000 tentang Murabahah, Peraturan Bank Indonesia No.

9/19/PBI/2007 dan Undang-Undang No. 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah

 Kegiatan penyaluran dana dalam bentuk pembiayaan berdasarkan Murabahah berlaku persyaratan paling kurang sebagai berikut :

 Bank menyediakan dana pembiayaan berdasarkan perjanjian jual beli barang;

 Jangka waktu pembayaran harga barang oleh nasabah kepada Bank ditentukan berdasarkan kesepakatan Bank dan Nasabah;

 Bank dapat membiayai sebagian atau seluruh harga pembelian barang yang telah disepakati kualifikasinya;

 Jika Bank mewakilkan kepada nasabah (wakalah) untuk membeli barang, maka Akad Murabahah harus dilakukan setelah barang secara prinsip menjadi milik Bank;

 Bank dapat meminta nasabah untuk membayar uang muka atau urbun saat menandatangani kesepakatan awal pemesanan barang oleh nasabah;

 Bank dapat meminta nasabah untuk menyediakan agunan/jaminan selain barang yang dibiayai Bank untuk menghindari moral hazard (ketidakjujuran/penyelewengan dari nasabah: seperti kabur, dll);

 Kesepakatan atas besar keuntungan harus ditentukan satu kali pada awal Akad dan tidak berubah selama periode Akad;

 Angsuran pembiayaan selama periode Akad harus dilakukan secara proporsional.12

11Athiyah ‘Adlān, Mausū’ah al-Qawā’id al-Fiqhiyah, h. 300

12 Fatwa DSN MUI No. 4/DSN MUI/IV/2000 Tentang Murabahah-Wahbah Al-Zuḥailī, al-Fiqh al-Islāmī…, Jilid IV, h.705-706

63 3. Rukun dan Syarat

a. Rukun Bai’ (Jual-Beli) Murabahah

1) Penjual (ba’i‘) yaitu pihak yang memiliki barang untuk dijual atau pihak yang ingin menjual barangnya. Dalam transaksi pembiayaan murabahah di perbankan syariah merupakan pihak penjual.

2) Pembeli (musytarī) yaitu pihak yang membutuhkan dan ingin membeli barang dari penjual, dalam pembiayaan murabahah nasabah merupakan pihak pembeli.

3) Barang/objek (mabī’) yaitu barang yang diperjual belikan. Barang tersebut harus sudah dimiliki oleh penjual sebelum dijual kepada pembeli, atau penjual menyanggupi untuk mengadakan barang yang diinginkan pembeli.

4) Harga (tsaman) Harga yang disepakati harus jelas jumlahnya dan jika dibayar secara hutang maka harus jelas waktu pembayaranya.

5) Ijab qabul (sighat) sebagai indikator saling ridha antara kedua pihak (penjual dan pembeli) untuk melakukan transaksi.

b. Syarat Bāi’ (Jual-Beli) Murābaḥah

1) Bank syariah dan nasabah harus melakukan akad murabahah yang bebas riba.

2) Barang yang diperjualbelikan tidak diharamkan oleh syariat Islam.

3) Bank syariah membiayai sebagian atau seluruh harga pembelian barang yang telah disepakati kualifikasinya.

4) Bank syariah membeli barang yang diperlukan nasabah atas nama Bank syariah tersebut sendiri, dan pembelian ini harus sah dan bebas riba.

5) Bank syariah harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan pembelian, misalnya jika pembelian dilakukan secara utang.

6) Bank syariah kemudian menjual barang tersebut kepada nasabah (pemesan) dengan harga jual senilai harga beli plus keuntungannya. Dalam kaitan ini Bank Syari’ah harus memberitahu secara jujur harga pokok (modal) barang kepada nasabah berikut biaya yang diperlukan.

7) Penjual (Bank syariah) harus menjelaskan kepada pembeli (nasabah) bila terjadi cacat atas barang sesudah pembelian.

64

8) Nasabah membayar harga barang yang telah disepakati tersebut pada jangka waktu tertentu yang telah disepakati.

9) Untuk mencegah terjadinya penyelewengan, penyalahgunaan, atau kerusakan akad tersebut, pihak bank dapat mengadakan perjanjian khusus dengan nasabah misalnya untuk meminta jaminan.

10) Jika Bank syariah hendak mewakilkan kepada nasabah untuk membeli barang dari pihak ketiga, akad jual beli murabahah harus dilakukan setelah barang, secara prinsip, menjadi milik Bank syariah tersebut.

 Secara prinsip, jika syarat dalam 5), 6), atau 7) tidak terpenuhi, pembeli memiliki pilihan:

a. Melanjutkan pembelian seperti apa adanya.

b. Kembali (mendatangi/menghubungi) kepada penjual dan menyatakan ketidaksetujuan atas barang yang dijual.

c. Membatalkan kontrak.13

 Jual beli secara murabahah tersebut hanya untuk barang atau produk yang telah dikuasai atau dimiliki penjual pada waktu negosiasi dan berkontrak.

c. Catatan Tambahan:

 Jaminan dalam Murabahah:

1) Jaminan dalam murabahah dibolehkan, agar nasabah serius dengan pesanannya.

2) Bank dapat meminta nasabah untuk menyediakan jaminan yang dapat dipegang.

d. Hutang dalam Murabahah:

1) Secara prinsip, penyelesaian hutang nasabah dalam transaksi murabahah tidak ada kaitannya dengan transaksi lain yang dilakukan nasabah dengan pihak ketiga atas barang tersebut. Jika nasabah menjual kembali barang tersebut dengan

13 Wahbah Al-Zuḥailī, al-Fiqh al-Islāmī…, Jilid IV, h.704-706- Nurul Huda dan Muhammad Haikal, Lembaga Keuangan Islam, (Jakarta: Prenada Media Grup, 2010), h. 46-Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah dari Teori dan Praktek, (Jakarta: Gema Insani, 2001), h. 102

65

keuntungan atau kerugian, ia tetap berkewajiban untuk menyelesaikan hutangnya kepada bank.

2) Jika nasabah menjual barang tersebut sebelum masa angsuran berakhir, ia tidak wajib segera melunasi seluruh angsurannya.

3) Jika penjualan barang tersebut menyebabkan kerugian, nasabah tetap harus menyelesaikan hutangnya sesuai kesepakatan awal. Ia tidak boleh memperlambat pembayaran angsuran atau meminta kerugian itu diperhitungkan.14

e. Penundaan Pembayaran dalam Murabahah:

1) Nasabah yang memiliki kemampuan tidak dibenarkan menunda penyelesaian hutangnya.

2) Jika nasabah menunda-nunda pembayaran dengan sengaja, atau jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrasi Syari'ah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.15

a. Keenam: Bangkrut dalam Murabahah:

Jika nasabah telah dinyatakan pailit dan gagal menyelesaikan hutangnya, bank harus menunda tagihan hutang sampai ia menjadi sanggup kembali, atau berdasarkan kesepakatan.16

4. Contoh Produk

Proses Dan Tahapan Pembiayaan (Pemilikan Rumah)

 Pemohon atau calon nasabah bermaksud membeli rumah dan mengajukan Pembiayaan Pemilikan Rumah kepada Bank Syariah. Calon Nasabah melengkapi persyaratan permohonan pembiayaan sesuai kriteria yang dipersyaratkan. Jika persyaratan lengkap, BANK selanjutnya melakukan analisa kelayakan pembiayaan terhadap calon nasabah.

 Jika calon nasabah layak dibiayai, maka BANK akan mengeluarkan Surat Persetujuan kepada calon nasabah. Calon Nasabah melakukan negosiasi dengan

14 Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah Dari Teori ke Praktik, h. 105

15 Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah Dari Teori ke Praktik, h. 105

16 Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah Dari Teori ke Praktik, h. 105

66

BANK. Jika terjadi kesepakatan, calon nasabah menandatangani surat persetujuan dan berjanji untuk melakukan transaksi Murabahah dengan BANK.

 BANK dapat memberikan kuasa (wakalah) kepada calon nasabah untuk melakukan transaksi rumah dengan pemilik rumah.

 Nasabah sebagai wakil BANK melakukan transaksi rumah dengan Pemilik Rumah, secara prinsip (fiqh) rumah menjadi milik BANK.

 Nasabah dan BANK melakukan Perjanjian Pembiayaan Pemilikan Rumah Berdasarkan Prinsip Murabahah.

 Rumah diterima dan menjadi kepemilikan Nasabah.

 Nasabah membayar secara taqsith (angsuran) atau ta’jil (tempo) ke BANK sesuai jadwal angsuran yang disepakati.

67