PEMECAHAN MASALAH
4. Alam Semesta adalah Masalah
Kita hidup di dunia ini dan kita selalu dilanda masalah, baik masalah kecil yang nyaris tak membebani sama sekali hingga yang sangat pelik, dari yang tidak begitu penting untuk dipecahkan hingga yang menyangkut hidup-matinya kita. Mengapa kita manusia, dan beberapa hewan lainnya, nampak selalu dilanda masalah, sedangkan Gunung Bawakaraeng nampak tenang-tenang saja berdiri di sana? Saya menganggap bahwa alam semesta ini adalah masalah, lebih tepatnya sumber dari segala masalah. Tapi alam semesta bukanlah satu-satunya faktor, ada satu faktor lain dan tanpa kedua faktor itu maka masalah takkan muncul. Faktor yang membuat hewan cerdas seperti manusia selalu dirundung masalah ialah karena ketidakpuasan. Dari repotnya menggosok gigi sebelum
122
tidur, spp yang tidak pernah tiba-tiba saja terbayar tanpa sepengetahuan kita, kisah asmara yang tidak sesuai dengan harapan, hingga ketidakpuasan kita terhadap penjelasan dosen mengenai pertambahan entropi dua sistem terisolasi yang digabungkan.
Dari masalah itu, sering muncullah rasa takut. Mengapa kita merasa takut? Kita merasa takut karena keidakpastian—ketidakpastian ending dari masalah, dan karena dunia ini penuh dengan hal-hal yang tidak pasti, maka kita selalu merasa takut. Saat kecil kita takut ke kamar mandi saat kebelet tengah malam, siapa yang menjamin sesosok pocong tidak akan muncul di balik pintu kamar mandi? Kita takut melawan penjahat yang bersenjata, siapa yang jamin kita bisa merobohkannya sebelum pisau penjahat itu menancap di tubuh? Kita takut melawan pihak dominan dan berkuasa, siapa yang jamin kita bisa selamat atau tidak dikucilkan? Tetapi kita tidak perlu takut untuk mencari kebenaran semesta, hukum-hukum yang mengatur dari jagat terkecil hingga jagat terbesar. Permasalahan ini tidak akan menimbulkan rasa takut, malah menjadi kekaguman terhadap keagungan semesta ini. Yah, meskipun jika dibawa ke ranah lain boleh jadi berbeda. Setelah terbiasa memecahkan masalah-masalah yang “aman”, kita bisa melakukan gebrakan.
Dengan begitu, jika tak ada hal pelik dalam hidup, baiknya kita mencari-cari masalah alih-alih menghabiskan banyak waktu untuk bermalas-malasan
123
tanpa hasil. Einstein pernah berujar, “Hal yang paling tak dapat dimengerti dari alam semesta ialah bahwa ia dapat dimengerti”. Ya, alam semseta dapat dimengerti, dan jika alam semesta mengizinkan kita untuk mengerti dirinya, mengapa kita tak mencoba?
Anda tidak hanya bisa memikirkan permasalahan-permasalahan matematika dan alam, permasalahan sosial, politik, sampai sejarah pun menarik untuk disantap. Yang diperlukan pertama ialah kepekaan terhadap masalah dan rasa penasaran untuk memecahkan suatu masalah. Kalau kedua tadi tidak dipunyai, maka segala metode berpikir yang telah diulas dalam buku ini tiada gunanya.
Latihan:
1. Perhatikan pernyataan berikut ini:
1) Semua Pap adalah Pip 3) Semua Pup adalah Pep 2) Semua Pip adalah Pup 4) Semua Pep adalah Pop Jika keempat pernyataan di atas benar, berilah tanda pada kesimpulan yang keliru.
⎕ Semua Pap adalah Pep ⎕ Semua Pip adalah Pop ⎕ Semua Pup adalah Pap ⎕ Semua Pop adalah Pep
2. Terdapat dua golongan di suatu desa, yakni golongan kesatria yang selalu berkata jujur dan golongan
124
penjarah yang selalu berkata bohong. Jika A mengatakan “B adalah seorang kesatria” dan B mengatakan “Kami dari golongan yang berbeda”. Maka kesimpulan yang dapat ditarik adalah…
a. A kesatria dan B penjarah b. A penjarah dan B kesatria c. A dan B penjarah
d. A dan B kesatria
e. tak dapat diperoleh kepastian
3. Pada suatu kejuaraan bulu tangkis, tim X akan berhadapan dengan tim Y. Pertandingan terdiri dari lima partai, tim mana yang memenangkan partai lebih banyak akan menjadi pemenangnya. Di atas kertas, tim X memiliki pemain dengan peringkat lebih baik, yakni peringkat 1, 3, 7, 9, dan 11. Sebaliknya tim Y memiliki pemain dangan peringkat 4, 5, 10, 13, dan 21. Apakah tim Y memiliki peluang untuk memenangkan pertandingan? Bagaimana?
4. Pilihlah jawaban yang benar.
a. Memilih opsi b e. memilih opsi a, c, dan d b. Memilih opsi e f. semua opsi salah c. Tidak memilih opsi a g. opsi a. b, c, dan f salah d. Tidak memilih opsi e
5. Saya menantang Anda untuk tidak menerima tantangan saya. Bagaimana cara Anda untuk memenangkan tantangan saya?
125
Bab 5
PENUTUP
1. Aksiologi
Kita telah cukup panjang membahas mengenai proses berpikir dan buah pemikiran. Akhirnya kita sampai pada pertanyaan sakral: untuk apa itu semua? Untuk apa kita berpikir? Jawabnya adalah untuk kehidupan yang lebih baik. Untuk hidup lebih bahagia.
Aksiologi merupakan cabang ilmu filsafat yang membahas tentang penggunaan dari ilmu, apa gunanya ilmu yang kita punya itu. Aksiologi berasal dari kata Latin, axio yang berarti nilai dan logos yang berarti kajian. Bagaimana penerapan ilmu itu dinilai, baik-buruk, indah-jelek. Berbicara tentang nilai semacam itu jelaslah bukan suatu topik matematika yang bagus, karena pemahaman tentang nilai itu dapat berbeda antara penilai satu dengan penilai yang lain. Nah, kajian mengenai hakikat nilai itulah yang disebut aksiologi.
Ada beberapa karakteristik dari nilai, yaitu: 1. Nilai objektif atau subjektif.
Suatu nilai dikatakan objektif jika tidak bergantung terhadap perbedaan subjek yang menilai, sedangkan dikatakan nilai subjektif jika
126
maknanya bergantung terhadap subjek yang menilai.
2. Nilai absolut atau berubah.
Nilai dikatakan absolut jika persepsi subjek terhadap objek tidak berubah, abadi (setidaknya selama kehidupan masih ada), sedangkan nilai disebut berubah jika persepsi subjek dapat berubah sesuai dengan perkembangan zaman.
Permasalahan mengenai nilai ini dapat dibagi berdasarkan nilai baik-buruknya (etika) dan berdasarkan keindahannya (estetika).
Etika
Etika berasal dari kata Latin, ethos, yang berarti karakter. Etika merupakan cabang filsafat yang mengkaji perilaku manusia. Tomas Paul dan Linda Elder mendefinisikan etika sebagai konsep-konsep dan prinsip yang memandu kita untuk menentukan perbuatan apa yang dapat menolong atau melukai makhluk berperasaan. Jadi, konsep etika erat kaitannya dengan moral.
Etika sendiri berasal dari beberapa sumber, antara lain yaitu:
1. Fitrah manusia, baik sebagai hewan maupun kelebihannya sebagai makhluk yang berpikir. 2. Adat dan pemahaman tentang kebiasaan yang
berkembang dan dipertahankan dalam masyarakat setempat.
127
3. Doktrin atau paham dari suatu kepercayaan, seperti agama, aliran filsafat, dan lain-lain.
Sumber etika yang paling utama ialah fitrah manusia, nilai baik-buruk yang tertanam dalam pikiran manusia sejak dilahirkan. Karena begitu abstraknya sumber ini, sering kita tidak dapat membedakan hal-hal mana yang dapat menolong makhluk lain dan mana yang dapat melukai perasaannya.
Sumber yang ke-dua ialah adat pemahaman tentang kebiasaan dalam masyarakat. Nilai-nilai dari sumber ini bersifat unik, dapat berbeda antara satu kelompok dan kelompok lain. Misalkan dalam budaya masyarakat tertentu bersendawa setelah makan itu sangat tidak sopan, sedangkan budaya masyarakat lain menganggap itu adalah hal yang biasa. Penilaian dua orang terhadap suatu tindakan dapat saja bertentangan, karena orang cenderung mengambil referensi dari perilaku masyarakat sekitar.
Sumber yang ke-tiga adalah doktrin agama dan paham kepercayaan yang dianut. Bahkan dua orang yang memiliki agama yang sama pun dapat berbeda pandangan mengenai suatu hal. Misalkan bagi umat muslim radikal, mendengar musik pop itu bukanlah hal yang baik, sedangkan bagi umat beragama lain, bahkan bagi penganut Islam yang lebih moderat atau liberal, mendengar musik pop itu sah-sah saja selagi tidak mendatangkan kerugian bagi diri sendiri dan
128
orang lain (misalnya memutar musik dengan keras di perpustakaan dapat mengakibatkan kita ditegur dan membuat orang lain jengkel).
Tentunya diperlukan metode untuk mengetahui hal-hal mana saja yang dapat menolong manusia dan hal-hal mana saja yang dapat melukainya. Metode pertama ialah dengan “eksperimen bertukar posisi”. Tentunya eksperimen yang dimaksud adalah eksperimen angan-angan. Bila kita hendak melakukan sesuatu pada orang lain, cobalah bayangkan bila orang lainlah yang melakukan hal yang sama pada diri kita. Metode ke-dua ialah mengamati dan mempelajari. Jika kita melakukan suatu tindakan pada makhluk lain, amatilah tanggapannya, dan pelajari. Misalkan jika kita melempari kucing dengan batu, alih-alih mengeong dengan gembira menghampiri kita, kucing itu akan mengerang dan kabur. Kita dapat mengamati bahwa kucing juga tidak suka disakiti, maka kita belajar bahwa melempari kucing (atau semacamnya seperti menginjak kecoa dan menembak cicak dengan karet gelang) bukanlah hal yang baik.
Estetika
Secara etimologi, estetika berasal dari kata Latin, aisthetikos yang berarti keindahan, perasaan. Estetika merupakan cabang filsafat yang mengkaji
129
nilai-nilai dalam kreasi dan seni serta hubungannya dalam kehidupan manusia.
Keindahan setidaknya dapat kita bagi menjadi keindahan individual dan harmoni atau keselarasan. Keindahan individual menyangkut persepsi kita mengenai indah tidaknya suatu hal, sedangkan harmoni menyangkut kesesuaiaan objek-objek yang dikumpulkan. Misalkan lukisan yang berisi gambar gelas dan cangkul. Gelas dapat digambar dengan indah, begitu pula dengan cangkul, tetapi seindah apa pun gambar gelas dan cangkulnya lukisan tadi tidak akan terlihat menarik karena tidak ada keselarasan dalam objek-objek penyusunnya.
Aksiologi dan Teknologi
Pada masa Aristoteles, pengertian hidup yang lebih baik itu cukup sederhana: tertib, indah, etis, dan bijak dalam bertindak. Sekarang, kehidupan yang lebih baik berhubungan dengan kemudahan beraktivitas, sekarang ilmu itu digunakan untuk perkembangan teknologi. Teknologi tidak dapat dipisahkan dari manfaat, etika, dan estetika. Dengan teknologi terkini kita dapat menyimpan isi buku satu perpustakaan hanya dalam komputer yang seukuran buku. Dengan teknologi kita dapat bercakap dan melihat wajah kawan yang berada di belahan dunia lain. Teknologi menghasilkan rudal balistik dengan hulu ledak nuklir
130
yang memiliki jangkauan hingga ribuan kilometer. Dengan teknologi, selaput dara yang sudah rusak dapat diperbaiki lagi.
Teknologi ibarat pedang bermata dua, dapat memberi manfaat dan dapat pula membawa petaka, tergantung niat dan cara kita menggunakannya. Untuk itu saya berikan beberapa kasus yang melibatkan teknologi, etika, dan estetika.
Sejak revolusi industri, pabrik-pabrik besar berdiri menghasilkan produk-produk teknologi. Efek sampingnya, dihasilkan limbah produksi yang tentulah harus dibuang. Sebagian limbah ini dibuang di sungai atau laut sehingga mengotori dan mencemari lingkungan. Akibat limbah produksi maupun sampah dari produk yang sudah tak terpakai yang dibuang sembarangan, sungai menjadi kotor dan masyarakat maupun flora-fauna di beberapa tempat mengalami keracunan.
Beberapa tahun yang lalu, pemerintah berencana membangun pembangkit listrik tenaga nuklir untuk memasok energi listrik yang selama ini tidak cukup, sering terjadi pemadaman listrik di seluruh Indonesia. Pihak pemerintah dan badan peneliti terkait telah mengkaji beberapa daerah yang cocok untuk dijadikan lahan PLTN, tetapi warga di semua daerah yang direncanakan tadi umumnya menolak didirikannya PLTN di kabupaten mereka— meskipun PLTN-nya dibangun di daerah yang jauh
131
dari pemukiman. Warga dan pemerintah daerah berdalih PLTN sangat berbahaya, bahkan negara maju seperti AS dan Jepang pun mulai berencana meninggalkan sumber energi nuklir. Padahal, jumlah orang yang mati karena kecelakaan atau penyalahgunaan senjata tajam masih jauh lebih banyak daripada orang yang mati karena kecelakaan atau penyalahgunaan nuklir.
Beberapa tahun silam, dunia kedokteran menemukan teknik untuk menjahit kembali selaput dara (himen) yang sudah sobek. Beberapa kalangan menentang operasi ini sebagai sesuatu yang tidak etis dan melawan kodrat. Keperawanan itu bukanlah diukur berdasarkan keutuhan selaput dara saja, tetapi intinya ialah mengenai perempuan yang mampu menjaga kesuciannya. Meskipun selaput dara dijahit hingga utuh pun, keperawanan dalam artian sebenarnya tidaklah akan kembali. Padahal, stigma perawan/tidak perawan itu diciptakan oleh masyarakat sendiri sehingga (calon) pasien yang mungkin karena kecelakaan, menjadi korban kejahatan, atau kelalaian di masa mudanya telah kehilangan selaput daranya, oleh karena masih hidup dalam stigma perawan-tidak perawan, ia berusaha memperbaiki selaput daranya, dengan niat baik agar tidak mengecewakan sang calon suami dan keluarganya.
Sebagai latihan bab ini, silakan Anda berpendapat mengenai kasus-kasus di atas.
132