• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hasil tangkapan segar yang diperoleh nelayan (Tabel 10) tidak semuanya dapat di pasarkan, hal tersebut disebabkan oleh mutu atau kualitas dari hasil tangkapan maupun ukuran yang diperoleh tidak sesuai dengan pasaran yang ada. Hasil tangkapan target nelayan berupa udang umumnya dipasarkan dipenampung besar (cold storage) yang ada di Kota Tarakan. Jadi jika hasil tangkapan tidak memenuhi standard penampung maka hasil tangkapan tadi baru di pasarkan di pasar-pasar lokal yang ada di Kota Tarakan. Karena kendala itulah para nelayan yang dibantu oleh istri-istri mereka membuat alternatif dengan cara melakukan pengolahan hasil tangkapan, seperti pengolahan ikan asin kering dan pembuatan ebi. Kegiatan pengolahan ini membutuhkan waktu yang relatif cukup lama karena masih menggunakan cara yang sangat tradisional yakni mengeringkan ikan atau udang tersebut di bawah panas sinar matahari.

Biasanya kegiatan pengolahan ini dilakukan oleh para istri-istri nelayan setelah para nelayan pulang dari melaut. Pada awalnya kegiatan ini mereka lakukan untuk mensiasati hasil tangkapan segar yang tidak laku dipasaran namun lama kelamaan kegitan ini menjadi rutinitas ibu-ibu nelayan dalam membantu prekonomian keluarga. Rata-rata jumlah komoditi yang dapat diolah sebanyak 50 kg/musim tangkapan untuk semua jenis dengan harga jual yang ditawarkan berkisar antara Rp.20.000 sampai dengan Rp.25.000 per kg. Saat ini pemasaran hasil produk olahan di pasar-pasar lokal Kota Tarakan. Pada umumnya nelayan melakukan aktivitas pemasaran dibantu oleh para pedagang pengumpul (tengkulak) yang ada di Kota Tarakan tapi ada juga sebagian warga yang melakukan kegiatan pemasaran sendiri.

Aksesibilitas Sarana dan Prasaran Desa

Perjalanan menuju lokasi Desa Binalatung dapat ditempuh dengan menggunakan kendaraan bermotor melalui jalan darat dan jalan pantai. Jalan darat yang dilewati merupakan jalan setapak yang melewati perkampungan desa nelayan Pantai Amal di sepanjang pesisir Pantai Amal, sementara jalan pantai yang dilalui merupakan alternatif lain yang dilakukan oleh sebagian besar warga kampung pada saat air surut. Lapangan volly yang di buat oleh warga di tengah-

tengah pemukiman mereka merupakan wadah yang tepat bagi warga untuk bermain sekaligus bersosialisasi setelah melaksanakan aktivitas rutin di laut.

Gambar 15. Aksesibilitas Berupa Sarana Transportasi

Desa Binalatung merupakan desa terakhir yang berada di ujung utara pantai Amal ialah desa yang nyaris terisolir bila saja tidak ada jaringan jalan dan listrik yang melewatinya. Namun semenjak adanya kegiatan MCRMP Kota Tarakan, desa ini mendapat prioritas utama pembangunan sarana infrastruktur Desa berupa bangunan MCK, bak penampung air dan pembuatan saluran air bagi warga untuk memenuhi kebutuhannya akan air bersih. Sumur-sumur penduduk yang ada berair payau dan hanya digunakan untuk keperluan mandi, mencuci kecuali untuk masak dan minum masyarakat menggunakan air penampungan hujan. PEMDA setempat telah membangun beberapa sarana MCK akan tetapi tidak dapat di pergunakan secara maksimum karena kondisinya yang telah rusak akibat terjadinya abrasi pantai.

Secara khusus desa ini tidak memiliki bangunan adat untuk melaksanakan acara-acara pertemuan-pertemuan kecuali memanfaatkan masjid untuk sarana bersosialisasi, pertemuan-pertemuan rutin warga dan acara-acara besar lainnya. Selain itu juga sarana belajar dan mengajar seperti sekolah dapat ditemui di desa ini. Kondisi bangunan sekolah yang terlihat baru dengan suasana bangunan sekolah yang langsung berhadapan dengan pantai menambah nuansa yang menyenangkan ketika para siswa memulai untuk melakukan aktifitas belajar mengajar di SDN 045 Desa Binalatung Tarakan Timur. Jarak sekolah dengan pemukiman penduduk cukup jauh sehingga dapat juga ditempuh dengan mengendarai sepeda atau berjalan kaki.

Keadaan Ekosistem Mangrove

Hasil pengolahan data citra satelit Landsat TM-7 tahun 2002 dengan kombinasi RGB 453 diperoleh total luasan hutan mangrove pesisir Desa Binalatung sekitar 23,123 ha dengan jenis vegetasi terdiri atas: api-api (Avicennia spp), prepat (Sonneratia spp), mangrove (Rhizophora spp) dan nipah (Nypa fruticans). Umumnya zonasi hutan mangrove terdiri atas: kelompok api-api (Avicennia spp) pada daerah pantai, kemudian kelompok prepat (Sonneratia spp), kelompok mangrove (Rhizophora spp) dan nipah (Nypa frutican).

Hutan mangrove pesisir utara Desa Binalatung Kelurahan Pantai Amal Kecamatan Tarakan Timur telah dijadikan sebagai kawasan rehabilitasi sejak tahun 2000. Kematian secara alami yang disebabkan oleh genangan air tawar dan proses sedimentasi membuat kondisi hutan mangrove mengalami penurunan potensi baik jumlah tegakan maupun potensi biota perairan yang secara langsung berasosiasi dengan kawasan mangrove. Dampak degradasi ekosistem mangrove mengakibatkan abrasi pantai dan penurunan hasil tangkapan nelayan serta semakin jauhnya daerah penangkapan ikan (fishing ground). Kondisi tersebut semakin memperihatinkan, khususnya degradasi sumberdaya alam. Untuk itu, pemerintah daerah melalui PERDA No.03 tahun 2006 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Tarakan menetapkan kawasan ekosistem yang ada untuk dikembangkan menjadi kawasan hutan konservasi (green belt) selebar ±130 m.

Gambar 18 Ekosistem Mangrove Pesisir Utara Desa Binalatung Degradasi Hutan Mangrove

Degradasi sering dijadikan sebagai indikator pengukuran tingkat keberlangsungan sumberdaya. Kondisi ekosistem mangrove Desa Binalatung saat ini telah mengalami degradasi yang cukup tinggi. Kondisi tersebut tergambarkan secara nyata pada terjadinya kematian massal (dieback) hutan mangrove serta semakin menurunnya luasan hutan mangrove tersebut. Secara ekologi degradasi hutan mangrove tampak pada nilai kerapatan relatif jenis (RDi) dan nilai penutupan relatif jenis (RCi) lebih kecil dari pada nilai kriteria baku kerusakan mangrove yang dikeluarkan oleh Kementrian Lingkungan Hidup tahun 2005. Kondisi hutan mangrove Desa Binalatung didasarkan pada kriteria baku mutu KLH. Lebih jelas disajikan pada Tabel 11.

Tabel 11 Kondisi Hutan Mangrove Desa Binalatung dan Kriteria Baku Mutu KLH Hutan Mangrove Desa Binalatung Baku Mutu KLH Kriteria Penutupan (%) Kerapatan (pohon/ha) Penutupan (%) Kerapatan (pohon/ha) Kerapatan Status

- - >70 >1500 Sangat Padat Baik

- - >50->75 >1000-<1500 Sedang Rusak

50 535 <50 <1000 Jarang Rusak Parah

Degradasi ekosistem mangrove di Desa Binalatung berdasarkan hasil pengukuran dan pengamatan di lapangan diperoleh bahwa terdapat dua faktor dominan yang menyebabkan terjadinya kematian massal (dieback) hutan mangrove yakni: 1) sedimentasi skala besar di muara sungai dan 2) genangan air tawar yang tinggi pada ekosistem mangrove. Lokasi kematian massal (dieback) hutan mangrove tampak pada Gambar 19.

Gambar 19 Kondisi Ekosistem Mangrove Desa Binalatung

Tertutupnya muara sungai oleh sedimentasi menyebabkan terhambatnya proses sirkulasi air laut, sehingga mengakibatkan proses pencucian daerah mangrove tidak terjadi. Suplai air tawar yang tinggi mengakibatkan penggenangan daerah mangrove. Kedua faktor ini menjadi penyebab utama terjadinya dieback hutan mangrove di Desa Binalatung.

Dokumen terkait