• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 4. HASIL PENELITIAN

5.3. Proses Pengambilan Keputusan Keluarga pada Ibu yang

Biasanya sudah sejak lama direncanakan bagaimana proses persalinan yang akan dijalankan oleh ibu tersebut. Proses yang dilakukan dimulai dari keinginan sendiri ibu tersebut menentukan ingin melakukan proses persalinan di bidan desa, lalu merundingkannya dengan suami atau orang tua. Setelah suami dan atau orang tua setuju biasanya proses persalinanpun dilakukan di bidan desa sesuai dengan keinginan ibu, dengan berbagai pertimbangan yang ada di dalam keluarga. Biasanya mengikuti saja keinginan ibu tersebut untuk melahirkan di bidan desa.

Keluarga yang mempunyai kedekatan yang tinggi dengan suaminya, maka sebelum memilih penolong persalinan merundingkannya terlebih dahulu dengan

suaminya. Sedangkan pada keluarga dengan hubungan sistem terlepas, sebelum memilih penolong persalinan merundingkan terlebih dahulu antara ibu dan orang tua.

Saran dari keluarga yang member pengaruh pada ibu menjadi pertimbangan oleh Ibu dan Suaminya atau oleh ibu dan orang tuanya.

Hal-hal yang menjadi bahan pertimbangan antara ibu dan suami atau ibu dan orang tua adalah :

1. Saran anggota keluarga yang memberi pengaruh pengambilan keputusan pada ibu yang memilih bidan desa.

Keadaan ini dapat dilihat dari narasi berikut ini:

”Buk N kan bidan desa kami, dia tinggal ditempat. Kalo aku bersalin sama buk Nur bisa dipanggil kerumah jadi keluargaku tidak berapa repot. Kalo melahirkan dirumah sakit jadi jauh dari rumah kasian mertuaku. Mertua menyuruh melahirkan sama buk Nur karena dekat rumah. Aku bilang sama suamiku, dia setuju aku melahirkan sama buk Nur. Aku, suami dan mertua sepakat melahirkan sama buk Nur ”, tutur Iriati.

“Suami sudah meninggalkan saya sekitar 3 tahun ini, hampir tidak pernah pulang kadang-kadang dia pulang juga untuk ganti baju. Sama mamak saja saya berunding untuk melahirkan sama buk A, karena bisa melahirkan dirumah. Jadi mamak sama kakak ngak payah ngurus anak-anak. Suami masih mau bayar biaya buk A. Saya sama mamak sepakat melahirkan sama buk A saja” ujar Ra.

“Kami mau sama buk Nur karena mau melahirkan dirumah, kalo sudah sakit suami tinggal panggil, jadi suami ngak payah lagi karena ngawani saya melahirkan dirumah. Anak-anak kurang bertingkah kalo lihat saya ada dirumah biarpun sakit, suami ngak capek kali jaga anak-anak. Biaya melahirkan sama buk N murah suamicukup uangnya untuk bayar. Saya dan suami sepakat melahirkan di buk Nur”, kata J

2. Akses pelayanan bidan desa yaitu: a. Jarak

Jarak rumah bidan desa dari tempat tinggal ibu yang dekat. Keadaan ini dapat dilihat dari narasi berikut ini:

”Buk N kan bidan desa kami, dia tinggal ditempat. Kalo aku bersalin sama buk N bisa dipanggil kerumah jadi keluargaku tidak berapa repot. Kalo melahirkan dirumah sakit jadi jauh dari rumah kasian mertuaku, tambah repot menjaga anak-anak karena anak-anak ngak nampak aku” tutur I.N.

Kondisi yang sama juga terjadi keluarga S.M., keluarganya dengan mudah mengakses pelayanan bidan N. Hal ini dapat digambarkan dengan narasi berikut ini:

”Buk N bidan desa saya, dia tinggal didesa. Enak melahirkan dengan buk N. Kalo melahirkan di rumoh sakit, sayang mamak saya jadi payah ngurus anak- anak. Dengan buk N melahirkan bisa dirumah” tutur S.M.

Hal yang sama juga terjadi pada keluarga M, akses geografis yang terjangkau jadi bahan pertimbangan dalam memiilih bidan desa. Narasi ini dapat menggambarkannya:

”Buk A dekat rumah, enak melahirkan dirumah ngak payah kalo sakit tinggal panggil buk A. Kalo melahirkan dirumoh sakit payah naek motor lagi” tutur M .

b. Biaya persalinan murah

Keadaan ini dapat dilihat dari narasi berikut ini:

”Penghasilan suami saya cuma tigaratus ribu, untuk biaya persalinan tidak cukup kalo menharap suami saja. Orang tua saya ikut membantu biayanya. Kalo ditempat buk A bisa murah uang kami cukup. Jadi saya bersalin ditempat buk A aja, ngak seperti anak saya yang kesatu sampe tiga sama dukun”, kata S.

Demikian juga yang tergambarkan pada narasi berikut ini yang terjadi pada keluarga I.N. adalah:

“Uang bulananku cuma lima ratus ribu. Kami hidup pas-pasan. Buk N lebih murah uang kami cukup. Jadi aku bersaliken ditempat buk aja, sejak pindah dari Medan kedua anakku yang lahir di Aceh sama buk N semua”, kata I.N. Dari hasil penelitian didapati bahwa biaya persalinan murah apabila menggunakan jasa bidan desa sebagai penolong persalinan. Narasi dibawah ini adalah pengungkapan oleh ibu-ibu yang menganggap bersalin dengan bidan desa dengan biaya murah :

”Saya dan keluarga memilih bersalin dengan buk Nu karena lebih murah, kalo yang laen mahal. Bersalin dengan buk Nu cuma Rp 300.000, jadi untuk biaya melahirkan dibantu orang tua. Kalo melahirkan sama yang lain paling sikit Rp 500.000 suami ngak mampu, orangtuapun ngak sanggup,” kata S.M. Hal hampir sama terjadi pada keluarga M. Hal ini tergambar dari narasi sebagai berikut:

”Saya dan ibu memilih buk A untuk melahirkan karena biaya persalinan tidak tinggi. Sekarang suami tinggal dirumah mertua. Uang untuk keluarga dan anak tidak dikirim. Karena ongkos melahirkan Rp 300.000 mamak masih sanggup”, kata M.

Kondisi yang tidak jauh berbeda terjadi pada keluarga S.M. Hal ini dapat digambarkan dengan narasi sebagai berikut:

”Kalau berobat dengan buk Nu tidak ada uang juga mau diobati. Kalo bersalin dengan buk Nu ngutang dulu juga bisa dan lebih murah. Biaya melahirkan sama buk Nu Rp 300.000”, kata Ma. Saya melahirkan anak yang ke tujuh pada tanggal 22 desember 2008. Pendapatan keluarganya Rp 500.000 sehingga biaya persalinan ditanggung suami bersama orang tuanya. Biaya melahirkan sama buk Nu Rp 300.000. Jadi waktu melahirkan mamak bayar seratus ribu sisanya ngutang dulu, tunggu ada uang baru suami bayar sisanya.” Kata S.M.

c. Budaya

Bidan desa sudah mengikuti budaya keluarga.

Keadaan ini dapat digambarkan dengan narasi sebagai berikut:

”Buk Nu orangnya baik dan ramah. Buk Nu sering ikut pengajian di Meunasah. Sebelum ditolong sama buk Nu keluarga kami sudah kenal duluan, kakak saya juga melahirkan dengan buk Nur. Enak kalo melahirkan dengan buk Nu. Kalo saya mau melahirkan mamak selalu kasih air rumput Patimah punya nenek dulu. Buk N juga punya, waktu sakit melahirkan buk N juga kasi saya air rumput Patimah ”, ujar S M.

Hal yang hampir sama terjadi pada keluarga S. Hal ini dapat digambarkan pada narasi berikut ini:

“Buk A selalu sopan dan ramah sama kami. Banyak keluarga kami yang bersalin sama buk A. Kalo bersalin dengan buk A kita nyaman dan suka dikasih makanan waktu melahirkan sama buk A. Waktu periksa hamil buk A suruh saya minum minyak makan 1 sendok tiap hari. Biar gampang lahir bayinya katanya. Jadi mama buat minyak kelapa untuk saya,” kata S.

d. Kepercayaan

Bidan desa sudah dipercaya keluarga.

Narasi berikut ini adalah keadaan yang menggambarkannya adalah :

“Buk N dekat rumah kami, selain melahirkan anakku, mertuapun berobat sama buk N karena sudah serasi. Kbpun buk N bisa. Karena kami sudah percaya jadi melahirkan ditolong buk N. KBpun buk N bisa”, kata I.

Hal yang tidak jauh berbeda terjadi pada keluarga Ma. Narasi yang menggambarkan keadaan ini adalah:

”Melahirkan dengan buk N enak, kakak saya juga sama buk Nu. Kami sudah percaya dengan buk Nu. Buk Nu bisa mengobati penyakit anak-anak dan semua umur, “kata Ma.

e. Norma

Bidan desa sudah sesuai norma yang berlaku dimasyarakat dalam melakukan persalinan.

Narasi yang dapat menggambarkan keadaan ini adalah:

“Buk N dekat rumah kami, selain melahirkan anakku, mertuapun berobat sama buk N karena sudah serasi. Kbpun buk N bisa. Melahirkan sama buk N memuaskan. Karena sudah percaya jadi melahirkan ditolong buk N. KBpun buk N bisa”, kata I.N.

Kondisi yang tidak jauh berbeda terjadi pada keluarga Ma Narasi yang menggambarkannya adalah:

“Melahirkan dengan buk Nu enak, kakak saya juga sama buk Nu. Kami sudah percaya dengan buk Nu. Buk Nu bisa mengobati penyakit anak-anak dan semua umur. Nyaman kita kalo melahirkan dengan buk Nu”, kata Ma. Hal yang hampir sama terjadi pada keluarga S. Hal ini tergambar pada narasi berikut ini:

“Buk A selalu sopan dan ramah sama kami. Banyak keluarga kami yang bersalin sama buk A. Kalo bersalin dengan buk A kita nyaman dan suka dikasih makanan. Mau melahirkan dengan buk A kalo ngak ada uang bisa utang dulu”, kata S.

f. Pengetahuan Bidan Desa

Pengetahuan bidan yang cukup baik dan pelayanan kesehatan yang diberikan penolong sudah sesuai dengan harapan ibu dan keluarga.

Keadaan ini digambarkan dengan narasi sebagai berikut :

“Buk N dekat rumah kami, selain melahirkan anakku, mertuapun berobat sama buk N karena sudah serasi. Kbpun buk N bisa. Karena sudah percaya jadi melahirkan ditolong buk N. KBpun buk N bisa”, kata I.N.

Keadaan yang hampir sama terjadi pada keluarga Ma. Hal ini dapat digambarkan dengan narasi sebagai berikut :

”Melahirkan dengan bu Nu enak, kakak saya juga sama buk Nu. Kami sudah percaya dengan buk Nu Buk Nu bisa mengobati penyakit anak-anak dan semua umur, “kata Ma.

Hal yang hampir sama terjadi pada keluarga J. Hal ini dapat digambarkan oleh narasi berikut ini:

”Melahirkan dengan buk Nu enak, kakak saya juga sama buk Nu. Kami sudah percaya dengan buk Nu. Buk Nu bisa mengobati semua penyakit, KB bisa juga sama buk Nu,“ kata J.

Hal yang hampir sama dijumpai pada keluarga R. Narasi yang menggambarkannya adalah:

“Saya lebih memilih bidan desa dalam melakukan persalinan. Selama ini saya melakukan pengecekan kehamilan kepada bidan desa. Menurut saya lebih mengetahui tentang kesehatan, kehamilan dan persalinan, lebih baik dari dukun kampung,” ujar R.

Hal yang tidak jauh berbeda terjadi pada keluarga Ra. Narasi yang dapat menggambarkannya adalah:

“Lebih baik bersalin pada bidan desa, orang gampong sini juga lebih sering berobat kebidan desa untuk periksa hamil dan melahirkan, lebih aman saja jika ditolong bidan desa. Mereka makan sekolahan jadi lebih tau tentang kesehatan. Kalo datang nolong melahirkan buk A bAwa tas yang isinya alat- alat utk melahirkan dan obat,” kata S.

Atas dasar pertimbangan-pertimbangan tersebut ibu dan suami atau ibu dan orang tua berunding untuk memutuskan melahirkan dengan pertolongan bidan desa.

Salusu, J. (1996) mendefenisikan keputusan sebagai sebuah kesimpulan yang dicapai sesudah dilakukan pertimbangan, yang terjadi setelah satu kemungkinan dipilih, sementara yang lain dikesampingkan.

Pengambilan keputusan adalah proses memilih suatu alternatif cara bertindak dengan metode yang efisien sesuai dengan situasi (Salusu, J., 1996).

Parson mengatakan bahwa manusia adalah mahluk yang kreatif, aktif dan evaluatif, dalam memilih alternatif tindakan dalam mencapai tujuan (Ritzer, 2004:71). Begitu juga dalam menentukan tempat persalianan antara tenaga medis atau dukun beranak yang ada didaerah mereka masing-masing dalam kondisi terdesak atau gawat dengan pengambilan keputusan secara rasional melalui pertimbangan- pertimbangan. Karena mereka juga mempertimbangkan jarak tempuhnya, biayanya, kenyamanannya, serta obatnya.

Begitu juga dalam teori aksi yang dikenal sebagai teori bertindak pada mulanya dikembangkan oleh Max Weber berpendapat bahwa tindakan didasarkan atas pengalaman, persepsi, pemahaman dan penafsirannya, atas suatu objek stimulus atau situasi tertentu. Tindakan individu ini merupakan tindakan sosial yang rasional, yaitu mencapai tujuan atau sasaran dengan sarana-sarana yang paling tepat (Sarwono, 1997:30). Begitu juga dengan pemilihan tempat untuk bersalin, para pasien bebas untuk menentukannya dengan pertimbangan yang rasional.

Weber mengatakan bahwa tindakan sosial berkaitan dengan interaksi sosial, sesuatu tidak akan dikatakan tindakan sosial jika individu tersebut tidak mempunyai tujuan dalam melakukan tindakan tersebut. Weber menggunakan konsep rasionalitas

dalam klasifikasinya mengenai tipe-tipe tindakan sosial. Tindakan rasional menurut Weber pertimbangan sadar dan pilihan bahwa tindakan itu dinyatakan. Weber membagi rasionalitas tindakan kedalam empat macam, yaitu rasionalitas instrumental, rasionalitas yang berorientasi nilai, tindakan rasional, dan tindakan afektif. Rasionalitas intrumental sangat menekankan tujuan tindakan dan alat yang dipergunakan dengan adanya pertimbangan dan pilihan yang sadar dalam melakukan tindakan sosial. Dibandingkan dengan rasionalitas instrumental, sifat rasionalitas yang berorientasi nilai yang penting adalah bahwa alat-alat hanya merupakan pertimbangan dan perhitungan yang sadar, tujuan-tujuannya sudah ada dalam hubungannya dengan nilai-nilai individu yang bersifat absolut atau nilai akhir baginya (www.geocities.com/jurnalindonesia/sosiologi-profeyik.htl

Dokumen terkait