• Tidak ada hasil yang ditemukan

(WAWANCARA TIDAK LANGSUNG)

1. Selama lebih dari 10 tahun penerimaan pajak di negeri kita tidak pernah tercapai. Menurut Anda, faktor-faktor apa saja yang mungkin menjadi penyebabnya?

Faktor eksternal:

> Turunnya kondisi perekonomian global sehingga turut berpengaruh terhadap melemahnya harga komoditas yang menjadi andalan yaitu sektor perkebunan, pertambangan, dan migas.

> Kondisi perekonomian global juga berpengaruh terhadap sektor perdangangan sehingga berimbas pada merosotnya penerimaan PPN impor. Kesadaran warga negara untuk membayar pajak masih rendah.

Faktor internal:

> Banyak insentif pajak yang diberikan pemerintah seperti tax holiday, tax allowance, kenaikan PTKP, insentif UMKM, tax amnesty dan lain sebagainya.

> Pemanfaatan data dan informasi yang belum optimal. Direktorat jenderal pajak belum memanfaatkan secara optimal basis data dari tax amnesty dan data AEol (Automatic Exchange of Information).

> Moratorium penegakan hukum karena tahun politik untuk menghindari kegaduhan di masyarakat.

2. Umumnya bagaimana bentuk tax evasion yang banyak sekali ditemui di Indonesia?

Bentuk tax evasion yang umumnya banyak ditemui di Indonesia:

> Menerbitkan dan/atau menggunakan faktur pajak, bukti pemotongan dan/atau bukti setoran pajak yang tidak berdasarkan transaksi yang sebenarnya.

> Menerbitkan faktur pajak tetapi belum dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak.

> Tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) atau menyampaikan SPT dan/atau keterangan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap.

> Memperlihatkan pembukuan, pencatatan, atau dokumen lain yang palsu atau dipalsukan seolah-olah benar, atau tidak menggambarkan keadaan yang sebenarnya

> Tidak menyetorkan pajak yang telah dipotong atau dipungut.

3. Dilansir dari www.pajak.go.id, rasio kepatuhan Wajib Pajak Badan (WPB) di Kanwil DJP Sumut I pada tahun 2017 jauh lebih rendah daripada Wajib Pajak Orang Pribadi (WPOP), yakni hanya 50% daripada WPOP yang sebesar 77%.

Bagaimana tanggapan Anda terhadap fenomena tersebut?

Fenomena tersebut sebenarnya merupakan kejadian yang terus berlangsung setiap tahun, bahkan dari sebelum tahun 2017. Beberapa faktor yang menyebabkan rendahnya kepatuhan wajib pajak antara lain ketidakpuasan masyarakat terhadap pelayanan publik, pembangunan infrastruktur yang tidak merata, dan banyaknya kasus korupsi yang dilakukan pejabat tinggi. Dalam sesi

tanya jawab pada beberapa kegiatan sosialisasi perpajakan yang dilakukan, salah satu penyebabnya adalah masyarakat kurang merasakan manfaat dari pajak yang telah dibayar, misalnya masih banyaknya jalan yang rusak dan sarana publik yang tidak memadai serta kasus korupsi yang kerap mendera pejabat eksekutif pemerintahan baik pusat ataupun daerah. Disisi lain pengenaan sanksi berupa denda keterlambatan pelaporan nilainya masih kecil, membuat wajib pajak mengabaikan kepatuhan.

Berbagai upaya telah dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak umumnya dan Kanwil DJP Sumut I khususnya untuk memperbaiki fenomena tersebut antara lain dengan menciptakan pelayanan publik yang profesional, mengelola uang pajak secara adil dan transparan, membuat peraturan perpajakan yang mudah dipahami wajib pajak, memberikan kemudahan dalam pelaporan pajak seperti pelaporan e-filling, pojok pajak, maupun drop box, memberikan edukasi dan sosialisasi tentang perpajakan dan meningkatkan tindakan penegakan hukum kepada wajib pajak yang tidak patuh.

4. Secara umum, mengapa Wajib Pajak Badan sangat rentan terhadap kasus tax evasion?

Wajib Pajak Badan sangat rentan terhadap kasus tax evasion karena:

> Biaya ketaatan pajak yang dinilai tinggi, terbukti dari besarnya tarif pajak yang ditanggung oleh Wajib Pajak Badan.

> Aturan perpajakan bagi Wajib Pajak Badan relatif lebih rumit.

> Proses bisnis Wajib Pajak Badan relatif lebih kompleks daripada Wajib Pajak OP.

> Laporan Keuangan Wajib Pajak Badan lebih kompleks

5. Umumnya, teknik apa saja yang digunakan untuk mengungkapkan kasus tax evasion?

Teknik yang digunakan untuk mengungkap kasus tax evasion umumnya:

> Penelitian administrasi

> Pemeriksaan Pajak

> Penyidikan Pajak

6. Adakah hal/aspek/faktor lain menurut Anda yang dapat digunakan untuk mengungkapkan kasus tax evasion?

> Kegiatan intelijen

> Digital audit forensic

7. Umumnya, bagaimana bentuk undercover operations yang dilakukan untuk mengungkapkan kasus tax evasion?

Bentuk undercover operations yang dilakukan untuk mengungkapkan kasus tax evasion:

> Pengamatan, umumnya dilakukan untuk mengetahui kegiatan usaha riil wajib pajak, mengidentifikasi wajib pajak, memantau lokasi usaha wajib pajak.

> Wawancara, dilakukan baik secara langsung terhadap wajib pajak maupun lingkungan disekeliling wajib pajak.

> Elisitasi yaitu wawancara terselubung baik secara langsung terhadap wajib pajak maupun lingkungan disekeliling wajib pajak untuk mengetahui informasi tersembunyi.

> Penjejakan (surveillance) yaitu pengumpulan informasi yang dilakukan secara dinamis seirama dengan pergerakan objek/sasaran.

> Penggalangan yaitu tindakan mempengaruhi atau mengubah tindakan, emosi, sikap, opini seseorang sesuai dengan yang kita harapkan.

8. Mengapa undercover operations sampai saat ini masih menjadi alat yang ampuh untuk mengungkapkan kasus tax evasion?

Penggunaan undercover operations sampai saat ini masih menjadi alat yang ampuh untuk mengungkapkan kasus tax evasion karena agar tidak mudah diketahui oleh pelaku sehingga pelaku tidak melakukan perlawanan atau menghilangkan barang bukti.

9. Adakah hal/teknik/langkah lain yang mungkin dibutuhkan dalam pelaksanaan undercover operations?

Hal/teknik/langkah lain yang mungkin dibutuhkan dalam pelaksanaan undercover operations kemampuan forensik digital, penguasaan proses bisnis secara spesifik.

10. Menurut LAKIN DJP tahun 2018, untuk menyelesaikan penyidikan secara nasional membutuhkan rata-rata waktu 18 bulan untuk masing masing berkas yang ditangani. Banyak kasus pelanggaran KUP yang sudah berhasil terdeteksi dan telah disidik namun gagal saat diperjuangkan di pengadilan. Menurut Anda, apa kira-kira faktor yang menyebabkan kegagalan tersebut?

Kewenangan DJP dalam penanganan kasus penyidikan (pelanggaran KUP) adalah sampai dengan penyerahan berkas perkara (tahap 1), penyerahan tersangka dan barang bukti (tahap II) kepada jaksa/penuntut umum. Apabila berkas perkara, tersangka, jaksa/penuntut umum berarti perkara yang ditangani penyidik pajak telah memenuhi ketentuan formal dan material untuk pengadilan dan telah beralih tanggung jawab yuridis penanganan perkara dari penyidik pajak kepada jaksa/penuntut umum.

Sedangkan ukuran kegagalan penanganan perkara penyidikan pajak di pengadilan lebih dipengaruhi oleh upaya jaksa/penuntut umum melakukan penuntutan dan beracara di muka pengadilan dan juga dipengaruhi oleh kewenangan hakim dalam memutus perkara.

11. Kasus-kasus berupa tax evasion umumnya sangat sulit diperjuangkan di pengadilan. Apakah menurut Anda dibutuhkan suatu ilmu khusus untuk membantu DJP memperjuangkan dan memenangkan kasus di pengadilan? Jika ya, ilmu seperti apa yang dibutuhkan pihak DJP dan mengapa harus itu?

Upaya DJP untuk memperjuangkan dan memenangkan kasus di pengadilan lebih pada penanganan penyidikan secara profesional sehingga menghasilkan berkas

perkara yang berkualitas. Untuk memenuhi upaya tersebut, penyidik pajak harus memiliki kompetensi ilmu penyidikan, hukum, akuntansi dan perpajakan.

Kompetensi penyidikan dan hukum berguna agar penyidikan berjalan sebagaimana ketentuan yang berlaku dan untuk meminimalisir adanya potensi gugatan. Sedangkan kompetensi akuntansi dan perpajakan merupakan kompetensi dasar yang wajib dikuasai karena berkaitan dengan materi penyidikan.

12. Akuntansi forensik saat ini sudah mulai dikenal publik atas kiprahnya di pengadian. Terungkapnya kasus Bank Bali, Adrian Waworuntu, serta temuan ADDP berupa kasus overstatement asset oleh 6 bank besar di Indonesia pada masa krisis besar di tahun 1997, sudah mulai membuka mata publik mengenai pentingnya akuntansi forensik untuk mengungkapkan kejahatan keuangan.

Apakah akuntansi forensik juga digunakan oleh DJP dalam kasus tax evasion?

Mengapa akuntansi forensik saat ini sangat berpotensi menjadi ilmu yang sangat penting dalam proses pengungkapan kasus tax evasion?

Ya, akuntansi forensik juga digunakan oleh DJP dalam menangani kasus tax evasion.

Akuntansi forensik saat ini sangat berpotensi menjadi ilmu yang sangat penting dalam proses pengungkapan kasus tax evasion karena dengan semakin berkembangnya diperlukan kompetensi yang lebih dari hanya sekedar membaca angka-angka yang tersaji dalam laporan keuangan, tapi juga dibutuhkan kemampuan menafsirkan apa yang ada di balik angka-angka dalam laporan

keuangan, mendeteksi kecurangan, menemukan bukti, hingga menyajikan bukti tersebut di pengadilan.

13. Bagaimana umumnya proses penerapan akuntansi forensik yang dilakukan dari penyelidikan sampai persidangan untuk kasus tax evasion?

Proses penerapan akuntansi forensik:

> Mempelajari dan menganalisis berkas induk Wajib Pajak dan kewajiban perpajakannya.

> Menganalisis laporan keuangan dan SPT.

> Mengidentifikasi dugaan pelanggaran, pihak yang terlibat, dan besarnya kerugian.

> Pengumpulan bahan bukti.

Dokumen terkait