• Tidak ada hasil yang ditemukan

OPERASIONALISASI LAM-PTKes

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "OPERASIONALISASI LAM-PTKes"

Copied!
71
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN KETIGA

Technical Assistance for Developing Business Plan

Lembaga Akreditasi Pendidikan Tinggi Kesehatan (LAM-PTKes)

Proyek Peningkatan Kualitas Pendidikan Tenaga Kesehatan

(Health Professional Education Quality Improvement / HPEQ)

OPERASIONALISASI LAM-PTKes

oleh

Soedarmono Soejitno

(2)

DAFTAR ISI

hal. DAFTAR ISI... i Daftar Kotak... ii Daftar Gambar... ii Daftar Tabel... ii RINGKASAN EKSEKUTIF... iv 1 PENDAHULUAN... 1 1.1 Laporan Konsultan... 1 1.2 Justifikasi LAM-PTKes... 1

1.2.1 Persoalan Pada Sistem Kesehatan... 2

1.2.2 Tantangan Bagi Sub-Sistem Pendidikan Profesi Kesehatan... 3

1.2.3 Orientasi Strategis Pengembangan Pendidikan Profesi Kesehatan di Tingkat Global... 4

2 ACUAN KEBIJAKAN AKREDITASI LAM-PTKes... 9

2.1 Acuan Kebijakan Umum... 9

2.1.1 Kebijakan Akreditasi Pendidikan Kedokteran menurut WHO dan World Federation for Medical Education / WFME... 9

2.1.2 Status Akreditasi Program Studi 4 Profesi Kesehatan di AS dan Kanada... 12

2.1.3 Pendanaan Lembaga Akreditasi Program Studi 4 Profesi Kesehatan di AS dan Kanada 15 2.2 Acuan Kebijakan Akreditasi Pendidikan Interprofesional... 16

2.2.1 Prinsip – prinsip Pendidikan Interprofesional... 17

2.2.2 Kemitraan dalam Pendidikan Interprofesional dan Kolaborasi Interprofesional... 18

2.3 Acuan Operasionalisasi Akreditasi Pendidikan Tinggi Profesi Kesehatan... 20

2.3.1 Pengelolaan LAM-PTKes sebagai Sistem Adaptif yang Kompleks... 20

2.3.2 Pelaksanaan Akreditasi dengan Model 3 Dimensi... 25

2.3.3 Penerapan Nilai Operasional LAM-PTKes melalui Sistem Umpan Balik (Feedback Loops)... 26

2.4 Rangkuman Acuan Kebijakan untuk LAM-PTKes... 28

3 KONSEP GRAND DESIGN LAM-PTKes... 31

4 AKREDITASI FORMATIF SEBAGAI PERWUJUDAN NILAI OPERASIONAL LAM-PTKes 38 5 ASESMEN DAN FASILITASI DALAM AKREDITASI OLEH LAM-PTKes... 40

5.1 Analisis Kondisi Program Studi (Situation Appraisal)... 41

5.2 Analisis Persoalan (Problem Analysis)... 42

5.3 Analisis Keputusan (Decision Analysis)... 45

5.4 Analisis Persoalan Potensial (Potential Problem Analysis)... 46

6 MANAJEMEN PENGETAHUAN (KNOWLEDGE MANAGEMENT) LAM-PTKes... 49

6.1 Pengertian dan Istilah... 49

6.2 Manajemen Pengetahuan LAM-PTKes... 53

6.2.1 Perolehan Pengetahuan... 54

6.2.2 Sistem Manajemen Pengetahuan (Knowledge Management System/ KMS)... 55

7 RENCANA TINDAK LANJUT LAM-PTKes... 58

7.1 Tim Inti Persiapan Pool Asesor dan Fasilitator... 58

7.2 Tim Inti Persiapan Manajemen... 58

7.3 Tim Inti Peralihan Akreditasi dari BAN-PT ke LAM-PTKes... 59

(3)

DAFTAR KOTAK

hal.

Kotak 1.1 : Landasan Operasionalisasi LAM-PTKes... 8

Kotak 2.1 : Akreditasi oleh Commission on Dental Accreditation (CODA) untuk Pendidikan Dokter Gigi Umum dan Spesialis... 14

Kotak 2.2 : Peran LAM-PTKes dalam Menerapkan Pendidikan Interprofesional... 19

Kotak 2.3 : LAM-PTKes sebagai Fasilitator Perubahan (Change Agent)... 25

Kotak 2.4 : Acuan Kebijakan Akreditasi untuk LAM-PTKes... 28

Kotak 4.1 : Akreditasi Formatif sebagai Perwujudan Nilai Operasional LAM-PTKes... 39

Kotak 4.2 : Akreditasi Pendidikan Profesi Kesehatan sebagai Sistem Adaptif yang Kompleks membutuhkan Akreditasi yang bersifat Formatif... 39

Kotak 6.1 : Definisi Manajemen Pengetahuan... 50

Kotak 6.2 : Manajemen Pengetahuan bagi LAM-PTKes... 50

Kotak 6.3 : Cara Evaluasi Manajemen Informasi Suatu Organisasi... 53

Kotak 6.4 : Cara Evaluasi Manajemen Pengetahuan Suatu Organisasi... 54

Kotak 6.5 : Syarat Manajemen Pengetahuan LAM-PTKes... 54

Kotak 6.6 : Kunci dalam Perolehan Pengetahuan... 55

Kotak 6.7 : Model Sistem Manajemen Pengetahuan (KMS) LAM-PTKes... 56

Kotak 7.1 : Tugas Tim Inti Persiapan Pool Asesor dan Fasilitator... 58

DAFTAR GAMBAR

hal. Gambar 1.1 : Pemanfaatan Fasilitas Pelayanan Kesehatan oleh Masyarakat dari tahun 1993 sampai dengan 2005... 2

Gambar 1.2 : Peringkat Indonesia dalam Studi EQUITAP tahun 2005, dari Segi Pelayanan Kesehatan yang Adil-Merata... 3

Gambar 1.3 : Keterkaitan antara Sub-Sistem Pendidikan Profesi Kesehatan dengan Sistem Kesehatan... 4

Gambar 1.4 : 3 Reformasi Pendidikan Profesi Kesehatan pada Abad Terakhir... 6

Gambar 1.5 : Pendidikan Inter-Profesi dan Trans-Profesi... 7

Gambar 1.6 : Operasionalisasi LAM-PTKes... 8

Gambar 2.1 : Pendidikan Interprofesional sebagai Pemicu Kolaborasi Interprofesional di Fasilitas Pelayanan Kesehatan... 16

Gambar 2.2 : Sistem Adaptif yang Kompleks (Complex Adaptive System)... 22

Gambar 2.3 : Hubungan Generatif Berbentuk Bintang (STAR) dalam Sistem Adaptif yang Kompleks... 23

Gambar 2.4 : Model 3 Dimensi untuk Akreditasi Pendidikan Profesi Kesehatan... 25

Gambar 2.5 : 3 Jenis Pembelajaran Organisasi Berdasarkan Sifat Umpan Baliknya... 28

Gambar 5.1 : Metode Kepner – Tregoe ... 41

Gambar 6.1 : Hubungan antara Data, Informasi dan Pengetahuan... 49

Gambar 6.2 : Proses sampai hasil akhir dari Manajemen Pengetahuan... 51

Gambar 6.3 : Model Sistem Manajemen Pengetahuan / KMS... 57

Gambar 7.1 : Organogram LAM-PTKes... 60

DAFTAR TABEL

hal. Tabel 1.1 : Tata Kala Rencana Technical Assistance for Developing Business Plan LAM-PTKes.... 1

Tabel 1.2 : Orientasi Strategis Komisi Global dalamPengembangan Pendidikan Profesi Kesehatan ... 5

Tabel 1.3 : Tahap-Tahap Pembelajaran... 5

(4)

Tabel 2.2 : Perbedaan Perilaku Organisasi sebagai Sistem Adaptif yang Kompleks dan

sebagai Sistem Tradisional... 22

Tabel 2.3 : Akibat Kelemahan Ujung Bintang dalam Hubungan Generatif... 24

Tabel 2.4 : Cara Memperkuat Ujung Bintang dalam Hubungan Generatif... 24

Tabel 2.5 : Perbedaan Sistem Pengukuran Kuantitatif dengan Sistem Umpan Balik... 26

Tabel 2.6 : Status Akreditasi dan Pendanaan Lembaga Akreditasi di AS dan Kanada... 29

Tabel 3.1 : Skema Grand Design LAM-PTKes... 31

Tabel 3.2 :Penjabaran Langkah menjadi Kegiatan LAM-PTKes ... 34

Tabel 5.1 : 7 Langkah Analisis Persoalan... 44

Tabel 5.2 : Analisis Hambatan / Analisis Persoalan Potensial (Potential Problem Analysis) ... 47

Tabel 5.3 : Analisis Hambatan Operasionalisasi LAM-PTKes... 47

(5)

RINGKASAN EKSEKUTIF

Orientasi Strategis Komisi Global yang didukung oleh peraturan perundang-undangan, Hasil Survei Pasar HPEQ di Bali tahun lalu, serta Kesepakatan antara 7 Organisasi Profesi dan 7 Asosiasi Institusi Pendidikan Kesehatan merupakan landasan Operasionalisasi LAM-PTKes sebagaimana terlihat di Gambar 1.6.

Oleh karena itu, walaupun mencoba mengacu kepada Tata Kala Rencana Kegiatan

Technical Assistance for Developing Business Plan LAM-PTKes, namun dengan memperhatikan dinamika terakhir yang berkembang dalam Proyek HPEQ, maka isi

Laporan Ketiga ini mencakup hal-hal sebagai berikut : 1. Acuan Kebijakan Akreditasi LAM-PTKes;

2. Konsep Grand Design LAM-PTKes;

3. Akreditasi Formatif sebagai Perwujudan Nilai Operasional LAM-PTKes; 4. Asesmen dan Fasilitasi dalam Akreditasi oleh LAM-PTKes;

5. Manajemen Pengetahuan (Knowledge Management) LAM-PTKes; 6. Rencana Tindak Lanjut LAM-PTKes.

1. Acuan Kebijakan Akreditasi LAM-PTKes

Sebagaimana terlihat pada Kotak 2.4, maka Acuan Kebijakan Akreditasi untuk LAM-PTKes adalah sebagai berikut :

1. Kebijakan Akreditasi Pendidikan Kedokteran menurut WHO dan World Federation for

Medical Education / WFME

2. Status Akreditasi dan Pendanaan Lembaga Akreditasi menurut : (lihat Tabel 2.6)

Liaison Committee on Medical Education (LCME)

Commission on Dental Accreditation (CODA)

Accreditation Commision for Midwifery Education (ACME)

Canadian Association of Schools of Nursing (CASN)

3. LAM-PTKes memiliki peran strategis untuk menerapkan Pendidikan Interprofesional dalam Sistem Akreditasi Pendidikan Tinggi Kesehatan dengan cara sebagai berikut :

 Memfasilitasi penyusunan standar, kriteria dan metode asesmen Pendidikan Interprofesional menurut kaidah profesi masing-masing;

 Memfasilitasi integrasi Pendidikan Interprofesional ke dalam instrumen akreditasi Pendidikan Tinggi Kesehatan.

4. Pengelolaan LAM-PTKes sebagai Sistem Adaptif yang Kompleks 5. Pelaksanaan Akreditasi dengan Model 3 Dimensi

6. Penerapan Nilai Operasional LAM-PTKes melalui Sistem Umpan Balik (Feedback Loops)

2. Konsep Grand Design LAM-PTKes

Konsep Grand Design LAM-PTKes dapat dilihat pada :

Tabel 3.1 : Skema Grand Design LAM-PTKes; dan

(6)

3. Akreditasi Formatif sebagai Perwujudan Nilai Operasional LAM-PTKes

Akreditasi Formatif merupakan perwujudan dari Nilai Operasional LAM-PTKes yaitu :

1. Komitmen untuk meningkatkan kinerja institusi pendidikan tinggi kesehatan (Continuous Quality Improvement);

2. Perpaduan kualitas pendidikan tinggi kesehatan dengan kualitas pelayanan kesehatan (Quality Cascade);

3. Pemetaan jenjang karir tenaga kesehatan mulai dari tahap pendidikannya, penempatannya sampai dengan pengembangan profesional berkelanjutan (CPU : Conceptualization - Production - Usability);

4. Mampu dipercaya oleh semua pemangku kepentingan yang meliputi 4 Pilar Utama: institusi pendidikan; organisasi profesi; pemerintah; masyarakat pengguna; serta mahasiswa dan masyarakat internasional (Trustworthy / Social Accountability).

Oleh karena itu, Akreditasi Pendidikan Profesi Kesehatan sebagai Sistem Adaptif yang

Kompleks, membutuhkan Akreditasi yang bersifat Formatif yang bertumpu pada Sistem Umpan Balik (Feedback Loops). LAM-PTKes harus mampu memberikan umpan balik

yang utamanya bersifat sebagai berikut :

1) Tepat waktu; 2) Spesifik;

3) Konstruktif; dan 4) Adil.

Umpan balik seperti di atas diperlukan agar program studi mampu melakukan pembelajaran yang bersifat Single loop learning / Double loop learning / Triple loop learning sebagaimana terlihat padaGambar 2.5.

4. Asesmen dan Fasilitasi dalam Akreditasi oleh LAM-PTKes

Berdasarkan uraian pada bab-bab sebelumnya, maka akreditasi yang dilakukan oleh LAM-PTKes perlu memiliki komponen formatif maupun sumatif. Komponen Sumatif dilakukan

oleh asesor seperti yang selama ini dilakukan oleh asesor BAN-PT. Sedangkan Komponen Formatif dilakukan oleh fasilitator / pendamping yang ahli (coach).

Agar asesmen dan fasilitasi dalam akreditasi oleh LAM-PTKes mampu mendukung proses pembelajaran oleh program studi yang diharapkan, maka para Asesor dan Fasilitator LAM-PTKes perlu memiliki kemampuan analitis tertentu.

Asesor dan Fasilitator LAM-PTKes perlu memiliki kemampuan analitis dalam hal sebagai berikut :

1) Analisis Kondisi Program Studi (Situation Appraisal);

2) Analisis Persoalan yang perlu diketahui penyebabnya (Problem Analysis);

3) Analisis Keputusan tindakan untuk mengkoreksi persoalan (Decision Analysis); dan 4) Analisis Persoalan Potensial untuk mencegah hambatan di masa depan (Potential Problem Analysis).

Walaupun ke 4 kemampuan analitis di atas perlu dimiliki oleh Asesor dan Fasilitator LAM-PTKes, namun Asesor perlu mengutamakan keahlian dalam butir 1) dan 2). Sedangkan

(7)

5. Manajemen Pengetahuan (Knowledge Management) LAM-PTKes

Bagi LAM-PTKes, Manajemen Pengetahuan adalah penciptaan, perolehan, analisis, pemeliharaan dan diseminasi pengetahuan untuk mewujudkan Misinya yaitu :

“Terselenggaranya akreditasi nasional pendidikan tinggi kesehatan secara berkelanjutan (sustainable) yang dipercaya oleh semua pemangku kepentingan”

Aplikasi nyata Manajemen Pengetahuan bagi LAM-PTKes adalah dalam pelaksanaan asesmen dan fasilitasi akreditasi formatif melalui siklus Analisis Kondisi Program Studi;

Analisis Persoalan; Analisis Keputusan; dan Analisis Hambatan / Persoalan Potensial.

Sebelum memulai program Manajemen Pengetahuan, organisasi harus terlebih dahulu menetapkan tujuan yang hendak dicapai dan menentukan sejak awal indikator pencapaiannya. Program Manajemen Pengetahuan tidak boleh terpisah dari Grand Design /

Road Map / Rencana Strategis organisasi. Oleh karena itu, Manajemen Pengetahuan LAM-PTKes harus mengacu kepada Grand Design yang sudah disepakati yang

konsepnya sudah disampaikan di Bab 3.

Dalam mengembangkan Modal Intelektualnya, LAM-PTKes perlu menyusun model

Sistem Manajemen Pengetahuan / KMS sesuai dengan :

Misi yang diembannya;

Grand Design yang sudah disepakati;

Pelaksanaan asesmen dan fasilitasi akreditasi formatif melalui siklus Analisis

Kondisi Program Studi; Analisis Persoalan; Analisis Keputusan; dan Analisis Hambatan / Persoalan Potensial.

Mengingat bahwa Sistem Manajemen Pengetahuan (KMS) LAM-PTKes merupakan suatu

Sistem Adaptif yang Kompleks, maka ke 5 tahap / fungsi Diffusion, Discovery, Delivery, Delay dan Disposal bersifat dinamis dan selalu berkembang sebagaimana dapat dilihat pada

Gambar 6.3.

Faktor Penentu Sukses (Critical Success Factors) Sistem Manajemen Pengetahuan

(KMS) LAM-PTKes adalah :

1) Mengkaitkan Sistem Manajemen Pengetahuan (KMS) langsung kepada Indikator

Penentu Kinerja (KPI) Asesor, Fasilitator dan Badan Pelaksana LAM-PTKes;

2) Pertukaran yang bebas dari informasi dan pengetahuan dalam organisasi. 3) Pengakuan kepada mereka yang berkontribusi terhadap Manajemen Pengetahuan.

6. Rencana Tindak Lanjut LAM-PTKes

Langkah pertama Operasionalisasi LAM-PTKes adalah membentuk tim inti untuk tugas-tugas sebagai berikut :

1) Mengembangkan Pool Asesor dan Fasilitator;

2) Menyusun cetak biru (blue print) manajemen LAM-PTKes; dan

3) Mempersiapkan Peralihan Akreditasi program studi dan institusi pendidikan tinggi profesi kesehatan dari BAN-PT ke LAM-PTKes.

Ad 1) Mengembangkan Pool Asesor dan Fasilitator :

Mengingat bahwa proyeksi beban kerja LAM-PTKes adalah sekitar 2253 program studi termasuk prodi Spesialis, Sub Spesialis, dan Profesi, maka persiapan Pool Asesor dan

(8)

Fasilitator minimal dengan kriteria yang sudah disebut di Bab 5 merupakan tugas yang harus dimulai dari sekarang oleh Tim Inti yang bersangkutan.

Asesor dan Fasilitator merupakan tenaga fungsional LAM-PTKes yang remunerasinya sesuai dengan kegiatan yang berkaitan dengan tugas yang diberikan kepada mereka. Asesor bertugas di bawah koordinasi Divisi Akreditasi sedangkan Fasilitator bertugas di bawah koordinasi Divisi Pengembangan, Monev dan Banding (lihat Gambar 7.1).

Ad 2) Menyusun cetak biru (blue print) manajemen LAM-PTKes :

Tugas Tim Inti ini adalah menyusun cetak biru (blue print) manajemen LAM-PTKes yang meliputi hal-hal berikut ini :

1) Acuan Kebijakan Umum Akreditasi;

2) Acuan Kebijakan Akreditasi Pendidikan Interprofesional, termasuk :

 Memfasilitasi penyusunan standar, kriteria dan metode asesmen Pendidikan Interprofesional menurut kaidah profesi masing-masing;

 Memfasilitasi integrasi Pendidikan Interprofesional ke dalam instrumen akreditasi Pendidikan Tinggi Kesehatan.

3) Pengelolaan LAM-PTKes sebagai Sistem Adaptif yang Kompleks; 4) Pelaksanaan Akreditasi dengan Model 3 Dimensi;

5) Penerapan Nilai Operasional LAM-PTKes melalui Sistem Umpan Balik (Feedback

Loops);

6) Implementasi Grand Design LAM-PTKes;

7)Menindaklanjuti Hasil Analisis Hambatan Operasionalisasi LAM-PTKes (lihat Tabel 5.3) yang berkaitan dengan :

 Legitimasi LAM-PTKes;

 Penerimaan LAM-PTKes oleh organisasi / institusi lain;

 Pendanaan dari pemerintah untuk akreditasi oleh LAM-PTKes;

 Penjaminan mutu LAM-PTKes;

 Pengajuan untuk akreditasi ke LAM-PTKes oleh program studi.

8) Menyusun model Sistem Manajemen Pengetahuan (KMS) LAM-PTKes sesuai dengan :

Misi yang diembannya;

Grand Design yang sudah disepakati;

Pelaksanaan asesmen dan fasilitasi akreditasi formatif melalui siklus Analisis Kondisi Program Studi; Analisis Persoalan; Analisis Keputusan; dan Analisis Hambatan / Persoalan Potensial.

Ad 3) Mempersiapkan Peralihan Akreditasi dari BAN-PT ke LAM-PTKes :

Tugas pokok Tim Inti ini adalah antara lain sebagai berikut : 1)Mempersiapkan mekanisme peralihan akreditasi;

2) Melakukan Analisis Kebijakan Peralihan Akreditasi;

(9)

1. PENDAHULUAN

1.1. LAPORAN KONSULTAN

Dokumen ini merupakan Laporan Ketiga dari Konsultan Perorangan untuk Technical

Assistance for Developing Business Plan Lembaga Akreditasi Pendidikan Tinggi Kesehatan

(LAM-PTKes) pada Proyek Peningkatan Kualitas Pendidikan Tenaga Kesehatan (Health

Professional Education Quality Improvement / HPEQ) Komponen 1, Direktorat Jenderal

Pendidikan Tinggi, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud).

Laporan Ketiga ini menyampaikan hasil yang telah dicapai termasuk pekerjaan yang masih terus berlangsung dari Tata Kala Rencana Kegiatan Technical Assistance yang dapat dilihat pada Tabel 1.1 di bawah. Walaupun mencoba mengacu kepada Tata Kala Rencana tersebut, namun dengan memperhatikan dinamika terakhir yang berkembang dalam Proyek

HPEQ, maka isi Laporan Ketiga ini mencakup hal-hal sebagai berikut :

1. Acuan Kebijakan Akreditasi LAM-PTKes;

2. Konsep Grand Design LAM-PTKes;

3. Akreditasi Formatif sebagai Perwujudan Nilai Operasional LAM-PTKes; 4. Asesmen dan Fasilitasi dalam Akreditasi oleh LAM-PTKes;

5. Manajemen Pengetahuan (Knowledge Management) LAM-PTKes; 6. Rencana Tindak Lanjut LAM-PTKes.

Tabel 1.1 : Tata Kala Rencana Kegiatan Technical Assistance for Developing Business

Plan LAM-PTKes [1]

ACTIVITIES Month 1 Month 2 Month 3 Month 4

1. Market Analysis x x x

2. Facilitating agreement on Strategic Orientation and Priorities of National Accreditation Agency (NAA)

x 3. Identifying Resource Implications (staff,

infrastructure & finances)

x x

4. Cost Analysis of Resource Implications x x x x 5. Developing Performance Measures (Dashboard) x x x x 6. Developing Program Benefit Monitoring &

Evaluation system

x x x

7. Identify and track Essential Operating Data x x x x 8. Calculating Start-up Expenses and Capitalization x x x

9. Develop Financial Plan x x x

10. Meeting Stakeholders, Partners & Prospective Clients

x x x x

11. Writing Final Document x

12. Wrap-up Meeting x

Keterangan :

= kegiatan yang telah selesai dilakukan termasuk pekerjaan yang masih terus berlangsung (on going)

1.2. JUSTIFIKASI LAM-PTKes

Selain tuntutan dari peraturan perundang-undangan, justifikasi berdirinya LAM-PTKes adalah : 1) Persoalan pada Sistem Kesehatan; 2) Tantangan bagi Sub-Sistem Pendidikan Profesi Kesehatan; dan 3) Orientasi Strategis Pengembangan Pendidikan Profesi Kesehatan di Tingkat Global.

(10)

1.2.1. PERSOALAN PADA SISTEM KESEHATAN

Gambar 1.1 di bawah menunjukkan bahwa masyarakat dengan keluhan sakit yang berkunjung ke fasilitas pelayanan kesehatan formal (milik swasta maupun pemerintah) menurun dari sekitar 53 % di tahun 1993 menjadi sekitar 34 % di tahun 2005. Di lain pihak, dalam kurun waktu yang sama, masyarakat dengan keluhan sakit yang tidak memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan formal meningkat dari sekitar 47 % di tahun 1993 menjadi sekitar 66 % di tahun 2005. Sebagian besar dari mereka melakukan pengobatan sendiri, sedangkan sisanya berobat ke dukun atau bahkan sama sekali tidak berobat. [2-6]

Gambar 1.1 : Pemanfaatan Fasilitas Pelayanan Kesehatan oleh Masyarakat dari tahun 1993 sampai dengan 2005 [2-7]

Keterangan : kunjungan ke fasilitas kesehatan formal; pengobatan sendiri; tidak berobat

Biaya membeli obat merupakan komponen biaya yang terbesar dari biaya pelayanan medik. Harga obat dan barang habis pakai di Indonesia adalah 11 kali lebih mahal daripada

tarif jasa medik. [2;7;8].

Bila harga obat dan barang habis pakai terus naik, maka ada kecenderungan pada pasien untuk hanya membeli obat dan barang habis pakainya saja tanpa membeli jasa mediknya

[9]. Oleh karena itu, kecenderungan Pemanfaatan Fasilitas Pelayanan Kesehatan seperti

pada Gambar 1.1 di atas tidaklah mengherankan.

Dibanding dengan negara-negara lain dalam studi EQUITAP di tahun 2005, dari segi pelayanan kesehatan yang adil-merata, Indonesia menduduki peringkat terbawah dalam hal pemanfaatan rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan formal lain sebagaimana terlihat pada Gambar 1.2 di bawah [10-12].

Ketidakadilan dalam pelayanan kesehatan juga tercermin pada kesenjangan pendapatan nasional antara negara kaya dan miskin yang sampai 100 kali lipat, namun kesenjangan dalam pelayanan kesehatan per kapita antara negara-negara tersebut adalah 1000 kali lipat

[13].

Selain kesenjangan dan ketidakadilan dalam pelayanan kesehatan di atas, berbagai penyakit infeksi baru (SARS, Flu Burung, Flu Babi dsb.), penyakit akibat pencemaran lingkungan dan perilaku yang tidak sehat ditambah dengan transisi demografi dan transisi epidemiologi semakin mengancam sistem kesehatan nasional maupun global.

(11)

Gambar 1.2 : Peringkat Indonesia dalam Studi EQUITAP tahun 2005, dari Segi Pelayanan Kesehatan yang Adil-Merata [10-12]

1.2.2. TANTANGAN BAGI SUB-SISTEM PENDIDIKAN PROFESI KESEHATAN

Dalam menghadapi persoalan kesehatan yang telah diuraikan di atas, profesi kesehatan masih terbebani oleh berbagai hal berikut ini :

 Kompetensi tenaga kesehatan yang belum sesuai dengan kebutuhan individual pasien maupun populasi;

 Kerja sama antar profesi yang masih rendah;

 Paradigma yang lebih berorientasi kepada pelayanan medik / pengobatan – bukan Paradigma Sehat yang berorientasi pada manusia sebagai subyek;

 Pelayanan kepada pasien yang hanya bersifat episodik – bukan holistik yang berkelanjutan (continuous care);

 Orientasi yang lebih condong ke pelayanan rumah sakit dari pada pelayanan kesehatan dasar;

 Kebutuhan tenaga kesehatan yang belum terpenuhi baik dari segi kualitas maupun kuantitas;

Arogansi profesi (tribalism of the professions) dalam bentuk elitisme bahkan kompetisi antar profesi kesehatan.

Untuk menanggapi berbagai tantangan tersebut di atas, pada Januari 2010 dibentuklah

Global Independent Commission on Education of Health Professionals for the 21st Century yang terdiri atas 20 pemuka profesi dan akademisi dari berbagai negara. Setelah

( (IInnddoonneessiiaahhaasstthheeLLaarrggeessttIInneeqquuiittiieessiinnIInnppaattiieennttHHoossppiittaallUUttiilliizzaattiioonnAAmmoonnggtthheeEEQQUUIITTAAPP S SttuuddyyCCoouunnttrriieess[[SSaammeeiissttrruueeffoorrPPuubblliiccOOuuttppaattiieennttHHoossppiittaallaannddNNoonn--HHoossppiittaallSSeerrvviicceess]]))

0

5

10

15

20

25

30

35

40

45

50

Bangladesh Hong Kong India Indonesia Malaysia Sri Lanka Thailand Vietnam

Poorest 20% Richest 20%

S

(12)

bekerja satu tahun melakukan riset, konsultasi, pengumpulan dan analisis data maka Komisi tersebut menghasilkan kerangka pemikiran di bawah ini.

Kerangka pikir Komisi Global bertumpu pada keterkaitan antara Sub-Sistem Pendidikan Profesi Kesehatan dengan Sistem Kesehatan sebagaimana terlihat pada Gambar 1.3 di bawah.

Gambar 1.3 : Keterkaitan antara Sub-Sistem Pendidikan Profesi Kesehatan dengan Sistem Kesehatan [13]

Masyarakat pada Gambar 1.3 merupakan landasan sekaligus penggerak untuk kedua sistem di atas. Kebutuhan masyarakat terhadap kesehatan dan pendidikan memicu permintaan (demand) pada kedua sistem tersebut. Selanjutnya Pendidikan Profesi Kesehatan menghasilkan tenaga kesehatan untuk memenuhi permintaan dari Sistem Kesehatan melalui bursa tenaga kesehatan. Jadi masyarakat bukan sekedar penerima layanan kesehatan dan pendidikan saja, tetapi juga merupakan produsen untuk kesehatan dan pendidikannya. Selain keterkaitan antara Sub-Sistem Pendidikan Profesi Kesehatan dengan Sistem Kesehatan melalui masyarakat dan bursa tenaga kesehatan, kedua sistem tersebut juga berhubungan melalui fasilitas pelayanan kesehatan sebagai tempat kala-karya

(in-service education) bagi tenaga kesehatan yang akan lulus sampai dengan pendidikan

berkelanjutan mereka. Oleh karena itu, agar terwujud keseimbangan pada bursa tenaga kesehatan dan keselarasan di masyarakat, maka Sub-Sistem Pendidikan Profesi

Kesehatan perlu responsif terhadap kebutuhan Sistem Kesehatan. Agar bisa responsif,

maka Sub-Sistem Pendidikan Profesi Kesehatan perlu melakukan penataan dalam aspek

instruksional maupun institusionalnya.

1.2.3. ORIENTASI STRATEGIS PENGEMBANGAN PENDIDIKAN PROFESI KESEHATAN DI TINGKAT GLOBAL

Berdasarkan keterkaitan antara Sub-Sistem Pendidikan Profesi Kesehatan dengan Sistem Kesehatan yang sudah diuraikan di atas, maka Komisi Global merumuskan Orientasi

Strategis Pengembangan Pendidikan Profesi Kesehatan di tingkat internasional

(13)

Tabel 1.2 : Orientasi Strategis Komisi Global dalam Pengembangan Pendidikan Profesi Kesehatan [13]

MASUKAN PROSES

(STRATEGI) TUJUAN (LUARAN) MISI (HASIL AKHIR) VISI (DAMPAK)

(Man, Money, Material, Method, Management & Organization, Market, Moral, Mentality, Momentum) 1. Komitmen antar pemuka akademisi, profesi, pemerintah dan masyarakat; 2. Pendanaan berbasis Kinerja 3. Akreditasi berbasis kriteria Instruksional dan Institusional 4. Pembelajaran global

dengan adaptasi lokal

Reformasi Instruksional dan Institusional pendidikan profesi kesehatan Terbentuknya Fasilitator Perubahan (Change Agents) sebagai hasil dari pembelajaran yang bersifat transformatif dan interdependensi dalam pendidikan profesi kesehatan Tersedianya pelayanan kesehatan yang adil-merata dalam sistem kesehatan yang berfokus pada individu, keluarga dan masyarakat

MISI PENGEMBANGAN PENDIDIKAN PROFESI KESEHATAN

Pembelajaran yang bersifat Transformatif adalah tahap pembelajaran yang tertinggi setelah pembelajaran yang bersifat Informatif dan Formatif sebagaimana terlihat pada Tabel 1.3 di bawah.

Tabel 1.3 : Tahap-Tahap Pembelajaran [13]

Pembelajaran yang bersifat Informatif bertujuan untuk memperoleh pengetahuan dan ketrampilan – hasilnya adalah lulusan yang ahli. Pembelajaran yang bersifat Formatif bertujuan untuk mensosialisasikan nilai-nilai – hasilnya adalah lulusan yang memiliki profesionalisme. Sedangkan pembelajaran yang bersifat Transformatif bertujuan untuk menumbuhkan sifat-sifat kepemimpinan – hasilnya adalah Fasilitator Perubahan (Change

Agents). Proses pendidikan yang efektif secara berjenjang melampaui tahap-tahap

tersebut.[13]

Pembelajaran yang bersifat Transformatif menuntut 3 pergeseran paradigma sebagai

berikut: [13]

1) Pergeseran dari sekedar menghafal fakta menuju ke eksplorasi, analisis dan sintesis informasi untuk pembuatan keputusan;

2) Pergeseran dari sekedar mencari kredensial profesi menuju ke perolehan kompetensi untuk kerja sama yang efektif dalam sistem kesehatan; dan

3) Pergeseran dari sekedar mengadopsi model-model pendidikan internasional secara testimonial menuju ke adaptasi secara kritis dan kreatif dari perkembangan global untuk mengatasi persoalan-persoalan lokal.

(14)

Demikian pula Interdependensi sebagai kunci dalam pendekatan sistem juga menuntut 3

pergeseran paradigma sebagai berikut: [13]

1) Pergeseran dari separatisme menuju ke harmonisasi antara Sub-Sistem Pendidikan Profesi Kesehatan dengan Sistem Kesehatan;

2) Pergeseran dari isolasi institusi pendidikan menuju ke keanggotaan dalam jejaring, aliansi dan konsorsium; serta

3) Pergeseran dari sekedar terpaku pada sumber daya internal institusi menuju ke pemanfaatan akses global terhadap materi pendidikan dan inovasi.

TUJUAN PENGEMBANGAN PENDIDIKAN PROFESI KESEHATAN

Menurut Komisi Global, Pembelajaran yang bersifat Transformatif adalah hasil yang diharapkan dari Reformasi Instruksional melalui 3 pergeseran paradigma yang dituntutnya. Demikian pula Interdependensi adalah hasil yang diharapkan dari Reformasi Institusional juga melalui 3 pergeseran paradigma yang dituntutnya.

Secara historis sebelum reformasi yang disarankan oleh Komisi Global, telah terjadi 2 reformasi pendidikan profesi kesehatan pada abad terakhir sebagaimana terlihat pada Gambar 1.4 di bawah.

Gambar 1.4 : 3 Reformasi Pendidikan Profesi Kesehatan pada Abad Terakhir [13]

Berikut ini adalah saran dari Komisi Global untuk menjalankan masing-masing bentuk reformasi.

IMPLEMENTASI REFORMASI INSTRUKSIONAL : [13]

1) Menerapkan Kurikulum Berbasis Kompetensi yang responsif terhadap kebutuhan masyarakat yang cepat berubah. Kompetensi yang dikembangkan harus mampu

melakukan adaptasi secara kritis dan kreatif terhadap perkembangan global untuk mengatasi persoalan-persoalan nasional dan lokal spesifik.

2) Mendukung pendidikan interprofesi dan transprofesi yang dapat mengurangi

arogansi profesi (tribalism of the professions) untuk menciptakan kerja sama yang efektif dalam sistem kesehatan (lihat Gambar 1.5).

(15)

Gambar 1.5 : Pendidikan Interprofesi dan Transprofesi [13]

3) Memanfaatkan Teknologi Informasi untuk memfasilitasi Pembelajaran

Transformatif melalui Manajemen Pengetahuan (Knowledge Management) dalam

melakukan eksplorasi, analisis dan sintesis informasi untuk pembuatan keputusan.

4) Memanfaatkan sumber daya global untuk memenuhi kebutuhan nasional dan lokal

melalui program pertukaran internasional dalam hal pengetahuan dan pengalaman global, termasuk pengembangan tenaga pengajar, kurikulum, bahan ajaran dan mahasiswa.

5) Meningkatkan sumber daya pendidikan untuk memperoleh kompetensi yang dibutuhkan termasuk infrastruktur, jenjang karir pengajar dan sistem insentifnya. 6) Mengembangkan profesionalisme dengan kompetensi sebagai kriteria obyektif untuk klasifikasi profesi kesehatan berdasarkan sikap, tata nilai dan perilaku yang

diharapkan dalam peran sebagai Fasilitator Perubahan (Change Agents) yang memiliki akuntabilitas.

IMPLEMENTASI REFORMASI INSTITUSIONAL : [13]

1) Mengembangkan mekanisme perencanaan terpadu antara Kementerian Pendidikan,

Kementerian Kesehatan, organisasi profesi dan asosiasi pendidikan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.

2) Mengembangkan lebih lanjut Pusat-pusat Pendidikan Profesi Kesehatan

(Academic Centers) menjadi Sub-Sistem Pendidikan Profesi Kesehatan yang terkait dengan Sistem Kesehatan (lihat Gambar 1.4) agar lebih responsif terhadap kebutuhan

masyarakat.

3) Menghubungkan institusi-institusi pendidikan internasional dengan pemerintah, masyarakat madani (civil society), dan usaha/industri di tingkat global melalui jejaring, aliansi dan konsorsium dalam iklim kebersamaan yang non-eksploitatif dan non-paternalistik secara akuntabel.

4) Mengembangkan budaya berpikir kritis (critical thinking) sebagai fungsi utama

(16)

Kotak 1.1 : Landasan Operasionalisasi LAM-PTKes

Gambar 1.6 : Operasionalisasi LAM-PTKes

Peraturan Perundang-Undangan

Saran untuk Reformasi Instruksional dan Institusional dari Global Independent Commission on Education of

Health Professionals for the 21st Century

Kesepakatan 7 Organisasi Profesi dan 7 Asosiasi Institusi Pendidikan Survei Pasar HPEQ

LAM-PTKes Continuous Quality Improvement Quality Cascade Conceptulization – Production – Usability Trustworthy (Social Acountability) KEBIJAKAN STANDAR INSTRUMEN PROSEDUR AKREDITASI Manajemen LAM-PTKes Kriteria Asesor Biaya Satuan Paket Akreditasi Pendanaan Paket Akreditasi Tarif Paket Akreditasi

Anggaran Pendapatan & Belanja LAM-PTKes

Uji coba Uji coba

Orientasi Strategis Komisi Global yang didukung oleh peraturan perundang-undangan, Hasil Survei Pasar HPEQ di Bali tahun lalu, serta Kesepakatan antara 7 Organisasi Profesi dan 7 Asosiasi Institusi Pendidikan Kesehatan merupakan landasan Operasionalisasi LAM-PTKes sebagaimana terlihat di Gambar 1.6 di bawah.

(17)

2. ACUAN KEBIJAKAN AKREDITASI LAM-PTKes

Dengan mengacu kepada saran Reformasi Instruksional dan Institusional dari Global

Independent Commission on Education of Health Professionals for the 21st Century pada

Sub-Bab 1.2.3, maka Kebijakan Akreditasi LAM-PTKes perlu berbasis pada kriteria Instruksional dan Institusional dari Komisi Global. Kriteria tersebut adalah sesuai dengan

Nilai Operasional LAM-PTKes yaitu :

1. Komitmen untuk meningkatkan kinerja institusi pendidikan tinggi kesehatan (Continuous

Quality Improvement);

2. Perpaduan kualitas pendidikan tinggi kesehatan dengan kualitas pelayanan kesehatan (Quality Cascade);

3. Pemetaan jenjang karir tenaga kesehatan mulai dari tahap pendidikannya, penempatannya sampai dengan pengembangan profesional berkelanjutan (Conceptualization - Production

- Usability);

4. Mampu dipercaya oleh semua pemangku kepentingan yang meliputi 4 Pilar Utama: institusi pendidikan; organisasi profesi; pemerintah; masyarakat pengguna; serta mahasiswa dan masyarakat internasional (Trustworthy / Social Accountability).

Oleh karena itu, pembahasan tentang Acuan Kebijakan Akreditasi yang perlu dianut oleh LAM-PTKes mengacu kepada 3 hal berikut ini :

1) Acuan Kebijakan Umum;

2) Acuan Kebijakan Akreditasi Pendidikan Interprofesional;

3) Acuan Operasionalisasi Akreditasi Pendidikan Tinggi Profesi Kesehatan.

2.1. ACUAN KEBIJAKAN UMUM

Akreditasi dalam arti sempit berkaitan dengan akreditasi profesi yang menentukan apakah suatu program atau kualifikasi diakui oleh ikatan profesi tertentu. Akreditasi dalam

arti luas berkaitan dengan akreditasi pendidikan yang menyatakan bahwa suatu ambang

batas mutu telah berhasil dicapai oleh program studi, misalnya dalam hal pencapaian tujuan akademisnya, prosesnya, luarannya, organisasinya, pelayanannya dan seterusnya. [14]

Acuan untuk kebijakan umum akreditasi LAM-PTKes diambil dari berbagai badan/lembaga internasional dan dari hasil kunjungan studi benchmarking terhadap badan/lembaga akreditasi di Amerika Serikat dan Kanada.

2.1.1. KEBIJAKAN AKREDITASI MENURUT WHO DAN WORLD

FEDERATION FOR MEDICAL EDUCATION (WFME)

Saran Komisi Global di atas adalah sejalan dengan saran Satuan Tugas (Task Force)

Internasional untuk Akreditasi Pendidikan Kedokteran yang dibentuk oleh WHO dan World Federation for Medical Education / WFME pada tahun 2004 [15]. Hasil kerja Satgas Internasional dipaparkan dibawah ini.

Tujuan Akreditasi

Tujuan akreditasi dan peningkatan mutu pendidikan kedokteran adalah untuk menyesuaikan terhadap perubahan dalam sistem pelayanan kesehatan dan menyiapkan dokter untuk dapat memenuhi kebutuhan dan harapan masyarakat. Akreditasi dan peningkatan mutu pendidikan kedokteran diharapkan menerapkan teknologi informasi mutakhir untuk membantu dokter-dokter agar mampu memanfaatkan perkembangan yang pesat dalam ilmu

(18)

pengetahuan dan teknologi kedokteran serta menanamkan kemampuan untuk melakukan pembelajaran berkelanjutan sepanjang karir mereka.

Persyaratan Sistem Akreditasi

1) Berdasarkan standar ( seperti standar dari WFME);

2) Memiliki dasar hukum sehingga memiliki legitimasi nasional; 3) Independen;

4) Transparan; 5) Nirlaba; 6) Akuntabel;

7) Mewakili, tetapi tidak bergantung pada pemangku kepentingan; 8) Dikelola secara efisien;

9) Berdasarkan penilaian oleh program studi sendiri (self-assessment), penilaian eksternal termasuk kunjungan oleh Tim Asesor (site visit);

10) Hasil akreditasi harus diumpanbalikkan dengan memberi kesempatan kepada program studi yang dinilai untuk memberi tanggapan;

11) Sistem akreditasi harus memiliki sumber daya yang memadai termasuk penganggaran dari dana publik; dan

12) Sistem akreditasi harus secara periodik dievaluasi agar standar, prosedur dan kinerja organisasinya tetap optimal.

Ciri-ciri yang Diharapkan dari Akreditasi

1) Ada batas waktu berlakunya;

2) Wajib karena tuntutan profesi dan tekanan pasar; 3) Dapat diterima oleh seluruh pemangku kepentingan; 4) Dipercaya (credible);

5) Sahih (valid) dan tahan uji (reliable); 6) Dapat dibandingkan (comparable); dan

7) Dapat diterapkan di seluruh wilayah sebuah negara (transportable);

Pemangku Kepentingan dalam Akreditasi

1) Masyarakat secara umum dan sebagai pasien;

2) Pemerintah mulai dari tingkat pusat dan propinsi sampai dengan kota yang memiliki program studi;

3) Kementerian Kesehatan dan Dinas Kesehatan propinsi sampai dengan kota / kabupaten; 4) Fasilitas Pelayanan Kesehatan;

5) Institusi pemberi dana; 6) Mahasiswa;

7) Badan-badan yang megeluarkan ijin (licensing bodies); 8) Tenaga pengajar;

9) Program studi dan institusi pendidikan; dan 10)Profesi kesehatan.

Manfaat Akreditasi

Akreditasi dipakai untuk menjamin dan meningkatkan mutu pendidikan kedokteran, antara lain dengan berbagai cara berikut ini :

 Diperolehnya kompetensi pokok yang diharapkan dari pendidikan kedokteran;

Meningkatkan efektifitas-biaya (cost-effectiveness) penyelenggaraan pendidikan kedokteran;

(19)

 Meningkatkan perhatian kepada sistem kesehatan sebagai tempat berkarya lulusan pendidikan; dan

 Memberi acuan dalam mobilisasi sumber daya pendidikan kedokteran untuk meningkatkan status kesehatan masyarakat.

Kewenangan Akreditasi

Kewenangan akreditasi merupakan delegasi dari kewenangan para Pemangku Kepentingan.

Proses Akreditasi

Proses akreditasi meliputi antara lain :

1) Penilaian oleh program studi sendiri (self-assessment); 2) Penyampaian hasil evaluasi diri kepada Lembaga Akreditasi;

3) Audit lapangan oleh Lembaga Akreditasi untuk memverifikasi Hasil Evaluasi Diri dari program studi dan memperoleh informasi tambahan yang diperlukan;

4) Laporan Hasil Akreditasi Awal yang disampaikan kepada program studi untuk konfirmasi data dan informasi yang didapat oleh Tim Asesor;

5) Keputusan Akreditasi;

6) Evaluasi secara periodik perlu dilakukan terhadap proses akreditasinya sendiri dengan selalu memperhatikan masukan dari seluruh Pemangku Kepentingan demi menjaga relevansi kebijakan, standar, instrumen dan prosedur akreditasi.

Standar Akreditasi

Standar akreditasi dapat bersifat global, regional atau nasional untuk memberi acuan dalam mengukur Hasil Akhir (Outcomes) pendidikan kedokteran dan merinci kompetensi yang harus dimiliki oleh para lulusan.

Data untukAkreditasi

Antara lain meliputi :

1) Visi, Misi dan Tujuan program studi;

2) Pembaharuan atau revisi yang telah dilakukan oleh program studi; 3) Kriteria penerimaan mahasiswa;

4) Jumlah dan karakteristik mahasiswa;

5) Prosedur dan hasil penilaian terhadap mahasiswa; 6) Program pendidikan yang dijalankan;

7) Jumlah dan karakteristik lahan / wahana pendidikan (teaching sites) untuk pembelajaran klinik dan non-klinik;

8) Sumber informasi untuk pendidikan; 9) Metode pengajaran dan pembelajaran; 10) Adanya program-program pendidikan lain;

11) Profil kesehatan masyarakat dan karakteristik pasien yang dilayani oleh fasilitas kesehatan yang menjadi lahan / wahana pendidikan;

12) Sistem Tata Kelola (Governance) dari program studi; 13) Jumlah dan kualifikasi tenaga pengajar;

14) Jumlah dan komposisi tenaga administrasi; dan 15) Kemampuan dan sumber pendanaan program studi.

Jenis Keputusan Akreditasi

Keputusan Akreditasi harus memberdayakan program studi yang ingin ditingkatkan mutunya, serta harus memperhatikan ruang lingkup (context) dari program studi tersebut.

(20)

Berdasarkan pertimbangan ini, maka ada berbagai keputusan yang dapat dikeluarkan oleh Lembaga Akreditasi sebagai berikut :

1) Menangguhkan atau mencabut status akreditasi sebuah program studi dengan atau tanpa syarat;

2) Keputusan Akreditasi harus terbuka kepada publik, kecuali kondisi yang menuntut sebaliknya dan sudah ada kesepakatan sebelumnya untuk tidak mempublikasikan keputusan akreditasi;

3) Obyektif dan tidak sewenang-wenang; 4) Adil;

5) Ada mekanisme banding; dan

6) Program studi harus diberi kesempatan untuk mengusulkan cara memperbaiki kekurangannya sesuai kesepakatan dengan Lembaga Akreditasi.

Melaporkan Hasil Akreditasi

Lembaga Akreditasi harus melaporkan Hasil Akreditasi Awal kepada program studi yang dinilai secara tertulis. Semua koreksi data dan informasi harus dilakukan secara tertullis juga oleh program studi dan Lembaga Akreditasi. Tim Asesor di lapangan harus menjadi pencatat dan pelapor fakta yang netral untuk pertimbangan Lembaga Akreditasi dalam membuat Keputusan Akreditasi.

2.1.2. STATUS AKREDITASI PROGRAM STUDI 4 PROFESI KESEHATAN DI AS DAN KANADA

Model-model pemberian Status Akreditasi yang diuraikan di sini adalah menurut hasil kunjungan studi benchmarking terhadap badan/lembaga akreditasi di Amerika Serikat dan Kanada atas biaya Proyek HPEQ untuk pendidikan profesi dokter, dokter gigi, bidan dan perawat.

1. Status Akreditasi menurut Liaison Committee on Medical Education (LCME) [16]

Menurut LCME di Amerika Serikat, program studi yang dinilai memenuhi standarnya mendapat predikat “Terakreditasi” (“Accredited”) untuk kurun waktu 8 tahun. Sedangkan program studi yang pernah dinilai, tetapi secara signifikan tidak mematuhi standar LCME mendapat predikat “Akreditasi dalam Masa Percobaan” (“Accredited, on

Probation”). Predikat “Tidak Terakreditasi” (“Not Accredited”) diberikan kepada

program studi sebagai berikut :

 program studi yang akreditasinya dicabut;

 program studi yang dinilai tidak memenuhi standar LCME; dan

 program studi yang belum pernah dinilai oleh LCME.

Program studi yang baru berdiri dan telah dinilai memenuhi syarat pendiriannya oleh LCME mendapat predikat “Akreditasi Awal” (“Preliminary Accreditation”) atau

“Akreditasi Sementara” (“Provisional Accreditation”) sampai program studi tersebut

memenuhi seluruh standar LCME sehingga statusnya dapat berubah menjadi ―Terakreditasi‖ (―Accredited‖).

Jadi, untuk program studi yang sudah pernah diakreditasi olehnya, LCME akan memberikan hasil penilaian akreditasinya tergantung pada tingkat kepatuhan program studi tersebut terhadap standarnya dalam bentuk salah satu dari berikut ini : [16]

(21)

Melanjutkan status akreditasi penuh untuk kurun waktu 8 tahun dengan syarat tindak lanjut oleh program studi yang bersangkutan dalam bentuk salah satu atau lebih dari tindakan-tindakan berikut ini:

 Membuat laporan kemajuan secara tertulis;  Melakukan konsultasi; dan/atau

 Meminta kepada LCME untuk melakukan Survei Tindak Lanjut yang Terbatas (Limited Follow-Up Surveys).

 Melanjutkan status akreditasi sambil menunggu hasil dari tindak lanjut yang dilakukan oleh program studi yang bersangkutan;

Melanjutkan status akreditasi dengan peringatan akan ditetapkan predikat

“Percobaan” jika hasil dari tindak lanjut tidak memuaskan LCME;

Memberi predikat “Akreditasi dalam Masa Percobaan” (“Accredited, on Probation”) kepada program studi; atau

 Mencabut status akreditasi.

Untuk program studi yang pertama kali meminta untuk diakreditasi olehnya, LCME akan melakukan salah satu dari tindakan berikut ini : [16]

Memberikan status akreditasi penuh untuk kurun waktu 8 tahun tanpa syarat;

Memberikan status akreditasi penuh untuk kurun waktu 8 tahun dengan syarat tindak lanjut oleh program studi yang bersangkutan seperti di atas; atau

 Menolak memberi status akreditasi.

2. Status Akreditasi menurut American Dental Association, Commission on

Dental Accreditation (CODA)[17]

Status Akreditasiuntuk program studi yang sudah operasional penuh :

Akreditasi tanpa syarat (Accredited without reporting requirements);

Akreditasi dengan syarat harus melapor adanya bukti kepatuhan terhadap standar yang ditentukan dalam waktu 18 bulan sampai 2 tahun (Accredited with reporting

requirements).

Status Akreditasiuntuk program studi yang belum operasional penuh adalah “Akreditasi

Awal” (“Initial Accreditation”).

Tindakan Akreditasi lain :

“Akreditasi Dihentikan” (“Discontinued”) :

Tindakan ini dilakukan oleh CODA jika program studi secara suka rela tidak lagi berpartisipasi dalam program akreditasi dan tidak lagi menerima mahasiswa;

“Akreditasi Akan Dicabut” (“Intent to Withdraw”) :

CODA mengeluarkan peringatan resmi kepada program studi yang sudah pernah diakreditasi dan pihak yang berkepentingan bahwa Status Akreditasi Akan Dicabut jika kepatuhan terhadap standar dan kebijakan yang sudah ditetapkan tidak dapat ditunjukkan sampai dengan waktu yang sudah ditentukan;

“Akreditasi Dicabut” (“Withdraw”) :

Tindakan ini dilakukan oleh CODA jika program studi tidak mampu menunjukkan kepatuhan terhadap standar dan kebijakan yang sudah ditetapkan.

(22)

Kotak 2.1 : Akreditasi oleh Commission on Dental Accreditation (CODA) untuk Pendidikan Dokter Gigi Umum dan Spesialis [18]

3. Status Akreditasi menurut Accreditation Commision for Midwifery Education

(ACME) di Amerika Serikat [19]

1. “Pre-Akreditasi”

Status ini diberikan kepada program studi yang baru berdiri, belum menerima mahasiswa baru dan telah memenuhi kriteria yang ditentukan oleh ACME. Enam bulan sesudah meluluskan angkatan pertamanya, program studi yang bersangkutan akan dinilai lagi status akreditasinya.

2. “Terakreditasi”

Status ini diberikan kepada program studi atau institusi pendidikan yang menyediakan pendidikan bidan yang telah memenuhi standar yang sudah ditentukan oleh profesi sebagaimana tercantum dalam Kriteria Akreditasi. Program studi yang berhasil mendapat status ―Terakreditasi‖ lagi 5 tahun setelah keberhasilan akreditasinya yang pertama boleh mengajukan penilaian untuk akreditasi setiap 10 tahun.

Status ―Terakreditasi‖ dapat diberikan oleh ACME dalam bentuk sebagai berikut :

 ―Terakreditasi‖ tanpa syarat;

 ―Terakreditasi‖ dengan syarat yang tidak mutlak; atau

 ―Terakreditasi‖ dengan syarat mutlak berupa diserahkannya terlebih dahulu Laporan Kemajuan yang Memuaskan.

3. “Akreditasi Ditolak”

4. Status Akreditasi menurut Canadian Association of Schools of Nursing

(CASN) di Kanada[20]

Status Akreditasi untuk program studi baru : (Penilaian Formatif)

1. Terakreditasi;

2. Terakreditasi dengan syarat dan diperlukan Kunjungan Tindak Lanjut;

3. Akreditasi Ditunda dengan syarat dan diperlukan Laporan Kemajuan oleh program studi; 4. Akreditasi Ditunda dengan syarat dan diperlukan Kunjungan Tindak Lanjut; atau

5. Penilaian akreditasi perlu diulang lagi.

Status Akreditasi untuk program studi yang sudah berjalan : (Penilaian Sumatif) 1. Terakreditasi untuk kurun waktu 7 tahun tanpa syarat;*

2. Terakreditasi 7 tahun dengan syarat dan diperlukan Laporan Kemajuan;

3. Terakreditasi 7 tahun dengan syarat dan diperlukan Kunjungan Tindak Lanjut; 4. Terakreditasi 5 tahun dengan syarat dan diperlukan Laporan Kemajuan;

5. Terakreditasi 5 tahun dengan syarat dan diperlukan Kunjungan Tindak Lanjut; atau

6. Akreditasi Ditolak.*

*Nomor 1 dan 6 belum pernah dilakukan [20]

Akreditasi oleh CODA di Amerika Serikat dilakukan untuk pendidikan dokter gigi umum dan spesialis. Status akreditasi yang diberikan berlaku selama 5 tahun untuk pendidikan dokter gigi umum dan 7 tahun untuk pendidikan dokter gigi spesialis. Penilaian akreditasinya bersifat Formatif.

(23)

2.1.3. PENDANAAN LEMBAGA AKREDITASI PROGRAM STUDI 4 PROFESI KESEHATAN DI AS DAN KANADA

Model-model pendanaan Lembaga Akreditasi yang diuraikan di sini adalah menurut hasil kunjungan studi benchmarking terhadap badan/lembaga akreditasi di Amerika Serikat dan Kanada atas biaya Proyek HPEQ untuk pendidikan profesi dokter, dokter gigi, bidan dan perawat.

1. Pendanaan Liaison Committee on Medical Education (LCME) [16]

Sebagai induk organisasi dari LCME, maka Association of American Medical Colleges (AAMC) dan American Medical Association (AMA) memberi dukungan finansial dan administratif untuk operasionalisasi LCME. Dukungan finansial dan administratif tersebut diberikan dalam bentuk sebagai berikut :

 Rekrutmen, gaji dan tunjangan untuk staf LCME;

 Dana untuk semua pertemuan LCME;

 Dana untuk semua biaya yang berkaitan dengan kunjungan / survei akreditasi;

 Asuransi untuk anggota, staf dan asesor/surveyor LCME;

 Dana untuk penasehat hukum dan segala aspek legal yang berkaitan dengannya;

 Dana untuk biaya administratif dan operasional LCME;

 Pengumpulan data, pelaporan termasuk pengelolaan kuesioner tahunan LCME.

Tarif Akreditasi

Program studi yang sudah terakreditasi oleh LCME tidak dikenakan tarif. Sedangkan program studi yang baru berdiri dan program studi yang pertama kali meminta untuk diakreditasi dikenakan tarif $25.000. Seluruh biaya yang berkaitan dengan konsultasi dan kunjungan / survei akreditasi akan dibebankan kepada program studi tersebut sampai mendapatkan status ―Terakreditasi‖.

Program studi yang belum berhasil mendapat status ―Terakreditasi‖ hanya akan dikenakan tarif $10.000 jika mengajukan permintaan untuk akreditasi kembali. Untuk program studi tersebut seluruh biaya yang berkaitan dengan konsultasi dan kunjungan / survei akreditasi akan dibebankan kepada program studi sampai mendapatkan status ―Terakreditasi‖.

Biaya kunjungan konsultasi dalam rangka persiapan pendaftaran untuk diakreditasi ditanggung oleh program studi. Demikian pula biaya kunjungan konsultasi atas permintaan program studi yang sudah terakreditasi ditanggung oleh program studi.

2. Pendanaan Commission on Dental Accreditation (CODA)[17]

Pendanaan untuk operasional CODA berasal dari American Dental Association (ADA) dan Tarif Tahunan (Annual Fee) untuk akreditasi yang bersifat formatif yang dibebankan kepada program studi. Tarif Tahunan ini bervariasi tergantung pada biaya aktual proses akreditasinya.

3. Pendanaan Accreditation Commision for Midwifery Education (ACME)[19]

Pendanaan ACME berasal dari tarif untuk akreditasi yang dibebankan kepada program studi.

4. Pendanaan Canadian Association of Schools of Nursing (CASN)[20]

Pendanaan CASN berasal dari iuran anggota dan tarif untuk akreditasi. Pendanaan juga bisa berasal dari pemerintah propinsi melalui proyek bersama.

(24)

2.2. ACUAN KEBIJAKAN AKREDITASI PENDIDIKAN

INTERPROFESIONAL

Kini sudah tidak cukup lagi bagi tenaga kesehatan untuk sekedar bersikap profesional. Dalam iklim globalisasi seperti saat ini, tenaga kesehatan juga harus bersikap

interprofesional. [21]

Melalui Kolaborasi Interprofesional tenaga kesehatan akan mampu : 1) menghadapi Tantangan Bagi Sub-Sistem Pendidikan Profesi Kesehatan yang disebut di Sub-Bab 1.2.2; 2) memberdayakan sistem kesehatan; dan 3) akhirnya meningkatkan kesehatan masyarakat. Kolaborasi Interprofesional bukan hanya sekedar bersepakat dan berkomunikasi, tetapi lebih merupakan sinergi dan kreasi. Kolaborasi Interprofesional terwujud bila 2 orang atau lebih dari profesi yang berbeda berinteraksi untuk menghasilkan pemahaman bersama yang tidak akan mungkin terjadi jika mereka bekerja sendiri-sendiri. Satu-satunya cara tenaga

kesehatan dapat menerapkan Kolaborasi Interprofesional adalah melalui Pendidikan Interprofesional. [21]

Pendidikan Interprofesional terjadi saat 2 atau lebih profesi saling belajar bersama dari

satu sama lain untuk meningkatkan kolaborasi dan mutu pelayanan kesehatan. Pendidikan Interprofesional mencakup semua pembelajaran di lingkungan akademik dan lingkungan kerja sejak sebelum sampai dengan setelah kualifikasi lulusan.[22]

Pendidikan Interprofesional bukan merupakan : [23]

 Sekelompok pembelajar dari berbagai profesi yang duduk bersama dalam satu ruangan mendengarkan kuliah yang sama; atau

 Pembelajar dari sebuah profesi yang bertukar pengetahuan dengan satu atau lebih profesi lain secara satu arah.

Pendidikan Interprofesional Kesehatan akan memicu Kolaborasi Interprofesional di fasilitas pelayanan kesehatan sehingga pada akhirnya akan meningkatkan mutu pelayanan di masyarakat sebagaimana terlihat pada Gambar 2.1 di bawah.

Gambar 2.1 : Pendidikan Interprofesional sebagai Pemicu Kolaborasi Interprofesional di Fasilitas Pelayanan Kesehatan [21;24]

(25)

2.2.1. PRINSIP – PRINSIP PENDIDIKAN INTERPROFESIONAL [25]

1) Tata Nilai dalam Pendidikan Interprofesional :

 Mengutamakan kebutuhan pasien, keluarga dan komunitas untuk meningkatkan mutu pelayanan dan hasil akhirnya serta kesejahteraan mereka dengan cara berpedoman pada best practices sepanjang proses pengajaran dan pembelajaran;

 Memberikan kesempatan yang sama kepada semua profesi dan semua yang belajar maupun bekerja dengan mereka dengan cara mengesampingkan perbedaan kekuasaan dan status antar profesi meskipun hal itu mungkin ada;

 Menghormati keunikan, perbedaan dan keaneka-ragaman antar profesi dan semua yang belajar maupun bekerja dengan mereka dengan cara memberi kontribusi yang spesifik dari tiap profesi dalam proses pembelajaran dan praktek;

 Memelihara identitas dan keahlian setiap profesi dengan cara menampilkan setiap profesi secara positif dan unik;

 Mendorong kesetaraan antar profesi dalam lingkungan belajar dengan cara menyepakati aturan-aturan dasar (ground rules);

 Menanamkan nilai-nilai dan sudut pandang interprofesional dalam pendidikan profesi maupun multiprofesi dengan cara menerapkan kaidah-kaidah interprofesional dalam proses pembelajarannya.

2) Proses dalam Pendidikan Interprofesional :

 Mencakup proses pembelajaran dalam profesi pendidikan, kesehatan, manajemen, medis, sosial dan profesi lain dengan cara penyampaian yang bertahap dan berjenjang sejak pendidikan awal sampai dengan pendidikan berkelanjutan;

 Mendorong partisipasi mahasiswa dalam perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi proses pembelajaran mereka dengan cara melibatkan mereka bersama dosen dan pihak lain dalam kelompok kerja;

 Mengevaluasi kebijakan dan pelaksanaannya menurut berbagai sudut pandang dengan cara membandingkannya secara kritis terhadap pengalaman dan kenyataan;

 Mendorong profesi untuk saling belajar tentang satu sama lain agar mengoptimalkan pertukaran pengalaman dan keahlian dengan cara memfasilitasi interaksi dan refleksi / perenungan bersama saat mereka membandingkan persepsi, tata nilai, peran, tanggung jawab, keahlian dan pengalaman mereka;

 Menanggapi perbedaan untuk memperoleh titik temu dengan cara menonjolkan peran dan keahlian yang berbeda tetapi saling melengkapi dalam praktek yang kolaboratif berdasarkan saling pengertian dalam mencapai tujuan bersama;

 Mempadukan pembelajaran di institusi pendidikan dengan tempat bekerja dengan cara kerja sama antara dosen dan pembimbing praktek dalam merencanakan, menyampaikan, menguji dan menilai pembelajaran di kelas dan di tempat praktek;

 Mempadukan teori dengan praktek dengan cara menyimpulkan teori dari praktek untuk dapat diterapkan di lapangan;

(26)

 Menerapkan pengajaran dan pembelajaran berdasarkan bukti dengan cara mengutip hasil penelitian dan evaluasi sistematis terhadap proses dan hasil akhir dari pembelajaran interprofesi;

 Menerapkan kriteria dan proses penilaian yang konsisten untuk semua profesi dengan cara penilaian sumatif yang sama dengan standar yang sama;

 Memberi angka kredit untuk kualifikasi profesi dengan cara mengupayakan agar tugas-tugas Pendidikan Interprofesional yang diselesaikan dengan baik dapat memenuhi persyaratan perolehan angka kredit untuk kualifikasi profesi;

 Melibatkan pengguna Pendidikan Interprofesional dan pemberi pelayanan kesehatan dalam pengajaran dan pembelajaran dengan cara melibatkan mereka dalam merencanakan, menyampaikan, menilai dan mengevaluasi pengajaran.

3) Hasil Akhir yang Diharapkan dari Pendidikan Interprofesional :

 Terwujudnya kemampuan interprofesional dengan cara pembelajaran yang berorientasi pada hasil akhir berupa kemampuan kolaborasi antar profesi;

 Meningkatnya kemampuan praktek tiap profesi dengan cara memberdayakan tiap profesi untuk mampu melengkapi praktek profesi lain;

 Adanya kerja sama untuk meningkatkan pelayanan dan inovasi dengan cara menerapkan analisis kritis dalam Kolaborasi Interprofesional;

 Meningkatnya hasil akhir pelayanan kesehatan untuk pasien, keluarga dan komunitas dengan cara menjadi lebih responsif terhadap kebutuhan mereka;

 Terdiseminasinya pengalaman Pendidikan Interprofesional dengan cara berkontribusi terhadap kemajuan dan saling pengertian dalam pembelajaran interprofesional melalui pertemuan ilmiah serta literatur profesi dan interprofesi;

 Berkembangnya materi Pendidikan Interprofesional berdasarkan penelitian dan evaluasi sistematis dengan cara mengumpulkan data secara sistematis sesuai dengan persyaratan dan harapan pemangku kepentingan, peraturan, penyandang dana dan lembaga akreditasi serta perkembangan ilmu pengetahuan.

2.2.2. KEMITRAAN DALAM PENDIDIKAN INTERPROFESIONAL DAN KOLABORASI INTERPROFESIONAL

Menghubungkan standar akreditasi pendidikan dengan standar akreditasi fasilitas pelayanan kesehatan membantu menjamin agar mahasiswa dan praktisi tahu dan trampil dalam Kolaborasi Interprofesional. Oleh karena itu, kemitraan yang perlu digalang dalam

rangka Pendidikan Interprofesional dan Kolaborasi Interprofesional adalah sebagai

berikut di bawah ini : [26]

1) Pemerintah

Kementerian Kesehatan serta Dinas Kesehatan Propinsi dan Kabupaten / Kota dapat mendorong fasilitas pelayanan kesehatan agar menerapkan dan mengevaluasi Kolaborasi Interprofesional. Kerja sama antara Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dengan

(27)

Kementerian Kesehatan akan memperkuat keberlanjutan Pendidikan Interprofesional dari institusi pendidikan sampai dengan tempat praktek lulusan.

2) Organisasi Profesi

Organisasi Profesi dapat berperan sebagai Fasilitator Perubahan (Change Agents) sesuai dengan harapan Komisi Global di Sub-Bab 1.2.3 dengan cara sebagai berikut :

 Mempromosikan konsep pembelajaran dan kolaborasi interprofesional ke seluruh anggota mereka;

 Mengkaitkan pembelajaran dan kolaborasi interprofesional dengan sumber daya dan kegiatan interprofesional.

3) Institusi Pendidikan

Kerja sama antara dosen dengan konsulen / pembimbing pendidikan spesialis (preceptor) dalam perencanaan dan pelaksanaan Pendidikan Interprofesional adalah esensial dalam mewujudkan keberlanjutan pendidikan untuk mahasiswa dan praktisi. Bentuk kerja sama lain adalah pemberian beasiswa pendidikan dan penelitian tentang dampak Pendidikan Interprofesional dan Kolaborasi Interprofesional. Oleh karena itu, institusi pendidikan harus mengintegrasikan Pendidikan Interprofesional dalam kurikulum mereka – bukan sekedar kuliah tambahan yang terpisah dari bidang klinis atau sistem kesehatan yang sangat relevan bagi mahasiswa dan pembelajar.

4) Fasilitas Pelayanan Kesehatan sebagai Lahan Praktek

Keberlanjutan Pendidikan Interprofesional dari institusi pendidikan sampai dengan tempat praktek lulusan adalah landasan dari pembelajaran untuk Kolaborasi Interprofesional. Fasilitas Pelayanan Kesehatan sebagai Lahan Praktek merupakan sarana dan mekanisme untuk mencapai pemahaman bersama dalam mewujudkan keberlanjutan Pendidikan Interprofesional.

Fasilitas Pelayanan Kesehatan sebagai Lahan Praktek juga memberi kontribusi kepada Akreditasi Pendidikan Interprofesional melalui Pengembangan Profesi Berkelanjutan (Continuing Professional Development /CPD) bagi konsulen / pembimbing pendidikan spesialis (preceptor) yang membimbing mahasiswa. Oleh karena itu, kemitraan antara institusi pendidikan dengan Fasilitas Pelayanan Kesehatan sebagai Lahan Praktek pada akhirnya akan meningkatkan mutu pelayanan kesehatan melalui kolaborasi di tempat praktek.

Pendidikan Interprofesional Kesehatan adalah aplikasi nyata dari Nilai Operasional LAM-PTKes yaitu : Continuous Quality Improvement (CQI); Quality Cascade;

Conceptualization - Production – Usability (CPU); dan Trustworthy [27].

Kotak 2.2 : Peran LAM-PTKes dalam Menerapkan Pendidikan Interprofesional LAM-PTKes memiliki peran strategis untuk menerapkan Pendidikan Interprofesional dalam Sistem Akreditasi Pendidikan Tinggi Kesehatan dengan cara sebagai berikut : [24]

Memfasilitasi penyusunan standar, kriteria dan metode asesmen Pendidikan

Interprofesional menurut kaidah profesi masing-masing;

Memfasilitasi integrasi Pendidikan Interprofesional ke dalam instrumen

(28)

2.3. ACUAN OPERASIONALISASI AKREDITASI PENDIDIKAN

TINGGI PROFESI KESEHATAN

2.3.1. PENGELOLAAN LAM-PTKes SEBAGAI SISTEM ADAPTIF YANG KOMPLEKS

Persoalan dalam akreditasi pendidikan tinggi profesi kesehatan bukanlah persoalan yang sederhana maupun pelik/rumit (complicated), tetapi merupakan persoalan yang sulit

(complex). Tabel 2.1 menunjukkan perbedaan antara persoalan yang sederhana, pelik/rumit

(complicated) dan persoalan yang sulit (complex).

Tabel 2.1 : Contoh Persoalan yang Sederhana, Pelik/Rumit (Complicated) dan Sulit (Complex) [28]

Memasak menurut Resep (Persoalan yang sederhana)

Membuat Roket ke Bulan (Persoalan yang pelik/rumit)

Membesarkan Anak (Persoalan yang

sulit/kompleks)

Resep mutlak diperlukan agar berhasil

SOP / Manual mutlak diperlukan agar berhasil

SOP / Manual terbatas manfaatnya Hasil masakannya sama selama

resep diikuti

Jika prototip berhasil, maka roket-roket sejenisnya akan berhasil juga

Pengalaman membesarkan satu anak tidak menjamin keberhasilan dengan anak-anak yang lain

Walaupun tidak perlu keahlian, namun keahlian memasak meningkatkan keberhasilan

Keahlian yang tinggi dalam berbagai bidang diperlukan agar berhasil

Keahlian bisa membantu tetapi, tidak menjamin keberhasilan

Resep menghasilkan masakan yang standar

Roket-roket yang sejenis memiliki kesamaan

Setiap anak adalah unik dan harus dipahami secara perorangan Resep yang unggul menghasilkan

masakan yang unggul

Keberhasilan akan tinggi jika prototip berhasil

Ketidakpastian tinggi untuk hasil akhir yang baik

Ada harapan mengatasi persoalan Ada harapan mengatasi persoalanAda harapan mengatasi persoalan

Persoalan yang sulit / kompleks pada umumnya ditemukan pada Sistem Adaptif yang

Kompleks (Complex Adaptive System). Sistem Kesehatan maupun Sub-sistem Pendidikan Profesi Kesehatan yang terkait dengannya merupakan Sistem Adaptif yang

Kompleks [29;30].

Ada 3 alasan mengapa Persoalan yang Sulit / Kompleks merupakan tantangan dalam

penerapan kebijakan dan perubahan yang tidak bisa ditangani dengan cara manajemen

konvensional. Pertama, persoalan muncul dalam berbagai bentuk di berbagai tingkat manajemen. Pembuat keputusan di suatu tingkat hanya melihat persoalan yang berkaitan dengan tanggung jawabnya, sehingga solusi keseluruhannya memerlukan kolaborasi dan negosiasi antar berbagai pelaku. Kedua, persoalan tidak bisa diprediksi sebelumnya.

Ketiga, interpretasi terhadap persoalan beragam dengan asumsi yang beragam serta usulan

solusi yang beragam juga. [31]

Sistem Adaptif yang Kompleks adalah suatu jejaring (network) komponen / anggota yang

dinamis yang selalu saling berinteraksi sehingga mempengaruhi jejaring secara keseluruhan. Selama saling berinteraksi, komponen-komponen tersebut beradaptasi dan belajar. [32;33]

Berbeda dengan sistem yang tradisional, Sistem Adaptif yang Kompleks bersifat tidak

linier dengan ciri-ciri sebagai berikut : [31;34;35]

Gambar

Tabel 1.1 : Tata Kala Rencana Kegiatan Technical Assistance for Developing Business                      Plan LAM-PTKes  [1]
Gambar  1.1  di  bawah  menunjukkan  bahwa  masyarakat  dengan  keluhan  sakit  yang  berkunjung  ke  fasilitas  pelayanan  kesehatan  formal  (milik  swasta  maupun  pemerintah)  menurun  dari  sekitar  53  %  di  tahun  1993  menjadi  sekitar  34  %  di
Gambar 1.2 : Peringkat Indonesia dalam Studi EQUITAP tahun 2005, dari Segi                           Pelayanan Kesehatan yang Adil-Merata  [10-12]
Gambar 1.3 : Keterkaitan antara Sub-Sistem Pendidikan Profesi Kesehatan dengan                            Sistem Kesehatan  [13]
+7

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Hasil penelitian dari Feny (2012) didapatkan kadar protein tempe lamtoro gung dengan proporsi yang paling disukai adalah pada proporsi kedelai lamtoro gung 70:30, dan pada

Program semester (promes) muatan lokal seni karawitan jawa merupakan hasil penjabaran dari program tahunan. Dalam silabus seni terdapat 8 aspek. Kedelapan aspek tersebut

Pada hari ini, Selasa tanggal Tiga Belas bulan Juni tahun Dua Ribu Tujuh Belas, kami yang bertandatangan di bawah ini, Pokja 7 Kabupaten Maros BLP Kabupaten Maros, telah

Limbah batu onix yang mempunyai warna yang terang ,mempunyai porositas yang sangat kecil akan memberikan nilai tambah pada penampilan beton yang akan mempunyai

Suatu perusahaan melakukan promosi karena promosi merupakan salah satu strategi mencapai target penjualan yang dapat dilakukan oleh perusahaan, terutama jika perusahaan

huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Islam tentang Penetapan Kelulusan Peserta Sertifikasi Pendidik untuk Dosen Perguruan Tinggi

Ada tiga pasangan calon bupati dan wakil bupati, dari kota Kabupaten Yahukimo, yakni: pasangan calon nomor urut 1 adalah pasangan Abock Busup, MA dengan Yulianus Heluka,