• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS KASUS TINDAK PIDANA KORUPSI ATAS PUTUSAN BEBAS DALAM PREKPEKTIF HUKUM PIDANA

A. Kasus 1. Kasus Posisi 1.Kasus Posisi

1. Ahli HASIHOLAN PASARIBU, S.E, MPKP

Bahwa ahli masuk Departemen Dalam Negeri tahun 1981, tahun 1983 ahli di keuangan daerah dan ahli mengawasi keuangan daerah di Departemen Dalam Negeri sampai tahun 2008, berbagai rumusan kebijakan di Keuangan Daerah adalah tanggungjawab unit kerja yang ahli tempati sampai ahli terakhir menjabat sebagai Direktur Administrasi Anggaran Daerah, kemudian tahun 2009 ahli pindah pada sisi perencanaan setelah ditata sisi pengeluarannya maka ahli menjabat sebagai Direktur Perencanaan Keuangan Daerah.

Dalam Kepmendagri No.29 Tahun 2002 terjadi penataan dengan memisahkan kewenangan-kewenangan Kepala SKPD, tidak boleh campur mengenai pengelolaan keuangan daerah, oleh karenanya dibentuk Pemegang Kas disitu, Pemegang Kas mengelola Keuangan yang terjadi disetiap SKPD.

Dalam aturan yang baru, Kepala SKPD consent kepada pencapaian kinerja itu yang dulu dikenal dengan LAKIP (Laporan Kinerja Instansi Pemerintah), sedangkan semua tindakan pembayaran adalah Pemegang Kas, maka disebut di Kepmendagri No.29 unit Pemegang Kas SKPD dia adalah secara fungsional bertanggungjawab ke BUD tidak bertanggung jawab kepada Kepala SKPD karena

ini adalah akuntasni yang menerima, menyimpan, mengeluarkan berdasarkan apa yang diajukan kepala SKPD kepada Kepala Daerah melalui Bendahara Umum Daerah.

Belanja Pegawai kalau PNS diatur berdasarkan Peraturan Pemerintah, ada tunjangan, ada gaji pokok, tunjangan beras termasuk belanja-belanja personil, pegawai, aparatur, maka belanja di Kepmendagri No.29 itu adalah belanja aparatur administrasi umum, aparatur sama belanja publik, yang disebut Belanja Pegawai di Pasal 3 disebut dalam rangka statistik keuangan daerah Pemerintah Daerah menyusun Laporan Keuangan dengan mengelompokkan mana sifatnya untuk aparatur, personil baik itu yang formasi ditetapkan, formasi ditetapkan itu luas bisa formasi yang ditetapkan dengan pengangkatan tadi.

Bahwa yang disebut belanja Pegawai adalah uang yang dibayarkan kepada seseorang yang terlibat dalam penyelenggaraan Pemerintahan misalnya : Gaji, tunjangan, uang representasi, tunjangan keluarga, tunjangan kedinasan. Yang di maksud dengan ‘formasinya telah ditetapkan’ adalah jika di Pemerintahan Desa itu adalah Penetapan dari Kepala Desa siapa yang terlibat dalam menjalankan roda pemerintahan di Desa, kalau di Kabupaten/Kota ada 2 yaitu PNS dan DPRD ini tentu ada SK nya kenapa sejenis karena SK itu ditentukan besaran yang ditetapkan dalam SK pengangkatan itu begitu juga Dewan ada uang reprentasinya

Kepala Desa yang bukan sebagai pegawai negeri tercakup dalam kelompok belanja pegawai karena uang yang diberikan dari Kabupaten/Kota itu akan dikelompokkan secara akuntansi total case untuk belanja personil digunakan dari dana ini.

Bahwa dengan berlakunya Permendagri No.13 Tahun 2006, maka Pasal 49 Kepmendagri No.29 Tahun 2002 sudah tercover di PP No.58 Tahun 2005, termasuk jika terjadi keterlambatan pengesahan APBD itu urusan politik lokal, dan keterlambatan ini menurut PP No.58 disebutkan apabila tanggal 31 Desember tidak disahkan maka menggunakan pagu tahun sebelumnya. Pemegang Otorisasi Pengelolaan Keuangan artinya Kepala Daerah sebagai yang memegang kekuasaan pengelolaan keuangan daerah sepanjang tertulis dibuat dalam satu lembar apapun itu sudah otoritas pengertiannya

Tujuan diterbitkannya Kepmendagri No.29 Tahun 2002 adalah ringkasnya 1 rupiah uang Negara yang dikelola atau digunakan harus dipertanggungjawabkan kepada sasaran dan tujuan fungsi pemerintahan jelas siapa yang bertanggungjawab dan pemisahan tanggungjawab pengelolaan keuangan daerah itu tidak bisa disatu tangan.

Bahwa ‘tidak harus berformat SKO’ berarti artinya bukan persoalan SKO, SKO itu Surat Keputusan Otorisasi formatnya bisa macam-macam dan yang berhak untuk mengajukan permintaan dana pengisian kas dilingkungan Sekretariat Daerah sesuai dengan kepmendagri No.29 tahun 2002 adalah Kepala SKPD selaku Pengguna Anggaran berdasarkan otorisasi yang dikeluarkan oleh Kepala Daerah.

Sesuai dengan ketentuan, Kepala SKPD hanya menerbitkan SPP untuk mencairkan uang dari BUD ke Pemegang Kas, sedangkan penyimpanan, pembukuan, pembayaran semua itu di tangan Pemegang Kas, tidak ada kewenangan Kepala SKPD memerintahkan untuk membayar, maka di

Undang-undang Perbendaharaan itu Bendahara berhak menolak perintah siapapun sepanjang perintah itu tidak sesuai peruntukan.

Pemegang Kas bertanggungjawab secara fungsional ke BUD, bukan kepada Pimpinan SKPD, siapa yang bertanggungjawab mengelola, yang mengelola itu adalah Pemegang Kas, sesuai dengan mata anggaran yang ada. 2. Ahli Prof. Dr. Zudan Arif Fakurulah, S.H. MH

Ahli adalah ahli di bidang Hukum Administrasi Negara. Bahwa Kepmendagri No.29 Tahun 2002 itu ide induknya adalah di Undang-undang No.22 Tahun 1999, kekuasaan pemerintahan itu banyak diserahkan kepada Pemerintah Daerah termasuk pengelolaan keuangan di dalam pengelolaan keuangan itu sudah dilakukan desentralisasi, desentralisasi ada mengatur dan mengurus 2 (dua) aspek ini kemudian dijabarkan di dalam PP No.105 di mana dalam PP itu kalau sudah desentralisasi itu delegasi diberikan penuh kepada daerah, kekuasaan penuh pengelolaan keuangannya jadi pengelolaan keuangan sudah dilimpahkan kepada Kepala Daerah.

PP No.105 menganut prinsip Pertanggungjawaban dalam batas kewenangan, maka PP No.105 dan Kepmendagri No.29 itu mengatur 5 (lima) tahap pengelolaan keuangan, pertama Perencanaan, kedua Pelaksanaan Anggaran, ketiga Penatausahaan Anggaran yang keempat Pertanggungjawaban Anggaran yang kelima Pengawasan Anggaran baik BPK maupun Inspektorat.

Dalam hukum admnistrasi negara, pertanggungjawaban dalam batas kewenangan artinya perbuatan apa, dalam kurun waktu apa, dan yurisdiksi di mana, siapa saja pejabatnya, uang itu dimanfaatkan secara tujuan atau tidak.

Dari sisi keuangan administrasi Negara seorang Pengguna Anggaran secara umum tanggungjawabnya adalah makro karena nanti teknisnya ada pada masing-masing Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan yang akan melaksanakan kegiatan itu misalnya Kasubbag, karena itu tugas sebagai seorang Pengguna Anggaran adalah Pengawasan secara makro yaitu bahwa kebijakan itu sudah dilaksanakan atau belum.

Yang harus bertanggungjawab adalah siapa pelakunya di level jabatan mana terjadi dan kapan waktunya, karena apa bisa terjadi, dilakukan oleh siapa, jadi pada siapa perbuatan hukum itu dilakukan disitulah prinsip pertanggungjawaban dalam batas kewenangan

Seorang Pengguna Anggaran bertanggungjawab kepada Kepala Daerah, karena tanggungjawab akhir pengelolaan keuangan di Pemerintahan Daerah ada pada Kepala Daerah, jadi aspek ini adalah aspek administratif dan jika terjadi kesalahan, hanya diberikan sanksi administrasi dan Kepala Daerah memberikan laporan pertanggungjawaban kepada DPRD itulah pengawasan secara administrasi.

Untuk mengetahui kewenangan pejabat yang berhak mengajukan permohonan pencairan keuangan negara/daerah, harus dilihat dulu kepada siapa delegasi itu diberikan oleh pemegang otoritas. Kepala Daerah sebagai Pemegang Otoritas Keuangan mempunyai kewenangan untuk mengeluarkan perintah pembayaran kegiatan-kegitan rutin untuk menjaga pelayanan publik tetap terlaksana

Dalam pengelolaan anggaran, uang harus digunakan sesuai peruntukannya dan uang juga harus dicek, uang yang diajukan oleh Pejabat yang lalu, pertama harus diperiksa sesuai dengan peruntukan atau tidak, maka tanggungjawab dilakukan oleh pejabat yang melaksanakan, jadi di dalam Hukum Administrasi Negara pejabat yang melaksanakan anggaran itu tidak bisa melepaskan diri dari aspek penatausahaan atau pertanggungjawaban dalam sistem administrasi keuangan, jadi siapa yang sedang menjabat pada saat itu maka yang bertanggungjawab adalah orang yang sedang menduduki jabatan pada saat pelaksanaan dan tanggungjawab sudah beralih dari pejabat yang lama kepada pejabat definitif.

Dari sisi Hukum Administrasi Negara, apabila APBD belum disahkan maka Kepala Negara mempunyai diskresi untuk mengambil langkah-langkah yang diperlukan agar tidak terjadi stagnasi pemerintahan. Azas kontinuitas dalam penyelenggaraan Pemerintahan, prinsipnya adalah Pemerintahan tidak boleh berhenti dengan bergantinya pejabat dan pada saat serah terima jabatan ada Berita Acara Serah Terima Jabatan, dalam praktek selalu dimuat apa saja yang sudah dilakukan karena terkait anggaran, berapa yang sudah diambil dan dari pos mana, itu biasanya yang dilakukan dalam praktek di Pemerintahan.

3. Ahli Dr. Mahmud Mulyadi, S.H. M.Hum.

Ahli adalah staf pengajar pada Fakultas Hukum USU, Pengajar Program Pascasarjana Ilmu Hukum USU, Ilmu Hukum UMU, Ilmu Hukum UDA dan Program Pascasarjana Ilmu Hukum Universitas Batam, dan ahli di bidang hukum pidana.

Di dalam hukum pidana terdapat dua azas yaitu Perbuatan Pidana dan Pertanggungjawaban Pidana. Dan ketika ada dugaan tindak pidana, unsur dalam setiap pasal harus ada pembuktian, dan harus ada peraturan perundang-undangan, tempus delicti, apakah daluarsa, bisakah dipertanggungjawabkan secara objektif dan subjektif. Administrasi manajemen ada tupoksinya yang memerlukan wewenang, bukan sembarangan, yang harus dicari adalah di mana titik apinya/titik lobangnya, siapa yang berbuat dia yang bertanggungjawab.

Pertanggungjawaban pidana, sejak mulai penyidikan sangat tergantung dengan aturan yang mengatur, menurut ahli administrasi, ahli keuangan daerah, kalau tidak ada pertanggungjawaban disitu maka kemungkinan besar ada perbuatan melawan hukum, sangat tergantung pada ahli yang lain.

Bahwa jika perbuatan hukum pidana itu terjadi, siapa yang berbuat dia yang bertanggungjawab. Dan dalam pembuktian hukum pidana adalah satu saksi bukan saksi/satu saksi bukan alat bukti (Unus testis nulus testis).

Tentang delik formil harus sesuai Pasal 2 dan Pasal 3 dan potensi kerugian bisa dihitung dan harus jelas, sekian, tidak boleh pakai asumsi, bukan sesuatu menghayal. Sebab hukum pidana itu selalu terukur dan harus terukur, maka sejak proses penyidikan harus mengakumulasi aspek-aspek lain diluar hukum pidana yang berkaitan dengan pelanggaran atau kejahatan.

Dokumen terkait