• Tidak ada hasil yang ditemukan

Untuk menghadapi habitatnya berupa substrat lumpur dan selalu tergenang (reaksi anaerob), tumbuhan mangrove beradaptasi dengan membentuk akar-akar khusus untuk dapat tumbuh dengan kuat dan membantu mendapatkan oksigen. Bentuk perakaran mangrove tersebut adalah sebagai berikut :

2.1 Akar Pasak (pneumatophore)

Akar pasak berupa akar yang muncul dari sistem akar kabel dan memanjang ke luar arah udara seperti pasak. Akar pasak ini terdapat pada

Avcennia spp, Xylocarpus spp dan Sonneratia spp.

2.2 Akar Lutut (knee root)

Akar lutut merupakan modifikasi dari akar kabel yang pada awalnya tumbuh kearah permukaan substrat. Kemudian melengkung menuju ke substrat lagi. Akar lutut ini terdapat pada Bruguiera spp.

2.3 Akar Tunjang (stilt root)

Akar tunjan merupakan akar (cabang-cabang akar) yang keluar dari batang dan tumbuh ke dalam substrat. Akar ini terdapat pada Rhizophora spp.

2.4 Akar Papan (buttress root)

Akar papan hampir sama dengan akar tunjang tetapi akar ini melebar menjadi bentuk lempeng mirip struktur silet. Akar ini tedapat pada Heritiera.

2.5 Akar Gantung (aerial root)

Akar gantung adalah akar yang tidak bercabang yang muncul dari batang atau cabang bagian bawah tetapi biasanya tidak mencapai substrat. Akar gantung terdapat pada Rizophora sp, Avicennia sp, dan Acanthus sp.

1 2

3 4

Gambar 5 Bentuk Spesifikasi Akar pada Bakau (Dori.R, 2006) (1. Akar Papan, 2. Akar Lutut, 3. Akar Tongkat, 4. Akar Cakar Ayam)

Fungsi dan Manfaat Ekologis

Sebagai mana tumbuhan lainnya, mangrove mengkonversi cahaya matahari dan unsur hara (nutrien) menjadi jarigan tumbuhan (bahan organik) melalui proses fotosintesis. Tumbuhan mangrove merupakan sumber makanan potensial, dalam berbagai bentuk bagi semua biota yang hidup di ekosistem mangrove. Bengen (2004), komponen dasar dari rantai makanan di ekosistem mangrove berbeda dengan tumbuhan pada umumnya, bukan tumbuhan itu sendiri melainkan detritus yang berasal dari tumbuhan mangrove (daun, ranting, buah, batang dan sebagainya).

Nutrien mangrove di bagi atas nutrien anorganik dan detritus organik. Nutrien anorganik penting adalah N dan P (jumlahnya sering terbatas), serta K, Mg, dan Na (selalu cukup). Sumber nutrien anorganik adalah hujan, aliran permukaan, sedimen, air laut dan bahan organik yang terdegradasi. Detritus organik adalah nutrien organik yang berasal dari bahan biogenik melalui beberapa tahap degradasi mikrobial. Detritus organik berasal dari authochthonous (fitoplankton, diatom, bakteri, algae, sisa organisme dan kotoran organisme) dan allochthonous (partikulat dari air limpasan sungai, partikel tanah dari pantai dan erosi tanah, serta tanaman dan hewan yang mati di zona pantai dan laut).

Sebagian detritus didekomposisi oleh bakteri dan fungi menjadi nutrien yang terlarut dapat secara langsung dimanfaatkan oleh fitoplankton, algae maupun tumbuhan mangrove itu sendiri dalam proses fotosintesis. Sebagian lain dari detritus dimanfaatkan oleh ikan, udang dan kepiting sebagai makanannya. Proses makan memakan dalam berbagai kategori dan tingkatan biota membentuk suatu jala makanan (CSC/NOAA, 2001 dalam Prihatini, 2003)

Gambar 6. (a) Hubungan Ketergantungan dalam Ekosistem Mangrove. (b) Asosiasi Ekosistem Mangrove. (DepHut, 2006)

Fungsi ekologis mangrove sebagai suatu ekosistem khas wilayah pesisir, diantaranya adalah:

- Sebagai peredam gelombang dan angin badai, pelindung pantai dari abrasi, penahan lumpur dan perangkap sedimen yang diangkut oleh aliran permukaan (run off)

- Sebagai penghasil sejumlah besar detritus

- Sebagai daerah asuhan, daerah mencari makanan dan daerah pemijahan bermacam biota perairan baik yang hidup di perairan pantai maupun lepas pantai

(a)

Aktivitas-aktivitas pengembangan wilayah dalam rangka menuju little singapore memberikan kontribusi yang cukup tinggi bagi peningkatan PDRB pulau Kota Tarakan namun di sisi lain tingginya nilai ekonomi dari dampak lingkungan yang timbul akibat adanya aktivitas-aktivitas tersebut juga tak dapat dihindari. Secara logis kedua fenomena tersebut saling memainkan peranan penting bagi kemajuan pembangunan dan eksistensi suatu pulau. Menurut Bengen (2006) bahwa fungsi dan peranan ekosistem pesisir dan laut di pulau-pulau kecil adalah sebagai pengatur iklim global, siklus hidrologi dan biogeokimia, penyerap limbah, sumber plasma nutfah dan sistem penunjang kehidupan lainnya di daratan.

Pengelolaan berkelanjutan berbasis ekosistem menjadi instrumen penting dalam menunjang aktivitas ekonomi pulau Kota Tarakan. Dimana pada dasarnya konsep ini menggambarkan bahwa pulau Kota Tarakan dengan wilayah laut yang luas, merupakan himpunan integral dari komponen hayati dan nir-hayati yang mutlak dibutuhkan masyarakat setempat untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. (Bengen, 2006). Komponen hayati dan nir-hayati secara fungsi saling berinteraksi membentuk suatu sistem, yang mana apabila terjadi perubahan pada salah satu dari kedua komponen tersebut maka akan dapat mempengaruhi keseluruhan sistem yang ada baik dalam kesatuan struktur fungsi maupun dalam keseimbangannya. Kelangsungan fungsi kawasan pulau Kota Tarakan sangat menentukan kelestarian dari sumberdaya hayati sebagai komponen utama dalam ekosistem pulau tersebut.

Langkah pertama yang dilakukan untuk menelaah isu degradasi ekosistem mangrove yakni dengan menduga penyebab kematian masal (dieback) pada mangrove disebabkan oleh kadar salinitas air genangan yang rendah disekitar ekosistem tersebut. Kadar salinitas yang rendah utamanya dipicu oleh sedimentasi muara sungai dan genangan air tawar. Dimana kedua hal tersebut secara langsung dapat menghambat terjadinya proses sirkulasi air laut dan tawar yang sangat dibutuhkan oleh ekosistem mangrove, sehingga pada akhirnya kematian massal (dieback) tak dapat dihindari.

Langkah kedua ialah menganalisis potensi ekosistem yang tersisa dengan menggunakan analisis biofisik ekosistem mangrove dan penilaian ekonomi total dari ekosistem tersebut. Dari kedua analisis tersebut diperoleh gambaran persentase penutupan dan kerapatan pohon mangrove (pohon/ha) serta nilai ekonomi total yang dimiliki oleh ekosistem mangrove yang tersisa guna menentukan arahan program pengelolaan selanjutnya yang akan dilaksanakan untuk mengurangi degradasi ekosistem.

Langkah ketiga ialah membuat rencana strategi dan program pengelolaan ekosistem mangrove Desa Binalatung berdasarkan atas isu kematian massal (dieback) yang terjadi dan analisis potensi ekosistem mangrove aktual dengan menggunakan analisis pengambilan keputusan berdasarkan pada banyak kriteria atau dapat disebutkan Multy Criteria Decision Making (MCDM). Dalam melakukan analisis MCDM semua komponen analisis di input untuk mendukung kerangka pengelolaan terhadap ekosistem mangrove, baik data yang sifatnya kuantitatif maupun kualitatif. Komponen yang di input meliputi: dimensi ekologi- ekosistem, dimensi sosial-ekonomi masyarakat dan dimensi kelembagan pemerintah berupa PERDA yang berkaitan dengan wilayah pesisir Kota Tarakan. Dari analisis MCDM diperoleh tingkat prioritas kepentingan terhadap strategi pengelolaan berkelanjutan ekosistem mangrove yang di rekomendasikan.

Dalam program pengelolaan berkelanjutan khususnya Desa Binalatung diharapkan pada tujuan akhir akan di capai pengelolaan yang diarahkan pada perlindungan kawasan atau konservasi ekosistem mangrove. Konteks kawasan perlindungan yang direkomendasikan bukan berarti tidak ada pemanfaatan namun sebaliknya kawasan yang sifatnya sustainable use. Hal ini utamanya bagi masyarakat setempat yang sebagian besar menggantungkan hidupnya untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga dari hasil perikanan yang disediakan oleh ekosistem mangrove. Secara terperinci kerangka pendekatan masalah untuk mengurangi degradasi ekosistem bakau Desa Binalatung dapat dilihat pada Gambar 7 berikut.

Gambar 7 Kerangka Pendekatan Masalah

Degradasi Ekosistem Mangrove

Sedimentasi muara sungai

Strategi dan Program Pengelolaan Mangrove Desa Binalatung Analisis Strategi Pengelolaan Analisis Potensi dan Nilai Manfaat Multy Criteria Decision Making (MCDM) Sustainable Use Genangan Air Tawar Ekosistem Mangrove Perlindungan dan Rehabilitasi Kawasan mangrove Pengelolaan Ekosistem Mangrove Desa Binalatung

yang Berkelanjutan

(Yes)

(No) Salinitas

Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksananakan pada bulan Maret sampai dengan bulan Mei 2006 di Desa Binalatung Kecamatan Tarakan Timur Kota Tarakan Propinsi Kalimantan Timur. Pemilihan lokasi dilakukan secara purposive dengan pertimbangan bahwa: (i) belum optimalnya program pengelolaan ekosistem mangrove yang ditawarkan oleh Pemerintah Kota Tarakan melalui kegiatan MCRMP; (ii) tingkat kerusakan sumberdaya ekosistem mangrove tergolong tinggi. Lokasi dapat dilihat pada Gambar 8.

Sifat dan Tipe Penelitian

Penelitian yang digunakan adalah studi kasus (case study). Penelitian ini adalah penelitian yang menjelaskan bahwa: studi kasus adalah arah mikro (menyorot satu atau beberapa kasus) dan studi kasus adalah strategi penelitian yang bersifat multi-metode. Lazimnya penelitian kasus akan memadukan metode pengamatan, wawancara dan analisis dokumen. (Stake, 1994:236; Adelman dkk. dikutip Nisbet dan Watt, 1994: 4; Yin, 1996: 18 dalam Sitorus, 1998).

Kajian studi kasus yang dilakukan dalam penelitian ini merujuk pada tipe studi kasus instrumental yang menyatakan bahwa kajian atas suatu kasus khusus untuk memperoleh wawasan atas suatu isu atau wawasan untuk menyempurnakan teori. Dalam hal ini fungsi kasus adalah sebagai pendukung atau instrument untuk membantu peneliti dalam memahami suatu permasalah tertentu. (Stake, 1994; 237

dalam Sitorus, 1998).

Strategi studi kasus merupakan metode yang dianggap tepat untuk sebuah studi yang berkaitan dengan ”how” dan ”why”, serta tepat pula bagi para peneliti yang hanya memilki peluang sangat kecil atau tidak mempunyai peluang sama sekali untuk melakukan kontrol terhadap peristiwa tersebut (Yin, 1997 dalam

Gambar 8 Peta Lokasi Penelitian (Desa Binalatung)

Alat yang Digunakan

Alat-alat yang digunakan selama mengadakan survei lapangan dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Alat-alat yang Digunakan dalam Penelitian

No Alat Fungsi 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. GPS Roll Meter Alat Tulis Tali Rafia

Hand Held Refractometer Hanna Instrument Handycam

Buku identifikasi mangrove Kuisioner

Mengetahui posisi atau titik pengamatan Membuat transek kuadrat

Sarana pengumpulan data Membuat transek kuadrat Mengetahui Salinitas Mengetahui suhu Dokumentasi

Mengetahui jenis mangrove

Untuk memperoleh informasi dari berbagai pihak yang terkait (masyarakat, stakeholders dan institusi pemerintah yang terkait)

Jenis dan Sumber Data

Jenis dan sumber data yang dikumpulkan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Data primer terdiri data potensi dan manfaat keberadaan hutan mangrove serta data sosial ekonomi masyarakat Desa

Binalatung, sementara data sekunder terdiri dari sumber-sumber yang menunjang penelitian seperti penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, PERDA yang berkaitan dengan pengelolaan dan pemanfaatan ekosistem mangrove, laporan- laporan yang berasal dari instansi terkait. Secara lengkap data primer dan sekunder yang dikumpulkan dalam penelitian ini tersaji pada Tabel 4.

Tabel 4 Jenis Data Primer dan Data Sekunder

No Data Primer Data Sekunder

1.

2.

3.

Ekosistem Mangrove

a. Potensi (jenis mangrove, jumlah tegakan serta jenis substrat)

b. Nilai Manfaat Ekonomi (manfaat langsung, manfaat tidak langsung, manfaat pilihan dan manfaat keberadaan)

Sosial Ekonomi Masyarakat Desa Binalatung.

Sosial Ekonomi Masyarakat Penambang Pasir Juata.

Kondisi oseanografi daerah kajian Laporan kegiatan MCRMP Kondisi topografi dan fisiografi Kota Tarakan dalam Angka Perda Tata Ruang 2006

Perda No.4 th 2002 ttg larangan dan pengawasan hutan mangrove Kota Tarakan

Perda No.18 th 2002 ttg ijin usaha pertambangan bahan galian gol C

Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data dalam penelitian ini meliputi: (1) data ekosistem mangrove, dan (2) data sosial ekonomi masyarakat setempat. Secara terperinci pengumpulan tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Data ekosistem mangrove a. Potensi Tegakan

Metode penentuan atau peletakan transek kuadrat dilakukan secara acak (random sampling) dan ukuran transek kuadrat 30m x 30m. Kusmana (1997) pertimbangan utama dalam penentuan ukuran kuadrat adalah kehomogenan vegetasi dan morfologi jenis tumbuhan yang diukur. Dalam hutan yang homogen ketepatan untuk intensitas sampling tertentu cenderung lebih besar karena jumlah satuan contoh bersifat bebas satu sama lain akan banyak.

Gambar 9 Desain Metode Transek Kuadrat

b. Pendekatan Nilai Manfaat

Nilai manfaat ekonomi suatu ekosistem mangrove didekati dengan beberapa metode penilaian dengan mengkuantifikasikannya ke dalam nilai uang (Rp), seperti:

- Nilai Pasar

Nilai atau harga pasar sebenarnya (actual price) dari barang dan jasa yang diperdagangkan dalam suatu sistem tukar-menukar yang lazim di daerah tersebut. Pendekatan ini digunakan untuk komponen sumberdaya yang dapat langsung diperdagangakan, seperti potensi perikanan (kepiting), dan daun nipah serta digunakan untuk menilai manfaat langsung dari penggunaan suatu komponen sumberdaya.

- Harga tidak langsung

Pendekatan ini digunakan bila mekanisme pasar gagal memberikan nilai manfaat tidak langsung suatu komponen sumberdaya (market failure) karena terjadi gangguan terhadap pasar komponen sumberdya tersebut (market distortion) atau komponen sumberdaya tersebut belum memiliki pasar (non-existence of market). Estimasi manfaat hutan mangrove sebagai penahan abrasi pantai. Metode yang digunakan adalah replacement cost atau biaya penganti. Biaya dari pembuatan beton tersebut sebagai biaya pengganti akibat dampak lingkungan, dapat digunakan sebagai perkiraan minimum dari manfaat yang diperoleh untuk memelihara maupun memperbaiki lingkungan.

30m x 30m 30m x 30m

30m x 30m 10m

- CVM (Contigent Valuation Method)

Contigent Valuation merupakan salah satu teknik valuasi yang bersifat partisipatif karena memungkinkan terjadinya diskusi publik. Meskipun demikian kelemahan utama dalam teknik ini adalah asumsi bahwa individu maupun kelompok individu merupakan target contigent valuation akan berfikir secara rasional dalam menentukan nilai ekonomi sebuah fungsi ekosistem, padahal dalam kenyataanya sifat ini tidak semua dimiliki oleh individu atau kelompok individu. (Adrianto, 2006)

- Nilai Ekonomi Total (NET)

Nilai ekonomi total merupakan penjumlahan dari seluruh manfaat yang telah diidentifikasi, yaitu nilai manfaat langsung (NML), nilai manfaat tidak langsung (NMTL), nilai manfaat pilihan (NMP), nilai manfaat keberadaan (NMK).

2. Data Sosial Ekonomi Masyarakat

Pengambilan sampel dilakukan dengan cara purposive sampling dengan pertimbangan bahwa sampel yang diambil adalah masyarakat yang lama tinggal di daerah setempat, sehingga diharapkan mampu memberikan gambaran secara terperinci mengenai kondisi wilayah kajian.

Data sosial ekonomi ini dikumpulkan melalui teknik wawancara secara mendalam (depth interview). Teknik ini dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh semua informasi yang diperlukan. Secara garis besar data sosial ekonomi meliputi: identitas responden, pekerjaan utama, persepsi masyarakat terhadap ekosistem mangrove serta persepsi masyarakat terhadap degradasi lingkungan.

Analisis Data

Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian berupa analisis deskriptif dan analisis kuantitatif. Metode analisis deskriptif digunakan untuk: (i) mendeskripsikan pengelolaan aktual ekosistem mangrove, (ii) mendeskripsikan kondisi pesisir khususnya pasut, arus, dan iklim. Metode analisis kuantitatif digunakan untuk: (i) mengetahui potensi biofisik ekosistem mangrove desa Binalatung; (ii) mengetahui nilai manfaat dari keberadaan suatu ekosistem

mangrove serta; (iii) memberikan alternatif program pengelolaan berdasarkan bobot penilaian.

Analisis Potensi Biofisik Ekosistem Mangrove

Analisis potensi ekosistem mangrove dimaksudkan untuk mengetahui persentase penutupan dan kerapatan pohon (pohon/ha). Analisis ini menggunakan data hasil pengukuran langsung di lapangan, berupa jumlah individu (IND), diameter batang (DB), tipe substrat dan luas petak contoh yang diambil. Selanjutnya dilakukan analisis potensi:

1. Kerapatan Jenis (Di) adalah jumlah tegakan jenis i dalam satuan unit area :

A n

D i

i = .... (1)

dimana ni adalah jumlah total tegakan dari jenis i dan A adalah luas total

area pengambilan contoh (luas total petak contoh/Plot)

2. Kerapatan Relative Jenis (RDi) adalah perbandingan antara jumlah tegakan jenis I (ni) dan jumlah total tegakan seluruh jenis (Σn):

RD n x100 n i i ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ Σ = ... (2) 3. Frekuensi Jenis (Fi) adalah peluang ditemukannya jenis i dalam petak

contoh/plot yang diamati :

p

p

F

i

i

=

Σ

... (3)

dimana Fi adalah frekuensi jenis i, pi adalah jumlah petak contoh/plot

dimana ditemukan jenis i, dan p adalah jumlah total petak contoh/plot yang diamati.

4. Frekuensi Relatif Jenis (RFi) adalah perbandingan antara frekuensi jenis

)

(Fi dan jumlah frekuensi untuk seluruh jenis (ΣF) :

x100 F F RF i i ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ Σ = ... (4) 5. Penutupan Jenis (Ci) adalah luas penutupan jenis i dalam suatu unit area:

A BA

4

2 DBH

BA=π dalam cm2, DBHCBH dalam cm, CBH adalah lingkaran pohon.

6. Penutupan Relatif Jenis (RCi) adalah perbandingan antara luas area penutupan jenis i (Ci) dan luas total area penutupan untuk seluruh jenis (ΣC), x100 C C RC i i ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ Σ = ... (6) 7. Nilai Penting Jenis (IVi) : IVi =RDi+RFi+RCi

Nilai penting memberikan gambaran mengenai pengaruh atau peranan suatu jenis tumbuhan mangrove dalam komunitas mangrove.

Analisis Nilai Manfaat Ekonomi Ekosistem Mangrove

Analisis nilai manfaat ekonomi (economic valuation) terhadap ekosistem mangrove dimaksudkan bahwa dalam konteks pembangunan berkelanjutan dimensi ekologi diperlukan suatu penilaian terhadap ekosistem hutan mangrove. Hal ini mutlak diperlukan agar institusi pemerintah selaku pembuat dan pengambil kebijakan perlu mempertimbangkan nilai fungsi yang terkandung dalam ekosistem tersebut agar dalam melaksanakan pembangunan daerah otonom keberadaan ekosistem mangrove menjadi pertimbangan yang penting untuk keberlanjutan suatu pulau.

Nilai ekonomi total (TEV) merupakan penjumlahan dari nilai ekonomi berbasis pemanfaatan/penggunaan (Use Value; UV) dan nilai ekonomi berbasis bukan pemanfaatan/penggunaan (Non-use Value; NUV).(Barton, 1994, Barbier, 1993, Freeman III, 2002 dalam Adrianto, 2006). Gambar 10 menyajikan diagram nilai ekonomi total (TEV) dari ekosistem mangrove pesisir utara Desa Binalatung.

Gambar 10 Tipologi Nilai Ekonomi Total (TEV)

Secara garis besar definisi dari tipologi nilai-nilai ekonomi yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5 Definisi dan Contoh Komposisi Total Nilai Ekonomi (TEV)

No Jenis Nilai Definisi Contoh

1.

2.

3.

4.

Direct Use Value

Indirect Use Value

Option Value

Exisance Value

Nilai ekonomi yang diperoleh dari pemanfaatan langsung dari sebuah sumberdaya/ekosistem Nilai ekonomi yang diperoleh dari pemanfaatan tidak langsung dari sebuah sumbrdaya/

ekosistem

Nilai ekonomi yang diperoleh dari potensi pemanfaatan langsung maupun tidak langsung dari sebuah sumberdaya/

ekosistem di masa datang Nilai ekonomi yang diperoleh dari sebuah persepsi bahwa keberadaan (existance) dari sebuah ekosistem/sumberdaya itu ada, terlepas dari apakah ekosistem/sumberdaya tersebut dimanfaatkan atau tidak

Manfaat perikanan kayu mangrove, genetic material dll

Fungsi ekosisetem mangrove sebagai natural breakwaters, fungsi terumbu karang sebagai spawning ground bagi jenis ikan karang dll

Manfaat keanekaragaman hayati, spesies baru dll

Habitat terancam punah; endemic spesies

Sumber :Adrianto, 2004

Total Economic Value

Use Value Non-Use Value

Direct Use Value Option Value Indirect Use Value Existance Value

Identifikasi manfaat dan fungsi yang terkait dengan sumberdaya ekosistem mangrove Desa Binalatung:

1. Nilai Manfaat langsung (NML).

Nilai manfaat langsung adalah nilai ekonomi yang diperoleh dari pemanfaatan langsung dari sebuah sumberdaya atau ekosistem. Berdasarkan hasil observasi langsung yang dilakukan di Desa Binalatung bahwa nilai ini diperoleh dari pemanfaatan kepiting mangrove (Scylla sp) dan daun Nipah (Nypa). potensi pohon sebagai penyedia bahan tiang pancang.

Nilai manfaat ini dapat dirumuskan sebagai berikut :

= = n i i DUV DUV 1 ... (7) Dimana,

DUV1 : manfaat penangkapan kepiting

DUV2 : manfaat daun Nipah

2. Nilai Manfaat Tidak Langsung (NMTL)

Nilai manfaat tidak langsung adalah nilai ekonomi yang diperoleh dari pemanfaatan tidak langsung dari suatu ekosistem mangrove yang dalam hal ini adalah manfaat fisik berupa penahan abrasi atau erosi pantai dan potensi pohon sebagai tempat berasosiasinya berbagai macam biota perairan serta manfaat biologi sebagai tempat penyedia makanan bagi ikan.

Penilaian manfaat fisik diestimasi dari fungsi ekosistem mangrove sebagai penahan abrasi/erosi pantai. Pengestimasian nilai dengan menggunakan alat pemecah gelombang (breakswater) yang terbuat dari bahan beton dengan daya tahan bangunan selama 10 tahun. Menurut Aprilwati (2001) untuk membuat bangunan pemecah gelombang dengan ukuran 1m x 11m x 2,5m (p x l x t) diperlukan biaya sebesar Rp.4.163.880, kemudian biaya tersebut dikonversi dengan besaran nilai inflasi BI rate yang terjadi tahun 2005. Sementara itu fungsi pohon didekati dengan penjualan kayu mangrove (harga pasar lokal).

Penilaian manfaat biologis dilakukan dengan cara melihat fungsi mangrove sebagai feeding ground bagi spesies-spesies perairan pasut. Fungsi ini didekati dengan model hubungan regresi antara luasan hutan mangrove (ha)

dengan produksi udang (kg) (Naamin, 1984 dalam Fachrudin, 1996). Model regresi yang dimaksud adalah sebagai berikut:

X

Y =16,286+0,0003536 ... (8) Dimana,

Y : Produksi udang (kg)

X : Luasan hutan mangrove (ha)

Secara keseluruhan total nilai manfaat tidak langsung yang disediakan oleh sumberdaya ekosistem mangrove adalah :

= = n i i IUV IUV 1 ... (9) Dimana,

IUV1 : Manfaat penahan abrasi pantai

IUV2 : Manfaat pohon

IUV2 : Manfaat hutan ekosistem mangrove sebagai feeding ground.

3. Nilai Manfaat Pilihan (NMP)

Nilai manfaat pilihan merupakan suatu nilai yang diperoleh dari potensi pemanfaatan langsung maupun tidak langsung dari sebuah sumberdaya/ekosistem di masa datang. Manfaat pilihan untuk hutan mangrove biasanya didekati dengan menggunakan metode benefit transfer. Metode ini dilakukan dengan cara menilai perkiraan manfaat dari tempat lain (di mana sumberdaya tersebut tersedia) kemudian manfaat tersebut ditransfer untuk memperoleh perkiraan yang kasar mengenai manfaat dari lingkungan (Fauzi, 1999 dalam Santoso, 2005).

Untuk menilai manfaat pilihan suatu ekosistem mangrove maka dilakukan dengan pendekatan nilai keanekaragaman hayati (Biodeversity). Manfaat ini diperoleh berdasarkan hasil penelitian Ruitenbeek (1991) dalam Fachruddin (1996). Secara matematis dapat dirumuskan sebagai berikut:

4. Nilai Manfaat Keberadaan (NMK)

Nilai Manfaat Keberadaan di peroleh dengan cara mengalikan nilai rata- rata (Rp) yang diberikan oleh responden terhadap keberadaan hutan mangrove per ha per tahun dengan luas hutan mangrove secara keseluruhan. Menurut FAO (2000) dalam Adrianto (2005).

= = n i Yi n MWTP 1 1 ... (11) Dimana, n = Jumlah sampel

Yi = Besarnya WTP yang diberikan responden ke-i

Selanjutnya untuk mengestimasi nilai reboisasi (pemeliharaan) terhadap ekosistem mangrove pesisir utara Desa Binalatung yang terdegradasi akibat kematian secara massal (dieback) selama 10 (sepuluh) tahun dilakukan dengan menggunakan Cost-Benefit Analysis (CBA), yaitu :

(

)

(

)

= + − = n t t t t r C B NPV 1 1 ... (12) Dimana : t

B : manfaat yang diperoleh dari penggunaan ekosistem mangrove

t

C : biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh manfaat dari penggunaan ekosistem mangrove terssebut

t : kurun waktu penilaian (tahun)

r : faktor diskonto (discount rate)

Kurun waktu penilaian (t) yang digunakan adalah 10 (dua puluh) tahun. Secara ekologi kurun waktu tersebut digunakan berdasarkan perkiraan bahwa umur mangrove sudah mencapai pada pembentukan sistem ekologis. Hal ini diperkuat dengan pernyataan Mackinnon, et.al. (2000) bahwa mangrove jenis

Rhizophora sp mulai berbuah pada umum empat tahun dan pada umumnya melakukan regenerasi dengan baik.

Asumsi-asumsi yang digunakan dalam mealakukan cost-benefit analysis

meliputi:

1. Tidak terjadi bencana alam seperti gelombang pasang, illegal logging, dan konvesi areal mangrove.

2. Kegiatan reboisasi (pemeliharaan) berjalan dengan baik selama waktu yang telah digunakan.

Multy Criteria Decision Analisis (MCDM)

Metode MCDM merupakan salah satu metode yang digunakan untuk mengambil suatu keputusan berdasarkan pada analisis yang dilakukan terhadap kriteria. Metode ini menitikberatkan pada kriteria-kriteria yang dibangun berdasarkan kondisi aktual yang terjadi seperti kriteria ekologi-ekosistem mangrove, sosial-ekonomi masyarakat dan kelembagaan (kebijakan pemerintah).

Metode MCDM terbagi lagi kedalam tiga kategori yakni mutiple attribute utility theory (MAUT), outranking methods dan interactive methods. Dalam penelitian ini peneliti memfokuskan pada penggunaan metode multiple attribute utility theory (MAUT). Metode ini menitikberatkan pada hubungan yang saling terkait antara atribut (kriteria), atau dengan kata lain bagaimana keterkaitan antara kriteria-kriteria yang dibangun (ekologi-ekosistem, sosial-ekonomi dan

Dokumen terkait