• Tidak ada hasil yang ditemukan

Al-Mudharabah ( trust financing, trust investment )

BAB II . TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Literatur

3. Al-Mudharabah ( trust financing, trust investment )

a. Pengertian

Mudharabah berasal dari kata dharb, berarti memukul atau berjalan. Pengertian memukul atau berjalan ini adalah seseorang memukulkan kakinya dalam menjalankan usaha. Mudharabah, adalah akad kerja sama usaha antara dua pihak dimana pihak pertama sebagai

shahibul mal yang menyediakan modal, sedangkan pihak lainnya adalah mudharib sebagai pihak pengelola (Antonio, 2001:95).

Menurut Karim (2007:204) mudharabah adalah bentuk kontrak anatara dua pihak dimana satu pihak berperan sebagai pemilik modal dan mempercayakan sejumlah modalnya untuk dikelola oleh pihak kedua yaitu pelaksana usaha, dengan tujuan untuk mendapatkan

25

keuntungan. Kesimpulannya mudharabah adalah persetujuan kongsi anatra harta dari salah satu pihak dengan kerja dari pihak lain.

Menurut PSAK 105 mudharabah adalah akad kerjasama usaha antara dua pihak dimana pihak pertama (pemilik dana) menyediakan seluruh dana, sedangkan pihak kedua (pengelola dana) bertindak selaku pengelola, dan keuntungan dibagi sesuai kesepakatan sedangkan kerugian finansial hanya ditanggung oleh pemilik dana. b. Jenis-Jenis Mudharabah

Menurut Antonio (2001:97) mudharabah dibagi menjadi dua jenis, yaitu mudharabah mutlaqah dan mudharabah muqayyadah

Sedangkan menurut PSAK 105 mudharabah dibagi menjadi tiga, yaitu, mudharabah mutlaqah, mudharabah muqayyadah, dan

mudharabah musytarakah.

1) Mudharabah muthlaqah adalah mudharabah dimana pemilik dana memberikan kebebasan kepada pengelola dana dalam pengelolaan investasinya.

2) Mudharabah muqayyadah adalah mudharabah dimana pemilik dana memberikan batasan kepada pengelola dana, antara lain mengenai tempat, cara dan atau obyek investasi.

3) Mudharabah musytarakah adalah bentuk mudharabah dimana pengelola dana menyertakan modal atau dananya dalam kerjasama investasi.

26 c. Manfaat Mudharabah

Manfaat-manfaat mudharabah antara lain (Antonio, 2001:97-98): 1) Bank akan menikmati peningkatan bagi hasil pada saat keuntungan

nasabah meningkat.

2) Bank tidak berkewajiban membayar bagi hasil kepada nasabah pendanaan secara tetap, tapi disesuaikan dengan pendapatan/hasil usaha bank sehingga bank tidak akan pernah mengalami negative spread.

3) Pengembalian pokok pembiayaan disesuaikan cash flow nasabah sehingga tidak memberatkan nasabah.

4) Bank akan selektif dan hati-hati dalam memilih usaha yang halal, aman, dan menguntungkan.

5) Prinsip bagi hasil dalam mudharabah berbeda dengan bank konvensional karena tidak menggunakan bunga. Sehingga nasabah tidak perlu terbebani dengan bunga yang harus ia bayar.

d. Rukun dan Syarat Mudharabah

Menurut Dewan Syariah Nasional NO.07/DSN-MUI/IV/2000, rukun dan syarat mudharabah ada lima, yaitu:

1) Penyedia dana (sahibul mal) dan pengelola (mudharib) harus cakap hukum.

2) Pernyataan ijab dan qabul harus dinyatakan oleh para pihak untuk menunjukkan kehendak mereka dalam mengadakan kontrak (akad), dengan memperhatikan hal-hal berikut:

27

a) Penawaran dan penerimaan harus secara eksplisit menunjukkan tujuan kontrak (akad).

b) Penerimaan dari penawaran dilakukan pada saat kontrak. c) Akad dituangkan secara tertulis, melalui korespondensi, atau

dengan menggunakan cara-cara komunikasi modern.

3) Modal ialah sejumlah uang atau aset yang diberikan oleh penyedia dana kepada mudharib untuk tujuan usaha dengan syarat sebagai berikut:

a) Modal harus diketahui jumlah dan jenisnya.

b) Modal dapat berbentuk uang atau barang yang dinilai. Jika modal diberikan dalam bentuk aset, maka aset tersebut harus dinilai pada waktu akad.

c) Modal tidak dapat berbentuk piutang dan harus dibayarkan kepada mudharib, baik secara bertahap maupun tidak, sesuai dengan kesepakatan dalam akad.

4) Keuntungan mudharabah adalah jumlah yang didapat sebagai kelebihan dari modal. Syarat keuntungan berikut ini harus dipenuhi:

a) Harus diperuntukkan bagi kedua pihak dan tidak boleh disyaratkan hanya untuk satu pihak.

b) Bagian keuntungan proporsional bagi setiap pihak harus diketahui dan dinyatakan pada waktu kontrak disepakati dan

28

harus dalam bentuk prosentasi (nisbah) dari keuntungan sesuai kesepakatan. Perubahan nisbah harus berdasarkan kesepakatan. c) Penyedia dana menanggung semua kerugian akibat dari

mudharabah, dan pengelola tidak boleh menanggung kerugian apapun kecuali diakibatkan dari kesalahan disengaja, kelalaian, atau pelanggaran kesepakatan.

5) Kegiatan usaha oleh pengelola (mudharib), sebagai perimbangan (muqabil) modal yang disediakan oleh penyedia dana, harus memperhatikan hal-hal berikut:

a) Kegiatan usaha adalah hak eksklusif mudharib, tanpa campur tangan penyedia dana, tetapi ia mempunyai hak untuk melakukan pengawasan.

b) Penyedia dana tidak boleh mempersempit tindakan pengelola sedemikian rupa yang dapat menghalangi tercapainya tujuan

mudharabah, yaitu keuntungan.

c) Pengelola tidak boleh menyalahi hukum syari‟ah Islam dalam

tindakannya yang berhubungan dengan mudharabah, dan harus mematuhi kebiasaan yang berlaku dalam aktifitas itu.

e. Ketentuan Mudharabah

Menurut Dewan Syariah Nasional NO.07/DSN-MUI/IV/2000 ketentuan pembiayaan mudharabah, yaitu:

29

1) Pembiayaan mudharabah adalah pembiayaan yang disalurkan oleh Lembaga Keuangan Syariah kepada pihak lain untuk suatu usaha yang produktif.

2) Dalam pembiayaan ini LKS sebagai shahibul maal (pemilik dana) membiayai 100 % kebutuhan suatu proyek (usaha), sedangkan pengusaha (nasabah) bertindak sebagai mudharib atau pengelola usaha.

3) Jangka waktu usaha, tata cara pengembalian dana, dan pembagian keuntungan ditentukan berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak (LKS dengan pengusaha).

4) Mudharib boleh melakukan berbagai macam usaha yang telah disepakati bersama dan sesuai dengan syari‟ah dan LKS tidak ikut serta dalam managemen perusahaan atau proyek tetapi mempunyai hak untuk melakukan pembinaan dan pengawasan.

5) Jumlah dana pembiayaan harus dinyatakan dengan jelas dalam bentuk tunai dan bukan piutang.

6) LKS sebagai penyedia dana menanggung semua kerugian akibat dari mudharabah kecuali jika mudharib (nasabah) melakukan kesalahan yang disengaja, lalai, atau menyalahi perjanjian.

7) Pada prinsipnya, dalam pembiayaan mudharabah tidak ada jaminan, namun agar mudharib tidak melakukan penyimpangan, LKS dapat meminta jaminan dari mudharib atau pihak ketiga. Jaminan ini hanya dapat dicairkan apabila mudharib terbukti

30

melakukan pelanggaran terhadap hal-hal yang telah disepakati bersama dalam akad.

8) Kriteria pengusaha, prosedur pembiayaan, dan mekanisme pembagian keuntungan diatur oleh LKS dengan memperhatikan fatwa Dewan Syariah Nasional.

9) Biaya operasional dibebankan kepada mudharib.

10)Dalam hal penyandang dana (LKS) tidak melakukan kewajiban atau melakukan pelanggaran terhadap kesepakatan, mudharib berhak mendapat ganti rugi atau biaya yang telah dikeluarkan. f. Ketentuan Hukum Mudharabah

1) Mudharabah boleh dibatasi pada periode tertentu.

2) Kontrak tidak boleh dikaitkan (mu’allaq) dengan sebuah kejadian di masa depan yang belum tentu terjadi.

3) Pada dasarnya, dalam mudharabah tidak ada ganti rugi, karena pada dasarnya akad ini bersifat amanah (yad al-amanah), kecuali akibat dari kesalahan disengaja, kelalaian, atau pelanggaran kesepakatan. 4) Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi

perselisihan di antara kedua belah pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrasi Syari‟ah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.

g. Risiko Mudharabah

Menurut Antonio (2001:98), risiko-risiko yang terdapat dalam

31

1) Adanya kemungkinan nasabah menggunakan dana tersebut dan tidak sama seperti yang ditulis dikontrak.

2) Kesalahan yang disengaja yang menyebabkan kerugian.

3) Kemungkinan adanya penyembunyian keuntungan oleh nasabah. h. Karakteristik Mudharabah

Karakteristik mudharabah menurut PSAK No.105 adalah sebagai berikut:

1) Entitas dapat bertindak baik sebagai pemilik dana atau pengelola dana.

2) Mudharabah terdiri dari mudharabah muthlaqah, mudharabah muqayyadah, dan mudharabah musytarakah. Jika entitas bertindak sebagai pengelola dana, maka dana yang diterima disajikan sebagai dana syirkah temporer.

3) Dalam mudharabah muqayadah, contoh batasan antara lain: a) Tidak mencampurkan dana pemilik dana dengan dana lainnya; b) Tidak menginvestasikan dananya pada transaksi penjualan

cicilan, tanpa penjamin, atau tanpa jaminan.

c) Mengharuskan pengelola dana untuk melakukan investasi sendiri tanpa melalui pihak ketiga.

i. Nisbah keuntungan

Menurut Karim (2009:206-210) nisbah ini mencerminkan imbalan yang berhak diterima oleh kedua pihak yang ber-mudharabah.

32

Hal ini digunakan untuk mencegah terjadinya perselisihan antara kedua belah pihak mengenai cara pembagian keuntungan.

1) Persentase

Persentase digunakan untuk menentukan nisbah keuntungan bukan menggunakan nominal, misal 50:50, 70:30, atau 60:40. Nisbah keuntungan ditentukan berdasarkan kesepakatan, bukan berdasarkan porsi setoran modal, tentu saja bila disepakati ditentukan nisbah keuntungan sebesar porsi setoran modal.

2) Bagi untung dan bagi rugi

Hal ini merupakan konsekuensi yang logis dari karakteristik akad mudharabah yang tergolong kedalam kontrak investasi, dimana return dan timing cash flow tergantung kinerja sektor riil. Namun ada hal dalam akad mudharabah saat kerugian, pembagian kerugian tidaklah seperti pembagian keuntungan, jika pembagian keuntungan berdasarkan nisbah, maka pembagian kerugian berdasarkan porsi modal. Oleh karena nisbahnya disebut dengan nisbah keuntungan bukan nisbah saja. Hal ini dikarenakan adanya perbedaan kemampuan untuk mengabsorsi atau menanggung kerugian di antara kedua belah pihak. Kemampuan shahibul maal

untuk menanggung kerugian tidak sama dengan kemampuan si

mudharib. Dengan alasan, jika usaha mengalami kerugian maka

33

harus menanggung kehilangan kerjanya karena gagal dalam usahanya.

3) Jaminan

Ketentuan pembagian kerugian seperti penjelasan diatas hanya jika kerugian diakibatkan oleh risiko bisnis, bukan karena karakter buruk mudharib. Jika mudharib lalai dalam menjalankan usahanya dan menimbulkan banyak kerugian maka mudharib harus menanggung kerugian sebesar bagian kelalaiannya sebagai sanksi dan tanggung jawabnya. Para fuqaha berpendapat bahwa pada prinsipnya tidak perlu dan tidak boleh mensyaratkan agunan sebagai jaminan, sebagaimana dalam akad syirkah lainnya. Untuk menghindari adanya moral hazard dari mudharib, maka shahibul mal diperbolehkan memintanya, dengan tujuan untuk menghindari moral hazard mudharib bukan untuk "mengamankan" investasi

shahibul maal jika terjadi kerugian akibat risiko bisnis. 4) Menentukan besarnya nisbah

Menurut Karim (2009:209) Nisbah ditentukan oleh kedua belah pihak yang bersepakat. Biasanya di bank syariah modern tawar menawar nisbah hanya terjadi jika deposan/investor dalam jumlah besar.

5) Cara menyelesaikan kerugian

Menurut Karim (2009:210) jika terjadi kerugian, maka cara menyelesaikannya ada dua macam, yaitu:

34

a) Diambil dari kuntungan untuk menutupi kerugian yang timbul, dimana keuntungan sebagai pelindung modal.

b) Bila kerugian lebih besar jumlahnya dari keuntungan yang didapat, maka menggunakan pokok modal untuk menutup kerugian.

Dokumen terkait