• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perangkat Berpikir

Dalam dokumen Konsep Berpikir - edisi cetak.pdf (Halaman 53-62)

PROSES BERPIKIR

3. Perangkat Berpikir

Pengetahuan ialah hal-hal apa saja yang pernah terekam dan tersimpan dalam ingatan manusia, baik itu melalui pengalaman, ilham, atau hasil pemikiran sebelumnya.

Logika atau penalaran ialah proses memecahkan permasalahan baru dengan menggunakan pengetahuan sebagai modalnya dan metodologi berpikir sebagai langkahnya. Metodologi berpikir dapat kita golongkan yaitu:

1. metode deduksi (analisis) 2. metode induksi (sintetis)

54

Sistematika, aturan, dan klasifikasi ialah pola-pola atau teori baku yang dibuat untuk memudahkan pengambilan kesimpulan tanpa perlu menggunakan penalaran yang mendalam. Misalkan dengan penalaran yang mendalam, kita mengambil kesimpulan dari persoalan hubungan antara harga dan permintaan-penawaran.

Bila jumlah barang yang ditawarkan terbatas sedangkan permintaan konsumen tinggi (banyak masyarakat yang membutuhkannya), maka para penjual akan menjual barangnya dengan harga yang lebih mahal karena toh meski mahal sedikit tetap saja dagangannya akan laku karena bagaimanapun konsumen memerlukan barang itu dan tidak banyak yang menawarkannya sehingga mereka tetap akan membelinya (tidak punya pilihan lain).

Bila jumlah barang yang ditawarkan melimpah sedangkan permintaan konsumen rendah (masyarakat tak terlalu membutuhkannya), maka para penjual terpaksa menurunkan harga barangnya agar konsumen yang awalnya tidak ingin membeli (karena tidak terlalu butuh) pada akhirnya terpancing untuk membeli karena toh harganya tidak seberapa. Selain itu penjual juga menurunkan harga barang agar cenderung lebih rendah daripada harga yang ditawarkan pedagang lain (pesaing) yang juga banyak menjual barang serupa supaya konsumen lebih memilih membeli darinya.

55

Jadi, dari penalaran mendalam di atas, diperoleh hukum permintaan dan penawaran:

“Harga berbanding lurus dengan permintaan dan berbanding terbalik dengan penawaran (ceteris paribus5).”

Dengan hukum permintaan dan penawaran, jika kita menemukan suatu kasus, misalkan memprediksi harga cabai menjelang lebaran, maka berdasarkan hukum permintaan dengan mudah diketahui harga cabai akan naik karena banyak orang membutuhkan cabai (permintaan tinggi) menjelang lebaran. Jadi hukum ini bersifat praktis, sudah terpola: jika ini maka itu—sehingga kita tak perlu lagi melakukan penalaran yang mendalam. Kita cukup melakukan penalaran mendalam sekali saja dalam tiap model kasus, yakni untuk menemukan hukum (atau membuktikan yang sudah ada) atau pola yang berlaku dalam kasus sejenis.

Bagi beberapa orang, mereka lebih suka menganalisis dan menalarkan suatu fenomena secara mendalam alih-alih hanya menggunakan pola atau aturan kompleks yang sudah tersusun (formulasi), tentunya terkecuali jika pemecahan dari suatu masalah itu perlu diperoleh dengan segera. Pun bila demikian, setelah selesai mendapatkan pemecahan masalah menggunakan aturan itu, setelah lewat

5

56

tuntutannya, mereka akan kembali memikirkan persoalan tadi dengan penalaran mendalam, yang memberikan kesenangan bagi orang-orang semacam itu. Orang-orang yang seperti itu ialah pemikir tulen, yang senang menjungkirbalikkan logikanya, berpikir siang-malam demi memuaskan dahaganya. Buku ini dibuat dengan harapan Anda memiliki—meskipun hanya sedikit saja—sifat-sifat pemikir seperti itu. Janganlah hanya mengandalkan formula “siap pakai” untuk memecahkan masalah. Setidaknya, sekali Anda telah berpikir secara mendalam untuk membuktikan bahwa aturan itu memang benar. Jika Anda telah berhasil membuktikan aturan itu benar (dengan demikian Anda telah memahami aturan itu), maka dalam persoalan lain yang sejenis Anda dapat langsung menemukan solusinya dengan aturan tadi tanpa ada perasaan ragu.

Berikut ini kelemahan dari memecahkan masalah hanya dengan menggunakan formula tanpa pernah membuktikan kebenaran formula itu sendiri. 1. Kita sebenarnya tidak mengerti solusi dari suatu

permasalahan, kita hanya sekedar tahu

permasalahan ini solusinya ialah itu.

2. Seandainya formula atau pola itu keliru, maka kita juga akan keliru. Dengan demikian kita menempatkan diri sendiri dalam posisi yang menawarkan diri untuk dibodohi oleh orang lain. 3. Pada permasalahan yang cukup kompleks,

57

diperhitungkan oleh formula yang dikenal (di luar batasan kesahihannya), sehingga untuk memperoleh solusinya formula tadi harus dimodifikasi atau digeneralisasi. Jika kita tak menganalisis masalah itu, maka kita tidak akan mengetahui hal ini sehingga pemecahan yang kita peroleh dari aturan baku tadi menjadi tidak atau kurang tepat.

Sebagai contoh, kita semua tahu bahwa semua bilangan jika dipangkatkan nol hasilnya adalah satu. Yang membedakan adalah beberapa orang “tahu apa” dan beberapa orang yang lain “tahu bagaimana”. Oke, di sini akan saya buktikan mengapa sembarang bilangan jika dipangkatkan nol hasilnya selalu satu.

𝑎0= 𝑎𝑏−𝑏

Mengingat pemangkatan x adalah perkalian berulang sebanyak x, maka pengurangan pangkat sebesar y berarti kita perlu membaginya berulang sebanyak y.

𝑎𝑏−𝑏 =𝑎

𝑏

𝑎𝑏= 1

Saya tidak mengatakan bahwa pola dan formula-formula itu tidak penting, malah saya menegaskan bahwa mereka itu sangat penting. Tetapi alangkah bijaknya, di saat tidak begitu sibuk, kita berusaha menganalisis suatu persoalan secara mendalam, dengan menggunakan aturan-aturan

58

baku/dasar, dan meminimalkan penggunaan formula jadi siap pakai. Untuk itu dirasa perlu untuk membahas sedikit pola-pola dan aturan-aturan baku berdasarkan tingkat kepercayaannya.

1. Aksioma

Aksioma merupakan suatu hal yang tak perlu diragukan kebenarannya karena jelas pada dirinya sendiri. Hal ini dikarenakan aksioma ialah kebenaran definitif.

Contoh:

 1 + 1 = 2. Kebenaran definitif maksudnya 1 + 1 ialah suatu bilangan yang nilainya setara dengan 1 lalu diberi lagi 1. Nah, kita sepakat jumlah itu diberi nama “2”.

 Jarak antara semua titik di keliling lingkaran ke pusatnya pastilah sama, karena jika tidak sama namanya bukan lingkaran.

2. Teorema

Teorema bukanlah suatu kebenaran definitif, tetapi kebenarannya telah terbukti secara matematis dan selalu sesuai dengan realita sehingga tidak ada keraguan mengenai kebenarannya. Teorema merupakan implikasi langsung dari beberapa aksioma.

Contoh:

 Teorema Pythagoras, yang menyatakan kuadrat panjang sisi miring suatu segitiga

siku-59

siku6 sama dengan jumlah kuadrat panjang kedua sisi lainnya.

 Pusat suatu segiempat pasti berada pada perpotongan diagonal-diagonalnya.

3. Hukum (law)

Hukum ialah suatu pola kebenaran yang logis dan telah terbukti kebenarannya secara empiris sampai dengan lingkup yang dimaksudkan oleh hukum tadi dan tidak ada penjelasan lain yang sesuai dengan realita.

Contoh:

 Hukum gravitasi Newton merumuskan gaya gravitasi bergantung antara dua benda sebanding dengan perkalian massa kedua benda dibagi dengan kuadrat jaraknya. Hal ini telah terbukti berkali-kali dalam percobaan menggunakan sembarang materi dalam keadaan apa pun yang dibatasi oleh hukumnya sendiri (dalam kasus hukum gravitasi Newton, hukum ini hanya berlaku untuk keadaan non-relativistik).

 Hukum permintaan dan penawaran juga termasuk hukum karena telah berkali-kali dibuktikan kebenarannya dalam realita dan tidak pernah ditemukan hukum ini tak berlaku dalam batasan hukumnya (yakni ceteris paribus).

4. Teori

Teori hampir serupa dengan hukum, tetapi kepercayaannya lebih lemah. Meskipun teori

6

60

sudah dibuktikan secara parsial cocok dengan kenyataan, tetapi masih dimungkinkan adanya penjelasan lain yang juga dapat sesuai dengan kenyataan. Terkadang, perbedaan antara hukum dan teori sangatlah tipis.

Contoh:

Teori Big Bang memberikan hasil yang sesuai dengan data-data yang kita peroleh dari alam semesta masa kini. Teori ini juga memberikan mekanisme evolusi alam semesta yang sangat masuk akal. Tapi bagaimanapun, karena kita tak bisa mengulangi percobaan “membuat alam semesta”, kita belum dapat memastikan bahwa kenyataannya memang seperti teori Big Bang. 5. Hipotesa

Hipotesa ialah “kebenaran” yang paling rendah tingkat kepercayaannya. Syarat bagi hipotesa ialah “dapat menjelaskan”, tetapi belum terbukti kebenarannya melalui percobaan nyata. Patut diingat yang nampak logis belum tentu kenyataan. Contoh:

Prinsip many-worlds interpretation7 merupakan hipotesa untuk aturan yang berlaku bagi perjalanan waktu. Prinsip ini logis (tidak menimbulkan pertentangan dengan kenyataan dan dirinya sendiri), namun belum dapat dibuktikan kebenarannya dalam eksperimen.

7 Hipotesis yang menyatakan terdapat tak hingga banyaknya alam semesta parallel (alam semesta yang memiliki sejarahnya sendiri-sendiri).

61

Nah, sekarang kita akan membahas aturan-aturan baku dalam logika. Beberapa yang fundamental saya rangkumkan di bawah ini.

1. Hukum identitas

Suatu identitas yang paling sederhana (makna sempit) dari suatu objek adalah objek itu sendiri pada waktu yang sama.

2. Hukum kausalitas

Semua hal akan menjadi sebab bagi hal lain dan tak ada hal yang tidak terlahir dari suatu akibat. 3. Hukum kontradiksi Ptolomeus

Hukum kontradiksi Ptolomeus menyatakan bahwa kebenaran pada suatu identitas tidak mungkin saling kontradiksi. Misalkan jumlah kaki meja belajar saya, pada saat yang sama, tidak mungkin empat sekaligus bukan empat. Jumlah kaki meja belajar saya pastilah empat saja atau bukan empat saja pada saat yang sama. Contoh lain tidak mungkin suatu benda basah disaat yang sama ia tidak basah.

Masih banyak aturan-aturan/konsep-konsep klasik tentang dasar berpikir. Untuk sementara ketiga itu yang dianggap penting. Selebihnya Anda dapat mencarinya pada buku-buku lain.

62

Dalam dokumen Konsep Berpikir - edisi cetak.pdf (Halaman 53-62)

Dokumen terkait