• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Teoritis

2.1.3. Akuntansi Forensik

Akuntansi forensik adalah praktik khusus bidang akuntansi yang berfungsi untuk mengumpulkan bukti-bukti suatu kasus dan

dilanjutkan ke pengadilan. Penggunaan kata "forensik" berarti diperuntukkan untuk digunakan dalam pengadilan.

Ramaswamy (2005) mengatakan pada awalnya, akuntan forensik digunakan oleh lembaga pemerintah Amerika, seperti CIA, FBI, dan IRS (ekuivalen dengan Direktorat Jenderal Pajak), untuk mengungkap penipuan.

Sejarah akuntansi forensik di Indonesia sebenarnya sudah ada sejak tahun 1997. Pada tahun itu Indonesia telah mengalami krisis besar-besaran dan berusaha meminjam dana dari IMF dan World Bank. Sebagai prasyarat pemberian bantuan, IMF dan World Bank mengharuskan adanya proses Agreed Upon Due Dilligence (ADDP) yang dikerjakan oleh akuntan asing dibantu beberapa akuntan Indonesia untuk menilai situasi perbankan di Indonesia.

Ternyata temuan ADDP ini sangat mengejutkan karena dari sampel 6 bank besar di Indonesia menunjukkan mereka melakukan overstatement asset dan understatement liabilities. Temuan tersebut menyebabkan penarikan dana secara besar-besaran (rush money) karena hancurnya kepercayaan publik pada kinerja perbankan. ADDP tersebut tidak lain adalah penerapan dari akuntansi forensik, walaupun pada saat itu nama akuntansi forensik belum dikenal luas oleh publik.

Istilah akuntansi forensik di Indonesia baru naik daun setelah keberhasilan Pricewaterhouse Coopers (PwC) salah satu kantor

akuntan terbesar di dunia (big four) dalam membongkar kasus PT Bank Bali Tbk. PwC dengan software khususnya mampu menunjukkan arus dana yang rumit berbentuk seperti diagram cahaya yang mencuat dari matahari (sunburst). Metode yang digunakan dalam audit tersebut adalah follow the money atau mengikuti aliran uang hasil korupsi Bank Bali yang berhasil menjerat beberapa penjabat dan pengusaha Indonesia.

Kasus lainnya yang terjadi pada tahun 2006, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mampu membuktikan kepada pengadilan bahwa Adrian Waworuntu terlibat dalam penggelapan L/C BNI senilai Rp 1.3 Triliun, dengan menggunakan metode follow the money yang mirip dengan metode follow the money yang digunakan oleh PwC dalam kasus Bank Bali.

Kecurangan yang terjadi baik di dunia pemerintahan maupun bisnis mengakibatkan peningkatan permintaan pelayanan dalam penyelidikan kecurangan, sehingga saat ini akuntan forensik sangat diperlukan.

Profesi ini sebenarnya telah disebut dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) pasal 179 ayat (1) menyatakan: “Setiap orang yang diminta pendapatnya sebagai ahli kedokteran kehakiman atau dokter atau ahli lainnya wajib memberikan keterangan ahli demi keadilan”. Publik sudah mengenal profesi dokter yang disebut dalam peraturan diatas yang

dikenal dengan sebutan dokter ahli forensik, namun “ahli lainnya”

yang dalam ini termasuk juga akuntan belum banyak dikenal sebutannya sebagai akuntan forensik.

Hasil riset yang dilakukan oleh Robert J. Lindquist (dalam Tuanakotta, 2007:51) memberikan rincian tentang kualitas akuntan forensik, sebagai berikut:

1. Kreatif

2. Rasa ingin tahu 3. Tak menyerah 4. Akal sehat 5. Business sense 6. Percaya diri

Akuntan forensik menggunakan pengetahuannya di bidang akuntansi, audit dan hukum, investigasi dan kriminologi untuk mengungkap kecurangan, menemukan bukti dan menyampaikan bukti tersebut ke pengadilan.

Untuk dapat menjadi akuntan forensik yang profesional, maka akuntan forensik harus memiliki Certified in Financial Forensic (CFF) dan Certified Fraud Examiner (CFE) sebagai kelengkapan terhadap kemampuan yang dimilikinya.

Perbedaan antara auditor dan akuntan forensik adalah pada tujuan utama yang merek lakukan. Mengungkapkan pendapat pada keakuratan dan kelengkapan laporan keuangan adalah tujuan

auditor, sedangkan pengumpulan bukti-bukti kejahatan keuangan (financial crime) melalui serangkaian kegiatan investigasi serta berjuang di pengadilan merupakan tujuan dari akuntan forensik.

Audit menemukan laporan salah saji sedangkan akuntansi forensik lebih dari menganalisis salah saji secara mendalam.

Banyak teknik-teknik yang dilakukan akuntan forensik untuk mengumpulkan bukti-bukti kejahatan keuangan. Pertama-tama, akuntan forensik memfokuskan pada indikasi adanya pelanggaran laporan dari pihak tertentu atau adanya petunjuk (red flag).

Kemudian, akuntan forensik bertugas untuk mengumpulkan bukti untuk membenarkan adanya red flag tersebut.

Untuk menangani kasus-kasus dengan ruang lingkup seperti tersebut di atas, akuntan forensik paling tidak harus memiliki latar belakang akuntansi dan keuangan. Karena harus melakukan investigasi yang terkait pengumpulan dan analisis bukti maka juga harus memahami hukum, psikologi, serta teknik-teknik investigasi secara mendalam.

Akuntan forensik bertugas memberikan pendapat hukum dalam pengadilan (litigation). Akuntansi forensik dibagi ke dalam dua bagian:

a. Jasa penyelidikan (investigative services)

Jenis jasa ini mengarah pada pemeriksaan. Akuntan forensik harus menguasai pengetahuan tentang akuntansi agar

dapat mendeteksi, mencegah, dan mengendalikan kejahatan keuangan.

b. Jasa litigasi (litigation services)

Jasa kedua merepresentasikan kesaksian dari seorang pemeriksa penipuan dan jasa-jasa akuntansi forensik yang ditawarkan untuk bertarung di kancah pengadilan. Akuntan forensik yang terampil harus mampu mengumpulkan dan mengkaji informasi apapun yang relevan sehingga kasus-kasus yang mereka tangani akan didukung secara positif oleh pihak pengadilan.

Pengetahuan tentang hukum merupakan aspek terakhir yang sangat penting untuk menentukan keberhasilan akuntan forensik. Pengetahuan tentang prosedur hukum dan pengadilan mempermudah akuntan forensik untuk mengidentifikasi jenis bukti yang diperlukan untuk memenuhi standar hukum yang akan memperbesar potensi kemenangan di pengadilan.

Pengetahuan dan keterampilan investigasi, misalnya taktik-taktik surveillance operations (pengintaian) dan keterampilan wawancara dan interogasi, membantu akuntan forensik untuk mendapatkan informasi sebanyak mungkin untuk mendukung penyelidikan yang mereka lakukan.

Akuntan forensik juga harus mampu mengantisipasi adanya white lies, yakni orang yang memberikan sebagian keterangan yang benar untuk memberi impresi bahwa keterangan lainnya yang mereka berikan juga benar, tetapi pada kenyataannya bohong.

Jadi jelas bahwa akuntansi forensik adalah penggunaan keahlian di bidang akuntansi, auditing dan hukum yang dipadu dengan kemampuan investigatif untuk memecahkan suatu kejahatan keuangan seperti penyelundupan pajak.

Dokumen terkait