• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V PENGARUH SENIMAN PEJUANG DAN KARYA-KARYANYA

5.4 Pertunjukan Sandiwara Sebagai Alat Perjuangan dan

Pada kurun waktu 1945-1950, pengaruh yang didapatkan oleh Indonesia hanyalah berasal dari satu arah saja, yaitu Belanda. Pengaruh yang dimaksud yaitu meliputi hal politik, pendidikan, sosial, bahkan sastra budaya. Hal tersebut merupakan sebuah tugas dan tanggungjawab yang besar bagi bangsa Indonesia untuk mempertahankan apa yang telah dimiliki ditengah-tengah penjajahan.

Seniman berjuang melalui karya-karya mereka. Para seniman mengambil peran untuk memberikan penerangan dan propaganda di daerah-daerah. Mereka mengadakan tour ke seluruh pelosok-pelosok daerah untuk mengajak rakyat untuk turut berjuang mempertahankan kemerdekaan Indonesia.

Ada sebuah teater yang dipimpin oleh Jacob siregar sejak masa pendudukan Jepang sampai masa revolusi mereka selalu memainkan sebuah tetaer yang

dipertontonkan untuk meningkatkan rasa nasionalisme dikalangan masyarakat Sumatera Utara. Nama teater ini adalah kadidang, yang dipimpin oleh seorang tokoh pergerakan Jacob Siregar. Media untuk memberikan penerangan terhadap arti penting nasionalisme dan kemerdekaan itu bukan hanya melalui tulisan tulisan saja. Mereka memanfaatkan teater ini sebagai alat agitasi untuk membagun sikap anti kolonialisme di kalangan rakyat Sumatera Utara. Mereka bermain keluar masuk kampung, selain menghibur, mereka memanfaatkan teater sebagai alat agitasi untuk membangkitkan semangat nasionalisme di Sumatera Utara.81

Djaga Depari dalam perjuangannya sebagai Kepala Jawatan Penerangan Kecamatan Tiga Panah keluar masuk desa untuk melakukan penerangan. Melalui jawatan tersebut Djaga Depari membentuk group musik sandiwara disamping tugas pokoknya melakukan penerangan-penerangan tentang program pemerintah diselingi dengan hiburan rakyat kehampir seluruh desa-desa di Kabupaten Karo.

Disela-sela kesibukannya bekerja di Jawatan Penerangan inilah, Djaga Depari melatih pemuda-pemudi desa Seberaya belajar menari dan menyanyi sekaligus membentuk group Sandiwara desa bersama temannya Nuhit Bukit dan Dollar Depari. Group ini pada awalnya diberi nama Irama Desa, kemudian berubah menjadi Seni Drama Piso Serit dan berubah lagi menjadi Sinar Desa Piso Serit. Acara seni drama yang mereka kemas diberi tajuk Hiburan Pahlawan, Hiburan untuk Tentara, Hiburan Malam Minggu, Hiburan untuk Rakyat, dan Hiburan Penawar Rindu. Bukan hanya di

desa Seberaya saja, mereka juga diundang ke berbgai desa di Tanah Karo, bahkan sampai ke Simalungun, Deli Serdang dan Kota Medan. Mereka menghibur para pejuang dan masyarakat setempat yang menyukai adegan drama, lawakan, dan lagu perjuangan, khususnya lagu-lagu Djaga Depari. Lagu-lagu Djaga Depari banyak bertemakan cinta kepada alam semesta, cinta kepada lawan jenis, dan cinta terhadap Perjuangan Tanah Air. Namun ada juga beberapa lagunya bertemakan nasehat, Gotong Royong, kritik sosial, dan sebagainya.82 Berikut merupakan salah satu peninggalan tiket masuk untuk pertunjukan yang diadakan Djaga depari dan kawan- kawan pada masa revolusi. Berdasarkan wawancara dengan anak bungsu dari Djaga Depari, mengatakan bahwa tiket masuk untuk menonton pertunjukan ini adalah karya tangan Djaga Depari sendiri. Undangan ini dilukis oleh Djaga Depari, kemudian disebarkan kepada masyarakat.83

Gambar 30 : Potongan peninggalan tiket masuk untuk menonton pertunjukan seni pertunujukan yang dilakukan oleh Djaga Depari dan kawan-kawan.

82

Robert Perangin-angin, op.cit.,hlm. 56-57. 83 Wawancara dengan Ngapuli Depari.

Salah satu tokoh seniman pejuang yang berjuang melalui seni sandiwara teater ini adalah Ahmad CB.84 Karirnya di atas pentas dimulai dari tahun 1931 di Medan ketika dia masih berusia 16 tahun. Ketika itu dia turut mendukung pementasan naskah karya M. Saleh Umar (Surapati) yang berjudul “Mutiara Berlumpur”. Dalam usia yang masih muda dalam lubuk hati dan relung sanubari Ahmad CB telah tertanam rasa kebangsaan. Hal ini dapat kita lihat dengan bergabungnya beliau sebagai anggota Jong Islamitan Bond, anggota “Indonesia Muda”, kemudian menjadi anggota GERINDO (Gerakan Rakyat Indonesia). Rasa kebangsaan yang ada di dalam dirinya itu selalu dimanifestasikan melalui seni pentas dan lagu-lagu gubahannya.

Pada tahun 1935 didirikannyalah sebuah perkumpulan sandiwara yang bernama “Asmara Dhana”. Pada waktu itu juga dia merupakan salah satu biduan pada sebuah perusahaan piringan hitam Singapura dan berhasil merekam 5 buah lagu yang terkenal di masa itu, yaitu “Kacang Goring”, “Bangun Anakku”, Batik Indonesia”, “Melayu Raya”, dan “Rumpun Melayu”. Yang diciptakannya bukan hanya lagu-lagu hiburan saja akan tetapi lagu-lagu perjuangan juga. Lagu-lagu tersebut tidak hanya membangkitkan semangat perjuangan rekan-rekannya di Tanah Air, tetapi juga menanam rasa persatuan dikalangan masyarakat melayu. Hal ini disadari oleh pemerintah Singapura sehingga ia tidak dibenarkan untuk melanjutkan karirnya bersama perusahaan piringan hitam tersebut.

84

Ahmad CB (Casbara) merupakan seorang tokoh seni pentas yang telah bergelut sejak tahun 1930-1977. Kelompok sandiwara Asmara Dhana yang dipimpinnya, banyak mementaskan naskah

Setelah kembali ke Medan pada tahun 2942, ia melanjutkan kegiatan “seni pentas” bersama kelompok “Asmara Dhananya”. Bekerja sama dengan Surapati (M. Saleh Umar) dipentaskanlah cerita-cerita sandiwara yang bercorak politik seperti “Panggilan Kewajiban”, dan “Corak Dunia”. Dalam setiap pementasan selalu ditampilkan penyanyi-penyanyi yang membawa berbagai lagu sebagai pendahulun sebelum layar diangkat, ataupun untuk menyelingi antara satu babak dengan babak lain. Peranan lagu dalam pertunjukan sandiwara cukup dominan, apalagi kalau yang ditampilkan adalah lau-lagu yang baru selesai digubah. Tidak heran jika dalam aktivitasnya mementaskan naskah sandiwara oleh kelompok “Asmara Dhana” Ahmad CB terus menggubah lagu. Sampai Jepang ,menyerah kepada Sekutu ada 3 buah lagu yang diciptakannya yaitu; “Irama Kaum Tani”, “Bergotong Royong”, dan “Kembali Dari Digul”.

Pada tahun-tahun kemerdekaan, kelompok “Asmara Dhana” dijadikan sebgai alat perjuangan, menghibur para pejuang di garis depan, dan mencari dana untuk front Medan Area. Sambil mementaskan naskah-naskah sandiwara yang membangkitkan semangat para pejuang, Ahmad CB terus menciptakan lagu-lagunya, diantaranya adalah “Republik Indonesia”, “Angkatan Laut Kita”, “Pejuang 45”, dan lain-lain.

Perjuangan kemerdekaan tidak hanya dilakukan dengan senjata saja, tetapi oleh para pejuang kemerdekaan juga dilakukan melalui kegiatan “seni pentas”, lakon, dan lagu yang membangkitkan semangat heroic dan patriotic. Tidak kurang

pentingnya juga perjuangan lewat pena yang dilakukan oleh kaum wartawan, dan kegitan yang dilakukan oleh para pemuda Indonesia yang berada di luar negeri untuk membantu perjuangan kemerdekaan tanah airnya. Baik melalui kegiatan diplomasi maupun mencari dan membeli obat-obatan guna dikirim ke tanah air, disamping mencari dan membeli perlengkapan militer termasuk senjata yang sangat diperliukan saat itu.

Melalui sarana “Asmara Dhana” Achmad CB memberikan informasi kepada masyarakat mengenai tingkat perjuangan yang dilakukan oleh bangsa Indonesia. Juga melalui saran lagu yang digubahnya selalu seirama dengan perjuangan.85

Seni pertunjukan baik lukis, musik, teater maupun sastera selain menghibur para pejuang, masyarakat umum, juga memberikan dukungan materiil kepada para pejuang yang berada di front-front pertempuran. Setiap pertunjukan yang dilakukan selain memberikan penghiburan, juga mendatangkan penghasilan melalui penjualan tiket. Hasil dari penjualan tiket tersebut dikumpulkan kemudian disumbangkan kepada front buruh, petani maupun untuk akomodasi para gerilyawan.

Sumbangan kesenian didalam memajukan kebudayaan bangsa Indonesia pada masa revolusi sangat besar. Kesenian yang terus berkembang dan munculnya karya- karya inovatif yang mengangkat sesuatu yang telah ada di Indonesia. Hal ini merupakan wujud peranan seni dalam membentuk identitas kebangsaan.

Dokumen terkait