• Tidak ada hasil yang ditemukan

EFEKTIVITAS KELEMBAGAAN PARTISIPATORIS DALAM PENYELAMATAN HULU DAERAH ALIRAN SUNGAI CITARUM

6.2 Tingkat Keterlibatan Warga dalam Membuang dan Mengelola Sampah/Limbah Rumah Tangga

Kesadaran warga untuk mengelola sampah rumah tangganya menjadi hal yang sangat berpengaruh terhadap kelestarian Sungai Cikapundung. Berikut perilaku warga dalam membuang limbah rumah tangganya sebelum adanya kelembagaan partisipatoris Sungai Cikapundung. Sebagaimana yang dinyatakan oleh salah satu warga RT 02/RW 01Kelurahan Dago, Kecamatan Coblong (Cep, 57 thn) yang menyatakan bahwa dahulu warga memang tidak peduli dengan keberadaan Sungai Cikapundung, serta tak jarang warga setempat menjadikannya tempat pembuangan sampah rumah tangga.

“Dahulu sama seperti warga lainnya, saya dan istri saya juga biasa membuang sampah ke sungai belakang rumah” (Cep, 57 thn).

Sama halnya dengan warga di Kelurahan Lebak Siliwangi yang menjadikan sungai sebagai tempat pembuangan limbah rumah tangga mereka. Menurut (Ibu Rcr, 45 tahun) kegiatan membuang sampah rumah tangga di Sungai Cikapundung sudah lama dilakukan warga RT 03/ RW 08.

“Sebelum sekitar akhir tahun 2010, masih sedikit warga yang menggunakan jasa pengangkut sampah, hampir 90 persen warga yang berada di bantaran sungai membuang sampah langsung ke Sungai Cikapundung” (Rcr, 45 thn).

Sebagaimana yang terlihat pada Gambar 6.11 dimana sebelum adanya kegiatan-kegiatan kelembagaan partisipatoris masih banyak warga di dua lokasi penelitian yang tidak menggunakan jasa pengangkut sampah. Berikut tempat pembuangan sampah yang digunakan oleh warga di dua lokasi penelitian sebelum

dan setelah adanya kelembagaan partisipatoris, sebagaimana pada Gambar 6.8 di bawah ini.

Gambar 6.8 Tempat Membuang Sampah/Limbah Sebelum dan Setelah Adanya Kelembagaan Partisipatoris, Sub DAS Cikapundung, Bandung, Jawa Barat, 2011

Pada Gambar 6.8 rata-rata responden Kelurahan Dago yang membuang sampah/limbah rumah tangga sebelum adanya kegiatan kelembagaan partisipatoris dengan cara dibakar yaitu sebesar 53,33 persen, dibuang ke sungai sebesar 23,33 persen, kemudian yang menggunakan Tempat Pembuangan Sampah (TPS) sebesar 16,67 persen dan sisanya dikubur sebesar 6,67 persen. Berbeda dengan Kelurahan Dago yang tidak semua warganya membuang sampah ke sungai, di Kelurahan Lebak Siliwangi rata-rata responden yang membuang sampah ke sungai sebesar 60 persen, sebesar 33 persen lainnya responden Kelurahan Lebak Siliwangi telah lebih dahulu menggunakan jasa TPS atau pengangkut sampah, selanjutnya sebesar 6,67 persen warga Lebak Siliwangi mengelola sampahnya dengan cara dibakar. Setelah adanya kelembagaan partisipatoris di Sungai Cikapundung dengan kegiatan aksi bersih kalinya, terdapat perubahan yang signifikan pada perilaku warga di dua lokasi penelitian,

0.00% 10.00% 20.00% 30.00% 40.00% 50.00% 60.00% 70.00% 80.00% 90.00% 100.00% Dibuang ke Sungai Dibakar Dikubur TPS TPS Sebelum Adanya Kelembagaan Partisipatoris Setelah

Adanya Kelembagaan Partisipatoris 23.33% 53.33% 6.67% 16.67% 100% 60% 6.67% 0% 33.33% 100%

dimana sebesar 100 persen responden di dua kelurahan kini telah menggunakan jasa TPS atau pengangkut sampah dan sudah tidak ada lagi warga yang membuang sampahnya ke Sungai Cikapundung. Efektivitas kelembagaan partisipatoris terlihat dari pernyataan warga Kelurahan Dago yang pada umumnya kini sudah menggunakan jasa pengangkut sampah.

“Sekitar tiga tahun yang lalu warga yang menggunakan jasa TPS masih sangat sedikit, kebanyakan warga membakar sampahnya atau membuangnya langsung ke sungai, namun setelah adanya komunitas CRP, satu persatu warga kini menggunakan jasa pengangkut sampah, karena sudah mulai adanya larangan membuang sampah ke sungai baik oleh komunitas maupun aparat pemerintah” (Dew, 47 thn)

Menurut warga RT 02/RW 01 Kelurahan Dago, komunitas CRP telah berhasil mengubah perilaku warga untuk tidak membuang sampah ke Sungai Cikapundung lagi, walaupun terkadang memang masih ada masyarakat yang diam-diam membuang sampah ke Sungai Cikapundung.

“Setelah adanya komunitas CRP di sini, setiap sisi sungai dipagari dan dipasang papan larangan untuk tidak membuang sampah ke sungai,namun walau sudah menggunakan pagar dan papan larangan masih saja ada sampah-sampah yang berserakan yang dibuang warga ke sungai”(Bhr, 56 thn)

Sama halnya dengan warga di RT 03/RW 08 Kelurahan Lebak Siliwangi yang kini warganya sudah tidak lagi membuang sampah rumah tangga ke Sungai Cikapundung.

“Saya menjamin sebesar 95 persen warga saya sudah tidak membuang sampah lagi ke Sungai Cikapundung, saya tidak berani mengatakan 100 persen karena lima persennya itu pasti masih ada saja yang diam-diam suka membuang sampah ke sungai tanpa ketahuan. Ibarat kita setiap hari makan menggunakan tangan kanan, bila tiba-tiba diperintahkan makan dengan menggunakan tangan kiri pasti akan kaget yang intinya kebiasaan itu tidak dapat dirubah secara cepat dan langsung tetapi harus bertahap dan perlahan”(Hrd, 35 thn, Ketua RT 03/RW 08 Kelurahan Lebak Siliwangi, Kecamatan Coblong).

Data ini diperkuat dengan salah seorang warga RT 03/ RW 08 Kelurahan Lebak Siliwangi yang melihat adanya perubahan pada kondisi Sungai Cikapundung setelah adanya kelembagaan partisipatoris.

“Dahulu Sungai Cikapundung kotor dan banyak sampah, walaupun kita pernah beberápa kali membersihkan sungai, tetapi bila tiba-tiba datang sampah dari hulu, maka sungai pun kembali kotor, kita juga jadi merasa percuma membersihkan sungai, dimana dari hulunya saja sudah kotor. Namun sekarang sampah yang datang dari hulu sungai lumayan berkurang. Setelah adanya kegiatan bersih-bersih sungai oleh komunitas Zero, warga disini pun sudah jarang membuang sampah lagi ke sungai, justru sering mengikuti kegiatan bersih-bersih kali san kini menggiatkan sungai” (Ism, 56 thn).

Keberhasilan merubah perilaku warga di bantaran Sungai Cikapundung tidak terlepas dari peran pemangku kepentingan yang ada. Kelompok-kelompok yang terdapat di RT 03/ RW 08 sangat bermanfaat untuk mempercepat perubahan perilaku warga khususnya membuang sampah ke sungai, kelompok-kelompok tersebut antara lain; ketua RW; ibu-ibu PKK; ketua RT; karang taruna; dan lain sebagainya. Hal ini terlihat dari gencarnya sosialisasi yang dilakukan ketua RW 08 yang juga menjabat sebagai ketua dari komunitas Zero dimana ketua RW 08 menjadi motor penggerak bagi kelompok-kelompok warga di RW 08 untuk bersama-sama menggalakan Cikapundung bersih dengan selalu mengadakan aksi susur sungai setiap hari sabtu dan minggu untuk mengumpulkan sampah yang juga bersamaan dengan jadwal rutin gotong royong di RW 08.

“Sekitar bulan Januari 2011 warga disini sudah tidak ada lagi yang membuang sampah ke Sungai Cikapundung, komunitas kita memiliki orang yang menjaga dan memantau warganya yang masih membuang sampah ke sungai. Jika ingin menegur warga yang masih membuang sampah ke sungai maka harus disertai bukti seperti foto, namun jika tidak ada bukti maka warga tersebut tidak dapat ditegur, bila sudah ditegur namun masih membuang sampah ke sungai, barulah warga dikenai sanksi berupa denda uang, namun hingga kini warga kami belum ada yang sampai dikenai sanksi denda uang, hanya sanksi moral semata” (Ant 54 thn, Ketua RW 08 Kelurahan Lebak Siliwangi, Kecamatan Coblong).

Adanya dukungan dari warga setempat serta pemerintah daerah menjadi kekuatan untuk mengubah perilaku warga membuang sampah ke sungai hingga pada generasi berikutnya. Dalam merehabilitasi dan merevitaliasi Sungai Cikapundung, kelembagaan partisipatoris Sungai Cikapundung senantiasa melakukan penyadaran kepada warganya dengan cara memberikan sosialisasi, penyuluhan atau pelatihan terkait pengelolaan sampah rumah tangga. Warga di dua Kelurahan mengaku, baik komunitas CRP maupun komunitas Zero sama-

sama pernah mengadakan pelatihan pengelolaan sampah rumah tangga di daerahnya. Untuk mengubah perilaku warga bukan hanya sekedar tidak lagi membuang sampah atau limbah rumah tangga ke Sungai Cikapundung namun juga mengubah perilaku warga agar mau memanfaatkan limbah rumah tangganya dengan cara mendaur ulangnya, maka kelembagaan partisipatoris Sungai Cikapundung seringkali menyelenggarakan kegiatan sosialisasi, penyuluhan sekaligus pelatihan kepada warga, bekerjasama dengan berbagai instansi baik itu instansi pendidikan yang umumnya tingkat universitas juga instansi pemerintah lainnya. Berikut jumlah responden di dua kelurahan yang pernah mengikuti sosialiasi dan pelatihan pegelolaan sampah rumah tangga yang diselenggarakan oleh kelembagaan partisipatoris Sungai Cikapundung bekerjasama dengan berbagai instansi terkait.

Gambar 6.9 Keterlibatan Warga dalam Kegiatan Sosialisasi dan Pelatihan Pengelolaan Sampah Rumah Tangga oleh Kelembagaan Partisipatoris, Sub DAS Cikapundung, Bandung, Jawa Barat, 2011 Pada Gambar 6.9 terlihat bahwa 16,67 persen responden Kelurahan Dago dan 36,67 persen responden Kelurahan Lebak Siliwangi mengikuti kegiatan sosialisasi dan pelatihan pengelolaan sampah rumah tangga yang diadakan oleh komunitas CRP dan komunitas Zero. Seluruh responden yang mengikuti

0.00% 10.00% 20.00% 30.00% 40.00% 50.00% 60.00% 70.00% 80.00% 90.00%

Ikut Tidak Ikut

16.67%

83.33%

36.67%

63.33%

sosialisasi dan pelatihan menyatakan bahwa pengetahuan mereka mengenai pengelolaan sampah rumah tangga bertambah, dimana rata-rata pengetahuan warga yang bertambah mengenai pembuatan pupuk organik hasil limbah rumah tangga (pupuk) serta cara mendaur ulang sampah rumah tangga menjadi benda yang bernilai guna tinggi. Terlihat dari persentase yang ada dapat disimpulkan bahwa partisipasi warga dalam kegiatan sosialisasi dan pelatihan pengelolaan sampah rumah tangga yang diadakan kelembagaan partisipatoris masih tergolong rendah.

Dari jumlah responden yang mengikuti kegiatan sosialisasi dan pelatihan pengelolaan sampah rumah tangga, hasilnya tidak seluruh responden menerapkan apa yang telah disosialisasikan oleh komunitas CRP dan komunitas Zero, hal ini terbukti dari jumlah responden yang mengikuti kegiatan sosialiasi pelatihan pengelolaan sampah rumah tangga dimana tidak semua responden langsung menerapkan pengetahuan yang telah didapatnya dalam kehidupan sehari-hari. Sebelumnya terlebih dahulu diperlihatkan perilaku responden di dua kelurahan dalam mengelola sampah rumah tangga sebelum adanya kegiatan sosialiasi dan pelatihan yang dilakukan oleh kelembagaan partisipatoris Sungai Cikapundung. Tabel 6.4 Pemilahan Sampah Rumah Tangga oleh Warga Sebelum Adanya

Kelembagaan Partisipatoris, Sub DAS Cikapundung, Bandung, Jawa Barat, 2011

Pada Tabel 6.4 terlihat responden penelitian di Kelurahan Dago yang melakukan pemilahan sampah sebelum adanya kelembagaan partisipatoris hanya berjumlah dua orang atau sebesar 6,67 persen, sedangkan untuk Kelurahan Lebak Siliwangi, responden yang melakukan pemilahan sampah rumah tangga yaitu sebanyak tiga orang atau sebesar sepuluh persen. Hal ini menunjukkan bahwa

Kelurahan

Sebelum ada Sosialisasi/Pelatihan Pengelolaan Sampah Rumah Tangga

Total Ya, Melakukan Pemilahan Sampah Rumah Tangga Tidak Melakukan Pemilahan Sampah Rumah Tangga Jumlah (Orang) Persentase (%) Jumlah (Orang) Persentase (%) Jumlah (Orang) Persentase (%) Dago 2 6,67 28 93,33 30 100 Lebak Siliwangi 3 10 27 90 30 100

masih rendahnya perilaku warga yang melakukan kegiatan pemilahan sampah rumah tangga yaitu dengan tidak memisahkan jenis sampah organik dengan sampah anorganik. Umumnya responden mengaku malas untuk melakukan pemilahan sampah karena tidak memiliki waktu luang yang cukup, selain itu warga seringkali menggunakan bahan baku plastik untuk menampung seluruh sampah rumah tangganya baik organik maupun non organik. Berbeda halnya dengan responden yang melakukan pemilahan sampah rumah tangga yang mengaku sudah dari dulu memilah sampah organik dan non organik karena dapat digunakan atau dijual kembali. Selanjutnya Tabel 6.5 memperlihatkan perilaku responden di dua kelurahan yang melakukan pemilahan sampah rumah tangga setelah adanya sosialiasi dan pelatihan pengelolaan sampah rumah tangga oleh kelembagaan partisipatoris Sungai Cikapundung.

Tabel 6.5 Pemilahan Sampah Rumah Tangga oleh Warga Setelah Adanya Kelembagaan Partisipatoris, Sub DAS Cikapundung, Bandung, Jawa Barat, 2011

Pada Tabel 6.5 setelah adanya sosialisasi dan pelatihan pengelolaan sampah rumah tangga warga. Responden yang melakukan pemilahan sampah rumah tangga untuk Kelurahan Dago hanya bertambah satu orang saja atau sebesar 3,3 persen, sedangkan untuk Kelurahan Lebak Siliwangi responden yang melakukan pemilahan sampah rumah tangga lebih banyak dibandingkan dengan responden di Kelurahan Dago yaitu bertambah tiga orang atau sebesar sepuluh persen. Hal ini sebagaimana yang dinyatakan oleh (Opk, 55 tahun) warga Kelurahan Lebak Siliwangi yang telah mengikuti kegiatan pelatihan pengelolaan sampah namun belum sepenuhnya menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.

Kelurahan

Setelah ada Sosialisasi/Pelatihan Pengelolaan Sampah Rumah Tangga

Total Ya, Melakukan Pemilahan Sampah Rumah Tangga Tidak Melakukan Pemilahan Sampah Rumah Tangga Jumlah (Orang) Persentase (%) Jumlah (Orang) Persentase (%) Jumlah (Orang) Persentase (%) Dago 3 10 27 90 30 100 Lebak Siliwangi 6 20 24 80 30 100

“Iya, saya mengikuti pelatihan yang diadakan komunitas Zero, memang bagus pelatihannya, tetapi terkadang saya sendiri masih tetap menyatukan sampah basah dengan sampah kering, saya terkadang malas untuk memisahkannya” (Opk, 55 thn).

Bpk Opk mengaku bahwa di daerahnya memang sudah terdapat TPS yang mengklasifikasian sampah menurut jenisnya. Namun pada saat membuang sampah warga tetap membungkus dengan plastik dan membuangnya pada jenis TPS yang salah. Begitupun dengan jasa pengangkut sampah di Kelurahan Lebak Siliwangi dan Kelurahan Dago dimana petugas kebersihan belum dapat mengangkut sampah berdasarkan klasifikasi sampahnya yaitu organik dan non organik. Menurut beberapa responden pemilahan sampah berdasarkan jenis sampahnya tidak terlalu penting dan bukan suatu masalah yang besar bila tidak dilakukan. Perubahan sikap dan perilaku warga di dua lokasi dalam mendaur ulang sampah rumah tangganya, sebelum dan setelah adanya kelembagaan partisipatoris Sungai Cikapundung diperlihatkan pada Tabel 6.6.

Tabel 6.6 Daur Ulang Sampah Rumah Tangga oleh Warga Sebelum Adanya Kelembagaan Partisipatoris, Sub DAS Cikapundung, Bandung, Jawa Barat, 2011

Pada Tabel 6.6 perilaku mendaur ulang sampah rumah tangga sangatlah sedikit yaitu hanya sebanyak satu orang untuk Kelurahan Dago dan untuk Kelurahan Lebak Siliwangi tidak ada satupun warga yang melakukan daur ulang sampah rumah tangga. Beberapa responden mengaku, mereka tidak memiliki ilmu dan waktu yang cukup khususnya untuk melakukan kegiatan daur ulang sampah rumah tangga. Berdasarkan wawancara dengan beberapa pemangku kepentingan di Kelurahan Dago, kegiatan daur ulang sampah memang hampir tidak pernah ada, dimana lembaga-lembaga atau organisasi seperti PKK dan Karang Taruna

Kelurahan

Sebelum ada Sosialisasi/Pelatihan Pengelolaan Sampah Rumah Tangga

Total Ya, Melakukan Daur

Ulang Sampah Rumah Tangga

Tidak Melakukan Daur Ulang Sampah

Rumah Tangga Jumlah (Orang) Persentase (%) Jumlah (Orang) Persentase (%) Jumlah (Orang) Persentase (%) Dago 1 3,33 29 96,67 30 100 Lebak Siliwangi 0 0 30 100 30 100

tidak pernah mengagendakan atau tidak pernah memiliki program pelatihan daur ulang sampah, khusunya daur ulang sampah rumah tangga.

“Wajar jika warga disini tidak ada yang melakukan kegiatan daur ulang sampah, organisasi PKK atau karang tarunanya saja tidak ada yang berinisiatif untuk melakukan kegiatan-kegiatan semacam daur ulang sampah rumah tangga. Jika dilihat dan dianalisis, untuk menyadarkan dan menggerakkan warga terlebih dahulu kita melihat apakah lembaga-lembaga sosial di daerah sini sudah berjalan sebagaimana mestinya? Jika tidak, sudah dapat dipastikan warganya pun tentu akan begitu” (Rtr, 50 Thn).

Selanjutnya disajikan Tabel 6.7 yaitu perilaku daur ulang sampah rumah tangga oleh warga di dua lokasi yang berbeda setelah adanya kegiatan sosialiasi dan pelatihan sampah rumah tangga oleh kelembagaan partisipatoris Sungai Cikapundung.

Tabel 6.7 Daur Ulang Sampah Rumah Tangga oleh Warga Setelah Adanya Kelembagaan Partisipatoris, Sub DAS Cikapundung, Bandung, Jawa Barat, 2011

Kelurahan

Setelah ada Sosialisasi/Pelatihan Pengelolaan Sampah Rumah Tangga

Total Ya, Melakukan Daur

Ulang Sampah Rumah Tangga

Tidak Melakukan Daur Ulang Sampah

Rumah Tangga Jumlah (Orang) Persentase (%) Jumlah (Orang) Persentase (%) Jumlah (Orang) Persentase (%) Dago 3 10 27 90 30 100 Lebak Siliwangi 3 10 27 90 30 100

Dari Tabel 6.7 responden Kelurahan Dago yang melakukan daur ulang sampah bertambah dua orang atau menjadi sebesar 6,67 persen, sedangkan untuk Kelurahan Lebak Siliwangi responden yang melakukan daur ulang sampah rumah tangga menjadi tiga orang atau sebesar sepuluh persen. Hal ini menunjukkan bahwa untuk mengubah perilaku warga tidaklah mudah dan diperlukan proses penyadaran dan pelatihan yang terus menerus. Berikut salah satu pernyataan responden Kelurahan Lebak Siliwangi yang telah melakukan daur ulang sampah rumah tangga.

“Sebenarnya karena pernah mengikuti pelatihan daur ulang sampah yang diadakan oleh komunitas dan mahasiswa saya mulai tertarik, selain itu

dikarenakan sering melihat tetangga yang suka mendaur ulang sampah hasil dari bersih-bersih sungai, saya mencoba untuk membuat karya yang serupa, lumayan hasilnya bagus dan banyak yang membelinya, salah satunya mahasiswa-mahasiswa yang membeli untuk dijadikan percontohan”(Dde, 34 thn).

Menurut komunitas CRP yang berada di Kelurahan Dago, anggota mereka memang belum ada yang memiliki kemampuan untuk mendaur ulang sampah rumah tangga menjadi nilai bernilai jual tinggi. Untuk di Kelurahan Dago, daur ulang sampah lebih didominasi daur ulang sampah organik untuk dijadikan kompos, sedangkan di Kelurahan Lebak Siliwangi bentuk daur ulang sampah warga yaitu dengan membuat berbagai jenis benda kreatif baik dari hasil limbah rumah tangga maupun limbah yang didapat dari hasil kali bersih di Sungai Cikapundung. Responden yang melakukan daur ulang sampah yang juga merupakan anggota komunitas Zero, mengaku banyak bekerjasama dengan para mahasiswa perguruan tinggi di Kota Bandung untuk melakukan kegiatan daur ulang sampah rumah tangga agar lebih banyak jenis produk-produk daur ulang sampah lainnya.

Salah satu kegiatan lainnya yang menjadi prioritas bagi kelembagaan partisipatoris Sungai Cikapundung adalah membuat septic tank komunal di beberapa RT dan RW agar pencemaran Sungai Cikapundung dapat diminimalisir dengan mengurangi pipa-pipa santasi yang umumnya dialirkan warga langsung ke Sungai Cikapundung. Jenis sanitasi yang digunakan warga di kedua lokasi penelitian adalah sebagai berikut:

Tabel 6.8 Jenis Sanitasi yang Digunakan oleh Warga, Sub DAS Cikapundung, Bandung, Jawa Barat, 2011

Kelurahan Sanitasi Total Menggunakan Septic Tank Tidak Menggunakan Septic Tank Jumlah (Orang) Persentase (%) Jumlah (Orang) Persentase (%) Jumlah (Orang) Persentase (%) Dago 5 17 25 83,33 30 100 Lebak Siliwangi 0 0 30 100 30 100

Umumnya responden di dua kelurahan baik itu Kelurahan Dago maupun Kelurahan Lebak Siliwangi memiliki karakteristik yang sama, dimana sebesar

83,33 persen responden di Kelurahan Dago dan sebesar 100 persen responden di Kelurahan Lebak Siliwangi sama-sama tidak memiliki septic tank untuk membuang hasil sanitasinya. Responden di kedua lokasi penelitian mengaku bahwa mereka menggunakan Sungai Cikapundung untuk membuang hasil sanitasi lewat pipa-pipa yang langsung dialirkan ke sungai. Responden mengaku mengalirkan hasil sanitasi ke Sungai Cikapundung merupakan suatu hal yang sudah dianggap sangat wajar, karena sudah sejak dahulu dilakukan oleh hampir seluruh warga di daerahnya. Warga tidak terlalu memikirkan dan mempermasalahkan dampak apa yang ditimbulkan terhadap pembuangan hasil sanitasi tersebut. Sosialiasasi pembuatan septic tank komunal oleh kelembagaan partisipatoris senantiasa terus dilakukan yaitu dengan melakukan pendekatan kepada para pemangku kepentingan terlebih dahulu seperti RT dan RW. Berikut kesediaan warga untuk mensukseskan pelaksanaan pembuatan septic tank komunal.

Tabel 6.9 Kesediaan Warga Membuat Septic Tank Setelah Adanya Sosialisasi, Sub DAS Cikapundung, Bandung, Jawa Barat, 2011

Kelurahan

Menggunakan Septic Tank

Total Bersedia Tidak Bersedia

Jumlah (Orang) Persentase (%) Jumlah (Orang) Persentase (%) Jumlah (Orang) Persentase (%) Dago 12 40 18 60 30 100 Lebak Siliwangi 9 30 21 70 30 100

Pada Tabel 6.9 terlihat bahwa dari 30 orang responden di Kelurahan Dago hanya sebanyak 12 orang atau sebesar 40 persen responden yang bersedia untuk membuat dan menggunakan septic tank komunal, sementara 18 orang lainnya atau sebesar 60 persen responden menyatakan tidak bersedia atas pembuatan septic tank komunal di daerahnya. Untuk kelurahan Lebak Siliwangi hanya sebanyak sembilan orang responden yang bersedia atau sebesar 30 persen yang bersedia atas pembuatan septic tank komunal sementara 21 orang lainnya atau sebesar 70 persen menyatakan tidak bersedia jika tetap dipaksakan untuk membuat septic tank komunal di daerahnya. Dengan adanya program pembuatan septic tank komunal membuat pro-kontra di antara warga di RT 02/RW 01 Kelurahan Dago. Sebagaimana penuturan ketua RT 02/RW 01 yang mengaku warganya tidak setuju

dengan adanya pembuatan septic tank komunal. Hal ini dikarenakan septic tank tersebut dibangun di daerah yang terletak dekat dengan rumah beberapa warga.

“Warga ada yang pro dan kontra untuk masalah pembuatan septic tank komunal disini, warga yang kontra umumnya warga yang tidak setuju dengan adanya lubang septic tank di sekitar rumahnya, walaupun sebenarnya Bapak Lurah, RW dan komunitas CRP sudah sangat sering melakukan sosialisasi kepada warga bahwa lubang septic tank tersebut tidak akan berdampak terhadap lingkungan sekitar, namun begitu pun saya sendiri juga tidak terlalu setuju dengan adanya lubang septic tank di depan rumah saya” (Rka, 30 thn, Ketua RT 02/RW 01, Kelurahan Dago).

Untuk pembuatan septic tank komunal, tidak semua RW di Kelurahan Dago dijadikan daerah sasaran, dari 13 RW yang ada di Kelurahan Dago hanya ada beberapa RW saja yang akan dibuat septic tank komunal yaitu di RW 01, 03, 04, 12, dan RW 13.

“Untuk program septic tank komunal belum ada yang terealisasikan, sementara ini kita masih mencari lokasi yang tepat dan masih melobi untuk melakukan pembebasan lahan, karena lahan yang akan digunakan adalah milik orang. Insya Allah setelah bulan puasa ini program septic tank komunal akan mulai dilaksanakan. Kemarin baru hanya sosialisasi ke warga-warga saja agar mendukung pembuatan septic tank komunal ini” (Mfd, 55 thn, Lurah Dago).

Menurut staf ahli kelurahan yang juga merupakan ketua perkumpulan RW Lebak Siliwangi, permasalahan yang dihadapi dalam merealisasikan septic tank komunal di Kelurahan Lebak Siliwangi adalah ketersediaan lahan. Kelurahan Lebak Siliwangi merupakan pemukiman yang padat, untuk membuat satu septic tank komunal di satu RT saja sudah sangat sulit karena dibutuhkan lahan kosong. Sementara ketersediaan lahan kosong yang tidak ada pemiliknya sudah tidak ada di RT 03/ RW 08. Pembebasan lahan inilah yang menjadi kendala utama untuk pembuatan septic tank komunal, sedangkan untuk sarana dan prasarana pembuatan septic tank komunal sendiri sudah dibantu oleh PDAM dan Bank Dunia. Saat ini, perealisasian septic tank komunal baru dapat dilaksanakan di dua