• Tidak ada hasil yang ditemukan

KETERLIBATAN PEMANGKU KEPENTINGAN DALAM KEGIATAN PENYELAMATAN HULU DAERAH ALIRAN SUNGAI CITARUM

5.1 Upaya Penyelamatan Sub Daerah Aliran Sungai Cikapundung 1 Aktifitas Kelembagaan Partisipatoris

5.1.2 Aktivitas Pemerintah

Pemerintah memiliki peran yang sangat penting dalam menyelamatkan Sungai Cikapundung dari kerusakan. Sebelumnya sejak tahun 2004 dimana belum terbentuk komunitas CRP dan 42 komunitas pegiat Sungai Cikapundung lainnya, Pemerintah Kota Bandung khususnya telah memiliki program untuk merehabilitasi dan mencegah Sungai Cikapundung dari kerusakan, yaitu melalui

program “Cikapundung Bersih”. Dalam program tersebut pemerintah melibatkan

lima kelurahan di tiga kecamatan, yaitu Kelurahan Lebak Siliwangi, Kelurahan Cipaganti, (Kecamatan Coblong), Kelurahan Tamansari, (Kecamatan Bandung Wetan), serta Kelurahan Babakan Ciamis dan Kelurahan Braga, (Kecamatan Sumur Bandung). Bentuk operasionalisasi gerakan Cikapundung Bersih ini terdiri

dari tujuh tahapan yaitu, (1) bakti sosial; (2) pengerukan sedimen; (3) normalisasi sungai; (4) inventarisasi bangunan di bantaran sungai serta perubahan tata letak bangunan yang semula membelakangi menjadi menghadap sungai; (5) penataan sempadan sungai; (6) pembangunan bangunan air; dan (7) penghijauan. Namun hingga tahun 2009 program Cikapundung Bersih tersebut belum dapat memenuhi targetnya, dimana warga di hulu, tengah dan hilir Sungai Cikapundung masih melakukan pencemaran sungai berupa membuang limbah domestik ke sungai. Hal tersebut dikarenakan kurangnya sosialisasi program dan dukungan warga di bantaran Sungai Cikapundung, serta keterbatasan pemerintah dalam bidang sumberdaya manusia, dana dan kendala teknis lainnya.

Program Cikapundung Bersih kembali terdengar di awal tahun 2010 setelah terbentuknya komunitas CRP dan komunitas pegiat Sungai Cikapundung lainnya. Kesamaan visi untuk mengembalikan Sungai Cikapundung ke kondisi seperti dahulu kala menjadikan komunitas CRP dan aparat pemerintah saling bekerjasama dan mendukung satu sama lainnya. Di satu sisi, untuk mensukseskan program Cikapundung Bersih, pemerintah memerlukan bantuan kelembagaan partisipatoris untuk dapat mensosialisasikan program Cikapundung Bersih sehingga program tersebut mendapat dukungan dari warga khususnya warga di bantaran Sungai Cikapundung. Di sisi lain, kelembagaan partisipatoris pun sama halnya dengan pemerintah, dimana kelembagaan partisipatoris Sungai Cikapundung membutuhkan dukungan dari pemerintah untuk mendapat otoritas dan legalitas menjalankan kegiatan yang berhubungan dengan kelestarian Sungai Cikapundung, serta agar kegiatan-kegiatan kelembagaan partisipatoris lebih dikenal oleh warga di bantaran sungai. Hingga pada akhirnya kerjasama antara pemerintah dan warga mulai terjalin dan dibangun kembali, dimana warga bantaran Sungai Cikapundung direpresentasikan oleh komunitas-komunitas pegiat Sungai Cikapundung. Disinilah awal mula terbentuknya kelembagaan partisipatoris di hulu DAS Citarum (Sub DAS Cikapundung) yaitu terbentuknya partisipasi dari masyarakat khususnya masyarakat di bantaran Sungai Cikapundung untuk satu tujuan yaitu mengembalikan kelestarian Sungai Cikapundung seperti dahulu kala. Dari ketujuh gerakan Cikapundung Bersih

kurang lebih sudah empat yang terealisasi antara lain kegiatan bakti sosial, pengerukan sedimen, normalisasi sungai dan penghijauan.

Pemerintah Kota Bandung saat ini fokus untuk membersihkan Sungai Cikapundung dan berupaya untuk mengubah pola perilaku masyarakat yang tinggal di bantaran sungai untuk tidak membuang sampah lagi ke sungai dengan memasukkan Sungai Cikapundung dalam prioritas program kegiatan dalam rencana pembangunan, baik jangka menengah (2009-2013) dan jangka panjang (2005-2025). Hingga kini program Cikapundung Bersih telah dijadikan proyek percontohan oleh peneliti dari berbagai kota dan negara karena program Cikapundung Bersih ini lebih banyak dilakukan oleh masyarakat daripada dana APBD Kota Bandung. Dalam upaya merealisasikan dan mensosialisasikan Cikapundung Bersih maka pada tahun 2010 komunitas- komunitas pegiat sungai, Walikota bersama Bupati Bandung telah melakukan upaya-upaya penyelamatan Sungai Cikapundung dengan menanam lebih dari 2400 batang pohon yang terdiri dari berbagai jenis pohon seperti di daerah Curug Dago Bandung. Sementara itu, untuk kegiatan penghijauan pemerintah mengeluarkan dana khusus dimana sekitar Rp 3,5 miliar sampai dengan 4 miliar dana APBD dialokasikan oleh pemerintah Kabupaten Bandung untuk penghijauan dan rehabilitasi lahan kritis. Walikota Bandung pun sering mengadakan studi banding terkait persoalan PKL, penyelenggaraan ketertiban, kebersihan dan keindahan (K3), revitalisasi sungai, penanganan sampah, pasar tradisional, penataan taman kota dan reklame, dan perijinan serta transportasi salah satunya dengan melakukan studi banding ke Solo yang telah berhasil merevitalisasi empat sungai salah satu diantaranya Sungai Bengawan Solo.

Salah satu kunci kesuksesan dan keberhasilan program Cikapundung Bersih adalah dengan adanya komunitas-komunitas pegiat sungai yang merupakan masyarakat asli Cikapundung, dimana komunitas-komunitas ini menjadi perpanjangan tangan dari pemerintah yang dapat menembus dinding yang selama ini membatasi antara pemerintah dengan masyarakat setempat. Bersama-sama dengan komunitas pegiat Sungai Cikapundung lainnya, pemerintah merencanakan untuk merevitalisasi sepadan sungai minimal sepuluh meter bebas dari bangunan dan kios Pedagang Kaki Lima (PKL), pembuatan jalan inspeksi, kirmir, dan septic

tank komunal untuk mengurangi pembuatan limbah rumah tangga ke sungai. Pemerintah kota juga merencanakan untuk mengadakan jalan pantau, juga sering melakukan kegiatan penghijauan sebagai pelindung atau taman kota. Namun tidak semua rencana tersebut dapat terealisasikan, karena terbatasnya kemampuan, sarana dan prasarana yang dimiliki pemerintah saat ini.

Salah satu anggota komunitas CRP menuturkan sampai dengan tahun ini Pemerintah Kota (Pemkot) masih belum memberikan pendanaan kepada masyarakat yang membersihkan Sungai Cikapundung sebagai imbalan, namun hanya sebatas menyiapkan peralatan seperti untuk pengerukan yang disimpan di dinas-dinas terkait. Walaupun begitu, karena adanya dukungan dari berbagai pihak terutama kalangan elit politik pemerintah (Walikota Bandung, Wakil Walikota Bandung, camat,lurah, RW dan RT) maka semangat untuk terus bekerja dan berkarya semakin tinggi dirasakan oleh anggota komunitas CRP dan komunitas pegiat Sungai Cikapundung lainnya.

“Walaupun pemerintah tidak banyak memberikan bantuan dana, tetapi perhatian dan motivasi mereka menjadi suatu kekuatan dan semangat baru bagi kami komunitas CRP dan komunitas-komunitas pegiat sungai Cikapundung lainnya, serta khususnya bagi masyarakat Cikapundung untuk terus bersama-sama melakukan upaya penyelamatkan dan rehabilitasi terhadap Sungai Cikapundung. Biasanya lurah, camat atau walikota datang berkunjung ke acara-acara kami dengan menggunakan kaos oblong hanya untuk melihat keadaan sungai atau sekedar ikut berkumpul bersama warga di sekret. Setiap bulannya Kami juga menerima beras dari kelurahan di sini. Bentuk perhatian yang seperti itulah yang lebih kami hargai dibandingkan hanya sekedar memberi uang semata” (Anw, 37 tahun).

Dengan terlaksananya Cikapundung Bersih maka pemerintah berharap adanya perubahan perilaku warga dalam memanfaatkan sungai sehingga sungai dapat membawa manfaat dimana Sungai Cikapundung dapat dijadikan objek wisata yang dapat memberikan keuntungan bagi masyarakat setempat. Walaupun hingga saat ini kondisi sungai maupun perilaku masyarakat masih sangat mengkhawatirkan namun secara keseluruhan dan perlahan tetapi pasti Pemerintah Kota Bandung menilai sudah banyak perubahan yang berarti dimana warga sudah mau kerja bakti sendiri dan mau menjadikan sungai sebagai ruang publik. Pemerintah berharap perilaku tersebut menjadi sebuah kesadaran dan menjadi sebuah kebiasaan. Hingga saat ini program Cikapundung Bersih menjadi salah

satu program yang sedang disosialisasikan secara gencar oleh komunitas CRP dan Zero serta oleh komunitas-komunitas pegiat lingkungan lainnya dimana program tersebut sudah mulai mendapatkan sambutan dan respon yang baik dari masyarakat bantaran Sungai Cikapundung khususnya.

Bentuk keseriusan lain dari pemerintah untuk merivitalisasi Sungai Cikapundung adalah dengan pembacaan Dekalarasi Gerakan Cikapundung Bersih di gedung Sabuga Bandung yang dihadiri oleh berbagai pemangku kepentingan terkait diantaranya; Wakil Walikota Bandung, anggota DPR RI, unsur forum komunikasi pimpinan daerah, Kepala Balai Pengelolaan Sumber Daya Alam (PSDA) Provinsi Jawa Barat wilayah Sungai Citarum, unsur masyarakat, unsur perguruan tingi, seniman, budayawan, tokoh agama dan unsur masyarakat. Deklarasi tersebut merupakan salah satu bentuk kerjasama dan kolaborasi dari berbagai pemangku kepentingan untuk bersama-sama mengatasi permasalahan di Sungai Cikapundung. Deklarasi tersebut tertuang dalam puisi wasiat Cikapundung yang juga ditandatangani berbagai pemangku kepentingan mulai dari LSM, masyarakat Cikapundung, pemerintah, dan juga akademisi. Deklarasi tersebut bertujuan membuat program bersama guna menghindari terjadinya tumpang tindih kegiatan dalam penanganan Sungai Cikapundung serta untuk lebih memotivasi semua unsur masyarakat di sekitar Sungai Cikapundung untuk bersama-sama melakukan gerakan Cikapundung Bersih secara berkelanjutan. Wasiat Cikapundung tersebut berbunyi:

Hayu babarengan ngawujudkeun: Walungan herang caina Leuweung hejo tangkalna

Seuweu siwi ulun kumaula geusan miarana. yang artinya:

Mari bersama-sama mewujudkan: Air sungai yang jernih airnya Hutan yang hijau tangkainya Keindahannya harus kita pelihara bersama.

Tidak hanya kepada masyarakat di sekitar bantaran Sungai Cikapundung yang turut mensukseskan program Cikapundung Bersih, Menjelang Rekor Muri pemerintah gencar mengajak mahasiswa untuk turut peduli terhadap kondisi

Sungai Cikapundung dengan mengadakan lomba karya tulis dan pembuatan poster lingkungan hidup bertemakan sungai bagi mahasiswa di Indonesia. Bersamaan dengan pecahnya Rekor Muri, Pemerintah Kota Bandung mulai mengaktifkan Peraturan Daerah (PERDA) Kota Bandung Nomor 11 Tahun 2004 tentang Ketertiban, Kemanan, dan Kebersihan (K3) dimana jika ada warga yang masih membuang sampah ke Sungai Cikapundung maka akan dikenai denda hingga Rp lima juta dan untuk perusahaan akan didenda Rp 50 juta atau kurungan tiga bulan penjara.

PERDA Kota Bandung Nomor 11 Tahun 2004 tersebut bukanlah gertakan sambal semata dimana pemerintah telah membentuk satuan tugas yang terdiri dari warga dan Satuan Polisi Pamong Praja (SATPOL PP) yang bertugas untuk terus memantau Sungai Cikapundung. Namun hingga saat ini, SATPOL PP belum dapat menemukan warga yang membuang sampah langsung ke Sungai Cikapundung, hal ini disebabkan industri atau warga yang membuang sampah ke sungai sering tidak ketahuan dengan melakukannya secara sembunyi-sembunyi pada malam hari atau dengan menggunakan kendaraan pribadi seperti motor dan mobil. Menurut aparat setempat, PERDA Nomor 11 tahun 2004 tentang K3 belum sepenuhnya dapat diterapkan di kota Bandung sementara kesadaran warga masih kurang dimana denda uang belum bisa diterapkan baik kepada warga maupun industri-industri terkait.

Pemerintah Kota Bandung sedikit demi sedikit sudah berhasil mengubah perilaku warga di bantaran Sungai Cikapundung untuk tidak membuang limbah dan sampah ke sungai, namun tidak begitu dengan perilaku masyarakat dan industri di hulu Sungai Cikapundung yang sudah memasuki daerah Kabupaten Bandung. Kesadaran untuk merevitalisasi Sungai Cikapundung hanya dilakukan oleh Pemerintah Kota Bandung semata. PERDA Nomor 11 tahun 2004 tentang K3 serta penurunan SATPOL PP pun tidak dapat diterapkan di wilayah Kabupaten Bandung. Berbedanya wilayah dan kebijakan di Kota dan Kabupaten Bandung akan tidak menyelesaikan permasalahan di hulu Sungai Cikapundung dimana hampir 50 persen warga Kabupaten Bandung Barat khususnya, hidup dari beternak sapi. Bersama-sama kelembagaan partisipatoris Sungai Cikapundung maka masyarakat sekaligus Walikota Bandung terus mewujudkan Sungai

Cikapundung bersih sebagai ruang publik yang menyatu dengan fungsi lingkungan fisik, seni budaya, sosial dan ekonomi bagi warga Kota Bandung, serta membangun kesadaran dan partisipasi pemangku kepentingan untuk tidak membuang sampah dan limbah ke sungai.

5.1.3 Aktivitas Swasta

Banyaknya pihak swasta di Kota Bandung tidak selamanya membawa dampak buruk bagi Sungai Cikapundung, hal ini terlihat dari banyaknya pihak swasta yang seringkali melakukan Corporate Social Responsibilities (CSR) dengan melakukan penghijauan serta memberikan berbagai jenis bantuan terkait kelestarian lingkungan khususnya Sungai Cikapundung. Salah satu pihak swasta yang telah bekerjasama dengan komunitas CRP dan komunitas pegiat Sungai Cikapundung lainnya adalah dari Greeneration Indonesia yang telah mengajak Bank Ekonomi, presidir beserta jajarannya untuk melaksanakan kegiatan penghijauan bersama masyarakat di Kelurahan Dago dengan melibatkan RW, RT hingga karang taruna untuk bersama-sama menanam pohon di daerah lahan kritis di Curug Dago. Dalam acara tersebut pihak swasta menyumbang 100 bibit pohon serta menyumbang 20 buah bak sampah (yang tepat guna) serta satu mesin pencacah organik yang selanjutnya oleh komunitas CRP diberikan ke warga RW 02 Kelurahan Dago, kegiatan penghijauan ini pun bahkan dihadiri oleh salah satu anggota DPR Fraksi-D (perizinan). Adapun, PT Bio Farma yang telah menyumbangkan 1000 bibit pohon Ki Hujan (Terembesi) untuk ditanami di kawasan KBU, serta menyumbangkan pos pengendali sampah bagi warga sekitar yang dapat dimanfaatkan sebagai tempat untuk melakukan pengawasan dan pemantau bagi warga yang akan membuang sampah ke Sungai Cikapundung8.

Beberapa pihak swasta yang turut terlibat dan mendukung 42 komunitas pegiat Sungai Cikapundung dalam penyelenggaraan Rekor Muri pada tahun 2011 antara lain; Pikiran Rakyat, Bank Sinar Mas, Bank Jabar, dan Bank BNPN. Dalam Rekor Muri tersebut pihak swasta menyumbangkan perahu karet, bak sampah, tanaman keras-produktif serta benih ikan seribu pohon itu diperoleh dari bantuan Yapalhi bekerjasama dengan GPPB, PT Perkebunan Nusantara VIII, Serikat

8

Pekerja Perkebunan (SP, Bun) Cabang PTPN VIII dan Persatuan Karyawan Perkebunan Perkebunan (P3R) Cabang PTP VIII9.