• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV. HASIL DAN ANALISIS HASIL PENELITIAN

IV. C.3. Data Wawancara

Bergaul dengan pecandu narkoba sangat mempengaruhi pertumbuhan Joni yang masih berusia empat tahun. Dalam usia yang masih balita, Joni sudah mulai mencoba rokok dan suka membuat onar bersama dengan teman-temannya di kampung sehingga dikenal sebagai anak yang berandalan. Disamping itu juga, Joni telah mengenal ganja dari teman-teman pergaulannya tersebut meskipun belum mengkonsumsinya.

“...sebelumnya, dari kecil memang aku sudah bandal, badung ya. Sebelum sekolah, aku tuh uda merokok. Kira-kira umur 4 tahun, aku uda belajar-belajar mencoba rokok, karena di kampung itu kondisinya memang, teman-teman ku yang bandal-bandal juga...”

”... klo kenal itu, waktu aku di kampung juga uda kenal. Cuman aku nggak make, hanya lihat-lihat aja...”

(R3.W1/k.173-174/hal.8)

Anak kedua dari lima bersaudara ini merasa kurang mendapat perhatian dari kedua orang tua meskipun ayahnya adalah seorang yang sangat tegas dan keras dalam peraturan di rumah. Joni justru menjadi anak yang semakin keras dan melakukan banyak tindakan kejahatan bersama dengan teman-teman sebayanya.

”... sekolah belajar mencuri rokok bapak. Paling pertama kali ngambil rokok surya sebungkus, itu kami isap bertiga dan sampe habis seharian. Dari situ awalnya sampe itu SD uda banyak-banyak kami melakukan keributan di kampung, dari curi jagung, curi jambu orang, kemudian... pokoknya banyak lah dan kami itu segerombolan anak yang dicap pembuat onar di kampung...”

(R3.W1/k.76-81/hal.4)

”... namanya juga ABG, butuh perhatian yang banyak dan itu nggak ku dapatkan di kost dan jauh dari orang tua. Jadi nggak ku dapat di situ, dari teman-teman lah aku mendapatkan itu. Ketika make itu juga, ada teman-teman juga yang aaa enak, kompak gitu dalam hal itu...”

(R3.W1/k.204-208/hal.9)

Ketika beranjak remaja, Joni dikirim ke luar kampung untuk melanjutkan pendidikan sekolah lanjut tingkat pertama (SLTP) dan tinggal di asrama yayasan Kristen. Sejak itu Joni mengalami sedikit perubahan yang lebih baik, terlebih lagi ketika jauh dari teman-teman pergaulannya di kampung dan jarang berkomunikasi.

”... Selama tiga tahun memang nampak perubahan ya,karena bimbingan di asrama juga bagus, secara rohani juga bagus...”

(R3.W1/k.119-120/hal.5)

Setelah tamat SLTP, Joni keluar dari asrama tersebut dan pindah ke kota lain, yang tidak jauh dari tempat sebelumnya dan melanjutkan pendidikan ke

sekolah teknik menengah (STM). Di tempat baru ini, Joni kembali tinggal di tempat saudara, yang berada di daerah pasar dan memiliki pergaulan yang bebas. Tentu hal ini kembali menjadi kesempatan bagi Joni untuk dapat berbuat sesuka hatinya, bergaul dengan pemuda setempat dan mulai mencoba narkoba yang ditawari oleh teman-temannya tersebut. Jenis yang pertama kali dicobanya adalah ganja.

”... tamat dari situ, langsung ke Siantar, masuk STM, tapi tidak tinggal di asrama. Aku pertama tinggal di tempat famili, dia pewagai STM itu juga. Kemudian, di situ uda mulai bandal lagi karena tahu la ya anak-anak di apa itu...”

(R3.W1/k.121-124/hal.5-6)

“...kenal dari teman-teman. Biasa kan STM di Siantar. Jadi lingkungan itu memang sangat mendukung untuk hal itu. Karena teman-teman juga banyak yang make...”

(R3.W1/k.54-56/hal.3)

Joni memang sudah mengenal ganja sejak kecil, tetapi begitu mencobanya, dia merasakan sesuatu yang baru dan aneh, merasa sangat senang dan nikmat serta lebih berani berbuat apapun.

”...Kok enak, pokoknya terasa, terasa, dan memang tagih. Tagih memang. Pertama memang belum, agak kok beda, pening. Terus ke dua, enak, ke tiga dan seterusnya itu memang jadi keterusan...”

(R3.W1/k.193-196/hal.8)

”...Ketika make itu juga, ada teman-teman juga yang aaa enak, kompak gitu dalam hal itu. Jadi ketika saat itu juga, aaa gimana ya rasanya, memang fly gitu deh...”

(R3.W1/k.207-209/hal.9)

Sejak itu, Joni semakin sering bergaul dengan teman-teman pecandu yang ada di lingkungan dia kost dan semakin sering mengkonsumsi narkoba. Mereka sering bertukar pikiran terlebih dahulu sebelum mengkonsumsi berbagai jenis narkoba.

”... Kami kan banyak saling bertukar pikiran juga tentang itu. Jadi sebelum make dipertimbangkan dulu walaupun uda sampe ketagihan kali...” (R3.W1/k.251-253/hal.11)

Joni pun semakin melekat dengan narkoba dan mengkonsumsi secara rutin. Dia menjadi lebih bringas dan berani berbuat jahat, memeras anak kost lain untuk memperoleh uang untuk dapat membeli narkoba. Sekolah menjadi berantakan, pergi dari rumah keluarga dan menumpang di kost teman. Baginya, lebih baik tidak makan daripada tidak mengkonsumsi narkoba. Sejak itulah Joni menjadi kecanduan dan tidak dapat hidup tanpa narkoba.

”... bagusan aaa pake itu daripada nggak makan. Klo di suruh milih, makan atau make itu? Lebih milih make itu. Nggak makan juga nggak apa-apa, asal make itu. Jadi bisa dibilang lebih enak make itu daripada makan...” (R3.W1/k.199-202/hal.9)

”... Di lorong itu kami biasa ngompas anak-anak kost. Jadi aku salah satu anak kost yang ngompas anak kost. Bajingan sih sebenarnya ya. Nah itu dia. Jadi setiap hari kerja kami itu, sambil merokok, ngompas anak orang dan uangnya kami buat untuk membeli ganja...”

(R3.W1/k.140-144/hal.6)

Joni merasa lebih enak, asyik, dan selalu mengkhayalkan yang enak-enak tetapi menjadi mudah marah dan egois, hidup tidak teratur, kumal, dan jorok tetapi menjadi lebih berani. Namun, studinya masih tetap dapat berjalan dan dia bergabung dengan sebuah club musik rock.

”... terutama itu perubahannya ke arah yang negatif. Misalnya, cepat marah, kemudian itu emosian...”

(R3.W1/k.260-261/hal.11)

”... klo dalam hal studi, aku masih bisa ngikutin. Jadi klo di sekolah, aku bisa kemarin dapat, klo di kelas, aku juara satu lho...”

Waktu itu, Joni disuruh untuk mengikuti konseling dari seorang polisi yang juga merupakan seorang mantan pecandu. Namun hal ini tidak memberikan perubahan apapun kepadanya dan Joni tetap mencandu.

”... dia berusaha supaya aku nggak lagi gitu, tapi nggak bisa. Dari aku memang nggak bisa dan aku kemarin itu berusaha untuk menghindari dia trus. Dan konselingnya memang di tempat dia...”

(R3.W1/k.617-620/hal.28).

”... . Nggak berhenti, sama aja dikonseling dengan nggak, sama aja, nggak ada yang berubah...”

(R3.W1/k.634-635/hal.28)

Setelah lulus dari STM, Joni sempat bekerja selama sebulan di sebuah perusahaan. Tetapi itu pun tidak mengubah apa-apa dari dirinya. Setelah itu dia berhenti dari pekerjaannya dan kembali ke kampung serta menjadi pengangguran. Sejak itu, Joni semakin menjadi-jadi sebagai pecandu, membuat keributan di kampung dan mencuri.

“...mereka nggak tahu. Mereka tahu aku merokok doang. Jadi langsung dipekerjakan kemarin aku. Jadi aku langsung kerja di PT Cosmos. Kira-kira satu bulan aku di sana. Bulan 8 sampe bulan 9 aku kerja di situ...” (R3.W1/k.282-285/hal.12)

“...aku pulang dan di kampung aku pengangguran di kampung. Dan di kampung aku makin meraja lela dan teman-teman yah gitu deng...” (R3/W1/k.292-293/hal.12)

Hampir dua tahun Joni berada di kampung dan hidup sebagai pecandu dan selalu berbuat kejahatan, sampai suatu saat, akhir tahun 2001, Joni dimarahi dan ditantang oleh bapaknya, akan menjadi apa nanti dia. Joni memilih untuk kuliah di Medan. Awal tahun 2002, Joni pun berangkat ke Medan untuk mengikuti bimbingan intensif dan mencoba UMPTN. Tetapi di Medan, Joni kost di lingkungan yang banyak pecandu narkoba sehingga kondisinya semakin buruk.

“...Aku kemarin ditantang ama orang tua. Kau mau jadi apa, mau jadi sampah? Ya, aku nggak bisa juga mendengar kek gitu...” (R3.W1/k.264-266/hal.14)

”...hampir dua tahun lah. Kemudian 2002 aku ke Medan dan aku ngekost di sekitar Padang Bulan. Tapi abang aku ngekost di Kampung Susuk, dia kan anak Pertanian. Jadi aku kost di sini. Teman-teman di sini juga, aaa rada-rada bajingan, sama juga sih. Dan PS-PS ini kami kompak..” (R3.W1/k.290-294/hal.15)

Menjelang UMPTN, Joni mendapat perhatian yang lebih dari abang, yang juga mahasiswa di USU dan kost di tempat yang terpisah darinya, dinasehati, ditegur, didoakan, dan sharing tentang tujuan hidup, diajak untuk mengikuti kebaktian dan kegiatan-kegiatan rohani yg lain. Sejak itu, Joni mulai mengenal Tuhan dan siapa dirinya di hadapanNya sampai suatu saat, sehari sebelum UMPTN, dia pun berdoa untuk pertama kalinya dan bernazar kepada Tuhan bahwa jika lulus UMPTN, maka dia akan melayani Tuhan seperti abangnya.

“...mau SPMB kemarin, dia tantang. Aaa, kau tujuan mu ngapain? Klo mau ikut-ikutan SPMBnya, nggak usah lah. Klo kau mau seperti aku jadi mahasiswa, nggak usah lah, gitu. Trus aku mikir-mikir sih. Trus aku mau ngapain kuliah?...”

(R3.W1/k.466-469/hal.22)

“...waktu itu baru bisa berdoa pertama kali sebelum SPMB. Aaa, tanggal tiga SPMB tahun 2002 kemarin ya,klo nggak salah. Kemudian di bilang abang kek gitu, trus aku ujian, besok SPMB, kau minta apa sama Tuhan? Aku gimana ya kemarin dengarnya itu. Trus aku bilang, aaa aku minta lulus aja. Trus abis lulus, apa yang kau lakukan? Aku memang sebelum itu uda diajak gereja ke KMBI di sini di GKPS dan terasa gitu kan. Trus aku berdoa kemarin, Tuhan klo aku lulus, aku mau melayani MU seperti mereka. Mau di gereja, di kampus atau di mana. Itu aja...”

Pada saat itu juga, abangnya menawarkan untuk berhenti dari mencandu, tetapi tidak mau karena merasa tidak mampu dan berfikir bahwa teman-temannya pasti akan menawarinya lagi dengan narkoba.

“...abang itu langsung bilang, kau mau nggak lepas dari itu, kau mengkonsumsi itu, sama teman-teman? Aku bilang kemarin itu, nggak, karena aku kemarin masih di situ, di kost yang lama...”

(R3.W1/k.504-507/hal.23)

”...Ya pasti nggak bisa aku. Aku berhenti sekali, pasti ditawari lagi sama teman-teman. Pasti terikat gitu. Karena aku masih dikost yang lama...” (R3.W1/k.511-513/hal.23-24)

Akhirnya, tibalah pengumuman UMPTN dan Joni pun lulus di salah satu fakultas di USU. Pada saat itu, dia menangis dan tersadar bahwa ternyata Tuhan itu ada dan mengingat kembali nazar yang pernah dibuatnya.

“...pas pengumuman, tanggal 6 Agustus kemarin itu kan, nah di situ deh baru, namaku ada di koran. Nggak tahu mau bilang apa lagi, gitu. Abang itu nggak ngomong, abang itu diam aja. Dan orang bapak di situ seperti disambar geledek melihat aku lulus, karena aku juga nggak tahu harus bilang apa. Dan di situ pertama kali aku bisa nangis...” (R3.W1/k.486-491/hal.22-23)

”... karena Tuhan itu ada ya, gitu. Maksudnya memang aku mengakui Dia ada, tetapi rasanya selama ini Dia nggak dalam hidupku, terasa di situ ada. Trus aku ingat janji ku, doa ku itu kemarin. Nah dari situ aku mulai aaa memperhatikan pengarahan-pengarahan dan nasehat dari abang ku itu...” (R3.W1/k.493-497/hal.23)

Ketika abangnya terus berusaha untuk memotivasi dan mendorongnya untuk berhenti dari narkoba, perasaan tidak mampu pun semakin dirasakannya. Tetapi Joni mulai berfikir untuk berhenti dari mencandu karena dia semakin mengetahui dan sadar bahwa apa yang dilakukan adalah salah dan berbahaya.

“...jawabannya sih cuma satu, yaitu tahu bahwa apa yang kulakukan itu salah...” (R3.W2/k.9-10/hal.31)

“...sejak pertama kali make, aku uda tahu klo itu adalah masalah dan akhirnya itu memang bermasalah. Walaupun aku uda tahu itu salah, tapi tetap aja kulakukan karena aku uda menjadi candu...”

(R3.W2/k.14-16/hal.32)

Joni mengetahui dan menyadari bahwa merokok dan mencandu narkoba itu adalah salah dan berbahaya sejak dari kecil dari teman-teman dan juga dari sekolahnya. Tetapi ternyata itu tidak membuat dia berhenti dari barang berbahaya tersebut.

”... dari ngomong ama teman-teman, trus di sekolah juga iya. Kan banyak juga tuh pelajaran tentang narkoba. Ya dibilang bahwa itu nggak bagus untuk kesehatan, merusak masa depan dan lain-lain lah. Dan memang dari kemarin uda sadar bahwa itu nggak benar gitu...” (R3.W2/k.21-24/hal.32)

Salah satu cara yang dilakukan untuk berhenti dari mencandu adalah pindah kost untuk menghindari teman-teman pecandu lain dan tinggal berdua dgn abangnya. Sejak itu, Joni selalu melihat teladan abangnya yang selalu berdoa dan membaca firman Tuhan, serta melayani. Dia juga semakin sering diajak berdoa, beribadah ke gereja, mendengarkan Firman Tuhan sehingga semakin mengenal siapa Tuhan, merasa jijik dengan diri sendiri karena penuh dengan dosa dan jijik jika mengingat narkoba, takjub dengan kasih dan pengampunan dari Tuhan, dan berjanji untuk tidak akan mencandu lagi dan pemakaiannya terhadap narkoba juga mulai berkurang.

“...aku dipindahin ke Harmonika, dia pun pindah juga. Terakhirnya kami tinggal sama, satu kamar lagi di Harmonika 36. jadi di situ mulai lah aku seirng diajak gereja. Kemudian, aku lihat juga cara hidup abang itu bagus. Pagi, malam sering berdoa, dan terasa kali lah sebenarnya. Dan dari situ, aku diajak berdoa bersama...”

(R3.W1/k.513-517/hal.24)

”...dari situ lah awalnya nggak lagi. Memang bukan karena keinginanku nggak lagi. Tapi memang rasanya apa ya, ketika itu

merasa bahwa barang itu uda seperti suatu yang menjijikan sekali gitu. Di situ aku merasa apa ya, awalnya sih abang itu PI, maksudnya kasih tahu ke aku, Yesus itu siapa...”

(R3.W1/k.518-522/hal.24)

”...itu kedua kali aku menangis di situ, di kamar. Jam 11 malam itu tapi aku lupa tanggal berapa, di kamar kami berdua. Itu awal baru masuk kuliah. Dan di situ, aku taruh di buku harian awal pertobatanku di situ dan aku janji pada diriku sendiri, pada Tuhan juga, pada abang ku juga. Jadi kami bertiga, dari sejak itu aku nggak akan make itu lagi...” (R3.W1/k.525-530/hal.24)

Seiring dengan berjalannya waktu, Joni pun semakin berusaha untuk tidak mengkonsumsi narkoba lagi dan terkadang dia menggantinya dengan merokok. Dalam perjalanannya tersebut, Joni merasa kesakitan dan tersiksa. Hampir setiap hari dia merasakan sakit, mudah marah, malas-malasan. Terlebih lagi ketika sugesti muncul dengan sangat kuat dan mendorongnya untuk tetap mengkonsumsi.

”... gampang marah. Kemudian emosian gitu, kemudian apa ya, uring-uringan sering. Maksudnya gini, aaa ngomong pun dengan teman itu pasti bawaannya gelisah terus. Ada sesuatu yang kurang...

(R3.W2/k.128-131/hal.36)

”... Secara psikis memang tersiksa ya, dari diri sendiri harus menahan itu yang secara luar biasa. Kemudian dari sekeliling...”

(R3.W2/k.212-214/hal.39-40)

Selain rasa sakit dan sugesti, Joni juga sering dihina dan dijauhi oleh teman-temannya pecandu dulu. Namun hal itu tidak mempengaruhi niat dan keputusannya untuk meninggalkan narkoba.

”...mereka berbalik seperti membenci ku gitu. Mereka bilang, kau sekarang sok alim lah. Karena sekarang aku sering ikut kebaktian gitu, mereka bilang, ah Pak pendeta datang. Jadi, menyakitkan sih sebenarnya ya. Teman-teman yang dulu akrab ya, tapi sekarang berbalik memusuhi gitu. Itu yang sangat menyakitkan juga...”

”...ketika itu aku sudah mengambil keputusan yang bulat seperti yang kubilang tadi. Jadi, apapun yang terjadi, sama teman-teman, mau siapa pun, aku nggak peduli lagi. Aku sudah ngambil keputusan, nggak make lagi, udah, tinggalkan semua. Gitu...”

(R3.W2/k.174-177/hal.38)

Joni dapat mengatasinya dengan kehadiran teman-teman barunya dari pelayanan mahasiswa di kampus dan juga gereja. Sejak itu, dia mempunyai komunitas dan kegiatan yang baru. Dengan demikian, dia tidak mempunyai waktu lagi memikirkan narkoba dan bergaul dengan teman-teman pecandu yang dulu.

”...dengan berbagai kesibukan, kadang-kadang diajak sama yang senior ke pelayanan, ikut jam doa, ikut kebaktian, ku pikir itu satu obat juga. Jadi lambat laun itu terlupakan dan terkikis sedikit demi sedikit...” (R3.W2/k.132-135/hal.36)

”...aku punya teman baru di pelayanan, di tempat-tempat lain seperti tempat-tempat diskusi. Jadi semakin banyak aku melakukan kegiatan di luar, nah mereka itu semua teman ku. Jadi, yah, apa ya klo teman sih dibilang, ya memang kehilangan tapi aku banyak dapat juga yang baru...” (R3.W2/k.186-190/hal.38-39)

Dengan perubahan lingkungan dan kegiatan serta pergaulan tersebut, semakin lama Joni semakin berkeinginan untuk berhenti dari obat-obatan yang mematikan tersebut, sampai akhirnya dia pun berkomitmen untuk benar-benar berhenti dari narkoba. Dia merasakan dukungan doa dari teman-teman pelayanan sehingga memiliki kekuatan dari dalam diri untuk mengatakan tidak kepada narkoba.

”...yang ku pikirkan adalah satu mujizat itu tadi, siapa Yesus dalam hidup ku. Ketika aku berdoa pun sebelum SPMB, bagi ku itu janji tetap janji. Sebenarnya awalnya dari situ, aku kan uda pernah janji sama Tuhan. Klo misalnya kau lulus, ya aku akan melayani Dia, trus aku merenung dan abang itu bilang seorang pelayan itu seperti ini, kemudian dia menjelaskan banyak. Ya harus bertobat, harus kenal Tuhan lebih dalam lagi...”

”...banyak yang ku pikir doa-doa dari teman-teman juga, yang ada di kampus, banyak senior dan kakak-kakak yang menolong. Dari doa-doa mereka terasa juga sih...”

(R3.W2/k.76-78/hal.34)

Tidak hanya berkomitmen untuk benar-benar berhenti dari narkoba, Joni juga berkomitmen untuk berhenti dari rokok setelah dia kembali merenungkan siapa Tuhan dan merasakan bahwa Tuhan ada dalam hidupnya. Hal itu terus mendorongnya untuk bertobat dan berubah sampai akhirnya pada tanggal 23 November’03 jam 5, Joni benar-benar berjanji untuk berhenti dari semua yang berhubungan dengan rokok dan narkoba. Sejak itu, dia sepertinya merasa bebas dari kekangan dan penjara kehidupan yang kelam dan dia pun berhenti total dari narkoba dan rokok.

“...dikenalin sama apa, anak-anak Tuhan yang pelayanan mahasiswa juga. Dikenalin gitu kan, trus mereka juga kenalin Tuhan itu siapa lebih dalam, kemudian diajak persekutuan, diajak kebaktian. Dari situ awalnya. Nah aku lepas itu jam 5 tanggal 23 tahun 2003 bulan November, itu aku lepas sama sekali dari semuanya...”

(R3.W1/k.538-543/hal.25)

”...aku di satu sisi sangat merasa menang. Di satu sisi sangat merasa senang, berbahagia karena, aa yang selama ini aku yang begitu terpenjara dengan semua, aku begitu dikekang, terikat dengan itu semua dan akhirnya aku bisa lepas..”

(R3.W2/k.182-185/hal.38)

Joni pun berubah dan memiliki kehidupan yang baru. Dia menjadi anggota dan pelayan dalam pelayanan mahasiswa Kristen di kampus. Firman Tuhan, kegiatan-kegiatan, serta teman-teman di pelayanan itu telah mengubah pola pikirnya tentang hidup dan kebiasaan-kebiasaan buruknya selama ini.

”...dalam diri sendiri pun sudah ada penilaian, ah itu nggak benar, jadi aku harus berubah. Dulu aku kolerik benar lho. Kolerik melankolik juga. Wah, pokoknya paling ngeri lah, kejam. Paling tegas dan nggak

bisa diatur. Temperamental abis. Trus, setelah kenal Tuhan, aku jadi sanguin...” (R3.W1/k.640-644/hal.29)

”...dia memberitakan kepadaku siapa itu Yesus, kemudian dia bilang bahwa dosa-dosa mu yang sebesar apapun akan diampuni ketika kau menyerahkan diri ke dalam tangan Dia. Pada waktu itu aku hanya berdoa, Tuhan ini aku dengan penuh keberdosaanku, ampuni aku dengan semua yang telah kulakukan, aku mau bertobat, aku mau berjalan sesuai dengan kehendak Tuhan aja, gitu. Jadi memang besoknya, walaupun keinginan untuk masih kuat sekali, tapi ada suatu yang menolong ku untuk tidak make itu lagi...”

(R3.W2/k.47-55/hal.33)

Sampai saat ini, Joni pun telah meyelesaikan studinya dan menjadi seorang sarjana. Dia merasakan pembentukan hidup yang sangat luar biasa. Dia terbeban untuk dapat melayani para pecandu seperti yang pernah dialaminya, sampai akhirnya dia pun berkomitmen untuk tetap berdoa dan menjangkau para pecandu yang lain.

Rangkuman Proses Pengambilan Keputusan Joni untuk Berhenti Menggunakan Narkoba

- Kenal ganja dan tahu informasi tentang narkoba sejak kecil - Merokok sejak 4 tahun - Kurang perhatian dari orang tua.

Sekolah di kota dan tinggal di lingkungan pasar dan pergaulan bebas.

Coba-coba Senang, nikmat dan lebih berani Memakai rutin Bertukar pikiran dgn sesama pengguna narkoba - Bringas dan suka berbuat jahat

- Sekolah tdk teratur dan pergi dari rumah keluarga

Latar belakang

- Sensitif, egois, dan imajinasi – - Studi tetap baik Tidak mengubah apapun

Bekerja di perusahaan tetapi tetap mencandu

- Kost di lingkungan yg bnyk pecandu - Bimbingan test dan UMPTN

- Dukungan dari Abang : doa, nasehat, dan sharing tujuan hidup.

Lulus UMPTN

- Sadar bahwa Tuhan ada dan siapa diri di hadapanNya. - Self Efficacy rendah Mulai berfikir utk berhenti - Kognitif berubah - Meninggalkan lingkungan lama - Mendapat pelayanan rohani Berkomitmen untuk berhenti - Sugesti dan tetap merokok

- Punya komunitas baru dan mendapat dukungan (doa, kepercayaan, dan perhatian)

Benar-benar berhenti Keputu Kecandu an & proses pengam bilan keputus an Kecanduan Konseling Lulus STM Ke Medan

IV. D Rangkuman Analisa Antar Partisipan

Dokumen terkait