• Tidak ada hasil yang ditemukan

Akreditasi Pendidikan Profesi Kesehatan sebagai Sistem Adaptif yang Kompleks

Dalam dokumen OPERASIONALISASI LAM-PTKes (Halaman 47-58)

Dari uraian di atas jelas bahwa Akreditasi Formatif merupakan perwujudan dari Nilai Operasional LAM-PTKes yaitu :

1. Komitmen untuk meningkatkan kinerja institusi pendidikan tinggi kesehatan (Continuous Quality Improvement);

2. Perpaduan kualitas pendidikan tinggi kesehatan dengan kualitas pelayanan kesehatan (Quality Cascade);

3. Pemetaan jenjang karir tenaga kesehatan mulai dari tahap pendidikannya,

penempatannya sampai dengan pengembangan profesional berkelanjutan (CPU : Conceptualization - Production - Usability);

4. Mampu dipercaya oleh semua pemangku kepentingan yang meliputi 4 Pilar Utama: institusi pendidikan; organisasi profesi; pemerintah; masyarakat pengguna; serta mahasiswa dan masyarakat internasional (Trustworthy / Social Accountability).

Akreditasi Pendidikan Profesi Kesehatan sebagai Sistem Adaptif yang Kompleks, membutuhkan Akreditasi yang bersifat Formatif yang bertumpu pada Sistem Umpan

5. ASESMEN DAN FASILITASI DALAM AKREDITASI

OLEH LAM-PTKes

Berdasarkan uraian pada bab-bab sebelumnya, maka akreditasi yang dilakukan oleh LAM-PTKes perlu memiliki komponen formatif maupun sumatif. Komponen Sumatif dilakukan

oleh asesor seperti yang selama ini dilakukan oleh asesor BAN-PT. Sedangkan Komponen Formatif dilakukan oleh fasilitator / pendamping yang ahli (coach).

Baik asesor maupun fasilitator LAM-PTKes harus mampu memberikan umpan balik yang utamanya bersifat sebagai berikut :

1) Tepat waktu; 2) Spesifik;

3) Konstruktif; dan 4) Adil.

Umpan balik seperti di atas diperlukan agar program studi mampu melakukan pembelajaran yang bersifat Single loop learning / Double loop learning / Triple loop learning yang sudah dibahas pada Sub-bab 2.3.3. Agar asesmen dan fasilitasi dalam akreditasi oleh LAM-PTKes mampu mendukung proses pembelajaran oleh program studi yang diharapkan, maka para asesor dan fasilitator LAM-PTKes perlu memiliki kemampuan analitis tertentu.

Asesor dan fasilitator LAM-PTKes perlu memiliki kemampuan analitis dalam hal sebagai berikut :

1) Analisis Kondisi Program Studi (Situation Appraisal);

2) Analisis Persoalan yang perlu diketahui penyebabnya (Problem Analysis);

3) Analisis Keputusan tindakan untuk mengkoreksi persoalan (Decision Analysis); dan 4) Analisis Persoalan Potensial untuk mencegah hambatan di masa depan (Potential Problem Analysis).

Walaupun ke 4 kemampuan analitis di atas perlu dimiliki oleh asesor dan fasilitator LAM-PTKes, namun asesor perlu mengutamakan keahlian dalam butir 1) dan 2). Sedangkan

fasilitator perlu mengutamakan keahlian dalam butir 3) dan 4).

Ke 4 kemampuan analitis di atas diperkenalkan oleh Charles H. Kepner dan Benjamin B. Tregoe di tahun 1965 dalam buku mereka The Rational Manager: A Systematic Approach

to Problem Solving and Decision-Making. Sampai sekarang pokok-pokok pikiran mereka

masih banyak dipakai dalam ilmu manajemen dengan berbagai istilah seperti :

Kepner – Tregoe Rational Processes;

Kepner – Tregoe / KT Methodology / Methods;

KT Processes / Way;

Problem Solving and Decision-Making / ProsDem / PSDM;

5.1. ANALISIS KONDISI PROGRAM STUDI (SITUATION

APPRAISAL)

Proses ini banyak menggunakan teknik evaluasi yang memudahkan untuk memilih satu atau lebih dari ketiga proses analitis lain yang diperlukan untuk mengatasi situasi / kondisi yang ditemukan. Rangkaian hubungan antara Analisis Kondisi/Situasi dengan ketiga proses analitis lainnya bersifat siklis/ reiteratif sebagaimana terlihat pada Gambar 5.1 di bawah.

Gambar 5.1 : Metode Kepner – Tregoe [55]

Keterangan :

––

= Tindakan;

- -

= Umpan balik

Analisis Kondisi / Situasi terdiri atas 5 langkah berikut ini :

1) Identifikasi Isu/Perihal yang Menjadi Perhatian (Concerns), seperti :

 Penyimpangan dari standar;

 Ancaman;

 Peluang;

 Keputusan yang harus dibuat secara mendesak;

 Perubahan yang diantisipasi; dan

 Rencana yang akan dilaksanakan.

2) Spesifikasi dan memilah-milah Isu untuk ditindaklanjuti, seperti :

 Klarifikasi dan definisi Isu yang ditemukan;

 Bukti adanya Isu; dan

 Penyimpangan, ancaman, peluang, keputusan, perubahan dan rencana apa yang berkaitan dengan Isu yang ditemukan ?

3) Menentukan Prioritas Isu berdasarkan 3 kriteria berikut ini :

a) Gawat / dampak yang serius :

 Bagaimana dampaknya pada karyawan, pelanggan, pemangku kepentingan, masyarakat, biaya, produktifitas, reputasi dan sebagainya ?

 Bukti apa yang mendukung ?

 Isu mana yang paling gawat atau akan berdampak paling serius ?

 Apa dampaknya kalau Isu tidak ditangani ? b) Mendesak :

 Kapan batas akhir waktu untuk mengatasi Isu ?

Analisis Kondisi Program Studi (MASA KINI)

Analisis Persoalan Analisis Keputusan Analisis Persoalan Potensial Apa penyimpangannya?

Penyebabnya timbul di MASA LALU

Koreksi penyimpangannya Keputusan

untuk MASA KINI

Mencegah penyimpangan Mengamankan tindakan

 Kapan tindakan untuk mengatasi Isu harus dimulai ?

 Kapan tindakan untuk mengatasi Isu akan menjadi semakin sulit, semakin mahal, dan/atau semakin tidak efektif ?

 Isu mana yang akan menjadi paling sulit untuk ditangani di kemudian hari ?

 Bukti apa yang mendukung ? c) Kecenderungan :

 Apakah Isu menjadi semakin gawat dan seberapa cepat perubahannya ?

 Jika Isu tidak ditangani, bagaimana dan kapan kegawatannya akan berubah ?

 Isu mana yang paling cepat menjadi gawat ?

 Bukti apa yang mendukung ?

4) Pilih satu atau lebih dari ketiga proses analitis lain untuk mengatasi Isu.

5) Buat rencana siapa yang akan terlibat dalam penanganan Isu; apa tugasnya; dimana keterlibatan mereka; dan sejauh apa keterlibatan mereka.

5.2. ANALISIS PERSOALAN (PROBLEM ANALYSIS)

Proses ini paling banyak dipakai di antara ke 4 proses dari Metode Kepner – Tregoe. Analisis Persoalan (Problem Analysis) terdiri atas 7 langkah sebagai berikut : (lihat Tabel

5.1)

Langkah 1 :

Merumuskan Persoalan sebagai :

 Penyimpangan dari standar;

 Penyebabnya belum diketahui :

o Jika penyebabnya dapat segera ditemukan, maka prosesnya langsung ke Analisis Keputusan (Decision Analysis).

o Suatu persoalan baru bisa disebut ―belum diketahui sebabnya‖, jika setelah 5 kali bertanya ―kenapa‖ (5 Whys technique) sudah tidak lagi diperoleh jawabannya.

 Penyebabnya perlu diketahui untuk dapat ditindaklanjuti.

Langkah 2 :

Merinci Persoalan

Persoalan dirinci dalam 4 dimensi (lihat Kolom 1 dari Tabel 5.1), yaitu : o Apa ?

 Apa obyek yang mengalami penyimpangan ?  Apa penyimpangannya ?

o Dimana ?

 Dimana pada obyek penyimpangannya terjadi ?

 Dimana lokasi penyimpangannya (pada tempat / bagian dari organisasi) ?  Dimana dari segi proses penyimpangannya ditemukan ?

o Kapan ?

 Waktu penyimpangan pertama kali diketahui  Frekuensi terjadinya penyimpangan

o Berapa Derajatnya ?

 Berapa banyak obyek yang mengalami penyimpangan ?  Berapa besarnya penyimpangan ?

 Berapa banyak penyimpangan pada tiap obyek ?

Persoalan dirinci dari segi „terjadi‟ (lihat Kolom 2) dan „tidak terjadinya‟

penyimpangan (lihat Kolom 3) pada 4 dimensi di atas.

o Kolom Terjadinya Penyimpangan (lihat Kolom 2 dari Tabel 5.1) memberi rincian spesifikasi dari penyimpangannya.

Langkah 3 :

Mencari Perbedaan antara ‗terjadi‘ dan ‗tidak terjadinya‘ penyimpangan pada 4 dimensi

di atas (lihat Kolom 4 dari Tabel 5.1).

 Kolom ini memberi gambaran awal tentang ruang lingkup dari tindakan korektif yang diperlukan.

Langkah 4 :

Menelusuri Perubahan antara ‗terjadi‘ dan ‗tidak terjadinya‘ penyimpangan pada 4

dimensi di atas (lihat Kolom 5 dari Tabel 5.1).

 Apa yang berubah sehingga ada perbedaan antara ‗terjadi‘ dan ‗tidak terjadinya‘ penyimpangan pada 4 dimensi di atas ?

 Bagaimana perubahan di atas dapat menghasilkan perbedaan ?

 Kolom ini memberi gambaran awal tentang kemungkinan penyebab adanya perbedaan antara ‗terjadi‘ dan ‗tidak terjadinya‘ penyimpangan pada 4 dimensi di atas

Langkah 5 :

Mengidentifikasi Sebab-Sebab yang Mungkin

Dicari dari Perubahan antara ‗terjadi‘ dan ‗tidak terjadinya‘ penyimpangan pada 4 dimensi di atas.

 Eliminasi terhadap Sebab-Sebab yang Tidak Mungkin dengan cara melihat apakah sebab-sebab tersebut dapat menerangkan ‗terjadi‘ dan ‗tidak terjadinya‘ penyimpangan pada 4 dimensi di atas.

Asumsi-asumsi apa yang harus dibuat ?

Langkah 6 :

Menentukan Sebab yang Paling Mungkin

 Sebab mana yang paling memungkinkan untuk menerangkan ‗terjadi‘ dan ‗tidak terjadinya‘ penyimpangan pada 4 dimensi di atas.

 Sebab mana yang memiliki asumsi yang paling sedikit, paling sederhana dan paling masuk di akal ?

Langkah 7 : Verifikasi Sebab

Apa yang dapat dilakukan untuk memverifikasi asumsi-asumsi yang telah dibuat ?

Bagaimana mengobservasi sebab ini dalam prakteknya ?

Tabel 5.1 : 7 Langkah Analisis Persoalan 1) RUMUSAN PERSOALAN :

2) RINCIAN TERJADI TIDAK TERJADI 3) PERBEDAAN 4) PERUBAHAN

APA:  Obyek  Deviasi DIMANA:  Pada Obyek  Tempat / Bagian  Proses KAPAN:  Waktu  Frekuensi BERAPA:  Banyak  Besar  Trend ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ...

5) SEBAB-SEBAB YANG MUNGKIN : 6) SEBAB YANG PALING MUNGKIN : 1. ... ... 2. ... ... 3. ... ... 7) VERIFIKASI SEBAB :

5.3. ANALISIS KEPUTUSAN (DECISION ANALYSIS)

Pembuatan keputusan mencakup 3 kegiatan pokok yaitu :

 Menentukan tujuan dari proses membuat keputusan;

 Mempertimbangkan opsi / alternatif yang ada; dan

 Menilai manfaat dan risiko dari opsi-opsi yang ada.

Langkah-langkah dalam Analisis Keputusan adalah sebagai berikut :

1) Merumuskan Keputusan yang harus dibuat

 Rumusan Keputusan harus mencakup pilihan yang harus diambil berdasarkan prakondisi / prasyarat (preconditions) yang ada.

 Langkah ini perlu dilakukan berulang kali sampai diperoleh Rumusan Keputusan yang spesifik sebagai tindakan untuk mengkoreksi persoalan.

2) Mengembangkan Kriteria untuk memilih

 Kriteria disusun berdasarkan Rumusan Keputusan yang spesifik.

Merinci Kriteria Mutlak : o Merupakan keharusan; o Dapat diukur; dan

o Harus realistis mengingat selalu ada batasan-batasan pada sistem.

Merinci Kriteria Keinginan

o Berdasarkan pembobotan menurut kesepakatan

3) Menginventarisasi Alternatif yang ada

 Berdasarkan informasi yang bersifat : o Akurat;

o Terkini; o Relevan.

4) Membatasi Alternatif

Berdasarkan Kriteria Mutlak

o Opsi yang tidak dapat memenuhi satu saja dari Kriteria Mutlak – harus gugur (no

go).

5) Menilai Alternatif

Berdasarkan Kriteria Keinginan

o Tiap opsi yang lolos dari penyaringan Kriteria Mutlak diberi nilai. o Nilai Total tiap opsi = Bobot X Nilai

6) Mempertimbangkan Konsekuensi Negatif dari opsi-opsi dengan nilai total tertinggi

 Tujuannya adalah mengidentifikasi risiko dalam menjalankan opsi yang akan dipilih.

 Tiap Konsekuensi Negatif diberi nilai berdasarkan informasi yang dapat memberi gambaran sebagai berikut :

o Deskripsi Konsekuensi Negatif secara potensial;

o Besarnya kemungkinan terjadi : rendah / sedang / tinggi; o Tingkat kegawatannya : rendah / sedang / tinggi.

5.4. ANALISIS PERSOALAN POTENSIAL (POTENTIAL

PROBLEM ANALYSIS)

Dalam mengupayakan kelancaran dan keberhasilan implementasi Keputusan Tindakan Korektif terhadap persoalan, diperlukan suatu pengamanan dalam bentuk pengenalan terhadap hambatan yang kemungkinan besar timbul yang akan dapat menggagalkan tindakan tersebut. Upaya pengamanan ini disebut Analisis Hambatan / Analisis

Persoalan Potensial (Potential Problem Analysis). Jadi sebelum sampai pada tahap

implementasi suatu tindakan, terlebih dahulu harus dilakukan Analisis Hambatannya. Analisis Hambatan dapat diartikan sebagai berikut :

Pengenalan hambatan yang mungkin timbul pada implementasi tindakan / rencana yang dapat menggagalkan pencapaian tujuannya;

Penetapan tindakan pencegahan bagi timbulnya hambatan tersebut; dan

Penetapan tindakan penanggulangan jika hambatan tersebut benar-benar terjadi. Jika Fasilitator LAM-PTKes membiasakan diri melakukan Analisis Hambatan, maka kemampuan memprediksi ancaman yang akan timbul dalam pendampingan (coaching) akan menjadi lebih tajam. Jika Analisis Hambatan telah menjadi suatu kebiasaan, maka tanpa disadari cara berpikirpun berubah menjadi lebih tanggap, lebih hati-hati dan tidak terlalu mudah menyalahkan suatu keadaan sebagai sebab dari kegagalan.

Suatu hal / keadaan dapat dianggap sebagai hambatan jika memenuhi 2 syarat yaitu : [56]

 Kemungkinan terjadinya besar;

 Jika terjadi akan menggagalkan pencapaian tujuan.

Langkah-langkah dalam Analisis Hambatan adalah sebagai berikut :(lihat Tabel 5.2) 1) Menentukan Daerah / Wilayah Hambatan.

Hambatan (Potential Problem) dapat berasal dari luar atau dalam :

a) Hambatan dari luar, misalnya : cuaca, peraturan, keadaan ekonomi dan politik. b) Hambatan dari dalam, misalnya : dana, tenaga dan sumber daya lain.

2) Menetapkan apa hambatannya serta spesifikasinya, letak geografisnya, waktunya dan luasnya hambatan.

3) Memperkirakan besarnya kemungkinan terjadinya (probability) hambatan. 4) Menentukan sebab timbulnya hambatan.

5) Menetapkan tindakan pencegahan.

6) Memperkirakan besarnya kemungkinan masih akan timbulnya hambatan.

Walaupun tindakan pencegahan telah dilakukan, tetapi terkadang suatu hambatan tidak ditemukan tindakan pencegahannya. Ini berarti besarnya kemungkinan masih akan timbul hambatan yang serupa akan sama dengan kemungkinan timbulnya waktu pertama kali. Hal ini disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain :

a) Ada sebab yang tidak diketahui saat dilakukan Analisis Hambatan; b) Tindakan pencegahannya tidak tuntas;

7) Menetapkan tindakan Penanggulangan (Protective Actions) :

Tindakan penanggulangan adalah tindakan yang dilakukan setelah suatu hambatan benar-benar terjadi. Tujuan dari tindakan ini adalah mengurangi akibat dari terjadinya suatu hambatan. Tindakan penanggulangan ini disiapkan sebelum suatu hambatan terjadi dan baru dilaksanakan setelah hambatan itu memang timbul.

Tabel 5.2 : Analisis Hambatan / Analisis Persoalan Potensial (Potential Problem

Analysis) [56] No Daerah / Wilayah Hambatan Hambatan & Spesifikasinya Kemungkinan timbulnya Sebab Tindakan Pencegahan Kemungkinan masih akan timbul Tindakan Penanggulangan

Dengan memakai format sebagaimana terlihat pada Tabel 5.2 di atas, maka dilakukanlah

Analisis Hambatan Operasionalisasi LAM-PTKes sebagaimana terlihat pada Tabel 5.3

di bawah. Analisis tersebut pernah dibuat oleh konsultan pada Laporan Bulanan Pertamanya. Dalam perjalanan waktu dan dinamika yang terjadi, analisis tersebut mengalami beberapa perubahan sebagaimana terlihat pada Tabel 5.3 di bawah.

Tabel 5.3 : Analisis Hambatan Operasionalisasi LAM-PTKes Daerah / Wilayah Hambatan Hambatan & Spesifikasi nya Kemung kinan timbul Sebab Tindakan Pencegahan Kemungkin an masih akan timbul Tindakan Penangg ulangan 1.Legitima si LAM- PTKes Legitimasi LAM-PTKes belum setara dengan legitimasi BAN-PT < 50%  PerMenDikBud dalam proses  Belum jelas bentuk pengakuan dari KemDikBud Mempercepat proses berdirinya LAM- PTKes dengan aspek legalnya minimal 2.Penerima an LAM-PTKes oleh organisasi / institusi lain  Belum tahu apakah ada organisasi / institusi lain yang mungkin tidak akan mengakui LAM-PTKes 50%  Belum jelas bagaimana sistem akreditasi dibuat one gate system dengan akreditasi Institusi dan RS Pendidikan  Belum jelas bagaimana sinkronisasi kegiatan LAM-PTKes dengan lembaga penjaminan mutu yang ada  Perlu dijelaskan hubungan antara stakeholders LAM- PTKes [BAN PT, Dikti (PDPT), Badan Penjaminan Mutu KemDikBud, BSNP, KemKes, dll] 50% 3.Pendana an dari pemerintah untuk akreditasi oleh LAM-PTKes Penyaluran dana dari Kementerian Keuangan kepada LAM-PTKes >50%  Belum jelas bentuk penyaluran dana ke LAM-PTKes sebagai lembaga akreditasi mandiri Pemikiran Strategi Pendanaan LAM-PTKes :  Memindahkan sebagian porsi pendanaan dari > 50%

Daerah / Wilayah Hambatan Hambatan & Spesifikasi nya Kemung kinan timbul Sebab Tindakan Pencegahan Kemungkin an masih akan timbul Tindakan Penangg ulangan BAN-PT ke LAM-PTKes

 Pada tahap awal

masih didukung oleh proyek HPEQ Menyepakati Sistem Pendanaan Bersama Akreditasi secara nasional 4.Penjamin an mutu LAM-PTKes Belum jelas organisasi / institusi yang menjamin mutu LAM-PTKes. >50% Belum jelas bagaimana cara penjaminan mutu LAM-PTKes Diakreditasi oleh BAN-PT atau lembaga akreditasi internasional >50% 5.Pengaju an untuk akreditasi ke LAM-PTKes oleh prodi Prodi tidak segera mengajukan akreditasi ke LAM-PTKes >50% Keberadaan

LAM-PTKes dan BAN PT membingungkan masyarakat

- BAN-PT tetap mengakreditasi institusi pendidikan tingggi kes dan prodi selama proses peralihan - Sosialisasi LAM- PTKes - Melakukan Analisis Kebijakan Peralihan Akreditasi dari BAN-PT ke LAM-BAN-PTKes

6. MANAJEMEN PENGETAHUAN (KNOWLEDGE

MANAGEMENT)

Implementasi Manajemen Pengetahuan mencakup mulai dari metode berbasis teknologi untuk mengakses, mengendalikan, dan menyampaikan informasi sampai dengan upaya untuk merubah budaya organisasi. Bab ini membahas Manajemen Pengetahuan yang berkaitan dengan hal-hal sebagai berikut :

1. Pengertian dan Istilah yang berkaitan dengan Manajemen Pengetahuan; 2. Manajemen Pengetahuan LAM-PTKes.

6.1. PENGERTIAN DAN ISTILAH

Gambar 6.1 di bawah memperlihatkan hubungan antara data, informasi dan pengetahuan. Gambar ini juga membedakan antara Manajemen Pengetahuan dengan manajemen data, manajemen informasi dan teknologi informasi.

Gambar 6.1 : Hubungan antara Data, Informasi dan Pengetahuan [57;58]

Hubungan antara data, informasi dan pengetahuan sebagaimana diperlihatkan pada Gambar 6.1 di atas tidak bersifat langsung, linier maupun satu arah mengingat bahwa Sistem

Manajemen Pengetahuan merupakan suatu Sistem Adaptif yang Kompleks.

Pengetahuan dibentuk oleh data, informasi dan pengetahuan sebelumnya. Data secara tersendiri tidak memiliki arti. Informasi adalah data yang bermakna karena adanya saling keterkaitan. Jadi informasi adalah data yang telah diolah agar bermakna.

Teknologi Pendukung : Pengolahan Data Data Informasi Pengetahuan Memahami saling keterkaitan Memahami Pola-Pola Memahami Prinsip-Prinsip Manajemen Data Analisis Data Manajemen Informasi Manajemen Pengetahuan

Informasi bertujuan untuk menjawab pertanyaan ‗Siapa?‘; ‗Apa?‘; ‗Dimana?‘; dan ‗Kapan?‘. Namun sekedar menggabungkan data dan mengidentifikasi saling keterkaitan antar variabel tidak menjamin bahwa informasi yang tersusun otomatis menjadi berguna.

[57]

Pengetahuan adalah informasi yang telah diolah sedemikian rupa sehingga akhirnya dapat

menjadi keahlian. Ia adalah pengolahan informasi untuk suatu tujuan agar berguna. [57;58]

Pengetahuan bertujuan untuk menjawab pertanyaan ‗Bagaimana?‘. Sedangkan

pemahaman (understanding) adalah membentuk pengetahuan baru dari yang sudah ada

untuk menjawab pertanyaan ‗Mengapa?‘. Walaupun pengetahuan adalah syarat penting untuk memperoleh pemahaman, namun tersedianya pengetahuan yang sesuai tidak menjamin didapatkannya pemahaman. [57]

Teknologi Informasi merupakan perangkat yang mendukung manajemen dari data,

informasi dan pengetahuan. Teknologi ini mencakup perangkat keras dan lunak komputer, sistem penyimpanan dan pengarsipan dan sebagainya. Manajemen data dan teknologi pendukungnya tidak harus canggih, contohnya adalah spreadsheet. Menggabung dan menganalisis data pada spreadsheet menggunakan software statistik, atau mengumpulkan data dari berbagai sumber menggunakan relational database menggambarkan apa itu

Manajemen Informasi. Dalam prakteknya, teknologi-teknologi tersebut saling

tumpang-tindih dalam mendukung Manajemen Pengetahuan. [57]

Dalam dokumen OPERASIONALISASI LAM-PTKes (Halaman 47-58)