• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV. HASIL DAN ANALISIS HASIL PENELITIAN

IV. A.3. Data Wawancara

Tinggal di kota Medan dengan lingkungan yang banyak kedai tuak, membuat Budi, yang masih remaja, mempunyai teman pergaulan yang kurang baik. Hampir setiap hari Budi duduk-duduk dan bermain di kedai tuak bersama

dengan pemuda setempat yang adalah pecandu narkoba. Ketika melihat pemuda setempat mengkonsumsi narkoba tersebutlah Budi mulai tertarik untuk merasakan dan mencoba obat yang terlarang tersebut.

”...Ya, lagian pun, dengan lingkungan seperti yang ku bilang tadi kan, lingkungan itu kan bisa berpengaruh. Lingkungan ini kan, tau la di sini kan, orang-orang batak kan suka nongkrong-nongkrong di kede tuak, itu-itu aja kerja nya. Ya, di kede-kede itu kan memungkinkan. Ya, ada lah mungkin yang bisa tempat ’berbagi’...”

(R1.W1/k.105-110/hal.3)

Pertama kali mencobanya, Budi merasakan sesuatu yang baru dan menyenangkan dirinya. Dia sangat menikmatinya, meskipun dia tidak tahu menahu apa yang dikonsumsinya tersebut. Awal mencoba narkoba, Budi merasa biasa-biasa saja tetapi tetap ingin dan mengkonsumsi sampai akhirnya menjadikannya seperti makan dan memakainya secara rutin.

”...klo pertama kali dulu aku make ganja aja. Jadi nggak begitu dihayati kali. Biasa aja....” (R1.W1/k.139-141/hal.3)

”...setelah tau rasanya, ternyata jadi keterusan dan bawaannya jadi seperti rasa lapar. Klo kita nggak make, ya jadi rasanya kok lapar kali, dan harus dipenuhi ya, jadi unsur kek gitu aja. Tapi setelah beberapa kali make, ya namanya narkoba kek mana pun pasti pengen...”

(R1.W1/k.149-154/hal.3-4)

”...Ya, seperti menikmati hidup la. Klo kita mau make hari itu, ya datang aja. Ya kita make, bagi-bagi la. Klo barang uda abis dipake, selesai itu pulang ke rumah. Nanti malam datang lagi, ikut lagi, datang lagi, trus ada lagi, kumpul lagi...”

(R1.W1/k.117-120/hal.3)

Meskipun Budi telah memakai narkoba secara rutin dan itu harus dilakukannya untuk memenuhi kebutuhan tubuhnya tetapi dia masih tetap bisa mengerjakan kegiatan-kegiatannya sehari-hari seperti biasa, misalnya sekolah, membantu orang tua menjaga usaha mereka.

”...sambil make, aku tetap sekolah dan membantu orang tua...” (R1.W1/k.261/hal.6)

Awalnya Budi hanya menggunakan ganja secara rutin kurang lebih selama setahun dan masih bisa mengatur pemakaian dan efeknya. Namun setelah itu dia mencoba putaw dan sejak itu tidak bisa lagi berhenti dan menjadi kecanduan.

”...klo dulukan nggak seperti sekarang. Sekarang kan uda gila-gila putaw. Klo dulukan masih ganja, atau obat-obatan...”

(R1.W1/k.80-81/hal.2)

”...ada lagi dicoba orang itu lain lagi, coba lagi, trus muncul lagi yang lain, coba lagi ganja, sampe sekitar satu tahun. Ada lagi muncul yang baru, coba lagi, muncul ecstacy, coba lagi. Setelah mencoba terus, maka tiba mencoba putaw la aku nggak bisa berhenti, karena putaw ini nggak bisa diputusin...”

(R1.W1/k.85-90/hal.2)

Sejak kecanduan terhadap putaw, hidup Budi pun berubah. Dia merasa lebih berani dan menjadi bringas sehingga sangat terdorong untuk melakukan kejahatan seperti berbohong, mencuri, dan cemburu terhadap orang lain. Selain itu, sekolahnya juga menjadi berantakan dan jarang masuk sekolah, tidak bisa hidup tanpa putaw.

”... klo kita lagi make juga nengok orang itu kita rasanya bringas...” (R1.W1/k.158/hal.4)

”... Misalnya, mencuri,membohongi orang. Jadi rasa cemburu kita yang muncul ...” (R1.W1/k.164-165/hal.4)

”... SMA itu, sekedar tamat sekolah aja. Makanya sekolah ku itu putus-putus jadinya...” (R1.W1/k.241-242/hal.5)

Kondisi buruk yang dialami karena mencandu putaw ternyata tidak mempengaruhi Budi untuk berhenti dari obat yang mematikan tersebut. Justru dia tetap merasa senang dan menikmatinya. Bahkan Budi semakin berani mencoba

yang lebih berbahaya lagi, yaitu putaw jenis suntik, ketika dia memutuskan untuk membantu orang tua mengelola bengkel setelah tamat dari SMU.

”... putus-putus dan uda banyak ketinggalan. Asal tamat SMA aja : la. Karena klo lanjut kuliah juga, ngapain nyusah-nyusahin orang tua juga. Jadi, ya bantu-bantu orang tua usaha la...”

(R1.W1/k.246-248/hal.5)

”... Ganja, ecstacy, dan obat-obatan pil itu, baru akhirnya putaw, make jarum suntik...” (R1.W1/k.223-224/hal.5)

Akhirnya orang tua Budi mengetahui bahwa dia telah mencandu ketika bapaknya menemukan sebuah jarum suntik di usaha bengkel mereka dan sejak itu Budi diantar ke sebuah pusat rehabilitasi untuk para pecandu narkoba. Budi memang sempat berhenti mengkonsumsi narkoba, tetapi hanya sebentar dan dia justru mengalamai sakaw. Budi hanya bertahan selama dua minggu dan kemudian kembali mengkonsumsi narkoba begitu keluar dari pusat rehabilitasi. Hal ini karena Budi tidak bisa menghilangkan sugesti yang selalu muncul dalam pikirannya. Sugesti inilah yang merupakan faktor utama penyebab Budi tidak bisa berhenti mencandu narkoba.

”...Sugesti. klo narkoba ini kan, sugesti yang paling sulit untuk dihilangkan. Sugesti itukan pikiran kan, ya pingin terus dan dipikirkan terus. Itu yang susahnya. Makanya ampe sekarang kan susah lah menghilangkannya...”

(R1.W1/k.281-286/hal.6)

Setelah mengikuti rehabilitasi yang pertama, Budi tetap mencandu meskipun dia tetap melakukan aktifitasnya seperti biasa dan kemudian dia pun harus mengikuti rehabilitasi yang kedua kalinya di tempat yang sama. Namun hasilnya tetap sama. Meskipun pemakaian diberhentikan, Budi justru sakaw lagi.

Setelah dua minggu kemudian, dia keluar dari rehabilitasi dan mencoba untuk masuk polisi sebanyak dua kali, namun gagal.

“...Setelah itu, masuk lagi. Rehabilitasi itu kan seperti opname, jangka waktu ada, tiap 1x2 minggu, keluar. Make lagi, masuk lagi, keluar, make lagi, masuk lagi...” (R1.W1/k.229-231/hal.5)

“...ditawari dulu masuk polisi. Coba juga, tapi nggak di Medan, di Jakarta. Nggak masuk...” (R1.W1/k.252-253/hal.5)

Setelah keluar dari rehabilitasi yang kedua kalinya dan gagal dari ujian seleksi polisi, Budi kembali membantu orang tua mengerjakan usaha bengkelnya. Namun ini membuat Budi semakin bebas untuk mencandu. Suatu saat bapaknya meninggal dunia dan Budi merasa sangat kehilangan kecewa dengan diri sendiri. Perasaan mendorong Budi untuk semakin kuat lagi mengkonsumsi putaw sampai akhirnya dia mengalami over dosis dan kemudian dimasukkan lagi ke pusat rehabilitasi untuk ketiga kalinya dan ini lah yang rehabilitasi yang terakhir bagi Budi.

“...waktu itu bapak ninggal, make terus, make terus, aku masuk lagi ke klinik itu tahun 2000. setelah bapak ninggallah aku kena over dosis. Baru masuk ke rehabilitasi yang terakhir...”

(R1.W1/k.279-283/hal.6)

Ketika mengikuti rehabilitasi yang terakhir inilah Budi menemukan sesuatu yang baru, yang belum pernah dia dapatkan dalam hidupnya sebelumnya. Dia diajari untuk bisa hidup mandiri, melakukan aktivitas sehari-hari dengan sendiri seperti memasak, membersihkan rumah, menyuci dan menggosok pakaian, dan lain sebagainya.

“...kita dilatih untuk mengurus diri kita sendiri, Jadi selama ini kan, orang hanya di rumah pun kerja nggak pernah, menyuci nggak pernah, pokoknya tinggal beres. Klo di situ tidak.Jadi awak belajar hidup mandiri, itu aja nyuci sendiri, masak sendiri. klo mau makan indomie,

masak sendiri, menggosok sendiri, bersihkan kamar sendiri. Jadi memang yang kurasakan itu lah manfaatnya...”

(R1.W1/k.420-426/hal.9)

Selain itu juga dia diajak mengikuti ibadah dan berdoa bersama-sama dengan pecandu yang lain, mendengarkan Firman Tuhan, mengenal Tuhan, dan merenungkan siapa dirinya di hadapan Tuhan. Mereka juga sharing dengan sesama pecandu yang sedang direhabilitasi sehingga mereka mempunyai teman untuk saling mengingatkan supaya tidak lagi mencandu dan juga berbagi tentang tujuan hidup masing-masing.

“...dilatih untuk mengenal diri kita siapa kepada Yang Di atas...” (R1.W1/k.421/hal.9)

”... ya ada juga yang mendukung kan,sahabat PA dan teman-teman lain.waktu rehabilitasi itu ada komsel setiap bulan...”

(R1.W1/k.326-328/hal.7)

”... direhabilitasi 1 bulan, untuk merenungkan diri ibadah setiap Sabtu atau 2x Seminggu;ibadah doa setiap minggu;1x seminggu ada pertemuan sesama orang yang ikut rehabilitasi, gitu dibikin...”

(R1.W1/k.343-346/hal.7)

Apa yang didapat Budi selama rehabilitasi yang terakhir ini telah membuka hati dan pikirannya untuk mulai melihat ke masa depan dan memiliki harapan untuk dapat membahagiakan ibunya, yang sudah tua renta. Hal inilah yang mendorong Budi mulai berfikir untuk berhenti dan mencoba untuk tidak mengkonsumsi narkoba lagi.

“... ku pikir-pikir, ya aku terpaksa lah menuruti mamakku ini. uda mamak awak ini uda tua, ½ abad lebih, cukup lah. Kluar aku dari

sini,cukupla,dia bisa menikmati sisa hidupnya dengan

menyenangkannya. Ya, salah satunya mungkin ketika dia dulu berdoa, di situ pun aku diajari Yang di atas...”

”...karena aku pun mikir ke depan; kita lihat ke depan aja kan. Banyak yang ku pikirkan, orang tua tinggal satu, yaitu mamak. Itu pun uda tua, istilahnya uda bau tanah. Ya, apa salahnya untuk mengabdi dan membantu orang tua awak. Ya dia dengan susahnya dulu merawak aku. Itu aja nya yang ku pikirkan kalau muncul lagi sugesti. Kalau pikiran itu muncul lagi, ya aku hanya datang ama Tuhan aja nya, berdoa...”

(R1.W1/k.647-653/hal.13)

Kondisi Budi selama direhabilitasi yang terakhir tersebut semakin baik dan dokter, yang juga seorang pendeta, yang bekerja di pusat rehabilitasi tersebut telah melihat perkembangan yang sangat maju dari Budi. Sejak itu, Budi pun mulai dipercayai untuk bergabung dengan sebuah LSM yang menangani para pecandu narkoba. Di sanalah Budi mengetahui informasi dan pengetahuan segala sesuatu tentang narkoba. Sejak itu, Budipun semakin termotivasi lagi untuk berhenti dari obat yang mematikan tersebut.

“...1 tahun aku sambil ikut-ikutan LSM ini. Itu pun karena aku ikut kegiatan ini...” (R1.W1/k.323-324/hal.7)

Ketika keinginan untuk berhenti dari narkoba tersebut semakin kuat, maka sugesti yang dirasakan Budi pun semakin kuat pula. Hal ini menyadarkannya bahwa dia tidak akan bisa tanpa dukungan dari ibunya dan keluarga serta orang terdekatnya. Ibu dan keluarganya pun selalu memberikan dukungan doa, dana, dan motivasi kepada Budi. Dan sejalan dengan itu, Budi pun memeriksakan kesehatannnya ke sebuah rumah sakit untu memastikan apakah dia terjangkit HIV AIDS atau tidak. Hal ini dilakukan untuk memastikan hidupnya ke depan dengan lebih baik dan jelas lagi.

“...Jadi klo diri kita sendiri pun bisa memang aku mau, tapi klo keluarga juga mendukung. Klo keluarga dan orang terdekat nggak mendukung, susah itu. Banyak orang kek gitu, klo ditanya, mau berhenti? Aku mau aja berhenti, tapi nggak bisa, karena sakit kali...”

(R1.W1/k.286-290/hal.6)

Setelah keluar dari pusat rehabilitasi tersebut, Budi pun telah berhenti mencandu narkoba dan menjadi anggota dalam sebuah gereja baru serta menjadi pelayan, dan akhirnya ini menjadi komunitas dan kegiatan baru bagi Budi. Dengan demikian, Budi pun semakin mengenal Tuhan dan menyadari diri di hadapan Tuhan. Dia juga menyadari bahwa Tuhan yang senantiasa memberikan kekuatan baginya untuk mengatakan tidak kepada narkoba meskipun dia selalu merasakan sugesti yang sangat kuat. Sugesti itu juga dapat diatasinya ketika ada orang-orang yang selalu mengingatkan dan menegurnya jika ingin mengkonsumsi narkoba lagi.

”... Klo nggak ada dukungan doa itu, susah, susah la. Klo yang mau stop, banyak. Tapi susah, karena kita nggak bisa melawannya sendiri.Klo perkara uang,berapapun orang mau membayar asal bisa stop. Tapi nggak bisa, karena itu dari dalam diri kita sendiri. Makanya perlu dukungan doa dari keluarga atau orang- orang dekat...”

(R1.W1/k.297-302/hal.7)

Sejak itu, Budi pun telah mengambil keputusan dan berkomitmen untuk benar-benar berhenti dan meninggalkan narkoba. Meskipun dalam perjalanannya menjalankan komitmen tersebut, Budi sangat membutuhkan dukungan dari orang lain. Dia pun bekerja tetap di sebuah LSM yang juga menangani para pecandu dan lebih memperhatikan keluarga terkhusus ibunya yang sudah tua renta. Di samping itu juga, Budi ingin segera mendapat pasangan hidup dan menikah serta memiliki hidup yang normal sebagaimana mestinya.

”... Ya,klo secara pribadi sih, apa ya, aku pinginnya membantu orang tua. Kalau orang-orang seperti kami ini perlu dukungan; kalau nggak bisa dari keluarga, ya dari teman lingkungan...”

”... ya kawain lah. Kita kan butuh dukungan. Kan kalau ada teman hidup, ada lah yang mendukung kita. Tapi kalau teman hidup kita seperti awak juga, ya abis lah...” (R1.W1/k.656-658/hal.14)

Rangkuman Proses Pengambilan Keputusan Budi untuk Berhenti Menggunakan Narkoba

- Lingkungan yang buruk (banyak kedai tuak dan pengangguran)

- Tidak mengetahui tentang narkoba

Coba-coba Senang & nikmat

Memakai rutin

Beraktivitas seperti biasa

Rehabilitasi I Pemakaian dihentikan Sakaw Sugesti

Rehabilitasi II Bapak meninggal dunia

Mulai berfikir utk berhenti Bergabung dgn LSM Dapat informasi ttg narkoba Latar belakang Kecan duan - Tidak bisa hidup tanpa

narkoba

- Berubah menjadi lebih berani dan bringas

- Sekolah berantakan dan terancam dipecat

Senang dan selalu ingin mengkonsumsi

Tetap mencandu

Pemakaian

dihentikan Sakaw

Over dosis Merasa hidup tdk berguna dan gagal mjd anak yg berbakti kpd orang tua Rehabi

litasi III - Mendapat pelayanan secara rohani

(ibadah, doa, Firman Tuhan) dan sharing dengan sesama pecandu yang sedang mencoba berhenti. - Belajar hidup mandiri

- Melihat masa depan & tujuan hidup.

Sugesti yg kuat Tes HIV

Dukungan dari orang tua & keluarga : nasihat, bimbingan, dan doa

Komunitas & kegiatan baru (gereja) Kecandu an dan proses berhenti Termotivasi utk berhenti - Dukungan : teguran , nasihat, dan doa - Sadar diri di hadapan

Tuhan dan sesama - Merasa mampu berhenti

IV.B. Analisa Partisipant 2 (Wati)

Dokumen terkait