• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III MEDAN AREA DAN SEKITARNYA SETELAH PROKLAMAS

3.6 Agresi Militer Belanda II

Agresi Militer Belanda II adalah peristiwa penyerangan Belanda terhadap Republik Indonesia untuk kedua kalinya. Pada tanggal 18 Desember 1948 tepatnya malam hari Tentara Belanda melancarkan aksi Militer terhadap daerah kekuasaan Republik Indonesia. Perjanjian Renville yang disepakati bersama antara Indonesia dengan Belanda yang ditandatangani di atas kapal Amerika Serikat Renville pada tanggal 18 Januari 1948, merupakan kemenangan politik dan militer bagi Belanda. Dari pihak Indonesia, sebenarnya tidak menerima pokok-pokok isi Perjanjian Renville tersebut, namun untuk menjamin posisi RI di mata Internasional maka

46

perjanjian renville-pun diterima. Dengan diterimanya perjanjian tersebut berarti pasukan-pasukan RI harus mengosongkan daerah-daerah yang akan menjadi wilayah kekuasaan Belanda menurut isi perjanjian tersebut. Dengan demikian paling lambat pada tanggal 7 Februari 1948, seluruh pasukan RI harus sudah keluar dari garis statusquo. Selanjutnya berlangsunglah pengunduran besar-besaran pasukan RI ke daerah Republik yang semakin sempit. Pelaksanaan perjanjian Renville yang oleh

pemerintah RI dikatakan sebagai “perjuangan dari peluru ke suara rakyat “from the

bullet to the ballot”, ternyata tidak berjalan seperti yang diharapkan karena Belanda selalu megajukan tumntutan yang tidak mungkin diterima oleh pihak RI.

Semenjak permulaan Desember 1948, suasana politik sudah semakin keruh. Dalam perundingan-perundingan terdapat banyak perbedaan paham antara delegasi RI dengan delegasi Belanda. Ketika itu memang sudah jelas Nampak sikap Belanda yang berniat untuk menghancurklan RI. Kegentingan semakin meningkat, Belanda merasa dan memandang bahwa perselisihan antara Indonesia dan Belanda adalah masalah dalam negeri, dengan demikian Belanda tidak memandang lagi adanya KTN (Komisi Tiga Negara).

Pada tanggal 11 Desember 1948, Dr. Bell yang berkedudukan sebagai Wakil Tinggi Mahkota mengirim ultimatum kepada RI, yang berbunyi : “supaya RI ikut dalam interi pemerintahan interim federal dan harus mengakui kedaulatan Belanda sepenuhnya”. Ultimatum tersebut dijawab oleh pihak RI dengan mengatakan : Republik Indonesia bersedia ikut dalam pemerintahan interim. Demikianlah jawaban

pemerintah RI sekedar hanya untuk mempertahankan de facto RI dan mempertahankan TNI. Setelah itu beberapa hari kemudian Belanda menjawab dengan : Bahwa hanyalah satu keterangan yang cepat serta mengikat dari pemerintahan RI yang dapat memberikan jalan lagi untuk memulai perundingan.

Pada tanggal 18 Desember 1948, sekitar pukul 23.30 menyusul sebuah pengumuman Belanda yang ditujukan baik kepada RI maupun KTN, yang isinya antara lain : Bahwa Belanda tidak mengakui dan terikat lagi dengn persetujuan Renville dan merasa bebas untuk melakukan tindakan apa saja yang diinginkannya.

Demikianlah maka pada pagi-pagi buta tanggal 19 Desember 1948, sejumlah tentara payung Belanda di drop di sekitar Lapangan Maguwo dan sekitar ibu kota perjuangan Joyakarta. Pada saat genting tersebut cabinet mengadakan sidang dengan tokoh-tokoh politik, dan pembesar-pembesar militer. Sidang cabinet tersebut memutuskan, bahwa pimpinan Negara serta orang-orang pemerintah tetap tinggal di ibu kota, kemudian memberikan mandate kepada Syafruddin Prawiranegara untuk memimpin Pemerintah Darurat RI (PDRI) di Sumatera.

Sementara TNI berpendapat bahwa apapun yang terjadi terhadap orang-orang pemerintahan, perjuangan akan tetap diteruskan sampai cita-cita proklamasi tercapai. Panglima Besar Angkatan Perang, Jenderal Sudirman47 sebelum meninggalkan kota

47Jendral Sudirman merupakan salah satu pahlawan Republik Indonesia yang jasa-jasanya sangat dikenang dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Jendral Sudirman lahir pada tanggal 24 Januari 1916 dan meninggal pada tanggal 29 Januari 1950. Ketika pendudukan Jepang, ia

untuk bergabung dengan para gerilya pada tanggal 19 Desember 1948 mengeluarkan perintah harian sebagai berikut:

Perintah kilat Panglima Besar Angkatan Perang:

1. Kita telah diserang.

2. Pada tanggal 19 Desember 1948, angkatan perang Belanda menyerang kota Jogyakarta dan Lapangan terbang Maguwo.

3. Pemerintah Belanda telah membatalkan persetujuan gencatan senjata. 4. Semua angkatan perang menjalankan rencana yang telah ditetapkan untuk

menghadapi serangan tersebut.

Demikianlah perintah Panglima Besar Angkatan Perang yang berarti perintah kepada seluruh pasukan RI untuk berperang melawan Agresi Militer Belanda ke II, tidak terkecuali di Sumatera. 48

langsung menjadi Komandan Batalyon di Kroya. Menjadi Panglima Divisi V/Banyumas sesudah TKR terbentuk, dan akhirnya terpilih menjadi Panglima Angkatan Perang Republik Indonesia (Panglima TNI). Pada tanggal 18 Desember 1945 dia memperoleh pangkat Jenderal lewat pelantikan Presiden. Pangkat itu diterimanya bukan melalui Akademi Militer atau Pendidikan Tinggi, melainkan karena prestasinya.

Jenderal Sudirman merupakan pahlawan pembela kemerdekaan yang tidak peduli dengan keadaan dirinya sendiri demi mempertahankan Republik Indonesia yang dicintainya. Ia tercatat sebagai Panglima sekaligus Jenderal Pertama dan termuda di Republik Indonesia. Dimasa perjuangannya Jenderal Sudirman mengidap penyakit TBC. Dalam keadaan sakit ia memimpin dan memberi semangat kepada prajuritnya untuk melakukan perlawanan terhadap Belanda. Dengan ditandu, ia berangkat memimpin pasukan untuk melakukan perang gerillya. Ia berpindah dari hutan ke hutan dan dari gunung ke gunung tanpa peduli sakit yang dideritanya. itulah sebabnya mengapa ia disebutkan merupakan salah satu tokoh besar yang dilahirkan oleh revolusi negeri ini.

48

Tim Khusus Perencanaan dan Pelaksana Pembangunan Tatengger di Propinsi Daerah Tingkat I Sumatera Utara, Perjuangan Menegakkan dan Mempertahankan Kemerdekaan Republik Indonesia di Sumatera Utara (1945-1949 jilid III), (Medan: Tanpa penerbit, 1996), hlm 1-3.

Di daerah Sumatera Timur perlawanan Gerilya dilakukan di semua daerah yang dimulai dari Asahan-Labuhan Batu yang dilakukan pada tanggal 19 Desember 1948 pada pukul 06.00 pagi. Di daerah Langkat berita tentang terjadinya Agresi Militer Belanda ke II ini diketahui lewat radio pada malam harinya. Dari siaran radio tersebut dapat diketahui bahwa ibu kota perjuangan Yogjakarta telah diduduki oleh Belanda, Presiden dan Wakil Presiden beserta beberapa menteri ditawan, dan Pemerintahan Darurat telah diserahkan kepada Mr. Syarifuddin Prawiranegara dengan berkedudukan di Sumatera.

Dengan didahului oleh Perintah-Harian Panglima Besar Sudirman yang dapat ditangkap melalui siaran “All India Radio” pada sore hari tanggal 19 Desember 1948 tentang perintah gerakan bumi hangus dan perintah “perang gerilya”. Berdasarkan perintah harian Panglima Besar itu lalu komandan Divisi X TNI meneruskan perintah harian tersebut kepada mayor M. Nasir selaku Komandan Resimen V KSBO, kemudian dengan segera pula perintah harian itu disampaikan kepada semua batalyon-batalyon yang berada dibawah komando Resimen V KSBO Divisi X TNI untuk melaksanakan perintah melakukan gerilya ke daerah-daerah pendudukan Belanda.

Di daerah Karo dalam upaya menghadapi aksi-aksi militer Belanda, pada mulanya daerah Karo dimasukkan dalam komando Sektor III yang dipimpin oleh Mayor Selamat Ginting. Pada tanggal 25 Desember Mayor Selamat Ginting dan stafnya tiba di Tulasan Deleng Pantar. Tempat ini sebelumnya telah dipersiapkan

sebagai markas Komandan Sektor IV sehingga seluruh pasukan telah lama mengetahui bahwa dalam keadaan perang, Komandan sektor dapat ditemukan disana. Dari tempat itulah aksi-aksi gerilya di sector III yang meliputi Tanah Karo dan Dairi dilancarkan.

Sementara di daerah Simalungun, menurut perjanjian Renville daerah Simalungun termasuk dalam wilayah kekuasaan Belanda. Ketika pecahnya perang kemerdekaan tidak ada lagi pasukan kita yang berada di Simalungun, oleh karena itu

TNI melakukan “wingate”49

ke Simalungun. Pelaksanaan wingate ke daerah ini dapat dilakukan karena telah terjadi hubungan baik antara pasukan-pasukan kita dengan masyarakat, sehingga diharapkan dengan bantuan rakyat, pasukan-pasukan kita akan sukses melakukan perang gerilya. Pelaksanaan wingate ke Simalungun telah dimulai sejak tanggal 21 Desember 1948 oleh Pasukan Istimewa yang dipimpin oleh Alfred Simatupang.

49“Wingate” adalah gerakan ke daerah musuh diambil dari nama seorang perwira Inggeris yang memasuki daerah yang sudah diduduki Jepang dalam Perang Dunia II. Di Indonesia gerakan ini ditujikan ke daerah RI yang sejak perjanjian Renville dimasukkan ke dalam wilayah kekuasaan Belanda. (Sumber: Tim KhususTim Khusus Perencanaan dan Pelaksana Pembangunan Tatengger di Propinsi Daerah Tingkat I Sumatera Utara), Ibid., hlm. 39.

Dokumen terkait