• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 4. HASIL PENELITIAN

5.2. Akses terhadap Pelayanan Bidan Desa yang Memengaruh

Penolong Persalinan

Model atau pola pelayanan kesehatan bersifat dinamis mengikuti perkembangan keadaan dan masalah serta lingkungan dalam arti luas yaitu politik, ekonomi, teknologi, sosial budaya masyarakat yang dilayani. Pada saat ini pemerintah dan pemerintah negara-negara lain sedang mencapai target MDGS pada tahun 2015 yang salah satu tujuannya adalah menurunkan angka kematian ibu. Model pelayanan disuatu negara berbeda dengan negara lainnya.

Salah satu tenaga kesehatan yang dapat membantu menurunkan angka kematian ibu adalah bidan desa. Mutu jasa pelayanan agak sulit diukur (intaniable)

karena umumnya bersifat subyektif karena menyangkut kepuasaan seseorang. Mutu jasa pelayanan dan akses untuk dapat menjangkau pelayanan bidan desa turut mempengaruhi pemilihan bidan desa sebagai penolong persalinan. Menurut Djoko

Wijono (1999) akses berarti bahwa pelayanan kesehatan tidak terhalang oleh keadaan geografis, sosial, ekonomi, organisasi dan hambatan bahasa.

1. Akses Geografis

Akses geografis dapat diukur dengan jenis transportasi, jarak dan waktu perjalanan dapat dengan mudah dijangkau oleh keluarga dan masyarakat desa. Jarak tempat tinggal ke pelayanan kesehatan yang jauh merupakan salah satu penyebab ibu hamil dan keluarga memilih bidan desa sebagai penolong persalinan. Dari hasil penelitian dijumpai bahwa tidak ada hambatan geografis untuk mendapat pelayanan bidan desa. Kondisi ini dapat digambarkan dengan narasi sebagai berikut :

”Buk N kan bidan desa kami, dia tinggal ditempat. Kalo aku bersalin sama buk N bisa dipanggil kerumah jadi keluargaku tidak berapa repot. Kalo melahirkan dirumah sakit jadi jauh dari rumah kasian mertuaku, tambah repot menjaga anak-anak karena anak-anak ngak nampak aku” tutur I.N.

Kondisi yang sama juga terjadi keluarga S.M., keluarganya dengan mudah mengakses pelayanan bidan N. Hal ini dapat digambarkan dengan narasi berikut ini:

” Buk N bidan desa saya, dia tinggal didesa. Enak melahirkan dengan buk N. Kalo melahirkan di rumoh sakit, sayang mamak saya jadi payah ngurus anak- anak. Dengan buk N melahirkan bisa dirumah” tutur S.M.

Hal yang sama juga terjadi pada keluarga M, akses geografis yang terjangkau jadi bahan pertimbangan dalam memiilih bidan desa. Narasi ini dapat menggambarkannya:

”Buk A dekat rumah, enak melahirkan dirumah ngak payah kalo sakit tinggal panggil buk A. Kalo melahirkan dirumoh sakit payah naek motor lagi” tutur M .

Jarak yang terlampau jauh dan tidak tersedianya sarana transportasi menyebabkan ibu hamil memilih persalinan di rumah dengan bantuan dukun, sehingga apabila mengalami komplikasi saat persalinan tidak segera mendapatkan pertolongan yang memadai. Hal ini sering menyebabkan kematian ibu dan bayi.

Keluarga dan ibu sudah mengetahui dan memprediksi jarak yang akan ditempuh jika ibu hamil ini akan melahirkan, dengan demikian resiko Angka Kematian Ibu (AKI) akibat jauhnya jarak dari tempat tinggal ke pelayanan kesehatan dapat berkurang dengan adanya tenaga kesehatan atau bidan desa sebagai penolong persalinan ibu hamil di Kecamatan Samudera Kabupaten Aceh Utara. Hal ini dapat terlihat dari narasi-narasi yang menggambarkan bahwa keluarga dan ibu mempertimbangkan akses geografi yang terjangkau sebagai pertimbangan dalam memilih bidan desa.

Menurut Nasrin (2001) salah satu penyebab keterlambatan ibu bersalin untuk mendapatkan pelayanan yang tepat adalah akibat jarak yang tidak terjangkau.

Di Nigeria, ibu hamil yang mengalami perdarahan pada saat persalinan, sering mengalami kematian di perjalanan menuju pusat layanan kesehatan modern. Hal ini sering disebabkan oleh jarak yang terlampau jauh dan tidak tersedianya sarana transportasi (Essien,1997).

2. Akses Ekonomi a. Pendapatan keluarga

Akses ekonomi yang terjangkau merupakan salah satu penyebab ibu dan keluarga memilih bidan desa sebagai penolong persalinan. Berdasarkan hasil

penelitian yang dilakukan peneliti pendapatan keluarga ibu hamil yang menjadi objek penelitian ini cukup beragam antara Rp 300.000 – Rp 3.000.000, ada keluarga ibu yang pengeluaran perharinya rata- rata Rp 10.000 tetapi ada keluarga ibu yang lebih dari Rp 10.000 perhari. Beberapa ibu dengan pendapatan keluarganya yang rendah mengatakan bahwa:

”Penghasilan suami saya cuma tigaratus ribu, untuk biaya persalinan tidak cukup kalo menharap suami saja. Orang tua saya ikut membantu biayanya. Kalo ditempat buk A bisa murah uang kami cukup. Jadi saya bersalin ditempat buk A aja, ngak seperti anak saya yang kesatu sampe tiga sama dukun”, kata S.

Kondisi yang hampir sama juga terjadi pada keluarga. Hal ini dapat digambarkan dengan narasi berikut ini:

”Uang belanja saya empat ratus ribu sebulannya. Bersalin dengan buk N lebih hemat karena bidan swasta terlalu jauh dari rumahku jadi tambah mahal. Dulu anak pertamaku sampe lima sama bidan swasta”, kata Nursiah.

Demikian juga yang tergambarkan pada narasi berikut ini yang terjadi pada keluarga I.N. adalah:

“Uang bulananku cuma lima ratus ribu. Kami hidup pas-pasan. Buk N lebih murah uang kami cukup. Jadi aku bersaliken ditempat buk aja, sejak pindah dari Medan kedua anakku yang lahir di Aceh sama buk N semua”, kata I.N. Akses ekonomi berkaitan dengan kemampuan memberikan pelayanan kesehatan yang pembiayaannya terjangkau pasien (affordability). Berdasarkan laporan akhir UNICEF Juli 1999 hampir 24 % dari seluruh penduduk Indonesia atau hampir 50 juta orang hidup di bawah garis kemiskinan. Enam puluh persen dari ibu hamil dan anak sekolah kekurangan zat besi/anemia. Hal ini menunjukkan sebagian besar pendapatan penduduk Indonesia masih sangat rendah. Sehingga mengurangi

akses ke perawatan kesehatan, karena pada masyarakat miskin pedesaan rata-rata pengeluaran per harinya kurang dari Rp. 5000,00 (US$ 0,60). Kondisi ini berpengaruh terhadap pemilihan penolong persalinan yaitu pesalinan yang ditolong oleh NAKES sebesar 38.5% tahun 1992 dan 43,2 % tahun 1997. Kondisi ini menunjukkan bahwa dari masih rendahnya angka persalinan oleh NAKES sehingga ibu lebih memilih dukun kampung sebagai penolong persalinan dengan biaya yang lebih murah.

b. Biaya Persalinan

Biaya persalinan murah merupakan suatu alasan bagi ibu dan keluarga untuk memilih bidan desa sebagai penolong persalinan. Mereka menyatakan biayanya melahirkan dengan bidan desa lebih murah dari pada Rumah Sakit dan bidan swasta. Menurut mereka cara pembayarannya juga tidak memberatkan karena pasien tidak ditarik uang muka. Selain itu bagi yang tidak mampu membayar sekaligus dapat dicicil setelah mereka pulang. Jika ditinjau dari klasifikasi keluarga pasien yang datang ini sebagian besar pekerjaannya adalah petani, pedagang dan supir, sehingga wajar faktor ekonomi menentukan dalam memilih tempat pengobatan.

Dari hasil penelitian didapati bahwa biaya persalinan murah apabila menggunakan jasa bidan desa sebagai penolong persalinan. Narasi dibawah ini adalah pengungkapan oleh ibu-ibu yang menganggap bersalin dengan bidan desa dengan biaya murah :

”Saya dan keluarga memilih bersalin dengan buk Nu karena lebih murah, kalo yang laen mahal. Bersalin dengan buk Nu cuma Rp 300.000, jadi untuk biaya melahirkan dibantu orang tua. Kalo melahirkan sama yang lain paling sikit Rp 500.000 suami ngak mampu, orangtuapun ngak sanggup,” kata S.M. Hal hampir sama terjadi pada keluarga M. Hal ini tergambar dari narasi sebagai berikut:

”Saya dan ibu memilih buk A untuk melahirkan karena biaya persalinan tidak tinggi. Sekarang suami tinggal dirumah mertua. Uang untuk keluarga dan anak tidak dikirim. Karena ongkos melahirkan Rp 300.000 mamak masih sanggup”, kata M.

Kondisi yang tidak jauh berbeda terjadi pada keluarga S.M. Hal ini dapat digambarkan dengan narasi sebagai berikut:

”Kalau berobat dengan buk Nu tidak ada uang juga mau diobati. Kalo bersalin dengan buk Nu ngutang dulu juga bisa dan lebih murah. Biaya melahirkan sama buk Nu Rp 300.000”, kata Ma. Saya melahirkan anak yang ke tujuh pada tanggal 22 desember 2008. Pendapatan keluarganya Rp 500.000 sehingga biaya persalinan ditanggung suami bersama orang tuanya. Biaya melahirkan sama buk Nu Rp 300.000. Jadi waktu melahirkan mamak bayar seratus ribu sisanya ngutang dulu, tunggu ada uang baru suami bayar sisanya.” Kata S.M.

Hal ini juga mempengaruhi pemilihan bidan desa sebagai penolong persalinan ibu di Kecamatan Samudera Kabupaten Aceh Utara dengan biaya persalinan yang mahal jika ibu hamil harus melakukan persalinan di rumah sakit ataupun klinik, maka bidan desa menjadi pilihan alternatif bagi keluarga dan ibu untuk menolong persalinan. Biaya persalinan yang murah merupakan suatu alasan bagi ibu dan keluarga untuk memilih bidan desa sebagai penolong persalinan.

Hasil penelitian Djaswadi, dkk (2000) menunjukkan bahwa mahalnya biaya persalinan dan alasan kenyamanan sebagian besar ibu hamil di Kabupaten Purworejo lebih memilih melahirkan di rumah dengan pertolongan dukun.

Sebagai contoh saat ini biaya untuk kelahiran normal di kamar kelas tiga di rumah sakit swasta sekitar Rp. 390.000,00 sedangkan biaya untuk pelayanan gawat darurat sekitar 16 sampai 20 juta rupiah (Marzolf, 2002: 36).

3. Akses Sosial atau Budaya a. Budaya

Salah satu alasan mengapa para ibu memilih bidan desa adalah karena bidan desa masih melaksanakan tradisi minum rumput fatimah yang direndam air yang diberikan pada ibu pada waktu sakit. Juga membaca doa-doa menurut agama Islam ketika memberikan pelayanan persalinan yang dipercaya dapat memperlancar persalinan. Ini juga sesuai dengan budaya masyarakat Samudera tempat berdirinya kerajaan Islam pertama yaitu Samudera Pasai. Di kecamatan Samudera ada peninggalan sejarah berupa makam yang terletak di desa Beuringin. Bidan desa masih memakai budaya meminum minyak kelapa. Bidan desa menganjurkannya pada kehamilan memasuki sembilan bulan. Hal ini dipercaya melancarkan kelahiran. Keadaan ini dapat digambarkan dengan narasi sebagai berikut:

”Buk Nu orangnya baik dan ramah. Buk Nu sering ikut pengajian di Meunasah. Sebelum ditolong sama buk Nu keluarga kami sudah kenal duluan, kakak saya juga melahirkan dengan buk Nur. Enak kalo melahirkan dengan buk Nu. Kalo saya mau melahirkan mamak selalu kasih air rumput Patimah punya nenek dulu. Buk N juga punya, waktu sakit melahirkan buk N juga kasi saya air rumput Patimah ”, ujar S M.

Hal yang hampir sama terjadi pada keluarga S. Hal ini dapat digambarkan pada narasi berikut ini:

“Buk A selalu sopan dan ramah sama kami. Banyak keluarga kami yang bersalin sama buk A. Kalo bersalin dengan buk A kita nyaman dan suka dikasih makanan waktu melahirkan sama buk A. Waktu periksa hamil buk A suruh saya minum minyak makan 1 sendok tiap hari. Biar gampang lahir bayinya katanya. Jadi mama buat minyak kelapa untuk saya,” kata S.

Hal ini sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Foster dan Anderson bahwa sistem medis adalah bagian integral dari kebudayaan.

Dalam persepsi masyarakat juga menganggap penyakit yang tidak parah tidak perlu dibawa kerumah sakit, karena penyakit yang diderita dianggap tidak membahayakan jiwanya, tidak mengganggu nafsu makan serta masih mampu melakukan kegiatan sehari-hari walalupun agak terganggu. Hal tersebut tampak sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Spreadly, bahwa kebudayaan sebagai pengetahuan, nilai-nilai yang digunakan untuk menginterpretasikan pengalaman serta yang membangkitkan perilaku sosial.

Akses sosial atau budaya berkaitan dengan diterimanya pelayanan yang dikaitan dengan nilai budaya, kepercayaan dan perilaku. Menurut E.B.Taylor, kebudayaan adalah keseluruhan yang kompleks, yang didalamnya terkandung ilmu pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat dan kemampuan yang lain, serta kebiasaan yang didapat oleh manusia sebagai anggota masyarakat. b. Gambaran Kepercayaan Masyarakat kepada Bidan Desa

Persepsi tentang kehamilan dan persalinan yang dimiliki oleh masyarakat sangat menentukan terhadap kehamilan persalinan tersebut. Persepsi ini terbentuk

berdasarkan kepercayaan-kepercayaan dan simbol-simbol yang dimiliki masyarakat. Proses kehamilan dan persalinan serta bagaimana pengelolaan kehamilan lebih ditentukan oleh kepercayaan-kepercayaan dari dalam (perlakuan terhadap adat) daripada lingkungan perawatan dari luar.

Dengan demikian segala sesuatu yang sampai saat ini masih diyakini dan dipercaya oleh ibu dan keluarga akan mempengaruhi persepsi terhadap bidan desa untuk diikutkan dalam proses persalinannya. Narasi berikut ini adalah keadaan yang menggambarkannya adalah :

“Buk N dekat rumah kami, selain melahirkan anakku, mertuapun berobat sama buk N karena sudah serasi. Kbpun buk N bisa. Karena kami sudah percaya jadi melahirkan ditolong buk N. KBpun buk N bisa”, kata I.

Hal yang tidak jauh berbeda terjadi pada keluarga Ma. Narasi yang menggambarkan keadaan ini adalah :

”Melahirkan dengan buk N enak, kakak saya juga sama buk Nu. Kami sudah percaya dengan buk Nu. Buk Nu bisa mengobati penyakit anak-anak dan semua umur, “kata Ma.

Sebagai makhluk sosial manusia manusia secara umum dan ibu serta keluarga khususnya akan menanggapi bidan desa dan memberi pandangan tentang bidan desa berdasarkan keyakinan yang dimiliki. Secara psikologis faktor keyakinan berperan besar dalam menentukan persepsi seseorang terhadap orang lain, demikian juga dengan ibu dan keluarga yang persalinannya ditolong oleh bidan desa diwilayah kerja Puskesmas Samudera sudah percaya dengan bidan desa untuk mengatasi masalah kesehatannya.

Menurut Fukuyama, 1995 bahwa Kepercayaan merupakan produk dari komunitas-komunitas yang telah ada sebelumnya yang memiliki norma-norma atau nilai-nilai moral bersama. Ada beberapa elemen-elemen utama yang terkait dengan isu Trust, yakni kebijakan sosial dan modal social. Sebagaimana dijelaskan Fukuyama, kepercayaan adalah harapan yang tumbuh didalam sebuah masyarakat yang ditunjukkan oleh adanya perilaku jujur, teratur, dan kerjasama berdasarkan norma-norma yang dianut bersama. Kepercayaan sosial merupakan penerapan terhadap pemahaman ini, bahwa dalam masyarakat yang memiliki tingkat kepercayaan tinggi, aturan-aturan sosial cenderung bersifat positif; hubungan- hubungan juga bersifat kerjasama.

Aspek kepercayaan tersebut merupakan acuan bagi seseorang untuk menentukan persepsi terhadap suatu obyek.

c. Norma

Norma yang berkembang dimasyarakat mempunyai beberapa hal yang terkait dengan kehamilan maupun dengan pemilihan tenaga persalinan Adanya aspek norma dengan tindakan dalam memilih petugas kesehatan sebagai penolong persalinan. Narasi yang dapat menggambarkan keadaan ini adalah:

“Buk N dekat rumah kami, selain melahirkan anakku, mertuapun berobat sama buk N karena sudah serasi. Kbpun buk N bisa. Melahirkan sama buk N memuaskan. Karena sudah percaya jadi melahirkan ditolong buk N. KBpun buk N bisa”, kata I.N.

Kondisi yang tidak jauh berbeda terjadi pada keluarga Ma Narasi yang menggambarkannya adalah :

“Melahirkan dengan buk Nu enak, kakak saya juga sama buk Nu. Kami sudah percaya dengan buk Nu. Buk Nu bisa mengobati penyakit anak-anak dan semua umur. Nyaman kita kalo melahirkan dengan buk Nu”, kata Ma. Hal yang hampir sama terjadi pada keluarga S. Hal ini tergambar pada narasi berikut ini :

“Buk A selalu sopan dan ramah sama kami. Banyak keluarga kami yang bersalin sama buk A. Kalo bersalin dengan buk A kita nyaman dan suka dikasih makanan. Mau melahirkan dengan buk A kalo ngak ada uang bisa utang dulu”, kata S.

Hal ini menunjukan bahwa masyarakat dibawah wilayah kerja Puskesmas Samudera sudah dapat menerima keberadaan bidan desa ditengah masyarakat sebagai penolong persalinan. Kondisi ini merupakan faktor yang cukup mendukung dalam meningkatkan persentase persalinan yang ditolong oleh bidan desa, kembali pada kesiapan dan kemampuan bidan dalam beradaptasi dengan norma maupun keadaan masyarakat.

Kondisi daerah sangat berpengaruh terhadap keteguhan untuk memelihara norma dan nilai, suatu daerah yang tidak banyak mendapat sentuhan pola hidup modern yang dapat merubah pola dan pandangan hidup masyarakat menyebabkan norma yang selama ini berkembang dimasyarakat senantiasa terpelihara dengan baik Sebaliknya daerah yang banyak menerima perubahan yang dibawa oleh pendatang dapat menyebabkan perubahan norma dalam masyarakat.

Perubahan pandangan tentang norma dapat mencakup berbagai aspek kehidupan, termasuk perubahan pandangan tentang tenaga penolong persalinan, yang selama ini ditolong oleh bidan swasta dan sebagian kecil oleh dukun kampung,

mengalami perubahan dengan ditempatkannya bidan desa sebagai tenaga kesehatan didaerah pedesaan.

Budaya erat hubungan dengan norma. Menurut kamus Bahasa Indonesia norma adalah: ukuran untuk menentukan sesuatu Menurut pendapat Yosefina, dkk (2003), norma yang mengacu pada kepercayaan simbolis penting untuk masyarakat terutama yang tinggal didaerah pedesaan atau daerah terpencil karena, (a) simbol dasar dari kehamilan bersumber dari adat dan norma asli, (b) konsep norma dan nilai mempengaruhi perlakuan, (c) masyarakat dapat mengetahui sistem kedokteran modern dalam konteks kepercayaan simbolis, (d) mungkin masyarakat tidak memakai sistem pengobatan modern karena tidak cocok dengan norma dalam masyarakat asli. d. Pengetahuan Keluarga

Pandangan terhadap aspek pengetahuan dalam pemilihan bidan desa sebagai penolong persalinan dapat dilihat dari tiga sisi, yaitu sisi ibu dan keluarga yang memilih bidan desa sebagai penolong persalian dan sisi bidan desa yang bagaimana harus melakukan pertolongan persalinan. Ibu dan keluarga mempunyai pengetahuan yang cukup tentang persalinan yang aman, dimana keluarga pasien ikut menentukan tempat persalinan, ikut menentukan tempat persalinan, ikut menentukan transportasi ketempat persalinan, ikut menentukan siapa pendamping ibu bersalin,keluarga ikut menentukan siapa yang menanggung biaya persalinan dan keluarga ikut menentukan siapa penjaga anak-anak. Kondisi ini dapat digambarkan dengan narasi sebagai berikut:

“Suami sudah meninggalkan saya sekitar 3 tahun ini. Sama mamak saya berunding untuk melahirkan sama buk A, karena bisa melahirkan dirumah. Jadi mamak sama kakak ngak payah ngurus anak-anak. Suami masih mau bayar biaya buk A,” ujar Rh.

Kondisi yang sama terjadi pada keluarga J. Hal ini dapat digambarkan pada narasi berikut ini:

“Kami mau sama buk Nu karena mau melahirkan dirumah, kalo sudah sakit suami tinggal panggil, jadi suami ngak payah lagi karena ngawani saya melahirkan dirumah. Anak-anak kurang bertingkah kalo lihat saya ada dirumah biarpun sakit, suami ngak capek kali jaga anak-anak. Biaya melahirkan sama buk Nu murah suamicukup uangnya untuk bayar”, kata J.

e. Pengetahuan Bidan Desa

Disisi lain adalah pengetahuan bidan desa itu sendiri dalam melakukan pertolongan persalinan. Apabila seorang tenaga penolong persalinan mempunyai pengetahuan yang baik tentang persalinan diharapkan mampu melakukan pertolongan persalinan dengan baik pula.

Hasil penelitian tentang pengetahuan, ibu dan keluarga mempunyai pengetahuan yang baik mengenai bidan desa, dapat dijelaskan bahwa dari pandangan ibu dan keluarga bahwa pengetahuan bidan desa dalam melakukan pertolongan persalinan serta dapat menangani pengobatan anak-anak. Keadaan ini digambarkan dengan narasi sebagai berikut :

“Buk N dekat rumah kami, selain melahirkan anakku, mertuapun berobat sama buk N karena sudah serasi. Kbpun buk N bisa. Karena sudah percaya jadi melahirkan ditolong buk N. KBpun buk N bisa”, kata I.N.

Keadaan yang hampir sama terjadi pada keluarga Ma. Hal ini dapat digambarkan dengan narasi sebagai berikut :

”Melahirkan dengan bu Nu enak, kakak saya juga sama buk Nu. Kami sudah percaya dengan buk Nu Buk Nu bisa mengobati penyakit anak-anak dan semua umur, “kata Ma.

Hal yang hampir sama terjadi pada keluarga J. Hal ini dapat digambarkan oleh narasi berikut ini:

”Melahirkan dengan buk Nu enak, kakak saya juga sama buk Nu. Kami sudah percaya dengan buk Nu. Buk Nu bisa mengobati semua penyakit, KB bisa juga sama buk Nu,“ kata J.

Hal yang hampir sama dijumpai pada keluarga R. Narasi yang menggambarkannya adalah:

“Saya lebih memilih bidan desa dalam melakukan persalinan. Selama ini saya melakukan pengecekan kehamilan kepada bidan desa. Menurut saya lebih mengetahui tentang kesehatan, kehamilan dan persalinan, lebih baik dari dukun kampung,” ujar R.

Hal yang tidak jauh berbeda terjadi pada keluarga Ra. Narasi yang dapat menggambarkannya adalah:

“Lebih baik bersalin pada bidan desa, orang gampong sini juga lebih sering berobat kebidan desa untuk periksa hamil dan melahirkan, lebih aman saja jika ditolong bidan desa. Mereka makan sekolahan jadi lebih tau tentang kesehatan. Kalo datang nolong melahirkan buk A bAwa tas yang isinya alat- alat utk melahirkan dan obat,” kata S.

Perilaku menurut kamus Bahasa Indonesia adalah tanggapan atau reaksi individu terhadap rangsangan atau lingkungan. Perilaku manusia erat hubungan dengan pengetahuan yang didapatnya.

f. Pendidikan Ibu

Hal ditemukan di Kecamatan Samudera, ibu yang memilih bidan desa sebagai penolong persalinan mereka memiliki tingkat pendidikan yang bervariasi. Objek

informan yang diambil berjumlah 8 ibu dan semuanya merupakan ibu yang telah memilih bidan desa sebagai penolong persalinan pada tahun 2008. Informan dalam penelitian ini adalah ibu rumah tangga yang berumur 27 tahun sampai 45 tahun, dengan tingkat pendidikan terendah SD yang tertinggi SLTA. Jumlah Ibu hamil yang tingkat pendidikan SLTA sederajat sebanyak 3 orang, jumlah ibu hamil yang tingkat pendidikannya SLTP sederajat sebanyak 3 orang dan jumlah Ibu hamil yang tingkat pendidikannya selesai Sekolah Dasar sebanyak 2 orang. Dengan cukup memadainya tingkat pendidikan ibu di Kecamatan Samudera berdampak kepada pemilihan bidan desa sebagai penolong persalinan, hal ini menunjukkan bahwa dengan tingkat pendidikan ibu yang menjadi obyek penelitian maka ibu akan lebih mudah menerima/memilih bidan desa sebagai penolong persalinan mereka, alasan yang diberikan objek informan cukup beragam ada yang mengatakan bidan desa bagus

Dokumen terkait