• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V PENGARUH SENIMAN PEJUANG DAN KARYA-KARYANYA

5.5 Seni Musik Bergerak dengan Lagu Perjuangan

Dalam masa perjuangan mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia, para seniman masing-masing telah memainkan peranannya melalui karya-karyanya. Semuanya itu didedikasikan untuk membangkitkan dan membakar api semangat juang demi tercapainya kemerdekaan bumi pertiwi Indonesia.

Kontribusi yang diberikan oleh seniman musik pada saat itu tidak dapat dikesampingkan begitu saja. Sumbangan seniman-seniman musik terhadap semangat perjuangan kemerdekaan sangat besar, melalui syair-syair lagu yang indah, merdu dan bergairah dengan nuansa perjuangan sangat besar pengaruhnya terhadap semangat perjuangan. Syair-syair lagu pada masa perjuangan sangat menyentuh hati sanubari para pejuang. Hal ini nampak pada syair-syair lagu yang diciptakan oleh salah satu komposer asal tanah karo yaitu Djaga Depari.86

Lagu yang diciptakan oleh Djaga Depari semasa perang kemerdekaan antara lain Famili Taksi, Erkata Bedil, Padang Sambo, Sora Mido, Tanah Karo Simalem, Rudang Mejile, Roti Manis, Tiga Sibolangit, Lasam-lasam, Make Ajar, Pecat-pecat Sebaraya, Didong-didong Padang Sambo, Io-io Lau Beringin, Andiko Alena, Sue-

86 Djaga Depari adalah seorang komponis asal Tanah Karo, yang lahir pada tanggal 5 Mei 1922 di desa seberaya. Beliau merupakan anak kedua dari enam bersaudara. Karya-karya nya semasa mempertahankan kemerdekaan telah banyak mempengaruhi semangat perjuangan.

sue dan Rudang-rudang. Lagu-lagu tersebut sangat besar pengaruhnya terhadap masyarakat dan pejuang pada waktu itu.87

Salah satu lagu ciptaanya yang berjudul “Erkata Bedil” merupakan lagu yang digubahnya pada saat terjadinya peristiwa Agresi Militer Pertama Belanda. Ketika itu dia melihat sendiri seorang anak gadis yang penuh harap dan dengan hati yang sendu melepas kepergian sang kekasih untuk berperang ke medan juang untuk mempertahankan Kemerdekaan Republik Indonesia. Kejadian tersebut kemudian diterjemahkannya ke dalam syair-syair lagu yang membangkitkan semangat para pemuda pejuang agar tetap percaya diri walaupun apa yang terjadi.88

ERKATA BEDIL

Erkata bedil I kota Medan ari o turang Nagataken kami maju ngelawan ari o turang Tading ijenda si turang besan turang la megogo Rajin ku juma simuat nakan turang la megogo

O turang la megogo Kai nindu ari turang Uga sibahan arihta Uga sibahan arihta

87 Robert Perangin-angin, Djaga Depari Komponis Dari Tanah Karo, (Medan: Karo Press, 2009), hlm. 46

88 Ibid.

Arih-arihta, tetap ersada arih o turang Adina laws kena ku Medan perang ari o turang Petetap ukur ola melantar ari o turang

Adi ue nina pagi pengindo ari o turang Sampang nge pagi si malem ukur ari o turang

O turang la megogo Kai nindu ari turang Uga sibahan arihta Arih-arih ta

Tetap ersada ari o turang

Berdasarkan wawancara dengan anak bungsu dari sang Komponis Djaga Depari, mengatakan bahwa Lagu “Erkata Bedil” ini sangat besar pengaruhnya terhadap masyarakat dan pejuang pada saat itu. Terbukti dengan munculnya semangat yang berapi-api di front-front pertempuran dengan menyanyikan lagu Erkata Bedil ini, khususnya di daerah Tanah Karo. Rakyat pergi mengungsi juga diiringi oleh lagu Erkata Bedil ciptaan Djaga Depari ini.89

Perjuangan kaum nasionalis Indonesia mencapai titik puncak saat Soekarno- Hatta meproklamirkan kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945. Setelah proklamasi tersebut, ketegangan dan kerusuhan mulai terjadi diberbagai tempat. Tentara Inggeris yang datang mewakili pihak sekutu ternyata diboncengi NICA (Netherlands Indie Civil Administration) yang berkeinginan untuk

mengembalikan bumi Indonesia kepada Vaterland (Kerajaan Belanda). Pertempuran antara rakyat Indonesia denagn pasukan Sekutu mulai merebak di sejumlah kota. Begitu pula suasana di Medan yang dicekam teror intrik, dan desas-desus, merupakan kota yang penuh dengan kekejaman bagi pejuang-pejuang kemerdekaan. Serdadu- serdadu Belanda dengan membonceng pasukan serdadu Sekutu dan dibantu oleh barisan Pengawal Poh An Tui, melakukan pemeriksaan penangkapan, penganiayaan, dan pemerkosaan. Alasan pokok mereka adalah untuk membersihkan para Extrimistent (kaki tangan) yang berkeliaran di kota Medan dengan senjata-senjata gelap hasil rampasan dari tangan serdadu-serdadu Jepang. Pasukan Poh An Tui ini sangat kejam dan ganas terhadap pejuang-pejuang republik serta pembantu- pembantunya.

Dalam situasi dan gejolak revolusi yang sudah merambah disertai aksi kekerasan itu, para pemuda di Medan mengambil langkah untuk mendirikan BPI (Barisan Pemuda Indonesia).90 Setelah berdiri di Medan, oleh Matang Sitepu didirikan juga BPI di Tanah Karo pada tanggal 29 September 1945.91 Dalam perkembangan selanjutanya Djaga Depari yang berpangkat Sersan Mayor, bergabung

90 Berdirinya Barisan Pemuda Indonesia (BPI) diprakarsai oleh Achmad Tahir, B.H. Huta Julu dan Amir Bahrum Nasution. Pemebentukan ini dilakukan di asrama pemuda Jalan Fuzi, terdapat 53 pemuda yang berasal dari Gyugun, Heiho, Tokobetsu, Seinen Renseisyo, Talapeta, Surya Wirawan, Golongan Pers, Nelayan dan lain-lain.

91

BPI di Tanah Karo dipimpin oleh Matang Sitepu dibantu Ulung Sitepu, R.M. Pandia (Sekretaris), Koran Karo-karo (Bendahara), dan Keterangan Sebayang (Ketua Penerangan). Tugas pengurus BPI ini adalah:

1. Menyebarluaskan Proklamasi Kemerdekaan ke Desa-desa Tanah Karo. 2. Membentuk ranting-ranting BPI di Desa-desa.

menjadi anggota tentara sektor III yang berkedudukan di Sidikalang, yang pimpin oleh Mayor Selamat Ginting, dengan jabatan Seksi penyiaran Radio dan Sandiwara. Tugas utamanya adalah menginformasikan berita-berita pimpinan kepada laskar- laskar di pedalaman. Disamping itu Djaga Depari juga menghibur laskar dan masyarakat melalui sandiwra yang dilakoninya. Hal ini semakin memperjelas keberadaan Djaga Depari selaku pemusik pejuang. Di saat itulah, dia mulai mengarah pada penciptaan lagu-lagu perjuangan, cinta sepasang manusia, dan keindahan alam.92

Dalam menciptakan sebuah lagu, Djaga Depari tidak mengenal tempat atau harus berada ditempat yang tenang dengan suatu perencanaan. Akan tetapi ia menghasilkan karya-karya nya dengan apa yang dilihatnya. Media yang digunakannya pun adalah media yang sangat sederhana dengan bermodalkan kertas dan pena saja.

92

Gambar 31 : kumpulan lagu-lagu ciptaan Djaga Depari yang dikumpulkan dalam satu bundel, terlihat media kertas yang digunakan Djaga Depari masih menggunakan kertas-kertas sederhana, bahakan merupakan potongan-potongan kertas kalender dan

Salah satu lagu ciptaannya yang khusus didedikasikan kepada Letnan Kadir, dituliskannya diatas kertas dengan berbahasa Karo.

LETNAN KADIR

Erdengus nggurisa kabang ibabo uruk marding-ding Ijem pengadi-ngadin Letnan Kadir2x

Morah ula morahan, tangis gia ula tangis Enggo gia lawes nadingken kita

Ku inganna pagi rasa lalap Jasa-jasana labo terlupaken kita

O kam putra-putri rakyat karo Menggo seh bandu berita enda Letnan Kadir berjuang i taneh karo2x Reff:

Gundari enggo sinanami kuga kin situtuna Sura-suranta enggo menda muro

Mburo kerina rikutken mejauh-juah O bapa Letnan Kadir 2x

Totoken kami kena mejuah-juah Totoken kami tendindu mejuah-juah

Bukan hanya Djaga Depari saja yang tergugah dengan situasi perang kemerdekaan pada saat itu. Komposer lain yang ikut tergugah adalah seperti Sersan Mayor Hasyim Ngalimun yang merupakan seorang Pejuang 45 anggota resimen IV. Uniknya dia adalah seorang bersuku Jawa namun karena kedekatannya dengan masyarakat Karo, sehingga ia fasih dalam berbahasa Karo dan mampu menciptakan sebuah lagu berbahasa Karo yang berjudul “Oh Turang”. Lagu ini menceritakan

tentang sebuah perjuangan mempertahankan kemerdekaan di sebuah bukit di daerah

Tanah Karo, bukit itu dinamakan “Bukit Kadir”.93

O TURANG

Oh… Turang Turang-ku Turang Idjadah deleng erdilo

Megersing pagena medjile Idjadah me kap sapo terulang Kutimai kam turang ku turang

Oh… Turang turang-ku turang Idjadah me kap kam kutimai Tjirem nari ukurku o turang Teriget aku arih-arih ta She ulina o turang-ku turang

Reff:

Kubaju tanda mata medjile Man inget ingetenta duana Oh turang turang-ku turang Begiken sorangku o turang Oh turang tedeh kal ateku Idjadah me kap kam kutimai Aloi aku turang-ku turang Terjemahan:

93 Wawancara, dengan Bapak Wara Sinuhaji Dosen di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara,pada tanggal 22 Juli 2015, di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara, mengenai peranan seniman pada masa perjuangan mempertahankan kemerdekaan di Sumatera Timur.

Aduhai kekasih kekasihku Disana gunung memanggil

Sungguh indah padinya menguning Disanalah pondok usang nan lapuk Disanalah kau kunanti kekasihku

Aduhai kekasih kekasihku Disanalah kau kunanti

Hatiku tersenyum gembira ria kekasihku Terkenang aku janji kita

Amat indahnya aduhai kekasihku Reff:

Kuanyam tanda mata nan indah Untuk kenangan kita berdua Aduhai kekasih kekasihku Dengarkan suaraku o kekasih

Aduhai kekasih alangkah rindunya beta Disanalah engkau kunanti

Menyahutlah engkau atas panggilanku94

Lagu ini berceritakan tentang peristiwa pada tanggal 26-5-1949, dimana 6 buah mustang Belanda menyerang Tanah Alas, Basis Resimen Rimba Raya (Res-IV) secara besar-besaran. Banyak korban yang berjatuhan. Lagu tersebut diciptakannya untuk mengenang atas banyaknya korban yang jatuh pada penyerangan Belanda

94

tersebut, khususnya kepada kawan seperjuangannya yang gugur pada peristiwa itu yaitu, Kopral Moh. Zein dan Letnan Kerani Tarigan.95

Menurut sang penggugah lagu ini, bahwa hal yang menyebabkan terciptanya lagu ini, karena melihat banyaknya korban yang jatuh pada serangan Belanda itu, termasuk teman-temannya.96 Inspirasinya mengalir ketika dalam suatu tugas, dia bersama teman-temannya beristirahat di hutan yang terletak di Tanah Karo. Ia melihat seekor burung sedang bertenger di atas dahan, dalam sepi dan sunyi, seolah- olah burung itu sedang menanti kekasihnya, entah bila datang untuk menemuinya. Burung itu diibaratkan seorang dara yang menanti kekasihnya yang sedang berjuang memenuhi panggilan tugas tanah air. Dalam suasana sepi begitu, sukma sang dara menjerit karena didesak rasa rindu kepada kekasihnya. Saat itulah inspirasinya timbul, kemudian diabadikan dengan untaian nada kata yang menjelma menjadi

sebuah lagu yang berjudul “Oh… Turang”.97

Lagu ini pertama kali dinyanyikan bersam isterinya, pada drama pentas tiga babak yang berjudul “Oh…Turang” di Kotacane.

95

Robert Perangin-angin, Djamin Gintings Maha Putra Utama, (Medan: TB. MONORA SIMA KARITAMA, 1996), hlm. 84-85.

96

Menurut laporan penyebab terjadinya serangan tersebut dikarenakan adanya laporan kepada Belanda bahwa markas Resimen-IV dan Batalyonnya yang ada di Kotacane, Lawe Segala, Lawe Disky, Lawe Mantik, Lau Pakam dan Sampe Raya akan mengadakan serangan balasan kepada pihak Belanda. Peluru-peluru bagaikan disemburkan dari mulut kekenam Mustang tersebut, suara bom dahsyat terjadi sehingga menyebabkan banyak korban yang jatuh. Terhitung 13 penduduk tewas dan 7 orang mengalami luka-luka. Diantaranya dua tentara pejuang tewas, yaitu Letnan Kerani Tarigan dan Kopral Moh Zein. Letnan Kerani Tarigan kepalanya ditembus oleh peluru 12,7 sewaktu hendak keluar dari rumahnya.

97

Bukan hanya dengan cara memanggul senjata, dan berperang di front-front pertempuran, maka dapat dikatakan perjuangan. “Berjuang lewat lagu” merupakan julukan yang dapat disematkan kepada Lily Suheiry,98 seorang komponis yang berjuang di Sumatera Timur. Sejak kecil Lily Suheiry sudah berpisah dengan ayahnya, ia dibesarkan di kota Berastagi oleh kakek dan ibunya dan bekerja pada sebuah Bungalo milik Belanda. Atas biaya dari orang Belanda tersebut ia mengecap pendidikan di HIS dan MULO, pada saat menjalani pendidikan tersebutlah Lily Suheiry bertumbuh dengan darah seninya.

Pada masa pendudukan Jepang, Lily Suheiry telah menciptakan sebanyak kurang lebih 90 lagu. Diantara lagu-lagu yang diciptakannya tersebut yang sungguh menarik perhatiannya adalah lagu: O Bayangan, Selendang Pelangi, Jiwa Lara, Bunga Tanjung, Teratai, Bunga Labu, Cek Minah, Sedap Malam, Setangkai Minang, Aras Kabu.

Lagunya yang berjudul ”O Bayangan” dilatarbelakangi oleh janji-janji Jepang

yang akan memberikan kemerdekaan kepada bangsa Indonesia namun tak kunjung terwujud. Lily Suheiry merasakan bahwa janji Jepanhg itu adalah janji kosong, janji yang merupakan bayangan untuk menggoda hati bangsa Indonesia agar mau membantu Jepang dalam perang Asia Timur Raya. Karena jeritan hati dan gejolak

98

Lily Suheiry lahir di Bogor pada tahun 1915, namun ia besar di Berastagi dan berjuang di Medan Area dengan lagu-lagu ciptaannya, bersama Orkes Studio Medan (OSM) pimpinannya. Kemashyuran Lily Suheiry sebagai komponis pada era tahun 1950-an, bukan hanya di Kota Medan melainkan dikenal pula sampai ke ibu kota Jakarta dan Malaysia. Salah satu ciptaannya yang kita kenal

adalah lagu “Selayang Pandang” yang sudah mengalami berbagai versi saat ini. Lily Suheiry adalah

seniman sejati yang tercatat sebagai komponis dan penulis lagu. Selain menciptakan lagu-lagu, ia juga mahir memainkan Biola, Saxophone, Klarinet, dan Piano.

jiwa yang memberontak terhadap Jepang, maka Lily Suheiry di jaman Jepang itu menciptakan lagu “O Bayangan” sebegai berikut:

O Bayangan O bayangan o bayangan

Ia datang waktu malam

Hendak kucari yang menggoda hatiku Tapi ia hilang raib hilang tidak ku tahu

O bayangan

O terkejut hatiku dalam kelam Ia datang waktu malam

Hendak kucari yang menggoda hatiku Tapi hilang raib hilang tidak ku tahu

O bayangan

O terkejut hatiku merayap lenyap Mengapa aku yang kau goda Mengapa aku yang kau ganggu Pergilah kau tinggalkan aku bayangan

Pergilah pergilah wahai bayangan O bayangan

Biarkan aku aman dan damai Karena kau hanya bayangan Pergilah kau tinggalkan aku bayangan

Pergilah pergilah wahai bayangan O bayangan

O karena engkau tidak dapat diraba Hanya perusak perusak waktu perusak masa

Pergilah, pergilah wahai bayangan O bayangan

Lirik lagu ini ditulis oleh Lily Suheiry karena jepang yang berjanji memberikan kemerdekaan kepada Indonesia ternyata hanya bayangan belaka. Karena lagu ini, Lily Suheiry ditangkap dan disiksa oleh Kompetai (Polisi Militer) Jepang yang hampir merenggut nyawanya.

Selain lagu O bayangan, ketika Sumatera Timur masih dibawah pendudukan Jepang, salah satu lagu yang diciptakannya yang menggambarkan secara nyata fakta

sejarah adalah lagu “Aras Kabu”. 99

Kisah lagu ini menceritakan peristiwa penyerangan stasiun kereta api Aras Kabu di tahun 1944. Ketika itu Lily Suheiry bersama rekan-rekannya hendak menuju Pematang Siantar untuk mengadakan pertunjukan seni. Diantara orang-orang yang berada di Stasiun Aras Kabu tersebut, banyak yang mengenakan pakaian yang menyerupai seragam militer Jepang. Pada saat itu merupakan perseteruan antara Sekutu dan Jepang sedang marak-maraknya. Tiba-tiba muncul pesawat mustang sekutu dan langsung menyerang kereta api dan orang-orang yang berada di stasiun tersebut.

Suasana di stasiun kereta api Aras Kabu berubah menjadi suasana menakutkan dan menyedihkan banyak yang menjadi korban akibat dari penyerangan ini. Suasana stasiun pada pagi itu sungguh memilukan, apalagi Lily Suheiry melihat seorang rekannya penyanyi wanita yang bernama Miss Diding, meninggal dunia karena terkena peluru. Sementara sepuluh orang lain temannya, mengalami luka-luka, diantaranya adalah Miss Rubiah, Ani kinsei, Zubaidah Rahman, Hasan Ngalimun, Hasyim Ngalimun dan Nulung S.100 untuk mengenang peristiwa berdarah tersebut maka Lily Suheiry menciptakan lagu Aras Kabu ini.

99

Aras Kabu merupakan sebuah stasiu kereta api yang terletak di Batang Kuis, Deli Serdang. Stasiun ini terletak pada ketinggian +7 m berada di Divisi Regional I Sumatera Utara dan Aceh. (Sumber: http://id.m.wikipedia.orgdiakses pada tanggal 14-01-2016, pkl 08.00).

100

Muhammad TWH, Perjuangan Tiga Komponen Untuk Kemerdekaan, Medan: Yayasan Pelestarian Fakta Perjuangan Kemerdekaan RI, 2004, hlm. 128-129.

Di masa awal perang kemerdekaan, ketika Medan diduduki oleh Sekutu dan NICA, Lily Suheiry mengubah sebuah lagu yang berjudul “pemuda Indonesia”. semangat perjuangan dikalangan pemuda sangat bergelora, mereka mendaftarkan diri sebagai anggota lasykar kemudian menjadi anggota TKR (Tentara Keamanan Rakyat). Semangat pemuda tersebut menjadi semakin bergelora dengan lagu “Pemuda Indonesia” yang diciptakan oleh Lily Suheiry ini.

Kerena lagu ini Lily Suheiry ditangkap dan disiksa oleh NICA, yang mengakibatkan tulang hidungnya patah. Dia ditahan selam 3 bulan kemudian setelah itu dia hijrah ke Pematang Siantar dan bergabung dengan Corps musik Tentara. Dia menjadi anggota TNI-AD dengan pangkat letnan. Ketika Belanda masuk ke Pematang Siantar, Lily Suheiry hijrah ke Bukit Tinggi dan setelah penyerahan kedaulatan, dia kembali ke Medan dan memimpin Orkes Studio Medan (OSM). Dia meninggal pada tanggal 2 Oktober 1979 sebagai Veteran Pejuang Kemerdekaan, dan dikebumikan di Taman Makam Pahlawan Medan. Selama hidupnya dia telah menciptakan sebanyak lebih kurang 150 buah lagu.

Selain lagu-lagu tersebut, lagu-lagu lain yang tercipta pada saat

mempertahankan kemerdekaan di Sumatera Timur seperti “Marilah Pemuda-

pemuda”. Lagu ini pertama kali dikumandangkan di daerah Simalungun. Not asli dari lagu ini berasal dari lagu Jepang yang berjudul “Miyorak Kasan”, dengan perobahan sedikit pada not asli dan mengalami perobahan total pada sajaknya. Lagu ini telah menjadi lagu seluruh barisan perjuangan yang ada pada saat itu. Sajak dari lagu yang mengalami perobahan total itu adalah sebagai berikut:

MARILAH PEMUDA-PEMUDA

Marilah Pemuda-pemuda Marilah ke medan peperangan Berbakti pada Nusa dan Indonesia

Mendengar merdeka Indonesia, kami bersusun bahu Segera sikap pahlawan perkasa

Merobah nasib Tanah air kita

Biar darah membusa, asal Indonesia merdeka Gemuruh alun menderu

Angkatan muda siap sedia Untuk daulat Negara Untuk kemerdekaan bangsa

Mendengar merdeka Indonesia, kami bersusun bahu Segera sikap pahlawan perkasa

Merobah nasib Tanah air kita Biar darah membusa Asal Indonesia merdeka101

Lagu ke II yang lahir di daerah Simalungun102adalah lagu “Awaslah Inggeris dan Amerika”. Lagu ini merupakan ciptaan dari seorang seniman Indonesia dizaman Jepang namun tidak diketahui siapa namanya. Lagu ini kemudian mengalami perubahan pada notnya dan sajaknya mengalami perubahan total. Lagu ini kemudian

diberi judul “Awaslah Inggeris NICA/Belanda”.103

Adapaun lagu tersebut setelah mengalami perubahan adalah sebagai berikut:

101

Edisaputera, op. cit., hlm. 198-199.

102Pada saat terjadinya peristiwa Agresi Militer I, daerah Simalungun merupakan daerah lintas TNI dan para pengungsi yang sedang berpindah-pindah.

103Lagu “Awaslah Inggeris NICA/Belanda” ini, termasuk ke dalam deretan lagu

-lagu popular didalam setiap barisan perjuangan pada masa perjuangan kemerdekaan.

AWASLAH INGGERIS, NICA/BELANDA Awaslah Inggeris, NICA/Belanda

Musuh bangsa Indonesia Hendak memperbudak kita Dengan sesuka hatinya

Hancurkanlah Musuh kita

Itulah Inggeris, NICA Belanda Hancurkanlah!!!

Musuh kita

Itulah Inggeris, NICA Belanda

Menyusul muncul pula sebuah lagu Jepang yang sajaknya sudah mengalami perobahan berjudul “Biar Tulang Hancur Luluh” dan “Darah Kesatria” adapun lagu tersebut adalah sebgai berikut;

BIAR TULANG HANCUR LULUH

Biar tulang hancur luluh Serta bermandi darah Setapakpun pantang mundur Menghancurkan penjajah

Merdeka dengan rela hati Untuk Indonesia murni

DARAH KESATRIA Sejak zaman dulu darah kesatria

Pernah mengalir menghancurkan musuh ribuan korban jiwa pemuda Supaya jangan Tanah Air rubuh

Pemuda Lasykar rakyat Lasykar nan perwira

Membinasakan musuh Hingga hancur luluh

Kemerdekaan suci Pasti dipihak kita

Demikianlah pada akhir tahun 1945, lagu-lagu Jepang yang sudah populer di kalangan masyarakat, kemudian oleh para seniman sastera sajaknya secara total dirombak dan sedikit merubah notnya sehingga meledaklah lagu-lagu tersebut sebagai lagu-lagu perjuangan kemerdekaan.

Ketika tentara Sekutu/Inggeris sudah semakin mengganas melancarkan terornya terhadap pejuang-pejuang republik di gelanggang pertempuran Medan Area, saat itu juga lahir sebuah lagu yang berjudul “Mariam Tomong”. Proses terciptanya lagu ini memiliki riwayat tersendiri dengan cerita yang unik. Ketika itu tentara- tentara Sukutu dalam melancarkan terornya di Medan Area dengan menembakkan peluru-peluru meriamnya secara terus-menerus ke kampung-kampung dipingiran kota. Hampir ribuan peluru meriam dan mortir yang ditembakkan setiap harinya.

Pada saat penyelidik-penyelidik kita melakukan pencurian-pencurian kedalam asrama-asrama Sekutu, Belanda, NICA, mereka tidak mengetahui jenis-jenis senjata apa yang mereka temukan itu. Mereka hanya melaporkan bahwa di kamp-kamp itu banyak sekali senjata-senjata yang ukurannya sebesar “Tomong”. Lalu pasukan- pasukan kita asal mendengar bunyi meriam yang ditembakkan, mereka lansung berseru; “awas itu meriam tomong!”. Oleh sebeb itulah sehingga diciptakn lagu “O Mariam Tomong” sebagai berikut;

O MARIAM TOMONG Parapat tu Balimbingan Balimbingan tu Tanah Jawa

Kalantar jadi bajingan Patunda ni boru Jawa O mariam tomong da inang…

O mariam tomong Adong motor ni Ghurka

Marbekka sappulu dua Adong zaman merdeka Palang merah marsanggul dua

O mariam tomong da inang… O mariam tomong

Didepan garis pertempuran Medan Area, sajak-sajak lagu mengalami perubahan sesuai dengan perkembangan yang terjadi di front Tembung dari Medan Area, yaitu sebagai berikut;

Sekarang zaman merdeka Peluru tomong mendesing-desing

Kita gempur Inggeris-Gurkha Biar Belanda pontang-panting Oh, mariam tomong dan mortir

Senapang mesin104

Selaian lirik diatas, lagu ini juga mengalami perubahan lirik akan tetapi tidak kehilangan maknanya, sebagai berikut;

104

MARIAM TOMONG

Dokumen terkait