مكلامعاو مكبولق
2. Cerdas serta pandai
Cerdas ditandai oleh adanya kemampuan menyelesaikan masalah dengan cepat dan tepat, sedangkan pandai ditandai oleh banyak memiliki pengetahuan (banyak memiliki informasi). Didalam surah az-Zumar : 9 disebutkan sama antara orang yang mengetahui dan orang yang tidak mengetahui, sesungguhnya hanya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran.
◆❑➔
⬧
◆⧫◆
☺⬧◆
⧫⬧
◼⧫
❑⧫◆
⬧◆❑◆
◼◆
➔
❑⧫
⧫
⧫❑⬧➔⧫
⧫◆
⧫❑☺◼➔⧫
☺
❑ ⧫⧫
⧫
“(Apakah kamu Hai orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah orang yang beribadat di waktu-waktu malam dengan sujud dan berdiri, sedang ia takut kepada (azab) akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhannya? Katakanlah: "Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?" Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran”. (Q.S Az-Zumar : 9)
3. Ruhani yang berkualitas tinggi.
90
Kalbu yang berkualitas tinggi itu adalah kalbu yang penuh berisi iman kepada Allah, atau kalbu yang taqwa kepada Allah. Kalbu yang iman itu ditandai bila orangnya shalat, ia shalat dengan khusuk, bila mengingat Allah kulit dan hatinya tenang bila disebut nama Allah bergetar hatinya bila dibacakan kepada mereka ayat-ayat Allah, mereka sujud dan menangis.11
Adapun beberapa ciri – ciri atau kriteria Insan Kamil yang dapat kita lihat pada diri Rasulullah SAW yakni 4 sifat yakni :
1. Sifat amanah (dapat dipercaya). Amanah / dapat dipercaya maksudnya ialah dapat memegang apa yang dipercayakan seseorang kepadanya. Baik itu sesuatu yang berharga maupun sesuatu yang kita anggap kurang berharga.
2. Sifat fathanah (cerdas)
Seseorang yang memiliki kepintaran di dalam bidang fomal atau di sekolah belum tentu dia dapat cerdas dalam menjalani kehidupannya. Cerdas ialah sifat yang dapat membawa seseorang dalam bergaul, bermasyarakat dan dalam menjalani kehidupannya untuk menuju yang lebih baik.
3. Sifat siddiq (jujur)
Jujur adalah sebuah kata yang sangat sederhana sekali dan sering kita jumpai, tapi sayangnya penerapannya sangat sulit sekali di dalam bermasyarakat. Sifat jujur sering sekali kita temui di dalam kehidupan sehari – hari tapi tidak ada sifat jujur yang murni maksudnya ialah, sifat jujur tersebut
11 Mutha ri Murta lha , Manusia Sempurna, ( Ja ka rta : Lentera 2003 ), ha l. 23
91
mempunyai tujuan lain seperti mangharapkan sesuatu dari seseorang barulah kita bisa bersikap jujur.
4. Sifat Tabligh (menyampaikan)
Maksudnya tabligh disini ialah menyampaikan apa yang seharusnya di dengar oleh orang lain dan berguna baginya.
Tentunnya sesuatu yang akan disampaikan itu pun haruslah sesuatu yang benar dan sesuai dengan kenyataan.12
Untuk mengetahui ciri-ciri insan kamil dapat ditelusuri pada berbagai pendapat yang dikemukakan para ulama yang ke ilmuannya sudah diakui, termasuk di dalamnya aliran-aliran. Ciri-ciri tersebut adalah sebagai berikut:
1. Berfungsi Akalnya Secara Optimal
Fungsi akal secara optimal dapat dijumpai pada pendapat kaum Muktazilah. Menurutnya manusia yang akalnya berfungsi secara optimal dapat mengetahui bahwa segala perbuatan baik seperti adil, jujur, berakhlak sesuai dengan essensinya dan merasa wajib melakukan semua itu walaupun tidak diperintahkan oleh wahyu. Dan manusia yang demikianlah yang dapat mendekati tingkat insan kamil.
Dengan demikian insan kamil akalnya dapat mengenali perbuatan yang baik dan perbuatan buruk karena hal itu telah terkandung pada essensi perbuatan tersebut.13
2. Berfungsi Intuisinya
12 Syukur Amin M. da n Usman Fa thima h , Insan Kamil (Paket Pelatihan Seni Menata Hati (SMH) LEMBK OTA/Le mbaga Bimbingan dan Konsultasi Tasawuf), ( Sema ra ng : CV. Bima Seja ti, 2005 ), ha l. 71
13 Azyuma rdi Azra , Antara Kebebasan dan Keterpaksaan Manusia: Pemikiran Islam tentang Perbuatan Manusia, dalam Dawam Rahardjo, (ed.) Insan Kamil Konsepsi Manusia Menurut Islam, (Ja ka rta : Gra fiti Pers, 1987), ha l. 43
92
Insan kamil dapat juga dicirikan dengan berfungsinya intuisi yang ada dalam dirinya. Intuisi ini dalam pandangan Ibn Sina disebut jiwa manusia (rasional soul). Menurutnya jika yang berpengaruh dalam diri manusia adalah jiwa manusianya, maka orang itu hampir merupai malaikat dan mendekati kesempurnaan.14
3. Mampu Menciptakan Budaya
Menurut Ibn Khaldun manusia adalah makhluk berpikir. Sifat-sifat semacam ini tidak dimiliki oleh makhluk lainnya. Lewat kemampuan berpikirnya itu, manusia tidak hanya membuat kehidupan nya, tetapi juga menaruh perhatian terhadap vervagai cara guna memperoleh makna hidup. Proses-proses semacam ini melahirkan peradaban.15
Tetapi dalam kaca mata Ibn Khaldun kelengkapan serta kesempurnaan manusia tidaklah lahir dengan begitu saja, melainkan melalui suatu proses tertentu proses tersebut dewasa ini dikenal dengan evolusi. 16
4. Menghiasi Diri dengan Sifat-sifat Ketuhanan
Manusia memiliki tanggung jawab yang besar, karena memiliki daya kehendak yang bebas. Manusia yang ideal itulah yang disebut insan kamil, yaitu manusia yang dengan
14 Iqba l Abdur Ra uf Sa imima , Sekitar Filsafat Jiwa dan Manusia dari Ibnu Sina, da la m Da wam Raha rjo, ha l. 65, Liha t juga Ha run Na sution, Falsafah dan Mistisme dalam Islam, (Ja ka rta : Bula n Binta ng, 1983)
15 Formula si dia ta s diambil seca ra beba s da ri M. Sa stra pa rtedja , Culture and Religion, ha l. 25
16 Fa chry Ali, Realitas Manusia: Pandangan Sosiologis Ibn Khaldun, dalam Dawam Rahardjo (ed.), op.cit., ha l 149
93
sifat-sifat rendah yang lain.17 Sebagai khalifah Allah dimuka bumi ia melaksanakan amanat dengan melaksanakan perintah-Nya.
5. Berakhlak Mulia
Sejalan dengan ciri keempat diatas, insan kamil juga adalah manusia yang berakhlak mulia. Hal ini sejalan dengan pendapat Ali Syari’ati yang mengatakan bahwa manusia yang sempurna memiliki tiga aspek, yakni aspek kebenaran, kebaikan, dan keindahan. Dengan kata lain ia memiliki pengetahuan, etika dan seni. Semua ini dapat dicapai dengan kesadaran, kemerdekaan dan kreativitas.
6. Berjiwa Seimbang
Perlunya seimbang dalam kehidupan, yaitu seimbang antara pemenuhan kebutuhan material dengan spiritual atau ruhiyah.
Ini berarti perlunya ditanamkan jiwa sufistik yang dibarengi dengan pengamalan syariat Islam, terutama ibadah, zikir, tafakkur, muhasabbah, dan seterusnya.18
Uraian di atas diyakini belum menjelaskan ciri-ciri insan kamil secara keseluruhan. Tetapi ciri-ciri itu saja jika diamalkan secara konsisten dipastikan akan mewujudkan insan kamil dimaksud. Seluruh ciri tersebut menunjukkan bahwa insan kamil lebih menunjukkan pada manusia yang segenap potensi intelektual, intuisi, rohani, hati sanubari, ketuhanan, fitrah dan kejiwaannya berfungsi dengan baik. Jika
17 Ha dimulyo, Manusia dalam Prespektif Humanisme Agama: Pandangan Ali Syari’ati, dalam Dawam Rahardjo, (ed.), op.cit., hal 175-176
18 Abudin Na ta , Akhlak Tasawuf dan Karakter Mulia, (Ja ka rta: Raja wa li, 2013), ha l. 231
94
demikian halnya, maka upaya mewujudkan insan kamil perlu diarahkan melalui pembinaan intelektual, kepribadian, akhlak, ibadah, pengalaman tasawuf, bermasyarakat, research dan lain sebagainya.