• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian Pustaka

2. Metode

Menyajikan suasana belajar dan pembelajaran yang menarik dan berkesan bagi peserta didik bukan suatu perkara yang mudah.

Karena peserta didik antara yang satu dengan yang lainnya memiliki perbedaan, baik perbedaan secara kognitif, afektif, ataupun psikomotornya. Oleh sebab itu seorang tenaga pendidik harus mempersiapkannya dengan memiliki pengetahuan dan kompetensi yang memadai dengan didukung oleh sumber daya dan metode yang memadai juga untuk menerapkan strategi belajar dan pembelajaran yang kondusif dan efektif.

a. Pengertian Metode

Ramayulis (2015), Metode mengajar dapat diartikan sebagai cara yang dipergunakan oleh pendidik dalam mengadakan hubungan dengan pesrta didik. Pada saat berlangsungnya proses pemebelajaran. Dengan demikian, metode mengajar merupakan alat untuk menciptakan proses pembelajaran (p. 264).

Secara bahasa metode (method) berarti jalan atau cara.

Dalam bahasa Arab kata metode dikenal dengan istilah al- Thariqah yang arinya suatu jalan yang sering dilalui. Karena dianggap paling dekat dengan tempat yang akan dituju, sehingga dengan melintasi jalan tersebut memungkinkan akan cepat sampai ke tempat tujuan, disbanding dengan jalan yang lainnya. Dari arti tersebut dapat dipahami secara sederhana bahwa metode adalah suatu jalan atau cara yang diyakini paling efektif dan efisien untuk mencapai tujuan (Eman, 2016, p. 23).

Menghafal al-Qur’an bukanlah pekerjaan yang mudah, dari itu perlu adanya metode yang bisa memudahkan dalam menghafal al-Qur’an. Biasanya yang pertama menggunakan cara berhadapan dengan guru pembimbing hafalan dalam menghafal kemudian berikutnya dengan cara tikrar atau mengulang bacaan dan dilakukan dengan disimak oleh guru atau teman. Juga dengan cara membaca al-Qur’an dengan berurutan secara bergantian. Setiap orang memiliki metode yang cocok untuk dirinya dan dapat membuatnya lebih terasa nyaman dalam mencapai tujuan tertentu, untuk menemukan sebuah metode tertentu yang lebih pas dapat dilakukan dengan sebuah percobaan (Amjad, 2011, p.122).

Metode merupakan suatu hal yang penting dalam pembelajaran, karena tanpa adanya metode maka kegiatan belajar dan pembelajaran tidak akan berhasil sesuai dengan yang diharapkan. Seorang pengajar harus tepat dalam memilih metode pembelajran yang digunakan dalam proses pembelajaran. Metode pembelajaran merupakan instrument penting dalam proses pembelajaran yang memiliki nilai teoritis dan praktis. Metode pembelajaran menjadi variable penting dalam proses pembelajaran yang mempengaruhi hasil pembelajaran (Ahmad, 2009, p. 49).

Metode yang dimaksud adalah cara sistematis dan terfikir secara baik untuk mencapai tujuan. Metode merupakan usaha untuk menggerakan anak didik agar dapat mepelajari bahan pembelajaran. Seorang guru dapat menggerakan anak didik apabila metode yang digunakan sesuai dengan tingkat perkembangan anak didik, baik secara individu maupun secara kelompok. Guru sebaiknya tidak memaksakan anak didik untuk bergerak dalam aktivitas belajar menurut acuan metode. Pemaksaan tidak akan mendapatkan sesuatu yang diharapkan, bahkan bisa merusak perkembangan anak didik menjadi terganggu. Guru sebaiknya bisa membangkitkan motivasi anak didik.

Motivasi akan tumbuh dan berkembang jika anak didik merasakan senangnya berprestasi, bertanggung jawab dan dihargai. Metode yang lunak biasanya mudah berhasil dalam menggerakkan gairah santri dari pada metode yang mengandung unsur-unsur otokratis. Tetapi terkadang metode yang lunakpun tidak akan berhasil apabila seorang santri tidak bisa dengan sebuah metode tersebut. Pendek kata, ”bukan siswa untuk metode, melainkan metode untuk siswa”.

b. Penggunaan Metode

Dalam pendidikan yang diterapkan di Barat, metode pendidikan hampir sepenuhnya tergantung kepada kepentingan peserta didik, para pendidik hanya bertindak sebagai motivator, stimulator, fasilitator, ataupun hanya sebagai instruktur. Sistem yang cenderung dan mengarah kepada peserta didik sebagai pusat (child center) ini sangat menghargai adanya perbedaan individu peserta didik. Hal ini menyebabkan para peserta didik hanya bersikap merangsang dan mengarahkan para peserta didik untuk belajar dan mereka diberi kebebasan, sedangkan pembentukan karakter dan pembinaan moral hamper kurang menjadi perhatian pendidik (p. 265).

c. Pembagian Metode al-Qur’an

Tentang metode, berikut adalah beberapa pilihan yang banyak ditetapkan oleh para penghafal al-Qur’an diantaranya:

1) Metode kitaba . Secara bahasa, kitabah artinya menulis.

Adapun metode menulis yang dimaksud disini adalah metode menghafal al-Qur’an yang diawali dengan terlebih dahulu menulis ayat-ayat yang akan di hafal. Dalam penerapanya, penulis terlebih dahulu menulis ayat-ayat yang akan dihafalnya pada secarik kertas yang di sediakan. Kemudian ayat-ayat tersebut dibacanya dengan benar samapai lancar, lalu kemudian itu dihafalkan.

Dianatara kelebihan dari metode ini adalah bahwa di samping dibaca dengan lisan, aspek visual menulis juga akan sangat membantu dalam mempercepat terbentuknya pola hafalan didalam bayangan, serta sekaligus melatih menghafal untuk menulis tulisan Arab.

2) Metode simai’. Metode ini seringkali dipakai oleh para penghafal al-Qur’an yang memiliki kekurangan dalam hal penglihatan atau juga bisa digunakan anak kecil yang masih belum lancar dalam membaca al-Qur’an. Banyak teknik yang bisa dalam penerapan metode ini, salah satunya misalnya bisa dengan langsung mendengarkan dari guru atau kaset murathal. Simai’ sendiri berarti mendengar yang dimaksud dengan metode ini ialah mendengarkan bacaan al-Qur’an untuk dihafalkannya.

Metode ini sangat efektif bagi penghafal yang meiliki daya ingat ekstra, terutama bagi penghafal tuna netra, atau anak-anak yang masih dibawah umur yang belum bisa baca tulis al-Qur’an.

3) Metode Tasalsul (berantai) yang dimaksud dengan metode tasalsul adalah menghafal tiap satu halaman al-Qur’an dengan cara menghafal satu ayat sampai hafal dengan lancar, kemudian berpindah ke ayat kedua sampai benar-benar lancar, setelah itu menggabungkan ayat satu dengan ayat dua tanpa melihat mushaf. Penghafal hendaknya tidak berpindah ke ayat selanjutnya kecuali ayat sebelumnya telah lancar, begitu juga seterusnya ayat ketiga sampai habis satu halaman, kemudian menyambungkan ayat pertama sampai terakhir. Cara ini membutuhkan kesabaran dan sangat melelahkan karana harus banyak mengulang-ngulang setiap ayat yang sudah dihafalkan, kemudian digabungkan dengan ayat sebelumnya. Namun, cara seperti ini bisa menghasilkan hafalan yang benar-benar baik.

4) Metode jami’ (penggabungan). Yang dimaksud dengan metode ini adalah menghafal satu halaman al-Qur’an dengan cara menghafal satu ayat sampai lancar, berpindah ke ayat ketiga, juga seterusnya sampai satu halaman.

Kemudian setelah dapat menghafal satu halaman,menggabungkan hafalan dari ayat pertama sampai terakhir tanpa melihat mushaf.

5) Metode muqsam (pembagian). Yang dimaksud dengan metode ini adalah menghafal satu halaman al-Qur’an dengan cara membagi-baginya menjadi beberapa bagian, misalnya menjadi dua atau tiga bagian, dan setiap bagian itu dihafalnya secara tasalsul (pengulangan dari awal).

Barulah setelah tiap-tiap bagian telah sempurna dihafal hingga habis satu halaman, kemudian semua bagian itu disatukan atau digabungkan sampai seluruh bagian dapat dikuasai dengan lancar. Metode ini merupakan pertengahan antara metode tasalsul dan jami’.

6) Metode wahdah (satu persatu). Metode ini tidak jauh berbeda dengan metode tasalsul, hanya saja ada penentuan bilangan berapa kali ayat diulang. Misalnya, tiap ayat diulang sebanyak 20 kali. Baru kemudian ayat-ayat yang dihafalkan tersebut digabungkan dan diulang sebanyak 20 kali pula. Pengaruh terhadap kelancaran dengan metode ini lebih besar dibandingkan metode tasalsul. Hanya saja, cukup berat dan melelahkan dalam prakteknya, disamping itu penghafal juga harus bisa istiqomah dengan jumlah pengulangannya.

7) Metode jami’ yang dimaksud dengan metode ini ialah cara menghafal yang dilakukan secara bersama-sama,

dipimpin oleh seorang instruktur atau pembimbing.

Sebagai contoh misalnya pembimbing membacakan satu ayat atau beberapa ayat dan siswa menirukan secara bersama-sama. Kemudian instruktur membimbingnya dengan mengulang kembali ayat-ayat tersebut dan siswa mengikutinya. Selanjutnya, setelah ayat-ayat itu mereka baca dengan baik dan benar, selanjutnya mereka mengikuti bacaan instruktur dengan sedikit demi sedikit mencoba melepaskan mushaf, demikian seterusnya sampai ayat-ayat itu benar-benar hafal.

8) Metode memahami sebelum menghafal. Metode ini sangat efektif, hanya saja sulit diterapkan diusia dini,karena untuk bisa pada tingkatan mampu memahami al-Qur’an membutuhkan waktu yang lama. Metode ini juga akan sangat membantu seseorang didalam menyelesaikan target hafalannya, karena seseorang yang telah paham dengan isi ayat, maka ia akan lebih cepat menghafalkannya dan sangat membantu menguatkan hafalan. Karenanya, tidak perlu heran jika orang Arab bisa lebih cepat ketika menghafal al-Qur’an dibanding dengan orang asing, karena mereka sudah dibantu dengan kemampuan bahasa Arab. Untuk bisa menggunakan metode ini, orang yang belum paham bahasa Arab harus terlebih dahulu mempelajari bahasa Arab sebagai perangkat untuk bisa memahami al-Qur’an sebelum ia menghafal al-Qur’an.

9) Pengulangan (muraja’ah). Tahapan muraja’ah ini adalah yang paling penting dari tahapan-tahapan sebelumnya, mengingat ia adalah inti dari kegiatan menghafal al-Qur’an itu sendiri. Selanjutnya, khusus tentang tahapan ini, akan dibahas lebih lanjut pada bagian-bagian berikutnya didalam buku ini (A. Cece, p. 29).

Dokumen terkait