• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sedimentasi merupakan proses pengendapan material sedimen yang terangkut oleh gerakan air ataupun angin ke tempat lain. Proses pendakalan perairan pantai atau lazim dikenal sedimentasi dan tergerusnya garis pantai merupakan proses alami yang dapat terjadi di semua pantai. Jika terjadi proses abrasi disuatu kawasan pantai, maka sesuai dengan hukum keseimbangan akan ada kawasan yang pantai ditempat lain yang akan bertambah (Pariwono, 2005).

Sedimentasi yang terjadi di muara sungai kemudian menjadi penghalang masuknya air laut ke sungai, sehingga proses pencucian dan suplai air laut tidak terjadi. Kondisi ini menyebabkan kematian secara massal (dieback) terhadap mangrove yang tumbuh di daerah-daerah aliran sungai untuk jangka waktu tertentu. Proses kematian massal (dieback) tersebut berawal dari penimbunan oleh sedimen dalam skala besar. Penimbunan tersebut kemudian mengganggu sistem respirasi tumbuhan mangrove, dimana akar napas (pneumatofora) pada mangrove menjadi terhalang oleh sedimen. Apabila proses pencucian tidak terjadi, maka suplai oksigen bagi tumbuhan akan terhambat akibat tertutupnya akar nafas (pneumatofora) pada mangrove dan berdampak pada perkembangan dan pertumbuhan mangrove tersebut dan akhirnya menyebabkan kematian. Kondisi ini terjadi, karena tumbuhan mangrove merupakan tumbuhan yang hidup pada

substrat anaerob (tanpa udara), sehingga kebutuhan akan oksigen sangat

bergantung pada oksigen terlarut dalam air dan oksigen dari udara. Bengen (2004) menyatakan bahwa sistem perakaran yang terdapat pada pohon mangrove merupakan pola adaptasi terhadap kadar oksigen rendah. Selanjutnya, bahwa pada

akar pohon mangrove terdapat pneumatofora yang berfungsi untuk mengambil

oksigen dari udara. Lebih jauh Dahuri et al., (1996) menyatakan bahwa tumbuhan mangrove sangat peka terhadap pengendapan atau sedimentasi, tinggi rata-rata permukaan air, pencucian serta tumpuhan minyak. Keadaan ini mengakibatkan penurunan kadar oksigen dengan cepat untuk kebutuhan respirasi dan akhirnya menyebabkan kematian pada mangrove.

Sedimentasi muara sungai yang terjadi di Desa Binalatung berdasarkan faktor pembangkitnya terdiri atas: 1) arus menyusur pantai (longshore current), 2) pasang surut, 3) kualitas perairan dan 4) aktivitas manusia di hulu (upland). Arus Menyusur Pantai (Longshore Current)

Arus laut digerakkan oleh beberapa faktor yakni angin, pasut, gradien tekanan dan gradien densitas yang merupakan faktor penggerak dominan. Kontribusi dari masing-masing fakor penggerak tergantung pada kondisi geografis. Misalnya di perairan semi tertutup, pasut memainkan peranan utama penggerak arus, namun di perairan terbuka faktor yang dominan adalah angin dan

gradien tekanan. Dalam kaitannya dengan sedimentasi yang terjadi arus merupakan salah satu faktor penting khusunya dalam transpor sedimen.

Arus merupakan pergerakan massa air akibat perubahan tekanan, densitas baik yang disebabkan oleh perubahan suhu perairan, gelombang dan angin, pasang surut, letusan gunung bawah laut serta aktivitas manusia secara langsung. Arus pantai pada umumnya ditentukan oleh besarnya sudut yang dibentuk antara gelombang yang datang dengan garis pantai. Bila sudut datang cukup besar akan terbentuk arus menyusur pantai (longshore current) yang disebabkan oleh perbedaan tekanan hidrostatik. Sedang apabila sudut datang kecil atau sama dengan nol (gelombang yang datang sejajar garis pantai) maka akan terbentuk arus meretas pantai (rip current) dengan arah menjauhi pantai.

Gambar 20 Lokasi Aktivitas Masyarakat Penambang Pasir dan Tambak Kondisi pantai Kota Tarakan yang langsung berhadapan dengan laut bebas (Laut Sulawesi) membentuk sudut datang gelombang yang cukup besar sehingga menyebabkan terjadinya arus menyusur pantai (longshore current) yang cukup besar pula. Semakin besar sudut datang yang terbentuk, maka akan semakin besar kecepatan arus menyusur pantai yang terjadi. Kondisi ini akan sangat berdampak terhadap topografi pantai akibat terjadinya pengangkutan sedimen oleh arus menyusur pantai tersebut. Besarnya sedimentasi yang terjadi sangat ditentukan oleh kecepatan arus yang terbentuk serta partikel-partikel sedimen yang terangkut. Aktivitas pengerukan pasir pada suatu wilayah akan menyebabkan terjadinya

abrasi (erosi) pada wilayah tersebut yang selanjutnya pada wilayah lain akan terjadi akresi (sedimentasi). Material yang tergerus tersebut terangkut oleh aliran litoral dan terdeposit pada suatu wilayah.

Berdasarkan hasil penelitian di Selat Makassar diketahui bahwa secara umum arus perairan Selat Makassar dan sekitarnya mengalir ke selatan sepanjang tahun dengan kecepatan bervariasi (Wyrtki, 1961; Tomczak dan Godfrey, 1994). Sementara hasil penelitian yang dilakukan oleh DISHIDROS (2005) ditemukan bahwa kecepatan arus perairan pantai amal Kota Tarakan sangat bervariasi dimana kecepatan tersebut berkisar antara 12,25-29,17 cm/dt (Gambar 20). Arus yang terjadi tersebut lebih didominasi oleh pengaruh gelombang dan pasang surut, khususnya pada wilayah penelitian Desa Binalatung yang berada di daerah sebelah timur, memiliki letak geografi yang berhadapan langsung dengan laut lepas (Laut Sulawesi), sehingga sudut datang gelombang dan garis pantai yang terbentuk cukup besar. Kondisi ini akan membangkitkan terjadinya arus menyusur pantai. Arus menyusur pantai (longshore current) yang terbentuk tersebut akan mengangkut sedimen dari utara menuju selatan. Gambar 21 berikut adalah rata- rata kecepatan arus permukaan laut Kota Tarakan.

0 5 10 15 20 25 30 35

Jan Peb Mar Apr Mei Juni Juli Agst Sept Okt Nop Des Bulan Ke c e pa ta n ( c m /dt )

Gambar 21 Kecepatan Rata-rata Arus Permukaan Laut Kota Tarakan (DESHIDROS, 2005)

Berdasarkan hasil pengukuran diperoleh kecepatan arus permukaan laut rata-rata di Kota Tarakan yaitu 12,25 cm/detik hingga 29,17 cm/detik. Seperti pada Gambar 20 di atas tampak bahwa kecepatan arus permukaan laut tertinggi terjadi pada bulan Desember sedang kecepatan arus permukaan laut terendah

terjadi pada bulan Januari. Tinggi rendahnya kecepatan arus permukaan laut yang terjadi di perairan Kota Tarakan lebih disebabkan karena pengaruh angin. Angin merupakan pergerakan massa udara dari tekanan tinggi ke tekanan rendah. Angin terjadi karena adanya perbedaan tekanan udara tersebut yang merupakan hasil dari pengaruh ketidakseimbangan pemanasan sinar matahari pada tempat yang berbeda di permukaan bumi.

Tingginya kecepatan arus pada bulan Desember, disebabkan karena pada waktu tersebut terjadi muson barat, yakni pergerakan massa udara dari kutub utara menuju Samudera Hindia melewati Indonesia. Pada musim ini terjadi angin kencang disertai hujan pada daerah-daerah yang dilewati. Angin tersebut menimbulkan arus permukaan laut yang tinggi. Menurut Hutabarat (1993), bahwa pada umumnya tenaga angin yang diberikan pada lapisan permukaan air dapat membangkitkan timbulnya arus permukaan yang mempunyai kecepatan sekitar 2% dari kecepatan angin itu sendiri. Sementara itu kecepatan arus permukaan yang rendah terjadi pada bulan Januari, lebih disebabkan karena pada tahun 2005 tersebut kecepatan angin pada bulan yang sama menurun. Kondisi ini sulit untuk membangkitkan kecepatan arus permukaan laut.

Besarnya kecepatan arus menyusur pantai yang terjadi di Kota Tarakan, sebagai pengaruh dari besarnya sudut datang gelombang, kecepatan angin, pasang surut, dan topografi pantai, menjadi faktor pembangkit tingginya sedimentasi yang terjadi. Sedimentasi tersebut dipicu oleh aktivitas upland diantaranya seperti penambangan pasir darat, pembukaan areal pertambakan secara tradisional serta tingkat curah hujan Kota Tarakan. Proses sedimentasi terjadi melalui perombakan struktur-struktur pasir, dimana partikel-partikel pasir tersebut merenggang dan akan semakin mudah terpisahkan. Partikel-partikel pasir halus akan terangkut dan terbawa oleh arus menyusur pantai, pasang surut dan angin ke tempat lain.

Pasang Surut

Pasang surut (pasut) didefinisikan sebagai proses naik turunnya muka laut secara periodik karena gaya tarik benda-benda angkasa, terutama bulan dan matahari. Tipe pasut yang terjadi ditentukan oleh frekuensi genangan air pasang dan air surut setiap hari. Pasut di perairan Desa Binalatung berasal dari Samudera Fasifik melalui Laut Sulawesi.

Berdasarkan data DISHIDROS-AL (2005) diperoleh bahwa tipe pasut yang terjadi di perairan Kota Tarakan khususnya lokasi penelitian Desa Binalatung yakni bertipe pasut harian ganda (semidiurnal tide). Hasil tersebut didasarkan pada formzhal index yakni stasiun pengamatan Kota Tarakan diperoleh kisaran pasut sebesar 0,23. Dahuri et al., (2004) menyatakan bahwa pasut yang terjadi pada perairan pulau Kota Tarakan memiliki tipe pasut harian ganda (semidiurnal tide). Secara grafis tipe pasut harian yang terjadi di perairan Desa Binalatung dapat dilihat pada Gambar 22.

0.0 0.5 1.0 1.5 2.0 2.5 3.0 3.5 4.0 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 0 1 2 3 4 5 6 7 Waktu Pengamatan (jam)

K et ingg ian ( m ) Tgl 26 April 2005

Gambar 22 Tipe Pasut Harian Ganda (semidiurnal tide)

Tampak pada Gambar 22 bahwa terjadi dua kali pasang dan dua kali surut. Pasang tinggi pertama terjadi pada pukul 13.00 yaitu sekitar 3,6 m dan pasang tinggi kedua terjadi pada pukul 01.00 yaitu sekitar 2,9 m. Sedangkan surut terendah terjadi pada pukul 20.00 yaitu sekitar 0,1 m dan pukul 07.00 yaitu sekitar 0,3 m. Tipe pasut perairan tersebut yakni harian ganda. Tipe pasut harian ganda (semidiurnal tide) yaitu terjadinya dua kali pasang dan dua kali surut dalam sehari. Tipe pasut tersebut sama dengan tipe pasut yang terjadi di Kota Balikpapan yang mempunyai tipe pasut harian ganda (semidiurnal tide) (Formzhal index dari stasiun Balikpapan 0,22). Sementara untuk tipe pasut di daerah Delta Mahakam berbeda dimana memiliki tipe pasut campuran dominansi ganda (Formzhal Index dari stasiun Selat Makasaar dan Muara Pegah berkisar antara 0,38 dan 0,40). Perbedaan tipe pasang tersebut dikarenakan terjadinya perbedaan kondisi geografis lokal pada masing-masing wilayah tersebut. Kondisi geografis perairan

Kota Tarakan dan Balikpapan tidak terdapat sungai besar seperti halnya Delta Mahakam sehingga kondisi pasut yang terjadi sedikit berbeda dengan kedua wilayah tersebut. Triatmojo (1999) mengatakan bahwa pada kenyataannya di permukaan bumi terdapat pulau-pulau dan benua-benua, selain itu juga dasar laut juga tidak rata karena adanya palung yang dalam, perairan dangkal, selat, teluk, gunung bawah laut dan sebagainya sehingga keadaan ini menyebabkan terjadinya penyimpanngan-penyimpangan dari kondisi ideal serta dapat menimbulkan ciri- ciri pasut yang berbeda dari satu lokasi lainnya. Pasut di perairan Indonesia dipengaruhi oleh bentuk geografis dan batimetri yang menyebabkan perbedaan karakteristik pada lokasi yang berbeda (INRR, 2005).

Tipe pasut yang terjadi pada suatu wilayah perairan akan sangat menentukan perkembangan dan zonasi hutan mangrove di wilayah tersebut. Mangrove berkembang pada perairan dangkal dan aerah intertidal sehingga sangat dipengaruhi oleh pasut. Pasut dan kisaran vertikalnya yang membedakan periodesitas penggenangan mangrove tersebut. Perbedaan penggenangan akan menyebabkan perbedaan kumpulan mangrove yang tumbuh pada suatu daerah dan menyebabkan perbedaan tipe-tipe zonasi hutan mangrove (Nybakken, 1988). Selanjutnya Dahuri et al., (2004) menyatakan bahwa mangrove dapat tumbuh dan berkembang secara maksimum dalam kondisi dimana terjadi penggenangan dan sirkulasi air permukaan yang menyebabkan pertukaran dan pergantian sedimen secara terus-menerus, sirkulasi yang tetap (terus menerus) tersebut meningkatkan pasokan oksigen dan nutrien untuk keperluan respirasi dan produksi yang dilakukan oleh tumbuhan. Kisaran yang terjadi di perairan pantai timur Kota Tarakan sepanjang tahun 2005 dapat dilihat pada Gambar 23.

Kondisi pasut untuk tahun 2005 pasang tertiggi (high tides) di perairan Kota Tarakan terjadi pada bulan April yaitu 3,6 m. Sedangkan surut terendah (low tides) terjadi pada bulan Maret, April, September dan Oktober. Rata-rata pasang tertinggi di perairan Kota Tarakan setiap bulan berkisar 3,47 m dan surut terendah berkisar 0,15 m. Berdasarkan nilai tersebut diperoleh bahwa kisaran pasut (tidal range) di perairan Kota Tarakan yaitu berkisar 3 m. Tidal range tersebut merupakan kisaran pasut pada umumnya yang terjadi di muka bumi yakni antara 1-3 m (Dahuri et al., 2004)

Gambar 23 Kondisi Pasut yang terjadi di Kota Tarakan (2005)

Berdasarkan tipe pasut yang terjadi berupa tipe harian ganda (semidiurnal tide), dimana terjadi dua kali pasang dalam sehari memberikan suplai air laut yang tinggi sehingga sangat bepengaruh terhadap jenis mangrove yang tumbuh di daerah tersebut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis yang umumnya dijumpai dilokasi adalah jenis api-api (Avicennia spp) dan prepat (Sonneratia spp) terutama pada bagian pantai terdepan. Hal ini dikarenakan tipe pasut yang terjadi, sehingga hanya jenis-jenis tertentu yang dapat hidup dan berkembang pada kondisi salinitas tinggi. Nontji (1993) menyatakan bahwa karena sifat lingkungannya yang keras seperti genangan pasut air laut, perubahan salinitas yang besar, perairan yang berlumpur tebal dan anaerobik sehingga menyebabkan pertumbuhan mangrove jenis api-api (Avicennia spp) dan prepat (Sonneratia spp) dominan di daerah ini.

Tumbuhan mangrove dapat berkembang pada kondisi lingkungan yang ekstrim, akan tetapi setiap tumbuhan mangrove mempunyai kemampuan yang berbeda untuk mempertahankan diri terhadap kondisi lingkungan fisik-kimia. Macnea (1968) bahwa terdapat empat faktor utama yang menentukan penyebaran tumbuhan mangrove yakni: a) frekuensi pasut, b) salinitas tanah, c) air tanah dan d) suhu air. Tinggi dan waktu pengenangan air pasang yang cukup lama akan sangat menentukan salinitas tanah. Sehingga diyakini bahwa salah satu faktor dominan yang terjadi di Desa Binalatung terhadap pertumbuhan mangrove yakni tinggi dan lamannya waktu penggenangan air laut, sehingga menyebabkan kondisi

0 0.05 0.1 0.15 0.2 0.25 0.3 0.35 0.4 0.45 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Bulan S u ru t (m ) 3.3 3.35 3.4 3.45 3.5 3.55 3.6 3.65 P a s a ng ( m ) Surut Pasang

tanah menjadi bergaram. Akhirnya jenis mangrove yang mampu bertahan hidup dan berkembang adalah jenis api-api (Avicennia spp) dan prepat (Sonneratia spp).

Salah satu fungsi pasut selain suplai air laut juga sebagai sirkulasi air dan transfor bahan-bahan organik. Sirkulasi air yang baik akan menyebabkan terjadinya pencucian mangrove sehingga kondisi ini akan sangat menentukan proses pertukaran air untuk memelihara pertumbuhan mangrove. Traspor bahan organik dan sirkulasi air tersebut akan sangat menentukan tipe substrat yang terbentuk. Dengan sistem perakaran yang dapat memiliki peran sebagai parangkap sedimen yang baik, sehingga laju pasut sangat berperan dalam menjaga keseimbangan mangrove. Massa air yang masuk pada saat pasang tinggi akan membawa kadar garam yang baru yang berfungsi untuk menetralisir keasaman tanah yang terjadi akibat penurunan salinitas tanah dan suplai air tawar, sementara pada saat surut massa air akan bergantian dan akan membawa unsur-unsur hara serta dekomposisi unsur hara yang tinggi ke arah laut dan menyebabkan terjadinya keseimbangan dinamis hutan mangrove.

Pada kondisi ekstrim, dimana terjadi perubahan faktor-faktor pembatas tersebut mangrove memiliki pola adaptasi yang unik yaitu dengan cara mengembangkan sistem perakaran untuk memungkinkan pertukaran gas terjadi di atas tanah yang tergenang air dan miskin oksigen (Mann, 1982 dalam Mackinnon et al., 2000) terutama yang berkaitan dengan kontrol terhadap pola salinitas substrat akan menyebabkan perubahan komposisi spesies mangrove. Akar-akar nafas ini dikenal dengan “pneumatofora”. Salinitas yang lebih dari 90 ppt dapat mengakibatkan biota dalam jumlah besar serta hanya jenis mangrove tertentu saja yang akan mampu bertahan hidup. Kondisi ini terjadi karena tingginya suplai air laut mendorong tingginya salinitas substrat, perubahan salinitas dapat diakibatkan oleh perubahan siklus hidrologi, aliran air tawar dan pencucian terus-menerus seperti kegiatan pengerukan, bendungan dan penyekatan (Dahuri et al., 1996). Sementara apabila suplai air laut rendah atau dengan kata lain proses pencucian tidak terjadi dengan baik dan disisi lain terjadi suplai air tawar yang tinggi maka akan menyebabkan terjadinya pengendapan (sedimentasi) yang tinggi di daerah mangrove tersebut. Keadaan ini mengakibatkan penurunan kadar oksigen dengan cepat untuk kebutuhan respirasi dan akhirnya menyebabkan kematian mangrove

(Dahuri et al., 2004). Selanjutnya Dahuri (1996) menegaskan bahwa secara umum mangrove dapat tumbuh dan tahan terhadap berbagai gangguan dan tekanan lingkungan, namun demikian mangrove tersebut juga sangat peka terhadap pengendapan (sedimentasi), tinggi rata-rata permukaan air, pencucian serta tumpahan minyak.

Kualitas Perairan

Kualitas perairan merupakan faktor utama kelangsungan hidup biota air. Kualitas perairan dapat diukur baik dari parameter fisika, kimia organik- anorganik, mikrobiologi dan radioaktif. Dalam kaitannya dengan sedimentasi muara sungai Desa Binalatung beberapa parameter kualitas air menjadi indikator

antara lain: kandungan nitrat, fosfat, amonia, oksigen terlarut, H2S, kekerurahan

serta zat padat terlarut (TSS). Hasil pengukuran parameter kualitas air di beberapa lokasi (sungai) di Desa Binalatung, secara lebih rinci disajikan pada Tabel 12. Tabel 12 Parameter Perairan Pesisir Kota Tarakan

Parameter Lingkungan Lokasi Nitrat (mg/lt) Fosfat (mg/lt) Amonia (mg/lt) DO (mg/lt) H2S (mg/lt) Kekeruhan (NTU) TSS (mg/lt) Misaya 0,009* 0,908* 0,091 5,3 1,6* 13* 44* Sungai Maya 0,022* 0,553* 0,144 5,2 1,2* 25* 40* Beringin 0,058* 0,657* 0,031 5,4 0,8* 57* 70*

Pulau Sadau (A) 0,058* 0,826* 0,084 5,7 0,8* 14* 64* Pulau Sadau (B) 0,054* 0,741* 0,037 4,1* 0,8* 15* 60* ASDP - 0,385* 0,071 5,8 2,4* 47* 74* Tanjung Binalatung 0,013* 0,929* 0,104 6,4 1,6* 62* 72* Tanjung Batu - 0,553* 0,157 7,2 0,8* 1 12 Selayung 0,030* 0,783* 0,117 6,0 0,4* 7* 44* Pantai Amal 0,035* 170,286* 0,104 6,5 0,2* 32* 78* Tanjung Harapan 0,102* 0,218* 0,051 5,9 0,1* 16* 52* Tanjung Pasir 0,094* 0,427* 0,064 4,4* 0,4* 8* 78*

Sumber Data: MCRMP Kota Tarakan, 2001

Keterangan: *Melewati Baku Mutu Nitrat:0.008, Fosfat:0.015, Ammonia:0.3, DO:>5, H2S:0,01

Kekeruhan: <5 NTU (Biota Laut), TSS: 20 mg/lt (Mangrove)

Tingginya kandungan nitrat dan fosfat pada semua lokasi pengamatan dan pengukuran yang dilakukan mengindikasikan betapa tingginya kegiatan manusia pada lahan atas dan disekitar perairan. Nilai nitrat tertinggi dijumpai di lokasi Tanjung Harapan yaitu 0,102 mg/lt sangat jauh dari ambang batas/baku mutu nitrat yaitu 0,008 mg/lt. Sementara itu fosfat tertinggi dijumpai di lokasi Pantai Amal yaitu 170,286 mg/lt dan sangat tinggi melampaui baku mutu fosfat yaitu

0,015 mg/lt. Tingginya parameter nitrat dan fosfat pada kedua lokasi tersebut, lebih disebabkan oleh tingginya aktivitas manusia yang terjadi. Kedua lokasi tersebut merupakan daerah padat penduduk serta merupakan daerah wisata. Kandungan nitrat dan fosfat dalam perairan dapat bersumber dari bahan-bahan organik yang terbuang atau sisa makanan serta bersumber dari feses manusia. Tingginya aktivitas manusia, akan menyuplai nitrat dan fosfat dalam perairan yang tinggi pula. Aktivitas manusia tersebut dapat berupa kegiatan perikanan, pertanian, perkebunan maupun aktivitas wisata. Kelimpahan bahan organik akan menyebabkan terjadinya blooming dalam perairan. Blooming tersebut akan

menyebabkan perairan menjadi kekurangan oksigen, sehingga O2 dalam perairan

menjadi terbatas. Disisi lain kelimpahan fitoplankton tersebut akan menjadi racun dan menyebabkan kematian pada beberapa jenis organisme perairan. Fitoplankton yang melimpah akan menyebabkan kelimpahan bahan organik kembali dalam perairan serta perairan menjadi keruh akibat partikel sedimen halus yang bersumber dari bahan-bahan organik tersebut. Proses penguraian dan atau perombakan bahan-bahan organik menjadi senyawa yang lebih sederhana oleh bakteri akan menimbulkan gas-gas yang bersifat racun seperti; Amoniak, Nitrit,

Karbondioksida dan Hydrogen Sulfide (H2S) kandungan gas-gas tersebut dalam

jumlah tertentu akan membahayakan bagi kehidupan organisme perairan.

Kelimpahan bahan organik dan terjadinya blooming, selanjutnya dapat menyebabkan kematian massal jenis organisme tertentu. Kematian organisme dan fitoplankton akan menyuplai sedimentasi dalam perairan. Partikel sedimen yang tersuplai merupakan partikel sedimen halus yang bersumber dari organisme tersebut. Tingginya tingkat kekeruhan suatu perairan disebabkan oleh tingginya partikel-pertikel sedimen yang ada dalam perairan, baik yang bersumber dari bahan organik maupun non-organik. Berdasarkan hasil pengukuran tingkat kekeruhan di beberapa lokasi di Desa Binalatung diperoleh bahwa tingkat kekeruhan tertinggi terjadi di Tanjung Binalatung yaitu 62 NTU, sementara jumlah zat padat terlarut (TSS) tertinggi ditemukan di lokasi Tanjung Harapan dan Tanjung Pasir yaitu 78 mg/lt. Tingginya tingkat kekeruhan di Tanjung Binalatung, disebabkan oleh padatnya aktivitas manusia di lokasi tersebut. Tanjung Binalatung merupakan daerah pemukiman dan tempat berlabuhnya kapal-kapal

nelayan (fishing base). Aktivitas manusia yang padat, akan menimbulkan perombakan struktur tanah. Perombakan struktur tersebut akan menyebabkan partikel-pertikel halus terpisah dan melayang-layang di kolom air dan akhirnya terangkut oleh arus dan gelombang ke tempat yang lain dan mengendap membentuk sedimentasi.

Aktivitas Masyarakat di Hulu

Aktivitas masyarakat di daerah hulu (upland) merupakan salah satu faktor penyuplai sedimentasi yang terjadi di daerah muara sungai. Aktivitas manusia manusia tersebut antara lain kegiatan penambangan pasir dan krikil sungai serta kegiatan pertambakan di daerah aliran sungai dan daerah pantai. Melaui proses fisika pantai dan sungai, sedimentasi terangkut dan mengendap pada daerah muara.

a. Penambangan Pasir dan Krikil

Aktivitas penambangan pasir sudah sejak lama dilakukan sebagian mayarakat Kota Tarakan terutama mereka yang mendiami daerah-daerah pesisir pantai. Kegiatan yang merupakan salah satu aktivitas ekonomi masyarakat baik dalam skala kecil maupun dalam skala industri secara signifikan cukup memberikan kontribusi terhadap peningkatan PDRB Kota Tarakan. Hal tersebut terlihat pada Gambar 24 tampak bahwa pada tahun 2001 pendapatan daerah yang diperoleh dari penggalian sebesar 5 juta rupiah per tahun. Selanjutnya peningkatan yang sangat drastis terjadi pada tahun 2002 sebesar 24 juta rupiah.

Gambar 24 Kontribusi Sektor Galian terhadap PDRB Kota Tarakan

0 5 10 15 20 25 30 2000 2001 2002 2003 2004 Ju taan R u p ia h Penggalian

Di sisi lain kegiatan ini merupakan salah satu sumber penyuplai proses sedimentasi yang terjadi di wilayah pesisir. Kegiatan penambangan akan menyebabkan perombakan fraksi-fraksi tanah, yang semula padat menjadi renggang dan terpisah-pisah. Proses ini selanjutnya memisahkan partikel-partikel substrat halus dengan substrat kasar. Partikel-partikel yang lebih halus kemudian terangkut oleh aliran ke tempat yang lain. Proses ini kemudian dikenal dengan sedimentasi. Kegiatan penambangan pasir yang terjadi saat ini di daerah Tarakan, banyak dilakukan di daerah aliran sungai. Kondisi tersebut memperparah wilayah pesisir, dengan proses perombakan partikel-partikel pasir di daerah aliran sungai tersebut, menyebabkan pengangkutan secara terus menerus oleh run off menjadi faktor utama penyuplai sedimen di wilayah pesisir. Semakin besar volume kegiatan penambangan pasir yang dilakukan maka semakin tinggi volume sedimen yang akan terangkut. Tingginya sedimentasi yang terjadi, sangat ditentukan oleh besaran volume kegiatan penambangan yang dilakukan dan volume atau debit air sungai yang mengalir. Volume aktivitas penambangan pasir darat Kota Tarakan, lebih rinci disajikan pada Tabel 13.

Tabel 13 Volume Aktivitas Penambangan Pasir di Beberapa Sungai Kota Tarakan

Nama Sungai Luas Das (km2) Debit (m3/dt)

Sungai Sesanip 6.678 0,583

Sungai Bengawan 12.363 1,080

Sungai Belalung 9.737 0,850

Sumber : Basis Data LISDA, 2005

Aktivitas penambangan pasir darat yang dilakukan masyarakat selama ini

Dokumen terkait