• Tidak ada hasil yang ditemukan

Aktivitas SOD (Superoksida Dismutase)

Dalam dokumen Aktivitas antioksidan ekstrak selaginella (Halaman 38-46)

HASIL DAN PEMBAHASAN

4. Aktivitas SOD (Superoksida Dismutase)

Dalam analisis Superoksida dismutase yang dilakukan, radikal superoksida dihasilkan terlebih dahulu dari reaksi antara xantin dan xantin oksidase. Radikal superoksida akan mengoksidasi garam tetrazolium (berwarna kuning) menjadi formazan yang berwarna biru. Semakin tinggi aktivitas SOD berarti semakin banyak radikal superoksida yang dinetralisir, dan hal ini menunjukkan bahwa semakin rendahnya jumlah formazan yang terbentuk.

Pemberian jenis ekstrak Selaginella pada mencit memberikan pengaruh yang berbeda terhadap nilai aktivitas SOD. Ekstrak S. ornata dan S. willdenovii menghasilkan nilai aktivitas SOD berturut-turut 51.9% dan 49.0 %, lebih tinggi daripada S. plana (43.8%). Hal ini menunjukkan bahwa kedua jenis ekstrak Selaginella tersebut mampu menetralisir radikal superoksida yang lebih baik dibandingkan S. plana (Gambar 10 dan Lampiran 7).

0.0 10.0 20.0 30.0 40.0 50.0 60.0

Kontrol S. ornata S. plana S. willdenovii

SOD (%

)

Jenis Ekstrak Kontrol

Gambar 10 Nilai SOD (%) kontrol dan perlakuan ekstrak S. ornata, S. plana, dan S. willdenovii pada semua mencit yang mendapat cekaman. Kontrol merupakan mencit yang tidak mendapat ekstrak, namun mendapat cekaman.

Dosis pemberian ekstrak Selaginella berpengaruh nyata terhadap nilai aktivitas SOD (Lampiran 7). Semua dosis yang diberikan menunjukkan aktivitas SOD yang lebih tinggi daripada kontrol (32%). Pemberian ekstrak menggunakan dosis 0.3 g ekstrak/kg bb menunjukkan nilai aktivitas SOD paling tinggi (54.6%). Namun demikian, nilai aktivitas SOD pada dosis 0.3 g ekstrak/kg bb ini tidak berbeda secara nyata dengan nilai aktivitas SOD dosis 0.6 g ekstrak/kg bb (54.4%) dan dosis 1.2 g ekstrak/kg bb (52.4%). Hal ini berarti pemberian dosis 0.3 g ekstrak/kg bb sudah cukup untuk meningkatkan aktivitas SOD (Gambar 11).

0.0 10.0 20.0 30.0 40.0 50.0 60.0 0 0.3 0.6 1.2 SOD (% ) Dosis (g ekstrak/kg bb)

Gambar 11 Nilai SOD (%) mencit yang mendapat ekstrak S. ornata, S. plana, dan S. willdenovii dengan dosis 0.3, 0.6, dan 1.2 g ekstrak/kg bb dan mendapat cekaman.

Pembahasan

Pemanfaatan Selaginella sebagai antioksidan sudah mulai banyak dilakukan. Pengujian aktivitas antioksidan dimulai dengan pengujian LD50 untuk mendapat tingkat toksisitas bahan alami pada Selaginella. Hasil pengujian LD50

dari ekstrak S. ornata, S. plana, dan S. willdenovii menunjukkan nilai yang bervariasi. Pengujian toksisitas akut (LD50) dilakukan sebanyak satu kali dalam jangka waktu 24 jam untuk memperoleh tingkat toksisitas zat kimia yang diuji (Weil 1952; Harmita & Radji 2008). Berdasarkan toksisitas relatif dari klasifikasi zat kimia oleh Harmita dan Radji (2008), maka ekstrak S. ornata dan S. plana dikategorikan hanya sedikit toksik, sedangkan ekstrak S. willdenovii dikategorikan cukup toksik. Pada umumnya semakin besar nilai LD50, semakin rendah toksisitasnya. Ekstrak S. ornata memiliki nilai LD50 terbesar dibandingkan dengan dua jenis ekstrak lainnya. Dengan demikian, ekstrak S. ornata memiliki toksisitas yang lebih rendah jika dibandingkan dengan kedua jenis ekstrak Selaginella lainnya dan diharapkan akan memiliki tingkat keamanan yang lebih tinggi.

Perbedaan hasil pengujian LD50 ditunjukkan dengan adanya perbedaan respon pada setiap mencit yaitu perubahan bobot badan mencit di akhir pengamatan uji LD50. Perubahan bobot badan mencit diduga karena perbedaan tingkat toksisitas dan kandungan senyawa dari jenis ekstrak Selaginella dengan jumlah dan kadar tidak sama. Tingkat toksisitas tanaman berhubungan dengan metabolit sekunder yang terkandung di dalamnya (Hutapea 1999). Tingkat toksisitas hanya sedikit toksik pada ekstrak S. ornata dan S. plana mampu meningkatkan bobot badan mencit berturut-turut 1.1 dan 0.5 g, sedangkan tingkat toksisitas cukup toksik pada ekstrak S. willdenovii menyebabkan penurunan bobot badan (1.2 g) (Gambar 6 dan 7). Senyawa metabolit sekunder yang utama pada Selaginella adalah biflavonoid (Seigler 1998). Akan tetapi, informasi lain dari hasil uji fitokimia dengan menggunakan pelarut etanol menunjukkan bahwa S. ornata, S. plana, dan S. willdenovii yang diambil dari pulau Jawa juga mengandung alkaloid, tanin, saponin, dan steroid (Chikmawati et al. 2007), dan diduga S. willdenovii lebih toksik karena kandungan saponinnya lebih tinggi dari S. ornata dan S. plana.

Pengujian aktivitas antioksidan menggunakan ekstrak Selaginella dilakukan dengan pemberian cekaman pada mencit. Pemberian cekaman telah menunjukkan efektivitasnya untuk menyebabkan mencit mendapat cekaman oksidatif. Hal ini ditunjukkan dari hasil pengujian aktivitas antioksidan ekstrak Selaginella dengan uji peroksidasi lipid yang memperoleh konsentrasi MDA yang berbeda-beda pada mencit yang tercekam dan tidak tercekam. Pada kondisi tercekam membutuhkan senyawa penghasil energi. Secara fisiologis, pada kondisi kekurangan pangan, tubuh harus mempertahankan kadar glukosa darah. Glikogen hati hanya dapat menyediakan glukosa selama beberapa jam, dan setelah itu terjadi proses glukoneogenesis dalam hati yang membutuhkan substrat dari jaringan lain. Substrat tersebut berasal dari asam amino glikogenik dan lemak (Montgomery et al. 1983). Lemak netral dikatabolisme menjadi asam lemak dan gliserol. Asam lemak merupakan bahan bakar utama. Katabolisme asam lemak pada saat kondisi normal berbeda dengan kondisi saat kelaparan. Katabolisme asam lemak pada kondisi normal terjadi di dalam mitokondria melalui proses β -oksidasi. Akan tetapi, pada kondisi kelaparan, terjadi peningkatan proses β -oksidasi pada peroksisom (jalur minor proses β-oksidasi). Peningkatan aktivitas β -oksidasi di dalam peroksisom tersebut mengakibatkan peningkatan jumlah radikal bebas (oksidan) yang merupakan hasil samping metabolisme (Orellana et al. 1992; Wresdiyati & Makita 1995). Alfarabi et al. (2010) melaporkan bahwa radikal bebas yang diproduksi dari proses biokimia dari dalam tubuh seperti ROS dapat mengakibatkan peningkatan peroksidasi lipid dari lipid tak jenuh. Lipid yang mengandung asam lemak tak jenuh tersebut mudah diserang oleh radikal bebas pada ikatan gandanya dan membentuk peroksidasi lipid yang menyebabkan terjadinya kerusakan strukturnya. Serangan radikal bebas tersebut selanjutnya akan berakibat munculnya berbagai penyakit seperti penyakit jantung, aterosklerosis, stroke, dan kanker (Hariyatmi 2004; Alfarabi et al. 2010).

Pengujian tingkat peroksidasi lipid dengan mengukur konsentrasi MDA dalam materi biologi telah digunakan secara luas sebagai indikator adanya kerusakan oksidatif, terutama dari asam lemak tak jenuh (Ohkawa et al. 1979). Pemberian ekstrak S. ornata pada mencit menyebabkan tingkat peroksidasi lipid yang paling rendah dibandingkan dengan kedua jenis ekstrak Selaginella lainnya.

Pada kondisi tercekam, pemberian ekstrak S. ornata menggunakan dosis 0.6 g ekstrak/kg bb mampu menekan peroksidasi lipid sampai dengan 0.170 nmol/µg protein (14% lebih rendah) dibandingkan mencit yang tidak mendapat ekstrak (1.010 nmol/µg protein) (Gambar 8). Aktivitas penghambatan peroksidasi lipid pada hati mencit diduga terjadi karena kandungan biflavonoid Selaginella berpotensi sebagai antioksidan (Gayathri et al. 2005; Chikmawati et al. 2007). Biflavonoid pada Selaginella memiliki gugus pendonor hidroksil (OH) yang diduga dapat menghambat proses terjadinya peroksidasi lemak pada tahap inisiasi, sehingga radikal bebas tidak dapat berkembang membentuk radikal bebas yang baru (Rahman et al. 2007). Ekstrak Selaginella yang memiliki kandungan senyawa flavonoid menunjukkan aktivitas antioksidan yang kuat dengan menghambat terjadinya peroksidasi lipid. Kandungan senyawa tersebut diduga memiliki kemampuan untuk melindungi membran sel dari serangan radikal bebas (Saija et al. 1995).

Pemberian ekstrak S. ornata, S. plana, dan S. willdenovii pada mencit dapat menekan tingkat peroksidasi lipid yang relatif sama pada dosis 0.3 g ekstrak/kg bb. Namun demikian, pemberian ekstrak S. plana (1.2 g ekstrak/kg bb) dan S. willdenovii (0.6 dan 1.2 g ekstrak/kg bb) menyebabkan meningkatnya aktivitas peroksidasi lipid yang lebih tinggi dibandingkan dengan pemberian ekstrak dosis 0.3 g ekstrak/kg bb. Tingginya tingkat peroksidasi lipid pada kedua ekstrak Selaginella tersebut diduga telah menunjukkan efek toksik (Gambar 8). Hal ini berarti pemberian ekstrak S. plana dan S. willdenovii menggunakan dosis tersebut tidak memberikan efek antioksidan. Efek toksik diduga karena kandungan bahan bioaktif lainnya yang terkandung di dalam ekstrak Selaginella, diantaranya saponin dan alkaloid. Hasil uji fitokimia menunjukkan bahwa ekstrak S. willdenovii memiliki kandungan saponin yang lebih banyak dibandingkan ekstrak lainnya (Chikmawati et al. 2007). Nio (1989) melaporkan bahwa saponin mempunyai rasa pahit dan mempunyai efek racun yang kuat untuk ikan dan amfibi. Bahan bioaktif lainnya yaitu alkaloid yang mempunyai rasa pahit dan berfungsi sebagai antiserangga yang diduga juga dapat mempengaruhi efek toksik (Zulak et al. 2006).

Data yang sangat menarik juga terlihat pada mencit yang tidak mendapat cekaman, namun mendapat ekstrak Selaginella dengan dosis 0.6 g ekstrak/kg bb. Nilai-nilai MDA untuk ketiga pemberian ekstrak tersebut berturut-turut 0.045, 0.140, dan 0.155 nmol/µg protein untuk ekstrak S. ornata, S. plana, dan S. willdenovii (Gambar 9). Ketiga nilai MDA tersebut lebih rendah dari nilai MDA mencit yang tidak mendapat cekaman dan tidak mendapat ekstrak (0.360 nmol/µg protein) (Tabel 2). Hal ini membuktikan bahwa ekstrak Selaginella dapat menekan tingkat peroksidasi lipid tidak hanya pada mencit yang mendapat cekaman tetapi juga pada mencit yang tidak mendapat cekaman. Hal ini berarti ekstrak Selaginella yang berpotensi sebagai antioksidan dapat dimanfaatkan untuk pengobatan (kuratif) dan pencegahan (preventif).

Superoksida dismutase merupakan enzim yang berada pada cairan intraseluler yang berpartisipasi pada proses degadrasi senyawa radikal bebas intraseluler, seperti anion superoksida menjadi hidrogen peroksida dan oksigen. Enzim ini menghambat kehadiran simultan dari anion superoksida dan hidrogen peroksida yang berasal dari pembentukan radikal hidroksil (Wresdiyati et al. 2007). Pemberian ekstrak S. ornata (dosis 0.3 g ekstrak/kg bb) pada mencit menunjukkan nilai aktivitas antioksidan yang tinggi (aktivitas SOD tertinggi 51.9%), hampir 20% lebih tinggi daripada nilai SOD pada mencit kontrol negatif (32%). Aktivitas SOD meningkat dengan pemberian ekstrak Selaginella diduga dapat menghambat produksi ion superoksida (O2) dan peroxynitrite (ONOO) dengan cara memicu kerja sel-sel sesuai dengan dosis yang ditentukan (Menvielle-Bourg 2005).

Aktivitas antioksidan yang tinggi ditunjukkan dari nilai penghambatan terhadap peroksidasi lipid (konsentrasi MDA rendah) dan peningkatan aktivitas SOD yang tinggi. Enzim SOD merupakan suatu kelompok enzim protektif yang bekerja sebagai sistem pertahanan yang mampu melindungi sel dari pengaruh metabolit oksigen (Hariyatmi 2004). Konsumsi antioksidan dari tumbuhan juga dapat meningkatkan daya tahan tubuh terhadap cekaman oksidatif (Sanchez-Moreno et al. 1999). Aktivitas antioksidan Selaginella ditunjukkan dari hasil identifikasi bahan aktifnya yang memberi gambaran bahwa Selaginella memiliki potensi cukup besar sebagai sumber bahan aktif (metabolit sekunder) terutama

biflavonoid. Hasil identifikasi biflavonoid dari beberapa ekstrak Selaginella menunjukkan adanya amentoflavon pada ekstrak S. willdenovii (2.46 ppm), namun tidak terdeteksi pada S. ornata dan S. plana. Tipe biflavonoid lain yang diduga terdapat dalam spesies Selaginella ini antara lain seperti ginkgetin dan robustaflavon (Chikmawati et al. 2007), namun hingga saat ini untuk pengujian kandungan biflavonoid dari ketiga ekstrak Selaginella tersebut menggunakan standar ginkgetin dan robustaflavon belum bisa dilakukan. Yang et al. (2006) melaporkan bahwa S. tamariscina yang mengandung amentoflavon dapat menghambat produksi NO (nitrat oksida) pada makrofage melalui inaktivasi nuclear factor- B (NF- B), akan tetapi robustaflavon tidak dapat menghambat produksi nitrat oksida. Ginkgetin memberikan beberapa pengaruh yang berbeda-beda, antara lain berkhasiat sebagai antioksidan (Sah et al. 2005) dan meningkatkan kadar hidrogen peroksida (Su et al. 2000).

Pengujian aktivitas antioksidan dengan mengukur kadar MDA dan SOD menunjukkan perbedaan untuk ketiga jenis esktrak Selaginella. Metode pengujian analisis aktivitas antioksidan dengan peroksidasi lipid menunjukkan tingkat sensitifitas yang lebih baik dibandingkan pengujian aktivitas SOD. Hal ini ditunjukkan oleh pengujian peroksidasi lipid yang dapat memperoleh jenis data yang lebih representatif untuk dideskripsikan.

Selaginella memiliki potensi antioksidan diantaranya karena memiliki metabolit sekunder terutama biflavonoid, perlu dikembangkan menjadi herbal yang berstandar dan fitofarmaka. Obat herbal terstandar adalah sediaan obat bahan alam yang telah dibuktikan keamanan dan khasiatnya secara ilmiah dengan uji praklinik dan bahan bakunya telah distandarisasi. Fitofarmaka adalah sediaan obat bahan alam yang telah dibuktikan keamanan dan khasiatnya secara ilmiah dengan uji praklinik dan uji klinik, bahan baku dan produk jadinya telah distandarisasi (BPOM 2005). Tahap-tahap dalam pengembangan obat herbal diantaranya: (1) isolasi senyawa aktif, (2) identifikasi senyawa aktif, (3) penentuan potensi senyawa aktif, (4) penentuan kadar (%) senyawa aktif (standarisasi), (5) uji potensi produk (in vivo), dan (6) legitimasi dan formalitas produk. Selanjutnya tahapan-tahapan untuk mendukung bahan alami Selaginella sebagai obat fitofarmaka diantaranya: (1) uji klinis pada orang yang sakit atau

sehat, (2) standarisasi dosis ekstrak Selaginella, (3) standarisasi bahan baku, dan (4) standarisasi produk jadinya (BPOM 2005; Khoiri 2009). Pelaksanaan tahapan-tahapan tersebut akan mendukung terwujudnya Selaginella sebagai bahan antioksidan yang bermanfaat bagi kesehatan manusia, khususnya masyarakat Indonesia.

   

Dalam dokumen Aktivitas antioksidan ekstrak selaginella (Halaman 38-46)

Dokumen terkait