GAMBARAN PROSES PENGAMBILAN KEPUTUSAN
BERHENTI MENGGUNAKAN NARKOBA
Skripsi
Guna Memenuhi Persyaratan
Sarjana Psikologi
JUNI LISTANTI PURBA
021301042
FAKULTAS KEDOKTERAN
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
LEMBAR PERNYATAAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini, menyatakan dengan
sesungguhnya bahwa skripsi saya yang berjudul “Gambaran Proses Pengambilan
Keputusan Berhenti Menggunakan Narkoba” adalah hasil karya saya sendiri dan
belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan
tinggi manapun serta bukan merupakan jiplakan dari hasil karya orang lain.
Adapun bagian-bagian tertentu dalam penulisan skripsi ini yang saya kutip
dari hasil karya orang lain telah dituliskan sumbernya secara jelas sesuai dengan
norma, kaidah, dan etika penulisan ilmiah.
Apabila dikemudian hari ditemukan adanya kekurangan dalam karya ini,
saya bersedia menerima sanksi apapun dari Program Studi Psikologi, Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara, sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Medan, September 2007
Juni Listanti Purba
ABSTRAK
Program Studi Psikologi
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara September 2007
Juni Listanti Purba : 021301042
Gambaran Proses Pengambilan Keputusan Berhenti menggunakan Narkoba x + 131 Halaman + Lampiran
Bibliografi (1977 – 2006)
Setiap tahun jumlah kriminalitas dalam hal narkoba semakin meningkat, terkhusus dalam hal penggunaan, mulai anak-anak SD sampai orang dewasa. Bahkan individu yang berasal dari keluarga yang baik dan juga individu yang merupakan public figur, juga telah menjadi bagian dari pengguna narkoba. Meskipun telah mengetahui bahwa benda tersebut sangat berbahaya dan merugikan diri sendiri dan lingkungan, tetapi para pengguna narkoba tetap menggunakannya, dan bahkan sampai kecanduan (tidak berdaya lagi untuk meninggalkannya). Jika sudah demikian, maka pengguna narkoba telah masuk ke dalam satu lingkaran setan, yang sangat sulit untuk dihancurkan. Ketika mereka tetap menggunakan narkoba, maka dia akan mati secara pelan-pelan; sebaliknya, jika berhenti, maka rasa sakit dan gangguan-gangguan secara fisik dan psikis pun senantiasa menghantui dan menyiksanya. Kondisi ini membuatnya sulit untuk memilih dan akhirnya memutuskan, jalan hidup mana yang harus dia ikuti. Sering kali pengguna narkoba telah memutuskan untuk berhenti, tetapi kembali lagi menggunakannya karena sugesti serta rasa sakit yang dirasakannya. Ini merupakan kondisi yang sangat stressful bagi pengguna narkoba yang ingin mengambil keputusan berhenti dari narkoba. Janis & Mann (1977) menyebutkan bahwa pengambilan keputusan berhenti menggunakan narkoba merupakan satu cara pemecahan konflik dan terhindar dari faktor situasional. Hal ini akan sangat menentukan kehidupan pengambil keputusan di masa selanjutnya.
Mengingat proses pengambilan keputusan berhenti menggunakan narkoba bagi para pengguna narkoba bukanlah satu proses dan tindakan yang mudah dan bersifat sangat subjektif, maka penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Diharapkan dengan pendekatan ini maka proses dan keberhasilan memutuskan dapat dipahami sebagaimana pemahaman partisipan dalam menjalani proses pengambilan keputusan berhenti menggunakan narkoba. Pengambilan data terhadap tiga orang partisipan, dalam hal ini adalah pengguna narkoba yang sedang atau telah berhenti dari narkoba, dilakukan dengan metode wawancara dan didukung dengan data tambahan melalui observasi pada saat wawancara.
narkoba selamanya adalah dukungan sosial, terutama dari orang tua dan keluarga. Dukungan ini akan membantu pengguna narkoba untuk memiliki pemahaman yang benar tentang narkoba dan membuat mereka merasa berharga, dicintai, dan menjadi bagian dari sebuah komunitas. Selain itu juga, pengguna narkoba yang benar-benar ingin berhenti dari narkoba harus meninggalkan pergaulan lamannya serta memfokuskan untuk kegiatan-kegiatan yang baru. Hal ini akan sangat menentukan keberhasilan para pengguna narkoba untuk melakukan keputusan yang telah diambil yaitu meninggalkan narkoba selamanya. Pertimbangan-pertimbangan terhadap setiap resiko yang dihadapi selama proses pengambilan keputusan menjadi salah satu alasan sulitnya pengguna narkoba untuk meninggalkannya selamanya sehingga tidak jarang mereka mengalami relaps dan jatuh bangun selama proses pengambilan keputusan akhir dan membutuhkan waktu yang relatif lama.
Penelitian ini telah menunjukkan bahwa mengambil keputusan berhenti menggunakan narkoba selamanya dapat dilakukan meskipun sangat sulit dan menyakitkan serta membutuhkan waktu yang cukup lama untuk menjalani prosesnya. Dengan demikian, disarankan kepada setiap keluarga dan teman dekat pengguna narkoba serta setiap lembaga peduli pengguna narkoba, untuk lebih peka dan memberi dukungan bagi pengguna narkoba dengan intensif, sampai akhirnya dapat mengambil keputusan untuk berhenti dari narkoba. Perhatian, pemahaman yang tepat tentang narkoba dan hidup, nasihat, teguran, feedback positif, dukungan doa dan pendidikan agama sangat menentukan keinginan dan keberhasilan pengguna narkoba untuk berhenti selamanya. Hal ini akan membuat mereka merasa mampu untuk meninggalkan narkoba serta dapat menjalani hidup sebagaimana mestinya.
KATA PENGANTAR
Kasih karunia dan penyertaanMu, ya Allah Bapa, yang memenuhiku
sehingga aku sanggup dan mampu menyelesaikan skripsi ini. Di dalam banyaknya
kekurangan, keterbatasan, serta pergumulan yang terjadi, Engkau senantiasa
memberiku kekuatan, jalan, dan semangat yang luar biasa. Sungguh, kuasa dan
kasihMu nyata ya Bapa, didalam menyelesaikan skripsi ini. Biarlah skripsi ini
berkenan memuliakan namaMu serta menjadi bukti nyata karyaMu dalam
hidupku. Terima kasih Bapa.
Terima kasih yang tak terhingga juga kupersembahkan kepada
orang-orang yang ku kasihi dan mengasihiku, kepada kedua orang-orang tua, St.J.Purba
Tambak dan St.M. Br. Sinaga. Terima kasih buat dukungan doa, motivasi, kasih
sayang, serta kesabaran yang telah kalian berikan kepadaku. Sungguh, kasih dan
penyertaan Tuhan telah nyata melalui kedua orang tua yang sangat kukasihi. You
are the greatest parents that I’ve known in this world. I love you Mom and Dad.
Sama halnya juga buat my lovely sister, K’Lenni, dan my lovely brother, B’Jefri,
yang telah memberikan contoh bagiku dalam menyelesaikan perkuliahan dan
selalu memberi doa dan semangat. Terima kasih buat perhatian kalian. I love you..
Penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah
membantu penulis menyelesaikan skripsi ini, terkhusus buat Ibu Jossetha MRT,
M.Si selaku pembimbing saya yang telah menyediakan begitu banyak perhatian
dan doa, waktu, tenaga, kritik dan saran selama proses penyusunan skripsi ini.
tua yang telah mengajari saya banyak hal, selalu memotivasi dalam setiap
kesulitan yang saya temui dalam proses penyelesaian skripsi ini. Sungguh, kasih
dan kuasa Tuhan juga telah dinyatakan melalui Ibu. Terima kasih yang sangat
besar ya Bu.
Terima kasih kepada Pak Eka, selaku dosen PA selama di Psikologi.
Meskipun tidak banyak berkomunikasi, tetapi saya dapat belajar banyak atas
bimbingan dan masukan yang Bapak berikan selama ini. Juga buat seluruh staff
pengajar dan pegawai di Psikologi USU, terima kasih untuk taburan ilmu yang
Bapak/Ibu berikan selama ini. Semoga saya dapat mempergunakannya untuk
kebaikan dan membangun orang lain dengan lebih baik.
Tidak lupa buat teman KTB GNB (B’Septa dan Deni, serta K’Yenni) dan
adik-adik KK (JNB & Elisieva), Koordinasi UP FK & Psikologi, dan saudara/i ku
koordinasi UKM KMK USU, dan juga sahabat doa ku, Inri. Saya yakin, skripsi
ini dapat selesai, adalah karena dukungan doa dan motivasi yang senantiasa kalian
berikan kepadaku. Di saat aku mulai putus asa, kalian selalu menegur dan
menguatkanku, dan di saat aku sakit, kalian selalu memberiku obat yang
menyembuhkan, yaitu kasih. Terima kasih saudara/i ku. Biarlah kita
bersama-sama menyatakan kasihNya bagi dunia melalui hidup kita, apapun yang kita
lakukan. Tidak lupa juga buat teman seperjuanganku, Risniar A. Meskipun telah
terlebih dahulu lulus menjadi sarjara, tapi engkau tetap mendukung dan
memotivasi ku. Mari kita terus berjuang sampai titik darah penghabisan dan
bersama-sama berdoa semoga hidup kita dipakaiNya di tengah-tengah dunia ini.
Dedy), dan kost baru (Ester, Tio, Ernita, Yanta, dan Juni), terima kasih buat doa
dan pengertian kalian. Terima kasih buat omelannya ya (he...he...he...).
Terima kasih yang sangat besar juga buat teman-teman di LSM peduli
HIV/AIDS dan Pengguna Narkoba (Medan Plus dan Galatea), buat K’Wilda,
B’Albert, B’Ridwan, K’Sashi, dan teman-teman lainnya, yang telah banyak
membantuku menyelesaikan skripsi ini. Juga kepada salah seorang saudara ku
sepelayanan di UKM KMK USU, yang juga telah bersedia berbagi hidup dan
pengalamannya di masa lalu. Tanpa bantuan dan kerjasama dari kalian semua,
skripsi ini tidak akan pernah ada. Mudah-mudahan penelitian bermanfaat ya Kak,
Bang. Tetap semangat dan berjuang!!! Semoga semakin banyak lagi pengguna
narkoba yang sadar dan mau mengambil keputusan berhenti untuk selamanya,
seperti kalian. God bless you all.
Juga buat semua pihak yang secara langsung dan tidak langsung terlibat
dalam proses penyelesaian skripsi ini, baik secara moril maupun materil, yang
tidak tersebutkan satu per satu. Terimakasih untuk semuanya.
Akhir kata, penulis memohon maaf bila terdapat kesalahan dan
kekurangan dalam skripsi ini. Penulis menyadari bahwa penelitian ini masih
belum sempurna, karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang
membangun demi perbaikan di masa yang akan datang. Terima kasih.
Medan, Oktober 2007
Penulis,
DAFTAR ISI
Lembar Pernyataan ... i
Abstrak ... ii
Kata Pengantar ... iv
Daftar Isi ... v
BAB I Pendahuluan ... 1
I. A. Latar Belakang Masalah ... 1
I. B. Perumusan Masalah ... 9
I. C. Tujuan Penelitian ... 10
I. D. Manfaat Penelitian ... 10
I. E. Sistematika Penulisan ... 11
BAB II Landasan Teori... 13
II. A. PENGAMBILAN KEPUTUSAN ... 13
II. A. 1. Definisi Pengambilan Keputusan ... 13
II.A. 2. Tahapan Pengambilan Keputusan dan Faktor yang Mempengaruhi... 14
II. A. 3. Proses Pengambilan Keputusan ... 18
II. B. NARKOBA ... 25
II. B. 1. Definisi Narkoba ... 25
II. B. 2. Jenis-jenis Narkoba ... 26
II. B. 3. 1. Definisi Kecanduan ... 30
II. B. 3. 2. Faktor Penyebab Kecanduan ... 32
II. B. 3. 3. Akibat Kecanduan Narkoba ... 35
II. C. Proses Pengambilan Keputusan Berhenti Menggunakan Narkoba ... 37
BAB III METODE PENELITIAN ... 42
III. A. Pendekatan Kualitatif ... 42
III. B. Metode Pengumpulan Data ... 43
III. B. 1. Wawancara Mendalam ... 43
III. B. 2. Observasi ... 44
III. C. Alat Bantu Pengumpul Data ... 45
III. C. 1. Tape Recorder ... 45
III. C. 2. Pedoman Wawancara ... 45
III. C. 3. Lembar Observasi ... 46
III. D. Responden ... 46
III. D. 1. Prosedur Pengambilan Responden ... 46
III. D. 2. Jumlah Responden ... 47
III. D. 3. Karakteristik Responden ... 47
III. E. Prosedur Penelitian ... 48
III. E. 1. Tahap Persiapan ... 48
III. E. 2. Tahap Pelaksanaan ... 48
BAB IV. HASIL DAN ANALISIS HASIL PENELITIAN... 51
IV.A. Analisis Patisipan 1 (Budi) ... 52
IV.A.1. Deskripsi Data ... 52
IV.A.2. Data Observasi... 54
IV.A.3. Data Wawancara ... 56
IV.B. Analisa Partisipant 2 (Wati) ... 66
IV.B.1. Deskripsi Data ... 66
IV.B.2. Data Observasi... 69
IV.B.3. Data Wawancara ... 70
IV.C. Analisa Partisipant 3 (Joni) ... 94
IV.C.1. Deskripsi Data ... 94
IV.C.2. Data Observasi... 97
IV.C.3. Data Wawancara ... 98
IV. D. Rangkuman Analisa Antar Partisipan ... 111
BAB V. KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN... 113
V. A. Kesimpulan... 113
V. B. Diskusi ... 117
V. C. Saran ... 124
a. Saran Penelitian Lanjutan... 124
b. Saran Praktis ... 125
Daftar Pustaka ... 128
DAFTAR LAMPIRAN
Pedoman Wawancara
Lembar Observasi
ABSTRAK
Program Studi Psikologi
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara September 2007
Juni Listanti Purba : 021301042
Gambaran Proses Pengambilan Keputusan Berhenti menggunakan Narkoba x + 131 Halaman + Lampiran
Bibliografi (1977 – 2006)
Setiap tahun jumlah kriminalitas dalam hal narkoba semakin meningkat, terkhusus dalam hal penggunaan, mulai anak-anak SD sampai orang dewasa. Bahkan individu yang berasal dari keluarga yang baik dan juga individu yang merupakan public figur, juga telah menjadi bagian dari pengguna narkoba. Meskipun telah mengetahui bahwa benda tersebut sangat berbahaya dan merugikan diri sendiri dan lingkungan, tetapi para pengguna narkoba tetap menggunakannya, dan bahkan sampai kecanduan (tidak berdaya lagi untuk meninggalkannya). Jika sudah demikian, maka pengguna narkoba telah masuk ke dalam satu lingkaran setan, yang sangat sulit untuk dihancurkan. Ketika mereka tetap menggunakan narkoba, maka dia akan mati secara pelan-pelan; sebaliknya, jika berhenti, maka rasa sakit dan gangguan-gangguan secara fisik dan psikis pun senantiasa menghantui dan menyiksanya. Kondisi ini membuatnya sulit untuk memilih dan akhirnya memutuskan, jalan hidup mana yang harus dia ikuti. Sering kali pengguna narkoba telah memutuskan untuk berhenti, tetapi kembali lagi menggunakannya karena sugesti serta rasa sakit yang dirasakannya. Ini merupakan kondisi yang sangat stressful bagi pengguna narkoba yang ingin mengambil keputusan berhenti dari narkoba. Janis & Mann (1977) menyebutkan bahwa pengambilan keputusan berhenti menggunakan narkoba merupakan satu cara pemecahan konflik dan terhindar dari faktor situasional. Hal ini akan sangat menentukan kehidupan pengambil keputusan di masa selanjutnya.
Mengingat proses pengambilan keputusan berhenti menggunakan narkoba bagi para pengguna narkoba bukanlah satu proses dan tindakan yang mudah dan bersifat sangat subjektif, maka penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Diharapkan dengan pendekatan ini maka proses dan keberhasilan memutuskan dapat dipahami sebagaimana pemahaman partisipan dalam menjalani proses pengambilan keputusan berhenti menggunakan narkoba. Pengambilan data terhadap tiga orang partisipan, dalam hal ini adalah pengguna narkoba yang sedang atau telah berhenti dari narkoba, dilakukan dengan metode wawancara dan didukung dengan data tambahan melalui observasi pada saat wawancara.
narkoba selamanya adalah dukungan sosial, terutama dari orang tua dan keluarga. Dukungan ini akan membantu pengguna narkoba untuk memiliki pemahaman yang benar tentang narkoba dan membuat mereka merasa berharga, dicintai, dan menjadi bagian dari sebuah komunitas. Selain itu juga, pengguna narkoba yang benar-benar ingin berhenti dari narkoba harus meninggalkan pergaulan lamannya serta memfokuskan untuk kegiatan-kegiatan yang baru. Hal ini akan sangat menentukan keberhasilan para pengguna narkoba untuk melakukan keputusan yang telah diambil yaitu meninggalkan narkoba selamanya. Pertimbangan-pertimbangan terhadap setiap resiko yang dihadapi selama proses pengambilan keputusan menjadi salah satu alasan sulitnya pengguna narkoba untuk meninggalkannya selamanya sehingga tidak jarang mereka mengalami relaps dan jatuh bangun selama proses pengambilan keputusan akhir dan membutuhkan waktu yang relatif lama.
Penelitian ini telah menunjukkan bahwa mengambil keputusan berhenti menggunakan narkoba selamanya dapat dilakukan meskipun sangat sulit dan menyakitkan serta membutuhkan waktu yang cukup lama untuk menjalani prosesnya. Dengan demikian, disarankan kepada setiap keluarga dan teman dekat pengguna narkoba serta setiap lembaga peduli pengguna narkoba, untuk lebih peka dan memberi dukungan bagi pengguna narkoba dengan intensif, sampai akhirnya dapat mengambil keputusan untuk berhenti dari narkoba. Perhatian, pemahaman yang tepat tentang narkoba dan hidup, nasihat, teguran, feedback positif, dukungan doa dan pendidikan agama sangat menentukan keinginan dan keberhasilan pengguna narkoba untuk berhenti selamanya. Hal ini akan membuat mereka merasa mampu untuk meninggalkan narkoba serta dapat menjalani hidup sebagaimana mestinya.
BAB I
PENDAHULUAN
I. A. Latar Belakang Masalah
Mengkonsumsikan narkotika dan obat-obatan (narkoba) tanpa ijin atau
resep dokter merupakan suatu bentuk penyalahgunaan. Tindakan ini pada
akhirnya dapat mengancam tidak hanya individu yang bersangkutan tetapi juga
menjadi ancaman serius bagi kehidupan bangsa dan negara (BNN, 2004).
Setiap tahun jumlah pengguna narkoba terus meningkat, mulai dari
anak-anak SD sampai kepada orang dewasa. Di Indonesia saat ini diperkirakan terdapat
1.365.000 pengguna narkoba dan dalam survei terakhir yang dilakukan oleh
UNHDC, sebuah lembaga dunia yang berkompeten atas persoalan bahaya
Narkoba, sudah 1,5 persen atau 3,6 juta penduduk adalah pemakai Narkoba. Tidak
ada satu kabupaten di Indonesia pun yang bebas dari Narkoba
(http://www.bnn.go.id, 2006).
Majalah Tempo, Jakarta pada hari Jumat, 30 Juli 2005 menjabarkan bahwa
70 persen dari 4 juta pecandu narkoba di Indonesia tercatat sebagai anak usia
sekolah, yakni berusia 14-20 tahun, bahkan menyusup ke usia SD. Hal ini
dikemukakan oleh Muchlis Catyo, Kepala Subdit Kesiswaan Direktorat
Pendidikan Menengah Umum Departemen Pendidikan Nasional. Penggunaan
narkoba akan menimbulkan dampak buruk, tidak hanya secara fisik (merusak
produktivitas, tubuh terasa sakit dan ngilu, hidung berair, kulit disentuh terasa
sakit jika tidak mengkonsumsi lagi, sulit berkonsentrasi, bahkan harus mengubah
pola-pola hidup).
Awalnya para remaja hanya merokok dan minum minuman keras.
Kemudian lama-kelamaan ketagihan dan berkembang menjadi pecandu
obat-obatan terlarang dan narkoba. (AMA, Ciraulo&Shader, Davison&Neale, dalam
Sarafino, 1998). Hal ini juga sesuai dengan yang dialami oleh Ben:
“Aku udah merokok mulai kelas 3 SD. Dan sejak itu juga aku suka minum minuman keras, seperti tuak, bersama teman-teman ku. Dan waktu itu juga aku suka dimarahi dan dipukuli sama bapak karena aku suka berkelahi dengan orang lain. Waktu itu juga aku uda mulai make ganja sampe SMA. Tapi waktu baru-baru masuk kuliah juga aku masih tetap make ganja. Kemudian setelah 1 tahun di Medan, aku mulai make yang lebih tinggi dosisnya.”
Sesungguhnya, narkoba merupakan suatu zat yang digunakan dalam
kesehatan, yang dapat mempengaruhi fungsi tubuh manusia apabila masuk ke
dalam tubuh manusia dan menurut petunjuk dokter. Namun, penggunaan
obat-obatan atau zat untuk diri sendiri tanpa indikasi dan tidak bertujuan medis disebut
sebagai penyalahgunaan zat atau obat-obatan (drug abuse). Penyalahgunaan yang
terus menerus hingga menimbulkan suatu kondisi yang menyebabkan penggunaan
yang berulang-ulang dan individu mengalami ketergantungan baik secara fisik
maupun psikologis. Kondisi inilah yang disebut sebagai addiction. Pada kondisi
ini, seorang pecandu akan semakin sulit untuk bisa berhenti, karena adanya
ketergantungan terhadap narkoba (Sarafino, 1998).
Kebutuhan untuk terus mengkonsumsi obat dalam rangka menghindari
gejala putus obat (gejala fisik maupun psikis yang timbul karena penghentian
ketergantungan. Ketergantungan ini terjadi sebagai akibat dari perubahan yang
bersifat penyesuaian, yang berkembang di dalam tubuh karena penggunaan
obat-obatan yang terus menerus (PPIKB/CME, 2002).
Weiss dan Mirin (dalam Nevid, Rathus, dan Greene,1994)
mengemukakan ada tiga jalan yang umum dilalui seseorang secara bertahap
menjadi pecandu narkoba. Awalnya hanya merupakan tahap coba-coba atau
penggunaan sekali-kali. Pada tahap ini penggunanya merasa nyaman, senang, dan
bangga. Pengguna merasa yakin masih memiliki kontrol dan bisa berhenti kapan
saja. Tahap selanjutnya, yaitu routine use, pengguna telah membangun
kehidupannya di sekitar pencarian dan penggunaan narkoba. Para pengguna
narkoba mencoba untuk menutupi konsekuensi negatif dari tindakan mereka
terhadap diri sendiri dan juga orang lain, dan mulai terjadi perubahan nilai-nilai.
Keluarga, pendidikan atau pekerjaan yang dulunya merupakan prioritas utama,
kini menjadi sesuatu yang kurang berharga dibandingkan dengan narkoba.
Masalah-masalah akan terus meningkat ketika tahap ini terus berlanjut.
Penggunaan narkoba akan berubah menjadi suatu kecanduan atau ketergantungan
ketika para penggunanya merasa tidak punya kekuatan untuk melawan pengaruh
narkoba tersebut. Hal ini terjadi karena narkoba mengandung psychoactive effects,
yang mampu mengubah mood, kognitif, dan perilaku individu yang menggunakan
(Sarafino, 1998).
Kecanduan didefinisikan sebagai penggunaan obat yang kompulsif
(penggunaan obat karena dorongan yang sangat kuat) meskipun tahu akan
dilepaskan dan dihentikan, meskipun ada keinginan yang kuat dalam diri
pengguna untuk tidak lagi mengkonsumsikannya (PPIKB/CME, 2002). Kondisi
ini diungkapkan oleh seorang wanita berusia 23 tahun, sebut saja Ririn, yang telah
menggunakan narkoba selama 11 tahun :
“Aku pingin banget berhenti, tapi susah bener ya??? Aku uda berkali-kali nyoba berhenti, tapi tetap ga tahan. Akhirnya aku make lagi, dan make lagi dan make lagi …”
Kecanduan merupakan perbuatan yang merugikan diri sendiri (karena
dapat menimbulkan ketergantungan zat, keracunan akut atau kematian). Selain itu
juga akan merugikan orang lain (karena pecandu mampu mengganggu ketertiban
dan mempengaruhi orang lain agar mau seperti dirinya sendiri) – seperti yang
disampaikan seorang mahasiswa pengguna Narkoba, Ben, berusia 24 tahun. Dia
telah menggunakan narkoba sejak kelas 5 SD dan sedang berjuang untuk
melepaskan diri dari kecanduan narkoba:
“Pokoknya, narkoba itu sangat membuat kita kesakitan ketika kita tidak menggunakannya. Badan lemas, tidak bisa konsentrasi, selalu mengkhayal, dan yang paling sakit adalah di hati dan jantungku. Terasa sangat perih dan daya tahan tubuh pun hampir tidak ada. Ga ada semangat untuk beraktivitas. Dan kalo bisa, berhati-hati lah berteman dengan pengguna. Karena pengguna itu sangat licik… Mereka akan berusaha sebisa mungkin supaya kita juga sama dengan dia, menjadi seorang pengguna. Dengan segala cara akan dilakukannya. Meskipun dia sudah sangat dekat dan kenal dengan kita. Pokoknya pengguna itu sangat licik lah….”
Kecanduan narkoba juga mempengaruhi kejahatan dengan mengurangi
hambatan, menciptakan kebutuhan akan uang untuk membeli narkoba,
menyebabkan kesulitan dalam hubungan keluarga, dan ketidakpedulian terhadap
dan dapat menikmatinya dengan puas, sehingga sering sekali pengguna narkoba
ini dikenal sebagai individu yang kriminalis, seperti mencuri, merampas dari
orang lain bahkan dari sahabatnya sendiri. Hal ini membuat banyak orang tidak
bertahan berteman dengan para pengguna narkoba. (Rutter,1998).
Menurut Barret, dalam Sarafino (1998), realita-realita tersebut di atas
membuat hidup pecandu sangat sulit dan menghadapi banyak masalah, sehingga
jika berhenti menggunakan narkoba, hanya kepahitan hidup yang terasa. Tetapi
jika sedang menggunakan, maka semua masalah ini seakan tidak pernah ada.
Itulah sebabnya sangat sulit untuk berhenti dari kecanduan narkoba. Setelah si
pengguna dalam kondisi yang sadar dan tidak sedang menggunakan narkoba,
mereka baru menyadari bahwa apa yang dilakukan itu berakibat buruk bagi
dirinya sendiri: ditinggalkan oleh teman-teman dekat, tidak punya uang dan tidak
bisa berbuat apa-apa, serta bermasalah dalam perkuliahan, dan juga rasa sakit di
tubuh. Ada rasa takut, cemas, marah akan diri sendiri (karena telah
menyia-nyiakan waktu dan uang yang telah diberikan orang tua), serta penyesalan yang
mendalam muncul dalam hati. Namun kondisi tersebut justru sering sekali diatasi
oleh si pengguna dengan kembali menggunakan narkoba dan untuk sesaat dapat
melupakan masalah-masalah tersebut. Hal ini terjadi berulang-ulang, seperti siklus
yang tidak dapat diputuskan lagi, sampai akhirnya maut menjemput si pengguna
narkoba.
sangat sulit bagi ku untuk meninggalkannya. Apalagi klo aku ga tahan lagi waktu ga make lagi. Jadi aku seringnya make lagi meskipun kemudian menyesal lagi. Nah, setelah 4 tahun aku memakai narkoba secara rutin, aku sudah tidak tahan lagi dan satu ketika aku langsung teringat dengan mamakku dan aku sangat menyesal. Hingga akhirnya aku memutuskan untuk tidak mau memakai lagi. Meskipun sangat berat kurasa, namun aku akan terus berusaha. Meskipun sampai saat ini, aku sering merasa kesakitan dan tidak berdaya, namun aku mau berusaha lah…Tapi kalo aku ga tahan lagi, aku masih mau make lagi, tapi kadang dosisnya kukurangi atau kuganti jenisnya dengan yang lebih ringan”
Kondisi di atas sangat sulit bagi pecandu sendiri, karena dihadapkan
dengan dua pilihan yang sangat menentukan kelanjutan hidupnya kelak: tetap
menggunakan narkoba dan menikmatinya, atau berhenti tetapi dengan segala
konsekuensi, seperti sakaw, dibenci teman-teman yang pecandu lainnya, tidak
punya teman dan dikucilkan, dibenci oleh keluarga, malu dan merasa tidak punya
harga diri, merasa hina dan miskin, dan juga harus menahan rasa sakit yang luar
biasa, cemas dan depresi, bahkan sampai muncul keinginan untuk bunuh diri
(Weiss & Mirin, dalam Nevid, dkk., 1994).
Mengingat akibat-akibat yang dapat muncul dari kecanduan narkoba
tersebut, para pecandu sebenarnya mempunyai keinginan untuk berubah dan
berhenti dari dunia yang gelap tersebut. Keinginan untuk kembali hidup seperti
manusia lain yang hidup normal dan sehat, meraih kesuksesan dan keluarga yang
harmonis, teman-teman yang perhatian dan tempat berbagi, bahkan dihormati
orang lain. Dapat beraktivitas dengan normal dan hidup bahagia tanpa harus
menahan rasa sakit. Hidup lebih produktif, kreatif dan menarik. Dalam keinginan
tersebut, seorang pecandu haruslah mempertimbangkan segala konsekuensi yang
tersebut terus berlanjut sampai kepada mengambil suatu keputusan dari berbagai
alternatif-alternatif pilihan yang ada. Memilih satu diantara dua atau lebih
alternatif bukanlah hal yang mudah (Nevid, Rathus, & Greene, 1994).
Kerinduan untuk melepaskan dan berhenti menggunakan narkoba juga
mengarahkan yang bersangkutan maupun keluarganya untuk mengikuti program
rehabilitasi ataupun melakukan detoksifikasi. Sekalipun demikian, tetap saja
sangat sulit meninggalkan penggunaan narkoba. Narkoba telah menjadi bagian
dari hidup pecandu. Prem (25 tahun) yang telah empat kali menjalani terapi
pemulihan yang berbeda-beda, mulai dari substitusi heroin atau putau dengan
kodein, detoksifikasi cara cepat, penyembuhan dengan pendekatan agama di suatu
tempat di Pulau Jawa, sampai akhirnya menjalani terapi metadon di sebuah rumah
sakit ketergantungan obat di Jakarta, menuturkan:
“Sebenarnya saya sudah capek, ingin hidup normal seperti orang lain. Tapi, susah sekali menahan godaan.”
Wijaya (2004), mengatakan bahwa banyak orang yang ingin mengambil
keputusan, tetapi hanya sedikit orang yang mampu mengambil keputusan dengan
cepat dan tepat, terutama jika keputusan itu akan menyangkut kehidupan di masa
yang akan datang. Cox dan Klinger (dalam Nevid, dkk, 1994) mengatakan, suatu
keputusan yang dibuat merupakan dasar pertimbangan untuk mengantisipasi
konsekuensi jangka panjang dan jangka pendek yang disebabkan karena
menggunakan narkoba. Ketika para pecandu menindaklanjuti keinginan untuk
melihat perjalanan hidup mereka selama ini berdasarkan pengalaman-pengalaman
hidup yang pernah mereka lalui.
Kehidupan mereka yang dulu sebelum menjadi pecandu narkoba, bahagia
bersama teman-teman dan keluarga yang disayangi, meraih kesuksesan di sekolah
dan juga organisasi-organisasi lain, juga menjalani hari-hari dengan penuh
semangat dan impian dan cita-cita akan masa depan yang cerah. Kemudian
mengingat kehidupan ketika saat candu narkoba. Awalnya merasakan kenikmatan
yang luar biasa, terlihat gaul dan hebat, tidak pernah merasakan masalah-masalah
kehidupan serta kesulitan yang ada, serasa hidup di surga dengan pikiran yang
melayang-layang dan semuanya seperti dapat diatasi dengan mudah dan cepat.
Sampai akhirnya melihat dan menyadari keadaan yang sebenarnya saat ini. Hidup
penuh dengan kehancuran dan masa depan yang suram. Kondisi tubuh yang sudah
hancur, jantung dan hati rusak, keseimbangan tubuh hilang dan semangat hidup
tidak ada, tidak punya teman dan dikucilkan, perkuliahan hancur, tidak
mempunyai apapun dan hidup miskin, bahkan lebih buruk lagi, hubungan dengan
keluarga rusak, merasa tidak berharga, malu terhadap orang lain. Pokoknya hidup
seperti tidak punya harapan dan tujuan lagi. (BNN, dalam
www.KCM.com/narkoba.htm).
Sampai pada satu waktu tertentu, pecandu mulai melihat dan menyadari
kondisi dan perubahan yang buruk tersebut, maka keinginan untuk berubah dan
berhenti pun muncul, yang diikuti dengan mulai mencari informasi tentang segala
sesuatu yang berhubungan dengan kemungkinan untuk berhenti dari kecanduan
membaca kesaksian para mantan pecandu narkoba, baik dari buku ataupun dari
media televisi atau bahkan dapat dari sahabat mereka sendiri yang telah berhasil
berhenti dari jerat kehidupan yang gelap tersebut. Terkait dengan yang mereka
lakukan dan yang mereka alami, baik itu kegagalan atau pun keberhasilan, rasa
sakit atau kebahagiaan atau mungkin penderitaan yang harus mereka lalui maupun
gambaran kehidupan yang penuh harapan (Janis & Mann,1977).
Dengan melihat kondisi-kondisi di atas, maka peneliti tertarik untuk
meneliti kesempatan seorang pecandu narkoba berhasil membuat keputusan untuk
berhenti menggunakan narkoba dan bagaimana proses pengambilan keputusan
tersebut dilakukan tanpa ada perawatan khusus dan intensif. Dengan demikian,
dalam penelitian ini, peneliti mengambil judul “Gambaran Proses Pengambilan
Keputusan untuk berhenti menggunakan Narkoba pada Pecandu Narkoba.”
I. B. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka perumusan masalah dalam
penelitian ini adalah:
1. Bagaimana proses seorang pecandu narkoba dalam mengambil keputusan
untuk berhenti menggunakan narkoba.
2. Dalam pilihan-pilihan yang sangat sulit, faktor-faktor apa saja yang
mempengaruhi berhasil atau tidaknya seorang pecandu narkoba membuat
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, maka peneliti
menetapkan bahwa tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Melihat proses pengambilan keputusan untuk berhenti menggunakan narkoba
pada pecandu narkoba.
2. Mendapatkan gambaran tentang faktor-faktor yang mempengaruhi berhasil
atau tidaknya seorang pecandu narkoba membuat keputusan untuk berhenti
menggunakan narkoba.
I. D. Manfaat Penelitian
Dari tujuan yang ingin dicapai melalui penelitian ini, maka dapat dilihat
manfaat dari penelitian ini adalah:
1. Manfaat Teoritis
Dapat memberikan sumbangan teoritis bagi disiplin ilmu Psikologi, terutama
Psikologi Klinis mengenai proses pengambilan keputusan berhenti
menggunakan narkoba pada pecandu narkoba, meskipun dalam kondisi yang
menderita dan sakit.
2. Manfaat Praktis
a. Dapat memberikan sumbangan informasi dalam pemberian dukungan
psikologis maupun pengembangan program bagi untuk mengambil keputusan
meninggalkan kehidupan yang gelap dan menderita dari ketergantungannya
b. Memberikan informasi mengenai hal–hal yang menentukan berhasil atau
tidak, seorang pecandu mengambil keputusan berhenti menggunakan
narkoba.
c. Diharapkan dapat memberikan informasi bagi pihak keluarga, saudara,
sahabat, dan lingkungan sekitar pecandu narkoba, agar dapat memberikan
dukungan kepada para pecandu dan juga mantan pecandu yang masih
dalam proses berhenti menggunakan narkoba.
I. E. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan berisikan inti sari dari :
Bab I : Pendahuluan
Berisi uraian singkat tentang latar belakang permasalahan, perumusan
masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.
Bab II : Landasan Teoritis
Berisi teori-teori yang digunakan sebagai landasan dalam menjelaskan
permasalahan penelitian, terdiri dari teori-teori mengenai pecndu narkoba
dan proses pengambilan keputusan.
Bab III : Metode Penelitian
Berisi mengenai pendekatan penelitian yang digunakan, responden
penelitian, metode pengumpulan data, alat pengumpulan data, dan
Bab IV : Hasil dan Analisis Hasil Penelitian
Berisi uraian mengenai gambaran hasil penelitian, termasuk di dalamnya
gambaran umum partisipan penelitian, deskripsi data, data observasi, dan
data wawancara, serta rangkuman analisis hasil penelitian antar
partisipan.
Bab V : Kesimulan, Diskusi, dan Saran
Berisi kesimpulan dari hasil penelitian yang diperoleh, diskusi tentang
hal yang terkait dengan hasil penelitian, dan saran yang berhubungan
dengan hasil penelitian, baik saran praktis, maupun saran untuk
BAB II
LANDASAN TEORI
II. A. PENGAMBILAN KEPUTUSAN
II. A. 1. Definisi Pengambilan Keputusan
Menurut Salusu (2004) pengambilan keputusan adalah suatu proses
memilih alternatif cara bertindak dengan metode yang efisien sesuai situasi.
Ketika keputusan sudah dibuat, sesuatu yang baru mulai terjadi. Dengan kata lain,
keputusan mempercepat diambil tindakan, serta mendorong lahirnya gerakan dan
perubahan (Hill et al., dalam Salusu 2004). Harus ada tindakan yang dibuat saat
tiba waktunya dan tindakan itu tidak dapat ditunda. Sekali keputusan dibuat, harus
diberlakukan dan kalau tidak, sebenarnya itu bukanlah keputusan, tetapi lebih
tepat dikatakan suatu hasrat, niat yang baik (Drucker&Hoy, dalam Salusu, 2004).
Harris (1998) menjabarkan pengambilan keputusan sebagai:
“Decision making is the study of identifying and choosing alternatives based on the values and preferences of the decision maker. Decision making is the process of sufficiently reducing uncertainty and doubt about alternatives to allow a reasonable choice to be made from among them”
Dari definisi di atas maka dapat dikatakan bahwa pengambilan keputusan
merupakan suatu proses mengidentifikasi dan memilih alternatif berdasarkan
nilai-nilai dan preferensi yang dimiliki. Hal ini berarti bahwa dalam pengambilan
keputusan terdapat alternatif pilihan yang tidak hanya harus diidentifikasi tetapi
juga dipilih, dan pemilihannya sesuai dengan nilai, tujuan, gaya hidup dan lain
pada pengambilan keputusan bertujuan untuk menekan ketidakpastian dan
keraguan atas alternatif pilihan (Harris, 1998).
Janis & Mann (1977) menyebutkan bahwa pengambilan keputusan
merupakan pemecahan konflik dan terhindar dari faktor situasional:
“Decision making as a matter of conflict resolution and avoidance behaviors due to situational factors”
(Janis & Mann, 1977)
Berdasarkan definisi-definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa
pengambilan keputusan adalah proses mengidentifikasikan alternatif yang ada
sehingga dapat dipilih yang paling sesuai dengan nilai dan tujuan individu untuk
mendapatkan solusi dari masalah tertentu.
II. A. 2. Tahapan Pengambilan Keputusan dan Faktor yang Mempengaruhi
Gambaran unik proses pengambilan keputusan yang dilakukan seseorang
dapat dilihat dari tahap-tahap yang dilaluinya sebelum sampai pada keputusan
akhir. Hal ini berbeda-beda pada setiap individu dan tergantung pada pola
seseorang dalam menghadapi masalahnya.
Janis & Mann (1977) memperkenalkan lima tahapan dalam proses
pengambilan keputusan, yang terdiri atas:
a. Menilai Masalah
Tahap ini meliputi pengenalan terhadap masalah, mencari informasi atau
kejadian yang dapat memberikan pengaruh positif atau negatif bagi tindakan
yang akan dilakukan, menemukan tujuan yang ingin dicapai bagi penyelesaian
Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi penilaian masalah pada tahap
ini, yaitu sumber masalah untuk dapat dipercaya, kejelasan masalah, dan
kepribadian serta mood seseorang waktu menilai permasalahan yang ada.
Pada tahap ini, pertanyaan kunci atau inti yang dapat diajukan untuk melihat
suatu keputusan yang akan diambil adalah: “Adakah risiko serius yang akan
timbul jika saya tidak melakukan perubahan?”
b. Menilai alternatif-alternatif yang ada
Setelah seseorang merasa yakin terhadap informasi yang berkaitan dengan
masalahnya, dia mulai memusatkan perhatian pada berbagai alternatif pilihan
yang ada. Seseorang juga berusaha mencari masukan dan informasi dari orang
lain yang memiliki pengetahuan yang berhubungan dengan masalahnya.
Selain itu, ia juga akan semakin memberikan perhatian pada informasi yang
relevan di media massa. Hal yang paling penting pada tahap ini adalah sikap
terbuka dan fleksibilitas. Hal itu berguna dalam mengumpulkan seluruh
kemungkinan alternatif, baik yang nyata maupun tidak nyata. Faktor yang
mempengaruhi jalannya tahap kedua ini adalah mengumpulkan seluruh
kemungkinan alternatif, dan efisiensi pencarian keterangan mengenai
alternatif yang ada. Pertanyaan kunci pada tahap ini adalah “Apakah saya
telah melihat dan mempertimbangkan seluruh alternatif yang ada?”
c. Menimbang Alternatif
Pada tahap ini, seorang pengambil keputusan mulai mengevaluasi seluruh
pilihan yang ada berdasarkan konsekuensi dan kemungkinan untuk dilakukan.
dan pengorbanan yang harus diterima. Ketika seseorang menyadari bahwa
terdapat kemungkinan terjadinya penyesalan di masa mendatang, ia pun
menjadi semakin berhati-hati dalam menimbang alternatif-alternatif yang ada.
Karakteristik seseorang yang berada pada tahap ini adalah munculnya
ketidakpuasan atas tindakan yang mungkin telah dilakukan dan ketidakinginan
untuk komit atas alternatif-alternatif. Meskipun seseorang mulai merasa yakin
atas pilihan yang terbaik, biasanya menjadi responsif atas informasi baru yang
penting. Tahap ini dipengaruhi oleh adanya keahlian/keterampilan yang
dimiliki seseorang sebelumnya yang dapat mempengaruhi kemampuan
seseorang untuk meperhitungkan seluruh kemungkinan secara akurat.
Pertanyaan kunci pada tahap ini adalah “Apa alternatif yang terbaik bagi
saya?”
d. Membuat Komitmen
Tahap ini ditandai dengan penumpukan tegangan dalam mempertimbangkan
banyaknya alternatif. Hal ini hanya dapat diatasi dengan membuat komitmen
terhadap pilihan. Setelah membuat komitmen, pengambil keputusan pun mulai
mempertimbangkan untuk mengimplementasikan komitmennya dan
memberitahu orang lain mengenai keputusan yang diambilnya. Pengambil
keputusan menyadari bahwa cepat atau lambat, orang lain dalam jaringan
sosialnya akan mengetahui mengenai keputusan yang diambilnya, dan ia juga
menyadari bahwa ketika ia mengimplementasikan dan mengungkapkan
keputusannya, maka ia akan terkait dengan keputusannya. Dengan demikian
suatu komitmen, ia mengantisipasi kemungkinan kehilangan harga diri jika ia
gagal menjalankan keputusan yang sudah dibuatnya, ia menjadi lebih
termotivasi untuk mendukung dan mengkonsolidasi keputusannya dengan
cara-cara yang dapat membantunya untuk mengimplementasikan
keputusannya dengan kekuatiran yang minim. Dengan demikian, tahap ini
sangat dipengaruhi oleh orang-orang atau kelompok yang dianggap penting
oleh pengambil keputusan. Pertanyaan yang menjadi kunci pada tahap ini
adalah “Kapan saya dapat mengimplementasikan alternatif terbaik dan
membiarkan orang lain tahu keputusan saya?”
e. Tetap Melakukan Komitmen Meskipun Ada Umpan Balik yang Negatif
Setiap keputusan yang diambil seseorang mengandung risiko (nilai negatif),
yang penting adalah tidak bereaksi berlebihan terhadap kritik atau kekecewaan
yang mungkin timbul. Pertanyaan kunci: “Apakah risiko itu menjadi serius
jika saya melakukan perubahan? Apakah risiko itu menjadi suatu hal yang
serius jika saya melakukan perubahan?”
Dari tahapan-tahapan tersebut dapat dilihat bahwa seseorang akan sangat
berhati-hati dan sangat mempertimbangkan segala sesuatu untung atau ruginya
sebelum mengambil suatu keputusan yang akan menjadi sebuah komitmen dalam
hidupnya. Komitmen tersebut haruslah dilakukan dengan serius dan
sungguh-sungguh meskipun akan memberikan efek yang negatif. Jika komitmen tidak
dilakukan, maka itu bukanlah suatu keputusan, tapi hanya sebatas hasrat atau
II. A. 3. Proses Pengambilan Keputusan
Janis & Mann (1977) mengemukakan, pada umumnya individu akan
menghadapi konflik dalam mengambil suatu keputusan yang sangat penting.
Munculnya konflik membuat pengambil keputusan akan sangat berhati-hati dalam
mengambil keputusan untuk menghadapi risiko yang akan muncul.
Konflik-konflik tersebut juga akan mempengaruhi individu untuk menerima atau menolak
tindakan yang harus dilakukan sesuai keputusan yang dibuat. Simptom yang
dominan muncul adalah keragu-raguan, kebimbangan, ketidakpastian, dan
tanda-tanda stres ketika keputusan ditetapkan.
Sesuai dengan hal tersebut, metode yang efektif dalam pengambilan
keputusan adalah metode yang menggunakan conflict-theory model, dapat
melihat segala konsekuensi yang mungkin terjadi ketika mengambil satu
keputusan tertentu. Hal ini tergantung dari jawaban individu yang mengambil
keputusan tersebut terhadap empat pertanyaan dasar dalam metode ini.
Metode ini mencakup tiga hal besar yang harus diperhatikan, yaitu
antecendent conditions (kondisi-kondisi yang mendahului), mediating processes
(proses-proses yang terjadi), dan consequences (akibat-akibatnya). Banyak hal
yang mempengaruhi ketiga hal tersebut, baik internal maupun eksternal.
Antecendent conditions sangat dipengaruhi oleh variabel komunikasi seseorang,
yang kemudian sangat mempengaruhi mediating processes. Oleh sebab itu,
variabel komunikasi ini sangat diperhatikan dalam satu proses pengambilan
Faktor-faktor lain yang mempengaruhi antecendent conditions dapat
berupa faktor situasional dan juga variabel kepribadian dan
karakteristik-karakteristik lain dari seorang pengambil keputusan (Elms dalam Janis & Mann,
1974). Semua faktor ini sangat mempengaruhi kesediaan pengambil keputusan
untuk memberikan jawaban-jawaban yang positif atau negatif terhadap keempat
pertanyaan dasar tersebut. Keunikan dari model ini adalah spesifikasi
kondisi-kondisi yang ada, berhubungan dengan konflik, harapan, dan waktu tertekan yang
mengantarai pola pengambilan keputusan yang khusus.
Kelima tahapan pengambilan keputusan menurut Janis & Mann, yang
telah dijelaskan di atas akan menunjukkan suatu proses yang unik dari tahap
pertama ke tahap berikutnya, demikian seterusnya sampai tahap kelima. Proses
yang terjadi dari satu tahapan ke tahapan berikutnya akan menggambarkan sisi
negatif dan sisi positif yang mungkin terjadi dari jawaban setiap pertanyaan yang
diajukan.
Proses pengambilan keputusan tersebut akan menunjukkan kondisi-kondisi
yang terjadi sebelumnya, kemudian proses apa saja yang akan muncul, serta apa
yang menjadi akibatnya. Hal ini menolong pengambil keputusan untuk meneliti
dan menganalisa setiap jawaban yang diberikan terhadap pertanyaan-pertanyaan
dari setiap proses yang terjadi. Jawaban itu akhirnya akan mengarahkan
pengambil keputusan kepada satu keputusan akhir, yang akan dianut dalam
Proses pengambilan keputusan menurut Janis & mann tersebut dapat
digambarkan sebagai berikut:
Antecendent Conditions Mediating Processes Consequences
Proses pengambilan keputusan yang digambarkan dalam bagan tersebut
akan dijelaskan sebagai berikut:
a. Diawali dari kondisi atau tanda-tanda yang mengancam, mengindikasikan
penderitaan yang serius (atau kegagalan untuk mendapatkan keuntungan yang
diharapkan) akan muncul jika ketaatan seseorang terhadap tindakan yang
diambil atau ketidakgiatannya. Individu mencari informasi-informasi jika ia
tidak berubah dari keadaan yang sekarang. Kerugian atau penderitaan apa
yang akan ia alami jika tetap dalam kondisi sekarang. Pertanyaannya adalah:
“Apakah ada risiko yang serius jika saya tidak berubah?”
Jika individu berespon negatif (menjawab “tidak”), maka ia akan tetap
melakukan ketaatan yang bertentangan. Hal ini akan menyebabkan individu
tersebut tidak mencapai nilai yang sempurna atas keputusan yang diambil
serta rencana-rencana yang mungkin.
Jika individu menjawab “mungkin atau iya”, maka kemungkinan dia akan
menyadari bahwa kerja keras yang dilakukan akan sangat melelahkan dan
merusak kehidupan keluarganya. Dia mulai berfikir tentang alternatif lain. Jika
alternatif-alternatif tersebut tidak menimbulkan respon yang negatif terhadap
pertanyaan berikutnya tentang risiko perubahan, dia akan tetap pada keputusan
yang sangat sulit, ingin berubah untuk menghindari risiko yang serius, tapi
dalam waktu yang bersamaan juga tidak ingin berubah untuk menghindari
harga dan risiko yang harus dibayar atas tindakan yang harus dilakukan.
b. Individu kemudian mencari lagi informasi tentang penderitaan-penderitaan
dibuat oleh individu yang mengambil keputusan, maka lebih besar
kemungkinan untuk mengalami stres ketika sebuah komunikasi yang
menantang atau peristiwa-peristiwa yang memotivasinya untuk mencapai
tindakan yang lebih baik. Pertanyaannya adalah: “Apakah ada risiko yang
serius jika saya berubah?”
Jika individu menjawab “tidak”, maka dia akan mengalami perubahan yang
bertentangan. Dia tidak menemukan suatu risiko jika ia berubah. Maka
individu akan tetap melakukan tindakannya yang sebelumnya. Hal ini juga
akhirnya akan menyebabkan individu tidak mencapai penilaian yang
sempurna serta kemungkinan rencana-rencananya juga tidak sempurna.
Tapi jika individu menjawab “Mungkin atau ya”, maka komitmen yang
diambil tersebut akan terus ia kerjakan. Semakin ia berkomitmen, maka
semakin besar ancaman baginya dari celaan sosial dan hukuman lain untuk
berubah.
c. Jika individu tersebut mengetahui bahwa keberadaannya sekarang sangat
buruk, dia akan merasakan putus asa untuk dapat menemukan solusi yang
memuaskan. Tapi individu tersebut akan semakin mencari informasi dan
segala sumber daya yang belum digunakan untuk lebih lagi mencari
kemungkinan solusi yang lebih baik dan memuaskan dirinya. Pertanyaannya
adalah: “Apakah mungkin berharap untuk menemukan solusi yang baik dan
Jika individu berespon negatif, maka dia akan kehilangan harapan untuk
mendapatkan solusi yang lebih baik. Oleh sebab itu, dia akan menunjukkan
pola perilaku yang menghindar dari kenyataan yang ada.
Jika individu menjawab “mungkin atau ya”, maka dia akan merenungkan
setiap hal yang telah pernah dia lalui dan melihat ke depan, kemungkinan yang
bisa dilakukan lebih baik untuk kelanjutan hidupnya.
d. Perenungan yang dilakukan pada langkah ke-3 di atas akan membuat
perhitungan-perhitungan selanjutnya. Tindakan-tindakan yang mungkin
dilakukan dengan waktu yang mungkin untuk mencapainya dengan tidak
terburu-buru menjadi hal yang kemudian dipikirkan.
Pertanyaannya adalah: “Apakah ada waktu yang cukup untuk mencapainya
dan dengan tenang atau tidak tergesa-gesa?”
Jika individu berespon negatif terhadap pertanyaan ini, maka dia akan sangat
memperhatikan, apakah ada waktu yang cukup untuk mencapai solusi yang
lebih baik. Pada tahap ini, pengambil keputusan berada pada tahap stress
psikologis yang sangat tinggi. Dia akan menjadi sangat ketakutan terhadap
ancaman penderitaan yang diyakini akan muncul terus menerus sampai
mendekati waktu untuk mendapatkan solusi yang lebih baik, mengetahui
bahwa satu atau lebih konsekuensi yang lain yang tidak diharapkan akan
terwujud. Kondisi ini akan menjadikan individu tersebut menjadi sangat
hypervigilance (kewaspadaan yang berlebihan). Individu tersebut memberikan
respon terhadap tekanan batasan waktu, ketika semua alternatif yang mungkin
Keadaan ini akan berakhir juga dengan penilaian pencapaian yang tidak
sempurna serta perencanaan yang mungkin dilakukan juga tidak sempurna.
Jika individu berespon positif (menjawab “mungkin atau ya”) akan
menghasilkan stres yang rendah, karena individu tersebut telah yakin dan pasti
dengan solusi yang diambilnya. Individu tersebut akan melakukannya dengan
berhati-hati dan dengan pertimbangan yang matang atas segala sesuatu yang
telah ia lalui dari tahap pertama sampai kepada yang keempat ini. Hal ini
akhirnya akan memberikan penilaian pencapaian yang sempurna serta
perencanaan yang mungkin diambil akan mudah dilakukan dengan satu
keyakinan bahwa rencana itu akan memberikan kondisi yang lebih baik bagi
individu tersebut.
Dari keempat proses tersebut dapat dilihat bahwa hanya ada dua
kemungkinan yang dapat terjadi pada seseorang yang mengambil suatu keputusan:
yang pertama, jika respon yang diberikan dari setiap pertanyaan yang muncul
dalam proses tersebut selalu negatif (menjawab ’tidak’), maka akan memberikan
hasil yang tidak baik, yaitu kemampuan dan kemungkinan melaksanakan setiap
rencana yang dibuat tidak akan sempurna. Kondisi ini akan menghasilkan
keputusan yang tidak memuaskan. Sebaliknya, yang kedua, jika respon yang
diberikan dari setiap pertanyaan selalu positif, maka keputusan yang diambil akan
memuaskan, yaitu kemampuan dan kemungkinan melaksanakan setiap rencana
II. B. Narkoba
Narkoba adalah suatu istilah yang berasal dari terjemahan asing, seperti drug
abuse dan drug dependence, di kalangan awam dikenal dengan istilah Narkoba,
yang merupakan singkatan dari Narkotika dan obat berbahaya. Ada istilah lain,
yaitu Napza, yang merupakan singkatan dari Narkotika, Psikotropika dan Zat
Aditif. Berbagai istilah yang sering digunakan, tidak jarang menimbulkan salah
pengertian, tidak saja di kalangan medis, tapi juga masyarakat awam (Hawari,
2003). Dalam penelitian ini digunakan istilah Narkoba.
II. B. 1. Definisi Narkoba
Narkoba itu sendiri sulit untuk diartikan, karena tergantung pada perspektif
masing-masing individu. Berikut ini akan dikemukakan pengertian istilah narkoba
menurut Dinas Kesehatan. Narkoba adalah istilah yang digunakan masyarakat dan
aparat penegak hukum, untuk bahan/obat yang masuk kategori berbahaya atau
dilarang untuk digunakan, diproduksi, dipasok, diperjualbelikan, diedarkan, dan
sebagainya, di luar ketentuan hukum (Martono, 2000).
Perspektif lain menjelaskan narkoba sebagai zat atau obat yang berasal
dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintesis maupun semi sintesis yang dapat
menimbulkan pengaruh-pengaruh tertentu bagi individu yang menggunakannya.
Menurut Hawari (2003), semua zat yang tergolong sebagai narkoba akan
menimbulkan adiksi (ketagihan), yang pada waktunya akan berakibat pada
ketergantungan. Hal ini disebabkan karena narkoba memiliki sifat-sifat sebagai
a. Keinginan yang tidak tertahankan (an over powering desire) terhadap zat yang
dimaksud, dan kalau perlu dengan jalan apapun untuk memperolehnya.
b. Kecenderungan untuk menambah takaran sesuai dengan toleransi tubuh.
c. Ketergantungan psikologis, yaitu apabila pemakaian zat dihentikan akan
menimbulkan gejala-gejala kejiwaan seperti kegelisahan, kecemasan, depresi,
dan sejenisnya.
d. Ketergantungan fisik, yaitu apabila pemakaian zat dihentikan akan
menimbulkan gejal fisik yang dinamakan gejala putus zat (withdrawal
symptoms).
II. B. 2. Jenis-jenis Narkoba
Setiap jenis narkoba menimbulkan efek yang berbeda-beda. Hal ini
dikarenakan zat-zat yang terkandung di dalamnya memiliki efek samping yang
berbeda-beda. Tidak ada jenis narkoba yang aman bagi tubuh. Penggunaan
narkoba adalah berbahaya dan merusak kesehatan, baik secara jasmani maupun
mental-emosional dan sosial.
Pengaruh yang ditimbulkan narkoba berupa pembiusan, hilangnya rasa
sakit, halusinasi, rangsangan semangat dan timbulnya khayalan yang
menyebabkan efek ketergantungan bagi penggunanya. Menurut Badan Narkoba
Nasional (2004), jenis narkoba yang tergolong narkotika, diantaranya:
a. Heroin
Ini merupakan narkoba yang sangat cepat menimbulkan ketergantungan.
efeknya sangat kuat. Heroin mempunyai kekuatan dua kali lebih kuat dari
morfin. Cara penggunaannya berupa suntikan, dihirup dan dimakan. Biasanya
jenis ini ditemukan dalam bentuk pil, bubuk putih dengan rasa pahit dan
cairan. Jenis narkoba ini dapat menimbulkan rasa ngantuk, lesu, jalan
ngambang dan penampilan “dungu”.
b. Ganja
Dikenal dengan nama marijuana, gelek, cimeng, budha stick, dan marijane.
Narkoba jenis ini menimbulkan ketergantungan psikis, terutama bagi mereka
yang telah rutin menggunakannya. Biasanya bentuknya berupa daun kering,
cairan yang lengket dan minyak. Pemakaian ganja dapat menurunkan
kemampuan motorik, bingung, kehilangan konsentrasi dan penurunan
motivasi. Efek yang ditimbulkan dapat menyebabkan komplikasi kesehatan
pada daerah pernafasan, sistem peredaran darah dan kanker. Cara
pemakaiannya dengan dihisap seperti rokok.
c. Hashisu
Jenis ini mempunyai bentuk yang bermacam-macam, bahkan ada yang juga
bubuk. Hashisu memiliki efek sepuluh kali lebih besar dari marijuana. Zat
yang terkandung di dalamnya dapat menimbulkan efek psikologis. Hashisu
diperoleh dari daun-daun dan pucuk bunga tanaman Cannabis Sativa dan
Cannabis Indica.
Psikotropika merupakan zat atau obat yang dapat menurunkan aktivitas
otak atau merangsang susunan syaraf pusat dan menimbulkan kelainan perilaku
dapat menyebabkan ketergantungan serta mempunyai efek stimulasi bagi para
pemakainya. Menurut Badan Narkoba Nasional (2004), narkoba yang tergolong
psikotropika, diantaranya adalah :
a. Ecstacy
Ini merupakan salah satu obat bius yang dibuat secara illegal di sebuah
laboratorium dalam bentuk tablet atau kapsul yang berwarna-warni. Jenis ini
dikenal dengan nama Inex, XTC, Black heart, Huge drug, yuppie drug, dan
essence. Cara menggunakannya ditelan secara langsung. Efeknya, peningkatan
detak jantung, tekanan darah meningkat, hilangnya kontrol dan peningkatan
rasa percaya diri.
b. Shabu–shabu
Nama aslinya adalah methamphetamine. Berbentuk kristal seperti gula atau
bumbu penyedap masakan. Jenisnya antara lain gold river, coconut, dan
kristal. Tidak berwarna ataupun berbau. Obat ini mempunyai pengaruh yang
sangat kuat terhadap syaraf. Pemakai obat ini akan selalu bergantung pada
obat bius ini dan akan terus berlangsung lama, bahkan bisa mengalami sakit
jantung atau bahkan kematian. Efek yang dihasilkan adalah kehilangan berat
badan, sering halusinasi, mengalami kerusakan pada organ tubuh, seperti pada
liver dan lambung.
c. Obat Penenang
Obat ini meliputi Pil koplo, Nipam, Valium, obat tidur. Bentuknya berupa
fisik, mental, dan emosi. Bila penggunaan dicampurkan dengan alkohol akan
menghasilkan kematian.
Zat aditif lainnya yang tergolong narkoba adalah:
a. Alkohol
Jenis ini dapat memperlambat kerja sistem syaraf pusat, memperlambat refleks
motorik, menekan pernafasan, denyut jantung dan mengganggu penalaran dan
penilaian.
b. Zat yang mudah menguap
Zat ini akan menimbulkan perasaan senang yang berlebihan, puyeng,
penurunan kesadaran dan gangguan penglihatan. Selain itu akan mengacaukan
kesadaran dan emosi pengguna. Gangguan kesehatan yang sering ditimbulkan
adalah ginjal, lever, paru-paru, dan merusak otak.
c. Zat yang menimbulkan halusinasi
Zat ini bekerja pada sistem saraf pusat untuk mengacaukan kesadaran dan
emosi pengguna. Individu yang mengkonsumsi zat ini akan merasakan senang
dan sejahtera karena perubahan pada proses berfikir dan menghilangkan
kontrol.
Meskipun jenis-jenis narkoba sangat banyak, tapi satu hal yang pasti
bahwa setiap jenis tersebut akan menimbulkan adiksi atau ketergantungan. Hal ini
disebabkan karena setiap jenis narkoba mengandung suatu zat yang menimbulkan
II. B. 3. Kecanduan Narkoba
Permasalahan kecanduan narkoba mempunyai dimensi yang luas dan
kompleks, baik dari sudut medik, psikiatrik, kesehatan jiwa, maupun psikososial,
kriminalitas, kerusuhan massa, dan lain sebagainya (Hawari,2003).
Menurut Hawari (2003), secara umum pecandu narkoba dapat dibagi
menjadi 3 golongan besar, yaitu:
a. Kecanduan Primer
Ditandai dengan adanya kecemasan dan depresi, yang umumnya terdapat pada
orang yang berkepribadian yang tidak stabil.
b. Kecanduan Reaktif
Kecanduan ini terdapat pada remaja, yang terjadi karena dorongan,
keingintahuan, bujukan dan rayuan teman, jebakan dan tekanan, serta
pengaruh teman kelompok sebaya.
c. kecanduan Simtomatis
Kecanduan ini pada umumnya terjadi pada orang dengan kepribadian
antisosial dan pemakaian narkoba hanya sebagai kesenangan semata.
II. B. 3. 1. Definisi Kecanduan
Penyalahgunaan narkoba menyebabkan kecanduan pemakaian terhadap
narkoba itu sendiri. Hal ini terjadi karena zat-zat tersebut menjanjikan sesuatu
yang dapat memberikan rasa nikmat, nyaman, kesenangan, dan ketenangan,
walaupun hal tersebut sebenarnya hanya dirasakan secara semu. Memang banyak
kompleks yang menahun dan sering kambuh walaupun ada periode obstinensia
yang berjangka lama (Thaib dalam Alatas, 2001).
Penyalahgunaan terjadi apabila pemakaian obat tanpa petunjuk medis,
biasanya penyalahgunaan memiliki akibat yang serius dan dalam beberapa kasus,
biasanya dapat menjadi fatal. Lebih lanjut, Sudirman (dalam Alatas, 2001)
menjelaskan bahwa penyalahgunaan narkoba merupakan suatu pola penggunaan
yang bersifat patologik, berlangsung dalam jangka waktu tertentu dan
menimbulkan gangguan fungsi social dan okupasional.
Menurut Hawari (2003), kecanduan narkoba (zat) adalah kondisi yang
kebanyakan disebabkan oleh penyalahgunaan zat yang disertai dengan adanya
toleransi zat dan gejala putus zat. Selanjutnya, dalam buku pedoman Puskesmas
dan Rumah Sakit Umum (2001), kecanduan narkoba didefinisikan sebagai
keadaan dimana telah terjadi ketergantungan fisik, sehingga tubuh memerlukan
jumlah narkoba yang makin bertambah (disebut toleransi), sehingga jika
pemakaiannya dikurangi atau dihentikan, timbul gejala putus zat. Oleh karena itu,
ia selalu berusaha memperoleh narkoba yang dibutuhkannya, agar dapat
melakukan kegiatan sehari-hari secara normal; jika tidak, ia akan mengalami
gejala putus zat.
Dari definisi-definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kecanduan
narkoba adalah suatu kondisi yang disebabkan karena penyalahgunaan obat atau
zat, yang akan mengakibatkan pengguna tersebut mengalami ketergantungan fisik
dan psikis. Akibat dari kecanduan tersebut akan merusak tubuh dan berdampak
II. B. 3. 2. Faktor Penyebab Kecanduan Narkoba
Pada setiap kasus, ada penyebab yang khas, mengapa seseorang menjadi
seorang pecandu narkoba dan mengakibatkan ketergantungan. Harboenangin
(dalam Yatim, 1986) mengemukakan bahwa pada dasarnya ada dua bagian besar
penyebab seseorang menjadi pecandu narkoba, yaitu faktor eksternal dan faktor
internal.
1. Faktor Internal
a. Faktor Kepribadian
Kepribadian seseorang turut berperan dalam perilaku ini. Hal ini lebih
cenderung terjadi pada usia remaja. Remaja yang menjadi pecandu biasanya
memiliki konsep diri yang negatif dan harga diri yang rendah. Perkembangan
emosi yang terhambat, dengan ditandai oleh ketidakmampuan
mengekspresikan emosinya secara wajar, mudah cemas, pasif agresif dan
cenderung depresi, juga turut mempengaruhi. Selain itu, kemampuan untuk
memecahkan masalah secara adekuat berpengaruh terhadap bagaimana ia
mudah mencari pemecahan masalah dengan melarikan diri. Faktor kepribadian
juga memungkinkan bahwa drug abuse lebih cenderung terjadi pada mereka
yang lebih rebellious, impulsive, menerima perilaku illegal, berorientasi pada
pencarian sensasi (Brook, dkk dalam Sarafino, 1998).
b. Inteligensi
Pecandu yang melakukan konseling sering ditemukan bahwa mereka
mempunyai kecerdasan yang berada pada taraf rata-rata kebawah dari
c. Usia
Mayoritas pecandu narkoba adalah remaja, karena kondisi social psikologis
yang membutuhkan pengakuan, identitas dan kelabilan emosi; sementara
pada usia yang lebih tua, narkoba digunakan sebagai obat penenang.
d. Dorongan kenikmatan dan perasaan ingin tahu
Narkoba dapat memberikan kenikmatan yang unik dan tersendiri. Mulanya
merasa enak yang diperoleh dari coba-coba dan ingin tahu atau ingin
merasakan seperti yang diceritakan oleh teman-teman sebayanya. Lama
kelamaan akan menjadi satu kebutuhan yang utama.
e. Pemecah masalah
Pada umumnya para pecandu narkoba menggunakan narkoba untuk
menyelesaikan persoalan. Hal ini disebabkan karena pengaruh narkoba dapat
menurunkan tingkat kesadaran dan membuatnya lupa pada permasalahan
yang ada.
2. Faktor Eksternal
1. Keluarga
Dalam perbincangan sehari-hari, keluarga merupakan faktor yang paling
sering menjadi penyebab seseorang menjadi pengguna narkoba. Berdasarkan
hasil penelitian tim UKM Atma Jaya dan Perguruan Tinggi Kepolisian
Jakarta pada tahun 1995, terdapat beberapa tipe keluarga yang berisiko
tinggi anggota keluarganya terlibat penyalahgunaan narkoba, yaitu:
a. Keluarga yang memiliki sejarah (termasuk orang tua) mengalami
b. Keluarga dengan manajemen yang kacau, yang terlihat dari pelaksanaan
aturan yang tidak konsisten dijalankan oleh ayah dan ibu (misalnya ayah
bilang ya, ibu bilang tidak)
c. Keluarga dengan konflik yang tinggi dan tidak pernah ada upaya
penyelesaian yang memuaskan semua pihak yang berkonflik. Konflik
dapat terjadi antara ayah dan ibu, ayah dan anak, ibu dan anak, maupun
antar saudara.
d. Keluarga dengan orang tua yang otoriter. Dalam hal ini, peran orang tua
sangat dominan, dengan anak yang hanya sekedar harus menuruti apa kata
orang tua dengan alasan sopan santun, adat istiadat, atau demi kemajuan
dan masa depan anak itu sendiri – tanpa diberi kesempatan untuk berdialog
dan menyatakan ketidaksetujuannya.
e. Keluarga yang perfeksionis, yaitu keluarga yang menuntut anggotanya
mencapai kesempurnaan dengan standar tinggi yang harus dicapai dalam
banyak hal.
f. Keluarga yang neurosis, yaitu keluarga yang diliputi kecemasan dengan
alasan yang kurang kuat, mudah cemas dan curiga, sering berlebihan
dalam menanggapi sesuatu.
2. Faktor Kelompok Teman Sebaya (Peer Group)
Kelompok teman sebaya dapat menimbulkan tekanan kelompok, yaitu cara
teman-teman atau orang-orang seumur untuk mempengaruhi seseorang agar
berperilaku seperti kelompok itu. Peer group terlibat lebih banyak dalam