• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian Pustaka

6. Al-Qur’an

Al-Qur’an berasal dari bahasa Arab, dari kata qara’a yang berarti membaca. Sebagian dari ulama berpendapat kata al-Qur’an merupakan kata sifat yang berasal dari kata dasar “al-qar” yang artinya menghimpun, karena kitab ini menghimpun surat, ayat, kisah, perintah dan larangan. Atau karena kitab ini menghimpun intisari dari kitab-kitab suci sebelumnya.

Dalam pengertian sempit, membaca adalah kegiatan memahami makna yang terdapat dalam tulisan. Sementara dalam pengertian luas, membaca adalah proses pengolahan bacaan secara kritis-kreatif yang dilakukan pembaca untuk memperoleh pemahaman menyeluruh tentang bacaan itu, yang di ikuti oleh penilaian terhadap keadaan, nilai, fungsi, dan dampak bacaan itu.

Menurut pengertian sempit, kegiatan membaca dibatasi pada proses memaknai bahasa tulis, yaitu kata, kalimat, dan paragraf yang mengandung pesan penulis yang harus “ditangkap”

pembaca. Jika pembaca telah mengerti maksud pesan penulis, pembaca telah dianggap berhasil. Menurut pandangan luas,

membaca dipandang sebagai kegiatan mengolah ide. Maksudnya, bacaan tidak sekadar mengandung pesan penulis, tetapi pesan itu harus diolah lagi. Melalui kegiatan berpikir kritis dan kreatif, pembaca menafsirkan makna bacaan yang mendalam (Nurhadi, 2016, p. 2)

Menurut Sahiron Syamsuddin dalam bukunya al-Qur’an merupakan istilah bahasa Arab yang berarti hafalan atau bacaan.

al-Qur’an berasal dari kata pertama dalam wahyu pertama dan di terima Nabi Muhammad SAW, iqra’, yang berarti ‘bacalah’.

Peran Nabi Muhammad SAW sebagai seorang Nabi di mulai ketika ia diperintahkan untuk ‘membaca’. Meskipun al-Qur’an menggunakan beragam nama, tetapi nama ‘al-Qur’an’ telah menjadi salah satu yang paling umum dipakai untuk sebutan suci umat Islam. Nama lain yang digunakan oleh al-Qur’an untuk menyebut dirinya sendiri antara lain: Wahyu (tanzil), peringatan (dzikir), pembeda (furqan) dan kitab suci (kitab). Al-Qur’an juga menyandang sejumlah karakter atau sifat untuk dirinya sendiri seperti yang mulia (karim) (seperti dalam kalimat sering dikutip

‘al-Qur’an yang mulia’), jelas, agung dan diberkahi (Sahiron &

Shulkhah, 2018, p. 53).

Al-Qur’an adalah perkataan literal dari Tuhan yang diterima oleh Nabi Muhammad SAW. Secara harfiah dalam bahasa Arab untuk disampaikan kepada pengikutnya. Bagi umat muslim, al-Qur’an merupakan teks keagamaan yang paling suci. Al-al-Qur’an merupakan pondasi dan sumber utama ajaran agama Islam yang dijadikan pedoman bagi setiap orang Islam diseluruh aspek kehidupan, baik aspek spiritual, hukum, moral, politik, ekonomi, maupun sosial (p. 23).

Menurut al-Lihyani dalam buku yang ditulis Rosihon Anwar bahwa kata “al-Qur’an” berasal dari kata dasar “qara’a”

(membaca) sebagaimana kata rujhan dan ghufran. Kata jadian ini kemudian dijadikan sebagai nama dari firman Allah yang di turunkan kepada Nabi Muhammad SAW. Penamaan ini masuk ke dalam katagori tasmiyah al-maf’ul bi al-mashdar. Mereka merujuk firman Allah pada surat Al-Qiyamah (75) ayat 17-18:

ََٰنۡأ َرَق اَذِإَف ۥُهَناَء ۡرُق َو ۥُهَع ۡمَج اَنۡيَلَع َّنِإ

Artinya: “Sesungguhnya atas tanggungan Kami-lah mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya. Apabila kami telah selesai membacakanya, maka ikutilah bacaannya itu.” (Q.S. al-Qiyamah: 17-18) (p.

854).

Pengertian Qur’an secara termonologi menurut Manna’ al-Qaththan:

ُدَّبَعَتُمْلا . م . ص ٍدَّمَحُم ىَلَع ُل َّزَنُمْلا ِ اللّ ُم َلََك ِهِت َو َلَِتِب

Artinya: ”Kitab Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW dan membacanya memperoleh pahala.”

Dengan demikian secara istilah al-Qur’an yaitu kalam Allah yang bersifat mukjizat yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW melalui perantara Malaikat Jibril dengan lafal dan maknanya dari Allah SWT, yang menukilkan secara mutawatir, membacanya merupakan ibadah, yang dimulai dengan surat al-Fatihah dan diakhiri surat an-Nas (Rosihon Anwar, 2017, p. 31).

Al-Qur’an diturunkan dalam tempo 22 tahun 2 bulan 22 hari, yaitu mulai malam 17 Ramadhan tahun 41 dari kelahiran Nabi, sampai 9 Dzulhijah Haji Wada’ tahun 63 dari kelahiran Nabi atau tahun 10 H (p. 34).

Al-Qur’an itu cahaya, karena al-Qur’an adalah kalamullah.

Kalamullah adalah sifat zat-Nya Yang Maha agung, maha mulia, maha kuasa. Allah adalah sumber segala cayaha. Cahaya-Nya akan mengalir kesesuatu yang disinggahinya.

Ketika al-Qur’an ditulis di mushaf, cahayanya menempel di mushaf, ketika al-Qur’an dibaca dan dihayati, cahayanya mengalir ke lidah, ke otak, ke hati lalu mengalir kesekujur tubuh pembacanya, pada saat itulah manusia bermandikan cahaya. Jika al-Qur’an diajarkan kepada orang lain, kepada masyarakat, kepada institusi pendidikan bahkan ke negara, maka cahaya itu akan menjalar ke semuanya.

Al-Qur’an juga sebagai ruh. Apa yang disinggahi al-Qur’an akan hidup dan penuh hati. Manusia yang mendapat sentuhan al-Qur’an adalah sosok yang berarti bagi diriya dan lingkungannya.

Sebaliknya manusia yang tidak tersentuh oleh spiritualitas al-Qur’an dia laksana mayat yang berjalan diatas bumi. Manusia seperti itu ibarat lampu yang tak tersentuh aliran listrik. Bendanya terpasang tapi tak berarti apa-apa bagi yang memandangnya, jika kehidupan ini ingin berarti dan bermakna, sentuhlah dengan cahaya dan ruh al-Qur’an.

Al-Qur’an merupakan bacaan yang mulia dan sempurna, karena tidak ada bacaan yang memiliki keagungan selain bacaan al-Qur’an. Dituturkan bahwa al-Qur’an mempunyai dua sisi.

Pertama sebagai kalamullah yang suci. Kedua sebagai kitab hidayah yang memberikan petunjuk bagi kehidupan umat manusia. Sakralitas al-Quran bisa diketahui melalui:

a. Al-Qur’an adalah kalamullah atau perkataan Allah.

Logikanya, jika Allah itu zat yang Maha Suci, karena kalam adalah bagian dari diri Allah sendiri.

b. Allah menempatkan al-Qur’an kedalam suatu tempat yang sangat terjaga yaitu,“lauhul mahfuzh” satu tempat yang sangat rahasia, bersama dengan rahasia tentang makhluk-makhluk Allah lainnya.

c. Allah menjaga kesucian al-Qur’an dengan mensterilkan semua jalan menuju lauh mafudz dari syaitan yang berusaha mencuri kabar dari langit.

d. Nabi Muhammad SAW dalam banyak haditsnya menjelaskan keutamaan al-Qur’an.

Dengan melihat penjelasan di atas, nyatalah bahwa al-Qur’an adalah kalam Allah yang harus dimuliakan, dihargai, dijaga, tidak boleh dilecehkan, karena sebaik-baik manusia yaitu orang yang mempelajari al-Qur’an dan mengajarkannya. Kaum muslimin telah memperlakukan al-Qur’an dengan sangat santun dan memuliakannya dengan sepenuh hati (Ahsin (2017, p. 58).

Dokumen terkait