• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV AKIBAT HUKUM ATAS PERALIHAN HAK ATAS TANAH

B. Akibat Hukum Atas Peralihan Hak Atas Tanah Yang

Maka berdasarkan pengamatan yang penulis lakukan di Perumahan Bumi Berngam Baru, Kota Binjai, bahwasanya penulis mendapati salah satu penghuni perumahan tersebut melakukan jual beli tanah dan sebidang rumah tipe 21 (7m x 3m) secara tunai dengan harga Rp. 35.000.000,- (Tiga puluh lima juta rupiah).

Beliau membeli tanah dan sebidang tersebut pada tahun 1997. Namun transaksi

122Andy Hartanto, Op. Cit., hlm. 175

123 Efendi Parangin. Op.Cit. hlm. 29

tersebut tidak dilakukan dihadapan PPAT dan pembelian ini hanya dapat dibuktikan dengan selembar kuitansi.

Awal nya beliau tinggal di Kota Siantar, namun karena Ayah beliau sudah meninggal maka penghuni rumah, ibunya dan anaknya pindah ke Kota Binjai untuk melanjutkan hidup. Pembelian rumah tersebut ditemani oleh Abang kandung beliau yang tidak lain sudah lama bertempat tinggal di Kota Binjai.

Beliau menyatakan rumah tersebut dibeli karena yang menjualnya yaitu teman abang beliau sehingga beliau percaya saja transaksi tersebut hanya berbuktikan kuitansi saja. Hingga saat ini, beliau tidak mengetahui apakah ada sertifikat atas dasar rumah tersebut atau tidak. Bahkan beliau tidak perduli masalah pembelian dengan kuitansi karena menurutnya selama ini tidak ada masalah maupun sangketa dari transaksi tersebut.

Berdasarkan pengamatan, pihak penghuni tidak mengetahui bagaimana pentingnya sebuah sertifikat karena penghuni tersebut tidak begitu paham akan hukum. Beliau tidak mengetahui apa yang bisa terjadi dikemudian hari dengan tidak memilikinya sertifikat tersebut. Berdasarkan hasil wawancara, Pihak Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Binjai juga menyatakan bahwa perumahan di perumnas ini sudah memiliki sertifikat Hak Guna Bangunan di setiap rumahnya, begitu pula dengan perumahan yang diteliti ini.124 Maka, sudah jelas bahwa perumahan ini sudah memiliki sertifikat tetapi tidak diberikan kepada penghuni rumah.

124 Wawancara dengan Firman Nasution selaku staff Badan Pertanahan Nasional (BPN) di Kota Binjai pada tanggal 29 Juni 2020

Adapun faktor penyebab sering dilakukannya pembelian tanah yang belum atau tidak sekaligus dilaksanakan dihadapan PPAT antara lain:125

a. Masyarakat kurang paham atau bahkan ketidaktahuan dari si pelaku transaksi baik penjual maupun pembeli tanah mengenai ketentuan hukum yang berlaku;

b. Mula pertama atas dasar hanya karena saling percaya antara penjual dan pembeli dan ketidaktahuan atas hak-hak dan kewajiban selaku penjual dan pembeli tanah;

c. Tanah yang menjadi obyek jual beli belum bersetifikat, misalnya masih letter C dan belum dikonversi;

d. Belum mempunyai biaya untuk peralihan haknya atau bahkan juga belum mempunyai dana untuk membayar Pajak Penghasilan (PPh) maupun Bea Perolehan Tanah dan Bangunan (BPHTB);

e. Jenis tanahnya masih merupakan tanah pertanian (sawah/legal), sedangkan yang dibeli hanya sebagian, sehingga harus dimohon perubahan status tanah tersebut lebih dahulu menjadi tanah perumahan/perkarangan;

f. Jenis tanahnya masih tanah pertanian, sedangkan pembeli bertempat tinggal di luar wilayah kecamatan letak tanah yang menjadi obyek jual beli atau bahkan di luar kabupaten atau propinsi, sehingga masih menunggu proses perpindahan penduduk bagi pembeli agar tidak melanggar ketentuan mengenai absente, atau dalam hal demikian ditempuh jalan

125Jurnal Repertorium, ISSN:2355-2646, Volume II No. 2 Juli – Desember 2015

dimohon/diproses permohonan perubahan jenis tanah menjadi tanah perumahan lebih dahulu.

g. Guna memudahkan proses peralihan haknya dikarenakan pemilik tanah sudah meninggal dunia, sedangkan ahli warisnya berjumlah cukup banyak.

Sebagian besar dari mereka sudah berusia lanjut dan bertempat tinggal jauh dari lokasi tanah yang dijual.

Berdasarkan Putusan Mahkamah Agung No. 126 K/Sip/1976 Tanggal 4 April 1978 yang berbunyi : “Untuk sahnya jual beli tanah tidak mutlak harus dengan kata yang dibuat oleh dan dihadapan pejabat pembuat akta tanah, akta pejabat ini hanyalah suatu alat bukti.” Maka dapat disimpulkan bahwa jual beli tanah tersebut tetap sah, jadi hak miliknya berpindah dari si penjual kepada si pembeli, asal saja jual beli itu memenuhi syarat-syarat materiil (baik yang mengenai penjual, pembeli, maupun tanahnya).

Namun jika dikaji lebih mendalam perjanjian jual beli tidak dihadapan PPAT tersebut tetap rawan, karena tidak memberikan kepastian hukum. Kepastian hukum adalah keadaan dimana suatu peraturan dibuat dan diundangkan secara pasti karena mengatur secara jelas dan logis. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan dengan penghuni rumah, penghuni rumah tidak pernah bertanya dengan penjual apakah sertifikat rumah tersebut ada atau tidak. Selama 21 tahun pembeli sudah menempati rumah tersebut dan tidak mengalami sangketa dengan orang lain.

Jelas dalam artian tidak terdapat kekaburan norma atau keraguan (multitafsir) dan logis dalam artian menjadi suatu sistem norma dengan norma lain sehingga tidak berbenturan atau menimbulkan konflik norma. Kepastian hukum menunjuk kepada pemberlakuan hukum yang jelas, tetap, konsisten dan konsekuen, yang pelaksanaannya tidak dapat dipengaruhi oleh keadaan-keadaan yang sifatnya subjektif. Kepastian hukum mengandung arti bahwa setiap perbuatan hukum yang dilakukan harus menjamin kepastian hukumnya. Hal ini sejalan dengan Teori Kepastian Hukum yang digunakan pada penelitian ini bahwa kepastian hukum harus dijaga demi keamanan dalam negara, maka hukum positif selalu harus ditaati, dan hanya peralihan hak atas tanah yang dilakukan dihadapan PPAT lah yang memberikan kepastian hukum.

Sertipikat tanah menjadi hal yang penting bagi masyarakat karena merupakan bukti yang kuat dan sah secara hukum atas kepemilikan bidang tanah.

Untuk memperoleh sertifikat harus melalui prosedur dan tata cara yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Adapun lembaga yang berwenang untuk menerbitkan sertifikat tanah adalah Badan Pertanahan Nasional (BPN). Berdasarkan hasil wawancara dengan pihak BPN, bahwa peralihan hak atas tanah yang tidak dilakukan dihadapan PPAT tidak dapat didaftarkan sehingga perlunya tanah tersebut dilakukan dihadapan PPAT126. Hal ini sejalan dengan Pasal 37 (1) Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 yang menyatakan bahwa :

“Peralihan hak atas tanah dan hak milik atas satuan rumah susun melalui jual beli, tukar menukar, hibah, pemasukan dalam perusahaan dan perbuatan hukum

126 Wawancara dengan Firman Nasution selaku staff Badan Pertanahan Nasional (BPN) di Kota Binjai pada tanggal 20 Juli 2020

pemindahan hak lainnya, kecuali pemindahan hak melalui lelang, hanya dapat didaftarkan, jika dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh PPAT yang berwenang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dengan terdaftarnya bagian tanah tersebut sebenarnya tidak semata-mata akan terwujudnya jaminan keamanan akan kepemilikannya dalam menuju kepastian hukum. Bahkan seseorang pemilik akan mendapatkan kesempurnaan dari haknya, karena hal-hal sebagai berikut :

1. Adanya rasa aman dalam memiliki tanah (security);

2. Mengerti dengan baik apa dan bagaimana yang diharapkan dari pendaftaran tersebut (simplity);

3. Adanya jaminan ketelitian dalam sistem yang dilakukan (accuracy);

4. Mudah dilaksanakan (expedition);

5. Dengan biaya yang bisa dijangkau oleh semua orang yang hendak mendaftarkan tanah (cheapness), dan daya jangkau ke depan dapat diwujudkan terutama atas harga tanah itu kelak (suitable).

Kepastian hukum dari tanah tersebut serta kepemilikan secara hukum sebagaimana disebutkan dalam Pasal 19 UUPA ayat 1 yaitu bahwa :

“Untuk menjamin kepastian hukum oleh pemerintah diadakan pendaftaran tanah di seluruh wilayah Republik Indonesia menurut ketentuan-ketentuan yang diatur dengan Peraturan Pemerintah.”

Kepastian hukum yang dimaksud dalam kegiatan pendaftaran tanah di atas, antara lain :127

1. Kepastian hukum mengenai orang atau badan yang menjadi pemegang hak (subjek hak);

2. Kepastian hukum mengenai lokasi, batas, serta luas suatu bidang tanah hak (subjek hak); dan

3. Kepastian hukum mengenai haknya.

Sehingga begitu pentingnya pendaftaran tanah agar memiliki kepastian hukum dan tidak merugikan berbagai pihak.

Menanggapi masalah peralihan hak atas tanah yang tidak dilakukan dihadapan PPAT seharusnya proses ini sudah tidak ada. Tetapi pada kenyataannya masih banyak yang melakukan proses dengan cara tersebut, dikarenakan biaya nya tak terduga, juga prosesnya yang terlalu rumit. Padahal, akibat hukum yang dapat diterima oleh para pembeli yang tidak melalukan peralihan hak atas tanah di hadapan PPAT selain tidak memiliki bukti kepemilikan, ialah tidak memiliki kepastian hukum.

127 Bachtiar Effendie, Pendaftaran Tanah di Indonesia dan Peraturan-peraturan Pelaksanaannya. Alumni. Bandung. 1980. Hlm 9-10.

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan terhadap permasalahan yang diajukan maka dapat diajukan kesimpulan sebagai berikut :

1. Pengaturan hukum peralihan hak atas tanah menurut ketentuan yang berlaku diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yakni Pasal 1457 dan Pasal 1458, kemudian Hukum Adat secara terang dan tunai, dan Hukum Tanah Nasional (Agraria) yang menggunakan Hukum Adat sebagai dasar hukumnya.

2. Proses peralihan hak atas tanah yang tidak dilakukan dihadapan PPAT tidak memenuhi ketentuan pasal 37 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah seperti yang terjadi di perumahan bumi berngam baru di Kota Binjai. Proses peralihan hak atas tanah yang tidak dilakukan di hadapan PPAT seperti Perjanjian Pengikatan Jual Beli dapat dijadikan dasar untuk proses balik nama dan apabila hanya dilakukan di bawah tangan apalagi hanya dengan selembar kwitansi tidak dapat memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum bagi pembeli.

116

3. Akibat hukum atas peralihan hak atas tanah yang tidak dilakukan dihadapan PPAT adalah jual beli tanah tersebut tidak memiliki kepastian hukum.

B. Saran

1. Masih kurang luasnya ketentuan pengaturan mengenai peralihan hak atas tanah, maka dari itu disarankan kepada pemerintah maupun akademisi untuk secara bersama membuat peraturan yang secara konkrit dan komprehensif mengatur tentang peralihan hak atas tanah sehingga terciptanya kepastian hukum terhadap pembeli dan penjual.

2. Masih banyaknya kasus peralihan hak atas tanah yang tidak dilakukan dihadapan PPAT, mungkin disebabkan ketidaktahuan masyarakat tentang peraturan yang berlaku mengenai prosedur jual beli tanah dan juga seperti apa PPAT itu sendiri, oleh karena itu perlu sekali diadakan penyuluhan hukum yang intensif kepada masyarakat agar mereka mengerti cara melakukan jual beli tanah dan juga penyuluhan mengenai PPAT dan mau melaksanakannya

3. Kepada masyarakat diharapkan membuat perjanjian jual beli kepada masing-masing pihak sebelum melakukan jual beli maupun perjanjian lainnya dibuat oleh/dihadapan PPAT agar memiliki akta otentik dan berkekuatan hukum tetap.

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku

Abdurrahman. 1993. Masalah Pencabutan Hak-Hak Atas Tanah Pembebasan Tanah dan Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum Di Indonesia. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti.

Achmad, Ali, chomzah. 2002. Hukum Pertanahan, Pemberian Hak Atas Tanah Negara. Jakarta: Prestasi Pustaka.

Achmad, Ali chomzah. 2004. Hukum Agraria (pertanahan Indonesia) jilid 2, Jakarta, Prestasi Pustaka Publisher.

Adi, Rianto. 2004. Metode Penelitian Sosial dan Hukum, Jakarta, Garanit.

Advendi, Elsi. 2007. Hukum Dalam Ekonomi. Jakarta: PT. Grasindo.

Akhmad, Cahyono Budidan Surini Ahlan Sjarif. 2008. Mengenal Hukum Perdata.

Jakarta: CV. Gitama Jaya.

Al-Rashid, Harun. 1986. Sekilas Tentang Jual-Beli Tanah Berikut Peraturan-peraturannya. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Darus, Mariam Badrulzaman. 2001. Komplikasi Hukum Perikatan. Bandung: Citra Aditya Bakti.

Dyara, Fea Radhite Oryza. 2016. Buku Pintar Mengurus Sertifikat Tanah Rumah dan Perizinannya, Yogyakarta: Buku Pintar.

Effendie, Bachtiar. 1980. Pendaftaran Tanah di Indonesia dan Peraturan-peraturan Pelaksanaannya. Bandung: Alumni.

Effendy, Perangin. 1992. Praktek Pengurusan Sertifikat Hak Atas Tanah. Jakarta:

Rajawali Pers.

Friedmann W,1996. Teori dan Filsafat Umum, Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Harahap M Yahya. 1982. Segi-segi Hukum Perjanjian. Bandung: Alumni.

Harahap M Yahya. 2006. Pembahasan, Permasalahan, dan Penerapan KUHAP.

Jakarta: Sinar Grafika.

Hardijan, Rusli. 1996. Hukum Perjanjian Indonesia dan Common Law, Cet.2, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.

118

Harianto, Andy. 2014. Karakteristik Jual Beli Tanah yang Belum Terdaftar Hak Atas Tanahnya. Surabaya: Laksbang Justitiahal.

Harsono Boedi. 2002. Hukum Agraria Indonesia, Himpunan Peraturan-Peraturan Hukum Tanah. Jakarta: Djambatan.

Harsono Boedi. 2005. Hukum Agraria Indonesia. Jakarta: Djambatan.

Harsono Boedi. 2007. Hukum Agraria Indonesia Sejarah: Pembentukan Undang-Undang Pokok Agraria, Isi dan Pelaksanaannya. Jakarta: Djambatan.

Harsono Boedi. 2010. Hukum Agraria Indonesia Cet. X. Jakarta: Djambatan.

Hernoko, Agus Yudha. 2008. Hukum Perjanjian Asas Proporsionalitas Dalam Kontrak Komersial. Yogyakarta: Mediatama.

Huijbers Theo. 1982. Filsafat Hukum Dalam Lintasan Sejarah. Kanisius

Karta Sapoetra G. 1985. Hukum Tanah Jaminan UUPA Bagi Keberhasilan Pendayaganaan Tanah, Jakarta : Bina Aksara.

Kartini , J. Soedjendro. 2001. Perjanjian Peralihan hak atas tanah yang berpotensi konflik, Yogyakarta, Kanisius.

L. Bernard. Tanya. 2010. Teori Hukum Strategi Tertib Manusia Lintas Ruang dan Generasi. Yogyakarta: Genta Publishing.

Limbong, Bernhad. 2015. Pengadaan Tanah untuk Pembangunan, Cet.3, Jakarta Selatan: Margaretha Pustaka.

Lubis M Solly. 1994. Filsafat Ilmu dan Penelitian. Bandung: Mandar Maju.

Mahmud Peter. 2005. Penelitian Hukum. Jakarta : Kencana Prenada Media Grup.

Mertoskusumo, Sudikno. 1988. Mengenal Hukum (Suatu Pengantar). Yogyakarta:

Liberty.

Miru, Ahmadi. 2011. Prinsip-Prinsip Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Di Indonesia, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Moleong, L. J. 2011. Metode Penelitian Kualitatif Edisi Revisi. Bandung: PT.

Remaja Rosdakarya.

Mulyadi, Kartini & Gunawan Widjaja. 2005. Kebendaan Pada Umumnya. Jakarta:

Kencana.

Parlindungan, A.P. 1999. Pendaftaran Tanah di Indonesia. Bandung: Mandar Maju.

Patrik, Purwahid. 1994. Dasar-Dasar Hukum Perikatan. Semarang: CV. Mandar Maju.

Prajudi, S Atmosudirjo. 1994. Hukum Administrasi Negara. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Rahardjo, Satjipto. 2006. Hukum Dalam Jagat Ketertiban, Jakarta, UKI Press.

Raharjo, Handri. 2009. Hukum Perjanjian di Indonesia. Jakarta: PT. Buku Kita.

Rasjidi, Lili. 1998. Filsafat Hukum. Bandung : Remaja Karya.

Salehindo, John. 1987. Masalah Tanah Dalam Pembangunan. Jakarta: Sinar Grafika.

Salman S, HR Otje. dan Anton F. Susanto. 2005. Teori Hukum. Bandung: Refika

Shidarta, 2006, Hukum Perlindungan Konsumen, Jakarta: PT. Grasindo.

Sihombing, B. F. 2005. Evolusi Kebijakan Pertanahan dalam Hukum Tanah Indonesia. Jakarta: PT. Toko Gunung Agung Tbk.

Snelbecker dalam Lexy J. Moleong. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: Remaja Rosdakarya.

Soekanto, Soerjono. 1986. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: UI Press.

Soekanto, Soerjono. 1995. Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat.

Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Soetomo. 1992. Pedoman Jual Beli Tanah, Peralihan Hak dan Sertifikat. Malang:

Lembaga Penerbit Universitas Brawijaya.

Subagyo, Joko, 1997, Metode Penelitian Dalam Teori Dan Praktek, Jakarta: Rineka Cipta.

Subekti, R. 2004. Hukum Perjanjian. Jakarta: PT. Intermasa.

Soimin, Sudaryo. 1994. Status Hak dan Pembebasan Tanah, Jakarta: Sinar Grafika.

Sugianto, Fajar. 2013. Economics Analysis Of Law. Jakarta : Kencana.

Surya Samadi Barata, 1998. Metodologi Penelitian, Jakarta: Raja Grafindo Persada

Sutedi, Adrian. 2011. Sertipikat Hak Atas Tanah. Jakarta: Sinar Grafika.

Sutedi, Adrian. 2007. Peralihan Hak Atas Tanah dan Pendaftarannya. Jakarta: Sinar Grafika.

Wantjik, K. Saleh. 1985. Hak Atas Tanah Cet. 5. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Wantjik, K. Saleh. 1997. Hak Anda Atas Tanah. Jakarta : Ghalia Indonesia.

Widjaja, Gunawan. 2002. Jual Beli. Jakarta: PT. Grafindo Persada.

Wijaya, Gunawan, Kartini. 2003. Jual Beli. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.

Wirjono, Prodjodikoro. 2011. Azas-Azas Hukum Perjanjian. Bandung: Mandar Maju.

Wuisman, JJM. 1996. Penyunting M. Hisman, Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial, Jilid 1, Jakarta: Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.

B. Undang-Undang

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek), diterjemahkan oleh R.

Subekti dan R. Tjitrosudibio, cet. 31.

Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah

Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah

Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2003 Pedoman Organisasi Perangkat Daerah PMPMHMT, Permasalahan Surat Ijo Di Kota Surabaya

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria

C. Jurnal/Thesis

Andi, Mirza. 2014. Analisis Hukum Kepemilikan Tanah Eks Eigendom Verponding Setelah Lahirnya Undang-Undang Pokok Agraria Tahun 1960, Magister Kenotariatan, Universitas Hasanuddin, Makassar.

Basuki, Sunaryo, 2005, “Landasan Hukum Penguasaan dan Penggunaan Tanah”, Makalah, Jakarta : Fakultas Hukum Trisakti.

Budiono, Herlin. 2004. Pengikat Jual Beli Dan Kuasa Mutlak. Majalah Renvoi Edisi Tahun 1, No 10, Bulan Maret 2004.

Eka, Irene Sihombing. 2005. Segi-segi Hukum Tanah Nasional dalam Pengadaan Tanah untuk Pembangunan. Jakarta: Universitas Trisakti.

Hutagalung, Arie, S. dkk. 2005. Asas-Asas Hukum Agraria. Bahan Bacaan Pelengkap Mata Kuliah Hukum Agraria. Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia.

Indah, Kristiani. 1994. Peranan Petok D Dalam Proses Pendaftaran Tanah, Universitas Airlangga, Surabaya.

Junaidy, Whisnoe. 2003. Materi Kuliah Akta Tanah, Yogyakarta.

Jurnal Repertorium, ISSN:2355-2646, Volume II No. 2 Juli – Desember 2015

Kurnia, Dewi Putri. 2017. Perbedaan Perjanjian Pengikatan Jual Beli Lunas Dengan Perjanjian Pengikatan Jual Beli Tidak Lunas, Jurnal Akta Vol. 4 No. 4 Desember.

Marilang. 2013. Hukum Perikatan, Perikatan Yang Lahir dari Perjanjian, Cetakan I, Makassar: Alauddin University Press.

Nugroho, Fajar. 2016. Perlindungan hukum bagi pembeli terhadap jual beli hak atas tanah yang dilakukan secara di bawah tangan (Studi Kasus Di Kota Malang), Jurnal Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Brawijaya.

Permadi, Rendy. 2017. Akibat hukum perjanjian jual beli tanah di bawah tangan (Studi Kasus di Kabupaten Grobogan), Jurnal mahasiswa. Universitas Sriwijaya, Lex Privatum Vol. V/No.3/Mei/2017.

Puji, Eko Hartono. 2018.Peranan PPAT Dalam Pembuatan Akta Peralihan Hak Atas Tanah Dan/Atau Bangunan Bekas Hak Milik Adat Berkaitan Dengan Pembayran Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan/Atau Bangunan. Jurnal Akta.

Vol 5 No 1 Maret 2018

Sangadji Banyara, Amunuddin Salle, dan Abrar Saleng, Pelaksanaan Jual Beli Tanah Menurut Hukum Adat dan Undang-Undang Pokok Agraria di Kecamatan Siriamau Kota Ambon. Universitas Hasanuddin.

Sri, Wijayanti. Kepastian Hukum Sertipikat Hak Atas Tanah Sebagai Bukti Hak Kepemilikan Tanah, Magister Kenotariatan, Universitas Dipenogoro, Semarang.

Sukaryanto. 2015. Konflik Tanah Surat Ijo Di Surabaya (Sebuah Perspektif Teoretik-Resolutif). Program Studi Ilmu Humaniora. Universitas Gajah Mada.

Sutomo, Petok D Sebagai Dasar Pendaftaran Hak Milik Atas Tanah Di Desa Tlogosadang, Kecamatan Paciran, Kabupaten Lamongan, Magister Kenotariatan, Universitas Narotama Surabaya, Surabaya

Suwignyo, Dimas. 2017. Perlindungan hukum dalam praktek jual beli tanah di bawah tangan yang dilakukan dihadapan kepala desa. Thesis, Universitas Muhammadiyah Surakarta, Jawa Tengah.

Tetuko, Andi. 2017. Polemik Hak Pengelolaan (HPL) Perspektif Politik Agraria (Studi Kasus Perolehan Hak Milik Surat Ijo di Kecamatan Gubeng Kota Surabaya), Thesis, Universitas Islam Negeri Sunan Ampel, Surabaya.

Widjaya, Abdi. 2014. Konfigurasi Akad dalam Islam (Sebuah Tinjauan Fiqih Muamalah), Makassar: Alauddin University Press.

D. Internet

Apa Sih Tanah Verponding?, www.rumah.com/panduan-properti/apa-sih-tanah-verponding, Diakses pada tanggal 2 april 2019 pukul 21.00 wib.

Bintatar Sinaga, Keberadaan Girik Sebagai Bukti Surat Tanah, Kompas 24 September 1992, www.kompas.com, akses Internet Tanggal 20 Maret 2020 Pahami Arti PPJB, PJB, dan AJB Agar Terhindar dari Penipuan,

www.cermati.com/artikel/amp/pahami-arti-ppjb-pjb-dan-ajb-agar-anda-terhindar-dari-penipuan diakses pada tanggal 10 Juni 2020 pukul 18.00 wib Sehandi, Krisantus. Jual Beli Tanah Tanpa Sertifikat.

www.indonesikoran.com/news/opini/read/73917/jual.beli.tanah.tanpa.sertifikat.

Diakses pada tanggal 3 juni 2020 pukul 19.00 wib