• Tidak ada hasil yang ditemukan

Konsep Berpikir - edisi cetak.pdf

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Konsep Berpikir - edisi cetak.pdf"

Copied!
146
0
0

Teks penuh

(1)

1

Konsep Berpikir

Dari Sistematika Filsafat hingga Logika Matematika

revisi 1.0 (2013)

Sunkar E. Gautama

Paradoks Softbook

Publisher

(2)
(3)

3 Judul buku : Konsep Berpikir

Dari Sistematika Filsafat hingga Logika Matematika

Edisi/revisi : 1.0

Penulis : Sunkar E. Gautama Penyunting : Aldytia G. Sukma Tahun terbit : 2013

Gambar sampul : Penrose Staircase by Diganta Saha source:

http://www-vrl.umich.edu/intro/ Penerbit (cetak) : SAHABAT.com

1 13 Free:

Buku ini ditujukan untuk disebarkan secara cuma-cuma demi dunia pendidikan di Indonesia. Tiap orang berhak untuk

mencetak atau mengutipnya

Dilarang keras mengomersialkan buku ini tanpa izin penerbit!

Penerbit online Paradoks Softbook Publisher

Kritik, saran, koreksi, dan pertanyaan:

http://paradoks77.blogspot.com skaga_01@yahoo.co.id

(4)
(5)

5

Kata Pengantar

Akhirnya buku berjudul Konsep Berpikir ini rampung jua setelah berbulan-bulan dikerjakan dengan perhatian yang tidak penuh. Buku ini disusun sebagai panduan pelengkap dalam metodologi berpikir, sistematika filsafat, kerangka berpikir ilmiah, maupun sekedar bacaan untuk menambah pengetahuan pembaca mengenai konsep dan cara berpikir.

Buku ini memuat sedikit pengantar sistematik filsafat, dasar logika matematika, dan pembahasan berbagai masalah matematis, fisis, maupun sosial secara ringkas. Oleh karena itu, buku ini bukanlah buku yang lengkap, tetapi cukup baik untuk mulai mengantarkan Anda pada sistematika filsafat atau membuat Anda dapat berpikir lebih kritis terhadap kehidupan.

Atas terselesaikannya buku ini, penulis berterima kasih kepada Aldytia, yang dengan senang hati mau menyunting naskah buku ini, memberikan koreksi dan masukan yang berharga, saudara Surachman B. dan Ariansyah “Yoko” yang masih setia menjadi teman diskusi, serta segala hal lainnya yang, dengan atau tanpa penulis sadari telah mendukung terciptanya buku ini. Untuk edisi cetak ini, penulis secara khusus mengucapkan terima kasih kepada saudara Hendry dan percetakannya SAHABAT.com yang bersedia membantu membuat edisi cetak buku ini. Semoga kalian semua diliputi kebahagiaan.

(6)

6

Bagaimanapun, buku ini pastilah masih menyimpan kesalahan baik teknis maupun non teknis, untuk itu penulis dengan rendah diri meminta maaf dan memohon kritik dan saran dari pembaca. Akhir kata dari saya, terima kasih telah membaca kata pengantar ini dan selamat melanjutkan bacaan Anda.

Makassar, Maret 2013 penulis

(7)

7

Daftar Isi

Kata Pengantar 5 Daftar Isi 7 1. Pendahuluan 1.1. Pengertian Filsafat 9

1.2. Dasar Sistematika Filsafat 18 1.3. Pengetahuan, Ilmu, dan Sains 30 2. Proses Berpikir

2.1. Definisi Berpikir 33

2.2. Konsep Berpikir 34

2.2.1.Entitas 34

2.2.2.Definisi dan Deskripsi 35 2.2.3.Himpunan dan Hirarki 40

2.2.4.Analogi 42

2.2.5.Dualisme dan Dikotomi 47 2.2.6.Kekeliruan (Fallacy) 50

2.3. Perangkat Berpikir 53

2.4. Berpikir Ilmiah 62

3. Logika Matematika

3.1. Proposisi dan Operator Logika 65

3.1.1.Proposisi 65

3.1.2.Operator Logika 69

3.2. Implikasi dan Biimplikasi 80

3.3. Quantifier 90

3.4. Ekuivalen, Tautologi, dan Kontradiksi 92

(8)

8 4. Pemecahan Masalah

4.1. Metode Berpikir 108

4.2. Kalkulus Diferensial 112

4.3. Paradoks 116

4.4. Alam Semesta adalah Masalah 121 5. Penutup

5.1. Aksiologi: Untuk Apa Kita Berpikir? 125 5.2. Pluralisme dan Berpikiran Terbuka 132 5.3. Cinta akan Kebijaksanaan 135

(9)

9

Bab 1

PENDAHULUAN

1.

Pengertian Filsafat

Secara harfiah

Filsafat berasal dari Bahasa Arab falsafah yang berasal dari kata Yunani philosophia. Philo berarti suka atau cinta dan sophia berarti kebijaksanaan. Jadi

philosophia berarti suka akan kebijaksanaan. Filosofi memiliki makna yang serupa dengan filsafat, yang berasal langsung dari kata philosophia.

Menurut para filsuf

1. Plato (427 SM – 318 SM)

Filsafat adalah ilmu pengetahuan yang berupaya mencari kebenaran yang asli.

2. Aristoteles (382 SM – 322 SM)

Filsafat ialah ilmu pengetahuan yang meliputi kebenaran yang terkandung di dalamnya ilmu-ilmu metafisika, logika, retorika, etika, ekonomi, politik, dan estetika.

3. Al Farabi (870 – 950)

Filsafat ialah ilmu pengetahuan tentang bagaimana hakikat yang sebenarnya dari alam maujud.

(10)

10

Filsafat ialah kumpulan segala pengetahuan di mana Tuhan, alam, dan manusia menjadi pokok penyelidikan.

5. Immanuel Kant (1724 – 1804)

Filsafat adalah ilmu pengetahuan yang menjadi pokok dan pangkal dari segala pengetahuan, yang tercakup di dalamnya empat persoalan yakni metafisika, etika, agama, dan antropologi.

6. Stephen Hawking (1942 – )

Filosofi sudah mati. Filosofi sudah tidak mengimbangi kemajuan terkini dalam sains, terutama fisika [sekedar gurauan].

Dari definisi-definisi di atas, dapat kita rumuskan filsafat sebagai ilmu yang mendalami segala sesuatu dengan [amat] mendalam mengenai Tuhan, alam semesta, dan manusia. Ilmu filsafat berupaya untuk menjangkau hakikat dari segala sesuatu selagi masih dapat dicapai oleh akal manusia. Dengan mengupas hakikat dari “segala sesuatu” itu sedalam-dalamnya, tentunya diharapkan manusia dapat mengambil manfaat dan pembelajaran untuk kepentingan ke depannya. Meskipun demikian, sebenarnya terdapat beberapa tantangan dalam filsafat yakni:

1. Kajian filsafat yang demikian mendalam sering menjadi sebuah omong kosong (retorika yang tak berbuah). Ini bukanlah kesalahan filsafat, melainkan kekeliruan orang yang berfilsafat.

(11)

11

Misalkan bagaimana kita mengkaji hakikat dari suatu benda, mengapa benda itu disebut sebagai kursi? Sampai kapan papan kayu berkaki itu disebut kursi, bukan meja, dan sampai kapan tumpukan batu itu disebut bangku, bukan pagar? Meninjau terlalu mendalam tentang suatu hal hanya akan menghabiskan waktu alih-alih terus memberikan pengetahuan pada kita. Ibarat konsumsi vitamin C untuk manusia ialah sekitar 1000 mg per hari. Mengkonsumsi vitamin C sehari lebih dari 1000 mg tidak akan membuat regenerasi sel-sel kita menjadi lebih cepat lagi, malah akan menjadi mubazir karena kelebihan vitamin C setiap harinya akan dibuang oleh ginjal. Jadi, salah satu tantangan mempelajari filsafat ialah mengetahui sampai di mana kita merasa harus berhenti, sampai di mana kita merasa kajian kita sudah optimal, mengkaji lebih jauh tidak akan memberikan hasil lebih lagi. Jika kita tidak berhasil membatasi diri kita, maka kita hanya akan berkutat pada dunia teorema semata dan mungkin saja takkan pernah membuahkan karya dalam hidup!

2. Kajian filsafat tentang Tuhan, sampai batas tertentu, nyata-nyatanya dapat bertentangan dalam [sebagian besar] agama. Kebanyakan agama tidak membolehkan mempertanyakan kebenaran sesuatu yang sudah tertuliskan dalam kitab suci atau diriwayatkan oleh nabi. Praktis, bahan-bahan yang dapat dikaji hanyalah hal-hal yang memang

(12)

12

hanya disebutkan tetapi tidak dijelaskan dalam literatur agama. Hal-hal yang dapat dikaji ini pun tidak dapat kita kaji secara mendalam, karena pengkajian secara mendalam akan melibatkan banyak hal yang mungkin tabu untuk diusik. Jadi, kajian filsafat mengenai Tuhan terbentur pada prinsip kebanyakan agama yakni: “Terima saja apa adanya seperti yang telah dituliskan, tidak perlu mempertanyakan kebenarannya—itu sudah ‘pasti’ benar”. Dengan demikian hanya orang religius yang bukan penganut agama tertentulah yang masih dapat mengkaji hakikat Tuhan sampai sedalam kemampuan akalnya.

3. Kajian yang demikian mendalam terhadap materi abstrak menjadikan filsafat sebagai ilmu “tidak pasti”. Hal ini disebabkan oleh munculnya aliran-aliran atau mazhab-mazhab dalam filsafat akibat pandangan-pandangan yang berbeda mengenai suatu hal yang mendasar. Lalu, aliran-aliran ini kemudian tumbuh seolah menjadi rival karena yakin bahwa ialah yang benar, kemudian membuat sistematika filsafatnya sendiri-sendiri. Padahal, kebenaran pastilah cuma satu untuk setiap hal, sehingga filsafat agak kehilangan artinya sebagai ilmu yang berupaya mencari kebenaran yang asli dengan hadirnya “jati diri” ini.

4. Tuntutan kehidupan di zaman modern ini membuat manusia berinovasi dalam menciptakan teknologi. Riset-riset dilakukan berdasarkan teori-teori ilmu alam untuk menghasilkan

(13)

produk-13

produk yang dapat membantu kemudahan hidup manusia. Para ilmuwan mendapatkan pengetahuan baru dalam bidang material, partikel elementer, inflasi alam semesta, penerowongan kuantum, dan lain-lain serta bersama para perekayasawan menciptakan pemercepat atom, bom atom, superkonduktor, nano-material, komputer, bahasa C++, monitor LED, MRI, pesawat hypersonic, vaksin, beras transgenik, kloning, dan lainnya. Di sisi lain, filsuf tulen hanya akan terlibat dalam diskusi maupun debat-debat yang tidak membawa banyak manfaat bagi kehidupan manusia.

Jelaslah kita lihat belakangan ini ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang dengan pesat. Kini filsafat klasik seolah pisau silet yang sudah ketinggalan zaman. Filsafat tidak dapat menjelaskan perilaku penerowongan kuantum pada elektron, filsafat tidak mampu menjelaskan pemuluran waktu pada kerangka yang bergerak, dan filsafat tidak membantu saat kita mengirim lagu antar ponsel dengan sinyal bluetooth.

Meskipun terlihat jelas bahwa filsafat klasik kini telah menjadi sangat kuno, tidak berarti tidak ada hal berguna yang tertinggal dari filsafat. Hal itu ialah sistematika berpikir. Apakah itu berarti kita masih akan mendalami sedikit dari filsafat yang berguna itu? Tidak juga, kita hanya mengambil kerangka dan tujuan dari sistematika berpikirnya filsafat itu. Metodenya

(14)

14

sendiri bukan seutuhnya berasal dari kajian filsafat klasik, karena metode kita ialah logika matematika. Meskipun demikian, tak bisa dipungkiri dasar-dasar logika matematika berawal dari kajian filsafat mengenai sistematika bepikir. Tapi kita tak akan menggunakan versi lama itu, kini kita akan belajar berpikir dengan logika matematika, sesuatu yang lebih mumpuni dibanding logika ala filsafat klasik.

Filsafat, kata para filsuf pada zamannya, adalah ilmu dari segala ilmu, ilmu yang berusaha mencari kebenaran yang asli. Sebaliknya logika matematika tidak menawarkan kebenaran yang asli atau kebenaran yang hakiki. Logika matematika menawarkan cara berpikir yang benar dan efisien untuk memperoleh solusi yang kita harapkan sebagai suatu kebenaran. Matematika tidak cuma menawarkan algoritma-algoritma yang lengkap untuk memecahkan masalah, tetapi juga menawarkan banyak pilihan jalan penyelesaian dengan perangkat aturan yang jelas dan dapat dibuktikan kesahihannya.

Berikut ini beberapa persoalan logika yang mungkin membuat Anda kebingungan.

1. Mobil A berjalan dari terminal X ke terminal Y yang berjarak 35 km dengan kelajuan 30 km/jam. Di saat yang bersamaan, mobil B berjalan dari terminal Y menuju terminal X dengan kecepatan 40 km/jam. Di saat itu juga seekor lalat terbang dari mobil A saat di terminal X menuju mobil B.

(15)

15

Saat lalat sampai di mobil B ia segera balik lagi terbang ke mobil A dan begitu seterusnya, lalat terbang bolak-balik hingga pada akhirnya ia mati terjepit saat mobil A dan mobil B bertabrakan. Andaikan lalat selalu terbang dengan kecepatan tetap, 50 km/jam (abaikan selang singkat saat lalat berbalik), berapakah total lintasan yang ditempuh oleh lalat dari pertama ia terbang di terminal X hingga ia tewas terjepit?

2. Terdapat sepuluh dompet yang masing-masing hanya berisi sepuluh koin. Sembilan dari sepuluh dompet itu berisikan koin-koin asli yang beratnya 10 gram per koin. Adapun dompet terakhir berisi koin-koin palsu yang sangat mirip dengan aslinya, kecuali beratnya hanya 9 gram per koin. Bagaimanakah cara mengetahui dompet mana yang berisi koin-koin palsu hanya dengan menimbang sekali saja?

3. Sukri berniat mengunjungi juru kunci Gunung Bawakaraeng untuk meminta petunjuk. Di sekitar kaki Gunung Bawakaraeng tinggallah dua orang bersaudara kembar yang bertani di sana. Seluruh penduduk sekitar tahu bahwa sang kakak selalu berkata jujur sedangkan sang adik selalu berkata bohong. Dalam perjalanannya mencari rumah juru kunci Gunung Bawakaraeng, Sukri tersesat dan bertemu salah satu dari dua bersaudara itu (Sukri tak tahu itu sang adik atau sang kakak). Baru saja mau bertanya tentang rumah juru kunci, orang itu keburu memberi syarat bahwa ia hanya akan

(16)

16

menjawab satu pertanyaan saja. Seperti apakah pertanyaan Sukri agar orang itu (baik dia si jujur atau si pembohong) akan selalu menjawab jalan menuju rumah juru kunci Gunung Bawakaraeng yang benar?

4. Apakah pernyataan “Jika kalimat ini benar, maka Matahari terbitnya di barat” bernilai benar atau salah?1

5. “Saya tahu kamu tidak tahu kalau saya tahu ternyata kamu tidak ingat hari ulangtahunku.” Apa inti dari kalimat di atas?

6. Anda diberi tiga gelas berkapasitas 800 mL, 500 mL, dan 300 mL tanpa skala ukuran. Pada gelas 800 mL berisi 800 mL jus jeruk. Bagaimana cara membagi jus jeruk itu ke dalam dua gelas tepat sama banyak (400 mL)?

7. Pak Boker ingin menuju kota Pare-Pare dari kota makassar dengan kecepatan rata-rata 60 km/jam. Ternyata, tepat saat menempuh setengah perjalanan kecepatan rata-ratanya ialah 30 km/jam. Berapakah kecepatan rata-rata yang diperlukan pada setengah perjalanan berikutnya agar target kecepatan rata-rata 60 km/jam dari Makassar ke Pare-Pare itu terpenuhi?

8. Rukun Islam terdiri dari iman, mendirikan sholat, berzakat, berpuasa, dan berhaji bila mampu. Dalam hidupnya Kakek Ramli telah menjalankan iman, sholat, zakat, dan puasa, tetapi tidak pernah

1

(17)

17

naik haji karena memang tak pernah mampu secara ekonomi dalam hidupnya. Saat kakek Ramli wafat, apakah ia telah menjalankan semua rukun Islam, ataukah ia cuma menjalankan empat yang pertama dan yang ke-lima tidak berlaku bagi kakek Ramli?

Dalam buku ini saya akan memberikan petunjuk untuk memecahkan pertanyaan-pertanyaan di atas, sambil membimbing Anda dalam proses pemecahan masalah secara logis dan ilmiah. Dalam buku ini saya akan mencoba merubah pandangan Anda mengenai pola pikir ilmiah yang rumit. Dalam buku ini saya ingin menunjukkan mengapa di zaman ini masih banyak orang (dimaksudkan yang berjurusan eksakta) yang menggandrungi retorika filsafat ialah karena ketidakmampuannya berpikir abstrak (berpikir tanpa mengetahui perangkat-perangkat pikir apa yang diperlukan) dan harapan kosongnya untuk memahami dunia hanya dengan menghapalkan metode-metode dan pandangan-pandangan orang lain yang hidup ratusan tahun yang lalu.

(18)

18

2.

Dasar Sistematika Filsafat

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa objek kajian filsafat ialah Tuhan, alam dan manusia. Dari hal itu, kajian filsafat dibagi-bagi secara sistematis menjadi oleh para filsuf antara lain:

1. Menurut Plato, filsafat dapat dibagi menjadi tiga macam cabang yakni dialektika, fisika, dan etika. 2. Menurut Aristoteles, filsafat dapat dibagi menjadi

logika, filsafat teoritis (fisika, matematika, dan metafisika), filsafat praktis (etika, ekonomi, dan politik), dan filsafat poetika.

Saat ini, setelah berkembangnya ilmu pengetahuan alam dan antropologi sehingga sulit lagi untuk menggolongkannya sebagai “anak” dari filsafat. Untuk itu kajian filsafat dapat kita sederhanakan menjadi:

a. Logika

b. Metafisika dan ontologi c. Epistemologi

d. Aksiologi (etika dan estetika)

Metafisika dan Ontologi

Metafisika dan ontologi pada awalnya ialah sama, yakni cabang filsafat yang berusaha menjelaskan hakikat dari keberadaan dan alam semesta sampai

(19)

19

pada akar-akarnya. Pada perkembangan selanjutnya, terdapat perbedaan objek kajian antara metafisika dan ontologi. Kajian ontologi ialah penelusuran hakikat dari objek fisik, sedangkan metafisika menulusuri hakikat dari objek nonfisik (meta = setelah, di luar). Bagaimana pun, metafisik tetap berangkat dari penginderaan terhadap objek alam yang kemudian berkembang dalam pikiran dan imajinasi manusia.

Penelusuran mengenai keberadaan pastilah mengkaji segala yang ada. Sesuatu yang memiliki keberadaan unik dan berbeda disebut entitas. Entitas tidak harus dalam bentuk fisik, ia bisa saja berupa benda/materi, konsep, fenomena, atau tempat. Tentunya entitas itu pastilah memiliki sesuatu, yang membuat dirinya bersifat unik. Untuk memahami hakikat mendasar dari entitas, kita perlu mengidentifikasi hakikat dari apa yang ingin kita kaji itu. Untuk itu, perlu ditelaah konsep dasar dari keberadaan (entitas) dan sifat-sifatnya yakni substansi, esensi, dan aksiden.

Substansi, Esensi, dan Aksiden

Substansi adalah konsep yang sangat penting dalam filsafat, tetapi substansi bukanlah suatu konsep yang jelas apa lagi terang-benderang maknanya. Filsuf yang satu mendefiniskan substansi secara berbeda

(20)

20

dengan filsuf lain. Untuk itu, kita akan bahas dengan cukup panjang mengenai substansi.

Substansi pra-Aristoteles

Sebelum masa aristoteles, substansi merujuk sebagai elemen (materi fisis) yang menyusun suatu hal, misalkan substansi dari panci adalah aluminium.

Thales menyatakan segala sesuatu berasal dari air, Anaximenes menyatakan segala sesuatu berasal dari udara, dan menurut Anaximander, unsur dasar di alam ini ialah api, air, tanah, dan udara (seperti Avatar). Demokritos mengajukan pandangan bahwa semua yang ada tersusun dari atom, yakni partikel terkecil yang tak dapat dibagi lagi.

Substansi menurut Aristoteles

Dalam bukunya Categories, Aristoteles memberikan definisi mengenai substansi yakni:

1. Primary substance: merujuk pada individu (substansi individu)

2. Secondary substance: merujuk pada “sesuatu yang melekat” pada individu itu.

Aristoteles memberikan penjelasan, misalkan X ialah seekor anjing gemuk berwarna cokelat yang bernama Fido, maka substansi primer dari X adala si Fido itu sendiri, sedangkan substansi sekundernya

(21)

21

adalah anjing. Penjelasan Aristoteles ini masih menimbulkan pertanyaan, mengapa substansi sekunder dari X mesti anjing, bukan makhluk berwarna cokelat, bukan karnivora, atau binatang?

Aristoteles menganalisis substansi sebagai suatu bentuk (form) dan materi (matter), form adalah “what kind of thing the object is” dan matter sebagai “what it is made of”. Aristoteles mengetahui ada tiga kandidat untuk substansi yakni ‘materi’ [materi menurut aristoteles tidak harus berupa materi fisis], bentuk, dan komposisi.

Masih menurut Aristoteles, substansi ialah hakikat dari entitas, segala sifatnya yang awet, independen, dan identik. Awet artinya bertahan sepanjang waktu, sampai entitas itu benar-benar musnah. Independen berarti dapat berdiri sendiri, terpisah, tidak bergantung pada entitas lain. Adapun identik artinya substansi itu memiliki ‘identitas’, misalkan sepatu saya dan sepatu Anda pastilah memiliki substansi yang sama sehingga keduanya dapat disebut sebagai sepatu.

Jika kita mendefinisikan substansi sebagai apa yang ada dalam suatu entitas, yang membuat entitas itu berbeda dari entitas lain, nampaknya kita harus menyingkirkan materi dari kandidat substansi. Misalkan 2 atom helium dan 1 atom berilium. Keduanya memiliki 4 proton, 4 neutron, dan 4 elektron. Lalu mengapa keduanya jelas-jelas berbeda?

(22)

22

Jika ditinjau dalam ilmu fisika, perbedaan sifat fisis dan kimia helium dan berilium disebabkan hanya karena perbedaan konfigurasi/susunan proton, neutron, dan elektron penyusunnya. Jika ditinjau dalam kebanyakan kasus di alam, nampaknya semua materi yang akrab dengan kita tersusun cuma dari proton, elektron, dan neutron itu. Jadi di sinilah substansi materiil kehilangan maknanya, karena substansi itu cuma tiga sub-atom ini (tidak ada yang unik), dan ternyata subatom yang serupa dengan kuantitas yang sama dapat membentuk dua substansi yang berbeda.

Jadi, jika kita mendefinisikan substansi sebagai hakikat dari sesuatu, maka nampak bahwa substansi bukan apa-apa selain sekumpulan sifat saja.

Konklusi

Dari penjelasan di atas, dapat kita tuliskan setidaknya dua definisi substansi yakni:

1) Substansi ialah materi/zat/partikel yang menyusun sesuatu.

2) Hakikat dari sesuatu; yakni sekumpulan sifat-sifat yang dimiliki objek itu yang membedakannya dengan benda lain.

Definisi pertama bersifat fisis, sehingga disebut juga definisi ontologis, sedangkan definisi ke-dua disebut juga definisi substansi secara metafisis.

(23)

23

Esensi dan Aksiden

Menurut Aristoteles, esensi (essence = intisari) adalah atribut atau seperangkat atribut wajib yang menjadi ciri unik dari suatu entitas atau substansi. Dengan demikian, substansi pasti memuat esensi, tetapi esensi belum tentu memuat substansi. Jika suatu substansi kehilangan esensinya, maka substansi itu tidak akan sama lagi, ia akan menjadi entitas yang berbeda. Sebaliknya, aksiden adalah sifat-sifat lain yang tidak menjadi syarat perlu suatu entitas. Misalkan sebuah kursi memiliki banyak sifat, antaranya memiliki permukaan yang dapat diduduki. Sifat ini merupakan sifat esensial dari kursi karena kursi yang tak dapat diduduki tak lagi dapat disebut kursi. Sebaliknya, jumlah kaki, bentuk sandaran, dan seterusnya atau terbuat dari kayu, plastik, atau besi merupakan aksiden dari kursi. Aksiden merupakan suatu sifat pelengkap yang tidak menjadi syarat perlu suatu substansi. Identitas-identitas berbeda untuk substansi yang sama pastilah memiliki esensi yang sama, tetapi aksidennya dapat berbeda-beda. Bahkan perubahan aksiden tidak akan membuat esensi ikut berubah. Aksiden sendiri terdiri dari kuantitas, kualitas, relasi, kebiasaan, waktu, ruang, situasi, aksi, dan keinginan. Kesembilan macam aksiden ditambah dengan esensi membentuk suatu substansi.

Lain pula halnya dalam filsafat timur, misalkan filsafatnya Ibnu Sina. Menurut Ibnu Sina, segala yang

(24)

24

ada, dengan kodratnya masing-masing, disebut sebagai esensi. Esensi sendiri tersusun atas substansi dan aksiden. Substansi adalah sifat-sifat yang merupakan intisari dari suatu esensi, sedangkan aksiden merupakan sifat-sifat lain yang yang tidak mempengaruhi perubahan esensi. Misalkan H2O, dapat

berwujud cair dan dapat pula berwujud padat (es). Substansi dari H2O adalah gabungan dua molekul

hidrogen dan satu molekul oksigen. Wujud atau fase dari H2O tidak merubah H2O itu menjadi esensi yang

lain. Begitu pula dengan jumlah, sebuah molekul H2O,

setetes H2O, ataukah segentong H2O memiliki esensi

yang sama. Sifat-sifat berbeda antara identitas-identitas yang memiliki esensi yang sama ini disebut aksiden.

Dengan demikian dapat kita petakan menurut Aristoteles, esensi dan aksiden ialah properti dari substansi. Sedangkan menurut Ibnu Sina, substansi dan aksiden ialah properti dari esensi. Manakah yang lebih benar bukanlah masalah yang penting, karena sebenarnya ini hanya masalah pemaknaan saja. Meskipun begitu, perbedaan pemaknaan yang tidak dijelaskan dapat membuat perdebatan menjadi tak berujung. Oleh karena itu, baiknya kita memberi rujukan versi manakah pemaknaan substansi dan esensi yang Anda maksud. Dalam buku ini, digunakan terminologi Aristoteles.

(25)

25

Idealisme dan Materialisme

Mazhab utama filsafat di dunia ini ada dua, yakni idealisme dan materialisme. Di sini, saya tidak bermaksud memberikan penjelasan panjang lebar mengenai idealisme dan materialisme, mengingat saya sendiri tidak merasa memasukkan diri ke dalam salah satu dari keduanya.

Idealisme (dari kata idea, ide) ialah pandangan yang menyatakan bahwa elementer dari alam ini sebenarnya hanyalah ide. Materi hanyalah perwujudan dari ide, dengan kata lain materi itu adalah “materialisasi” dari ide sehingga ide lebih dahulu ada daripada materi. Contohnya rasa sakit, jika anjing dan bangkai anjing yang baru saja mati kita pukul, maka anjing akan melolong kesakitan sedangkan bangkai tidak, padahal keduanya sama-sama materi, bahkan sama-sama menunjukkan luka lebam. Ini berarti terdapat perbedaan antara anjing dan bangkai anjing, yakni roh (yang dianggap bagian dari ide), yang berdiri sendiri (independen) dari materi. Bahkan selanjutnya idealisme berpandangan bahwa materilah yang bergantung terhadap ide.

Materialisme (dari kata matter, materi) adalah pandangan yang menyatakan elementer dari alam ini adalah materi. Materialisme sendiri tidak menafikan keberadaan ide, tetapi materialisme berpandangan ide hanyalah perwujudan dari materi dalam kasus-kasus tertentu. Materi adalah segala sebab bagi akibat

(26)

26

(bahkan sebagai causa prima). Contohnya, menurut pandangan materialisme, rasa sakit (ide) sebenarnya hanyalah perwujudan dari kondisi tubuh (materi) yang tidak normal.

Penjelasan lebih mendalam mengenai idealisme dan materialisme dapat Anda peroleh dalam buku-buku filsafat lain. Saran dari saya, bacalah kesemuanya: buku yang memihak idealisme, materialisme, atau yang bersifat netral.

Penting pula untuk membedakan antara idealisme dan materialisme dengan idealistis dan materialistis. Dalam Bahasa Indonesia, materialistis merujuk pada paham hidup yang mengagungkan materi (kekayaan), sedangkan idealistis berasal dari kata ideal (yang juga berasal dari kata idea), yang berarti pandangan untuk menerima paham yang ada di kepalanya sebagai yang paling ideal, dan melaksanakannya sepenuhnya. Seorang idealistis beranggapan hidup akan berjalan sesuai dengan pahamnya secara utuh, dan tidak mempertimbangkan hal-hal praktis yang terjadi (naif). Jadi, seorang penganut materialisme maupun idealisme dapat saja menjadi idealis.

(27)

27

Rasionalisme dan Empirisme

Jika ditinjau dalam segi epistemologi, perdebatan filsafat sampai pada sumber dan cara memperoleh kebenaran. Dua pandangan besar yang muncul ialah rasionalisme dan empirisme, yang mana terkait erat dengan idealisme dan materialisme. Rasionalisme

Rasionalisme berasal dari kata latin ratio yang berarti akal (reason). Tokoh-tokoh yang menganut pandangan rasionalisme antara lain Rene Descartes, Baruch Spinoza, dan Gottfried Leibniz, yang mana dipengaruhi oleh filsuf besar seperti Aristoteles. Rasionalisme berpandangan adanya prinsip-prinsip dasar dunia tertentu, yang diakui benar oleh rasio manusia. Dari prinsip-prinsip ini diperoleh pengetahuan deduksi yang ketat tentang dunia. Prinsip-prinsip pertama ini bersumber dalam budi manusia, dan tidak dijabarkan dari pengalaman. Menurut Aristoteles, kebenaran cukuplah diperoleh dari pemikiran semata, suatu hal yang sesuai dengan rasio manusia sudah cukup untuk diterima sebagai kebenaran dan tidak mesti dicek dengan pengamatan,

Paham rasionalisme beranggapan bahwa sumber pengetahuan dan kebenaran manusia adalah rasio (pikiran). Bahkan bagi Descartes, realita sendiri patut diragukan karena ia tidak menemukan pembeda yang jelas antara realita dan mimpi, realita dapat

(28)

28

berisi tipu daya terhadap pembuktian kebenara hakiki. Prinsip keragu-raguan Descartes inilah yang dikatakannya sebagai “Aku yang sedang ragu-ragu menandakan bahwa aku sedang berpikir, dan karena aku sedang berpikir maka aku ada” (cogito ergo sum). Kant mengkritik pandangan Descartes yang rapuh itu, satu-satunya yang tidak kita ragukan adalah diri kita sendiri, padahal keraguan itu bersumber dari diri kita.

Empirisme

Empirisme berasal dari kata Yunani, emperia

yang berarti pengalaman. Tokoh-tokoh penganut empirisme antara lain Thomas Hobbes, John Locke, dan David Hume. Menurut pandangan empirisme, sumber pengetahuan manusia adalah pengalaman berdasarkan realita (baik lahiriah maupun batiniah). Thomas Hobbes beranggapan bahwa pengalaman inderawi sebagai permulaan segala pengenalan. Demikian pula jalinan antara pengalaman-pengalaman itu membentuk pengetahuan manusia. Menurut John Locke, akal manusia bersifat pasif saat pengetahuan itu didapat. Akal tidak bisa memperoleh pengetahuan dari dirinya sendiri, meskipun pengetahuan baru bisa diperoleh dari akal dengan pengalaman-pengalaman sebelumnya yang terkait. Locke mengemukakan pandangannya yang terkenal bahwa akal manusia saat lahir hanyalah seperti kertas putih (tabula rasa), dan kertas putih itu akan berisikan

(29)

pengalaman-29

pengalaman yang diperoleh seseorang dalam kehidupannya.

Dalam perkembangan sains terutama ilmu fisika dan kimia, empirisme adalah dasar/acuan bagi para ilmuwan. Para ilmuwan menolak pandangan rasionalisme yang menyatakan bahwa ‘hukum alam dapat diperoleh dari absolut idea semata’, sebab apa yang nampak sesuai dengan rasio belum tentu sesuai dengan realita. Ungkapan Plato mengenai seorang manusia gua yang keluar dari guanya dan menemukan “realita di luar gua” sangat tepat untuk menggambarkan situasi ini. Perkataan orang itu— sekembalinya ia ke gua—tidak akan dapat diterima oleh rasio kawan-kawannya yang tak pernah meninggalkan gua. Meskipun dasar rasionalisme dalam ilmu pengetahuan sangatlah rapuh, tetapi pandangan aristoteles ini masih bertahan selama hampir dua ribu tahun. Adalah Galileo Galilei, bapak sains modern yang mencoba mematahkan pandangan aristotelian ini dengan membuktikan kebenaran teori Copernikus dengan mengamati langit dan satelit-satelit Jupiter. Ia pula yang mematahkan argumen Aristoteles yang menyatakan bahwa benda berat jatuh lebih cepat daripada benda yang lebih ringan.

Pandangan rasionalisme dan empirisme sendiri sebenarnya sangat bervariasi, dan ikut berubah seiring dengan waktu. Oleh sebab itu, pandangan seorang penganut rasionalisme satu

(30)

30

dengan yang lain dapat saja berbeda, begitu pula dengan seorang penganut empirisme.

3.

Pengetahuan, Ilmu, Sains, dan Matematika

Pengetahuan (knowledge) ialah apa saja yang Anda dapatkan dari pengalaman maupun dari buah pikiran sebelumnya yang diyakini benar. Jadi, pengetahuan tidak berarti sekedar “tahu”. Tahu tapi tidak diyakini benar namanya bukan pengetahuan. Misalkan Anda tahu gelombang pasang maksimum terjadi dua kali sebulan. Gelombang pasang maksimum memang terjadi dua kali sebulan, yakni saat bulan baru dan bulan purnama. Jadi jika Anda mengetahui tentang gelombang pasang itu, tidak peduli Anda mengatahui atau tidak sebabnya dan mekanisme apa yang terjadi di belakangnya, hal itu tetaplah sebuah pengetahuan bagi Anda. Jika Ambo berpikiran bahwa jika Anda menunjuk pelangi maka jari Anda akan bisulan. Hal ini sama sekali tidak benar bahkan tidak berhubungan sama sekali. Sejak Ambo meyakini itu benar, meskipun kenyataannya tidak benar, hal itu tetap menjadi pengetahuan Ambo (pengetahuan yang salah).

Lain halnya jika saya menyatakan ada seratus empat belas buah sunspot di Matahari saat ini, atau

(31)

31

pak presiden sedang memakai kolor berwarna biru sore ini. Itu bukanlah pengatahuan bagi saya karena saya cuma menebak-nebak saja dan saya tidak meyakini kebenarannya. Jika pun ternyata benar, maka itu adalah suatu kebetulan. Contoh berikutnya ialah jika kita mengamati pola rambut-rambut kaki yang tumbuh, kita akan mengetahui jika rambut-rambut ini dicukur, maka saat rambut-rambut itu tumbuh lagi ia akan semakin lebat. Kita tak tahu apakah ini memang benar ataukah cuma sekedar mengandung sedikit nilai kebenaran, tapi memang nyatanya rambut kaki sialan itu nampak lebih lebat sehingga kita cukup yakin. Entah ini karena suatu reaksi kimia, efek cuaca, misteri Ilahi, ataukah mata yang menipu kita, tetapi rambut kaki ini memang nampak lebih lebat jika tumbuh lagi setelah di cukur. Dari pengamatan ini, ialah cukup untuk membuat pengamatan kita digolongkan sebagai pengetahuan. Tidak peduli kita tahu sebabnya atau tidak.

Ilmu ialah suatu hiponim dari pengetahuan. Semua ilmu ialah pengetahuan, tapi tidak semua pengetahuan merupakan ilmu. Seperti halnya jika Anda mencret ya berarti Anda buang air besar, tapi tidak berarti jika Anda buang air besar maka itu adalah mencret. Jadi, nampaknya ada satu atau beberapa syarat agar pengetahuan itu dapat digolongkan sebagai ilmu. Syarat-syarat itu antara lain:

(32)

32

1. Empiris: dapat dibuktikan berdasarkan pengalaman inderawi, baik secara langsung maupun dengan bantuan instrumen.

2. Objektif; penggalian kebenaran pada objek tanpa melibatkan prasangka/dugaan subjektif.

3. Metodis dan sistematis, menggunakan cara-cara yang baku, sesuai dengan aksioma-aksioma yang berlaku dan memiliki struktur yang padu dan terarah.

4. Universal; kebenaran yang hendak dicapai adalah kebenaran yang berlaku umum, dalam batas-batas yang diberikan.

Sains yang saya maksudkan di sini ialah s-a-i-n-s, bukan s-c-i-e-n-c-e. Meskipun kata sains sendiri merupakan kata serapan adaptasi dari kata bahasa Inggris, science, namun terdapat pergeseran makna dalam peralihannya sehingga maknanya tidak persis sama. Science merupakan kata Inggris yang sepadan maknanya dengan ilmu, meskipun dapat juga merujuk secara khusus kepada ilmu alam (natural science). Jadi, science merupakan kata yang memiliki pengertian umum dan pengertian khusus. Adapun sains memiliki arti yang sepadan dengan ilmu alam (natural science).

Jadi, sesuatu yang tidak empiris tak dapat digolongkan sebagai ilmu, tapi pengetahuan yang bukan ilmu tidak berarti pasti salah.

(33)

33

Bab 2

PROSES BERPIKIR

1.

Definisi Berpikir

Sebelum membahas lebih jauh tentang konsep berpikir dan berpikir ilmiah, baiknya kita menggali terlebih dahulu hakikat berpikir. Saya mendefinisikan berpikir sebagai proses mencari penjelasan dari suatu permasalahan yang didapat dengan cara identifikasi masalah, mencari peristiwa lampau yang memiliki pola serupa, membandingkan (compare), manganalisis, dan berupaya menarik kesimpulan atau memutuskan solusi. Setelah mencari referensi di artikel-artikel lain, tidak banyak yang dapat mendefinisikan berpikir dengan baik. Satu yang menurut saya sangat baik adalah yang diberikan Taqiyuddin an-Nabhani dalam bukunya Hakekat Berpikir. Nabhani mendefinisikan berpikir sebagai pemindahan penginderaan terhadap fakta melalui panca indera ke dalam otak yang disertai adanya informasi-informasi terdahulu yang akan digunakan untuk menafsirkan fakta tersebut.

Saat kita berpikir, apakah yang lebih dahulu ada, proses berpikir atau apa yang membuat kita berpikir? Tentu saja yang lebih dahulu ada ialah sebab yang membuat kita berpikir, dan sebab itu adalah

(34)

34

masalah dan masalah itu adalah fakta. Kita tahu bahwa yang organ tubuh untuk berpikir adalah otak, dan fakta yang menjadi masalah itu adanya di lingkungan. Jadi pastilah informasi dari lingkungan itu masuk ke dalam otak, dan dalam hal ini pelakukanya adalah indera kita. Dengan indera ini kita mengidentifikasi masalah di lingkungan, sehingga selanjutnya dapat kita olah.

Hal penting lain ialah, dalam berpikir, kita membutuhkan alat. Alat itu tidak lain adalah konsep-konsep, pengalaman, dan semua informasi yang tersimpan dalam ingatan kita. Setelah semua bahan lengkap, dapatlah kita melakukan proses pemecahan masalah yakni dengan membandingkan, menganalisis, dan menggabungkan informasi tadi untuk menyimpulkan suatu penjelasan atau solusi.

2.

Konsep dalam Berpikir

Entitas dan Identitas

Entitas ialah sesuatu yang eksis oleh dirinya sendiri (berwujud), baik itu objek fisik maupun abstrak. Suatu entitas dapat saja melekat pada entitas lain, tetapi bukan sebagai suatu hal yang tak dapat dipisahkan. Misalkan apel adalah sebuah entitas fisik yang dapat berdiri sendiri. Apel satu dan apel yang lan adalah entitas yang sama, tetapi memiliki identitas

(35)

35

yang berbeda. Masih terdapat banyak perdebatan mengenai batasan dari identitas itu, dalam artian hubungannya dengan entitas. Contoh yang paling sederhana ialah kaitan antara identitas dengan waktu. Apakah Anda saat ini identik dengan Anda setahun ke depan?2

Jika seekor ulat telah berubah menjadi kupu-kupu, apakah kupu-kupu itu memiliki identitas yang sama dengan ulat tadi? Jika kayu dibakar menjadi abu, apakah abu dan kayu tadi merupakan identitas yang sama? Jika nyala api pada suatu lilin nyaris padam, dan tepat sebelum padam kita berhasil menyalakan sumbu lilin lain, apakah api pada lilin baru merupakan identitas yang sama dengan api yang baru padam tadi?

Definisi

Tentunya tidak mungkin pembaca tak memahami apa itu definisi. Yang dimaksudkan dalam bagian ini hanyalah memperjelas mengenai definisi yang baik dan benar. Secara fungsional, definisi ialah satu atau beberapa kalimat berupa penjelasan (ciri atau batasan) tentang suatu objek yang mampu mengantarkan pemikiran seseorang kepada objek yang didefinisikan itu. Jelaslah untuk mengantarkan pikiran seseorang terhadap suatu hal, maka perlu

2

Sebagai rujukan, cobalah cari dan baca tulisan tentang “Ship of Theseus Paradox”.

(36)

36

diberikan penjelasan yang berupa ciri-ciri dan batasan-batasan dari hal tadi. Ciri-ciri dan batasan ini dapat disampaikan dengan beragam cara dan pendekatan.

Well, itu adalah definisi dari definisi menurut saya, yang saya tinjau dari segi fungsional. Jadi, agar seseorang dapat mengetahui apa yang ingin kita sampaikan, kita bisa memberikan definisi tentang hal itu. Patut juga diketahui bahwa definisi tidak berarti definisi yang baik. Dalam Bahasa Indonesia, kata

“definisi” hampir sepadan dengan kata “peri” yang berarti deskripsi, meskipun penggunaan kata “peri” lebih terbatas semisal dalam “perikemanusiaan”, “pemerian”, “perihal”, “tak terperi”, dan lain-lain.

Jika kita menggunakan gambaran umum definisi, maka dapat kita kategorikan macam definisi itu menjadi:

1) Definisi demonstratif, yakni dengan langsung menunjukkan objek yang didefinisikan.

Contoh: Kalimat yang Anda baca ini berbahasa Indonesia.

2) Definisi padanan, yakni memberikan persamaan/padanan kata dari hal yang didefinisikan.

Contoh: Biri-biri itu tidak lain ialah domba.

3) Definisi analitik, yaitu definisi yang memberikan penjelasan dalam uraian yang rinci dan sistematis.

(37)

37

Contoh: Bintang ialah benda langit yang utamanya terbuat dari gas hidrogen serta memancarkan panas dan radiasi elektromagnetik yang berasal dari reaksi fusi nuklir dalam intinya.

4) Definisi deskriptif, yaitu definisi yang memberikan penjelasan dalam bentuk pemaparan ciri-ciri saja. Jadi, kita berupaya menggambarkan objek yang hendak didefinisikan dengan menggunakan kata-kata.

Contoh: Pisang ialah buah yang tumbuh dalam tandan dari pohon sejenis semak raksasa, berbentuk bulat panjang, agak melengkung, kulitnya tebal namun lunak, jika matang berwarna kuning dan rasanya manis.

Oke, sekarang mari kita perhatikan contoh percakapan antara Sukma dan Barbara di bawah ini. Barbara : “What is the meaning of “kucing” in

English?”

Sukma : “Engg… Kucing is…”

Sialnya Sukma tiba-tiba lupa Bahasa Inggris dari kucing. Ia pun terpaksa memutar otak mencari definisi untuk kucing.

Sukma : “Kucing is… miaww…

Barbara : “Oh… a cat!”

(38)

38

Jadi di sini Sukma telah berhasil mengantarkan pemikiran Barbara kepada mamalia yang mengeong itu. Ia telah memberikan definisi untuk kucing, dengan caranya sendiri tentunya.

Oke, mari kita akui definisi yang diberikan oleh Sukma bukanlah definisi yang baik. Untuk membuat definisi yang baik perlu diperhatikan syarat-syarat berikut ini.

1. Menghindari menggunakan unsur-unsur yang abstrak, apalagi memuat kata yang lebih abstrak daripada kata yang hendak didefinisikan.

2. Tidak memuat makna unsur yang justru hendak didefinisikan (looping).

3. Jelas dan tidak ambigu, sebuah definisi hanya merujuk tepat pada yang hendak didefinisikan itu, sehingga tidak ada dua entitas berbeda yang memiliki definisi yang sama.

4. Seringkas mungkin tetapi tidak lebih ringkas lagi. Untuk melengkapi tujuan dari definisi, biasanya ditambahkan penjelasan berupa contoh atau analogi. Namun demikian, definisi yang baik haruslah cukup jelas dalam kalimat definisi itu sendiri. Sebagai contoh definisi kurang baik, berikut beberapa definisi menurut beberapa sumber yang pernah penulis dengarkan:

1. esensi : sesuatu yang membuat sesuatu itu menjadi sesuatu.

(39)

39

2. berpikir : gerak akal dari satu titik ke titik lain3.

Silakan terpukau atau bingung membaca definisi di atas. Masih cukup banyak orang yang senang membuat definisi semacam itu. Mungkin sekilas terdengar lebih puitis. Tetapi alih-alih terdengar keren, definisi itu justru kehilangan fungsinya untuk mengantarkan pemikiran seseorang mengenai hal yang dimaksud. Untuk contoh pertama misalnya, sesuatu yang mana yang dimaksud itu? Absurd sekali. Lalu sesuatu yang membuat sesuatu itu menjadi sesuatu ya sesuatu itu, masalahnya sesuatu itu apa? Jadi apa lagi yang akan diperoleh lawan bicara selain kebingungan? Untuk contoh ke-dua, berpikir ialah gerak akal dari satu titik ke titik lain. Masalahnya

kata “akal” sendiri lebih abstrak daripada “berpikir”.

Lalu, bagaimana bisa akal itu bergerak? Dari titik mana? Dan ke titik mana? Coba hampirilah seseorang

di jalan lalu katakanlah: “Gerak akal dari satu titik ke titik lain, apakah itu?” Adakah yang mampu menebak

yang Anda maksud ialah berpikir?

Oke, saya akan mencoba mendefinisikan esensi dan berpikir dengan kata-kata saya sendiri.

esensi : Segala sifat fisik ‘wajib’ yang melekat pada suatu hal yang menjadi suatu ciri yang unik

3

Dalam materi kerangka berpikir ilmiah HMI diberikan penjelasan lanjut, meskipun tampak juga kelemahannya.

(40)

40

dan membedakan hal itu dengan hal lainnya.

berpikir : proses memecahkan suatu permasalahan dengan cara identifikasi masalah/fakta, mencari peristiwa lampau yang memiliki pola serupa, membandingkan (compare), manganalisis, dan berupaya menarik kesimpulan/penjelasan.

Ya, meskipun tidak terdengar puitis, tapi saya kira definisi saya di atas lebih mampu membimbing pikiran orang kepada hal yang dinamakan esensi dan berpikir.

Himpunan dan Hirarki

Himpunan adalah kumpulan objek-objek (elemen) dengan syarat tertentu. Objek-objek yang memenuhi syarat suatu himpunan dapat kita masukkan ke dalam himpunan tadi, misalkan sapi, kerbau, dan kambing merupakan elemen dari himpunan hewan bertanduk. Terkadang, syarat suatu himpunan tidak perlu diberikan secara eksplisit, kita cukup memberikan elemen-elemen dalam suatu himpunan.

Dua atau lebih himpunan dapat digabung (union) atau saling beririsan (intersection). Misalkan himpunan manusia laki-laki digabung dengan

(41)

41

himpunan manusia perempuan menjadi himpunan manusia. Secara matematis, gabungan himpunan A dan B ditulis 𝐴 ∪ 𝐵. Adapun irisan himpunan A dan B adalah kelompok elemen-elemen yang merupakan anggota himpunan A sekaligus anggota himpunan B, secara matematis ditulis 𝐴 ∩ 𝐵. Contohnya himpunan bilangan genap dan himpunan bilangan prima beririskan di 2.

Dari definisi gabungan dan irisan itu, dapatlah kita temukan hubungan di antara keduanya

𝐴 ∪ 𝐵 = 𝐴 + 𝐵 − (𝐴 ∩ 𝐵

Selain itu, dikenal pula himpunan bagian (subset) dan himpunan induk (superset). Jika himpunan A (misalkan himpunan hewan mamalia) merupakan bagian dari himpunan B (misalkan himpunan hewan bertulang belakang), disebut A subset dari B, 𝐴 ⊂ 𝐵 atau B superset dari A, 𝐵 ⊃ 𝐴 .

Himpunan-himpunan tertentu dapat membentuk hirarki berdasarkan pola subset–superset ini, salah satu yang sangat akrab ialah pola umum–

khusus. Himpunan induk dapat berisikan beberapa himpunan bagian. Himpunan-himpunan bagian ini memiliki semua properti dari himpunan induk, selain memiliki properti lain yang berbeda antara satu himpunan bagian dengan himpunan bagian yang lain. Tentunya himpunan bagian ini dapat menjadi himpunan induk bagi himpunan bagian yang lain.

(42)

42

Dengan demikian, semua yang berlaku pada himpunan induk dapat dipastikan berlaku pada himpunan-himpunan bagiannya (spesialisasi), tetapi tidak berarti semua yang berlaku pada satu himpunan bagian berlaku pula pada himpunan induk dan himpunan-himpunan bagian lainnya (generalisasi). Oleh karena itu, kita harus berhati-hati dalam melakukan generalisasi. Dalam melakukan generalisasi, kita harus memastikan hal yang digeneralisasikan itu adalah properti berlaku secara umum.

Analogi

Analogi ialah salah satu metode berpikir yang paling mendasar, bisa dibilang sebagai salah satu metode berpikir yang paling primitif selain pengambilan kesimpulan secara langsung dari pengamatan.

Prinsipnya, analogi ialah membandingkan faktor-faktor dari suatu masalah yang dihadapi dengan faktor-faktor dari masalah/contoh kasus lain yang telah kita ketahui prinsip atau solusinya. Jika ternyata banyak kesamaan faktor antara masalah yang kita hadapi dengan contoh kasus X, maka diambillah kesimpulan solusi dari masalah kita akan serupa dengan solusi dari contoh kasus yang kita jadikan pembanding.

(43)

43

Contoh sederhana pengambilan kesimpulan berdasarkan analogi:

1. Kadal terbang memiliki lembaran kulit di sisi tubuhnya untuk membantunya melayang dari pohon ke pohon. Jenis tupai tertentu memiliki lembaran kulit di sisi tubuhnya, maka kesimpulannya tupai itu juga dapat melayang dari pohon ke pohon.

2. Kita tidak punya bukti dinosaurus berdarah dingin atau berdarah panas. Dinosaurus itu reptil, dan semua reptil yang hidup sekarang berdarah dingin. Kesimpulannya dinosaurus berdarah dingin.

Analogi sangatlah praktis, dan bisa dikatakan cukup mudah. Tetapi patut diingat analogi yang dangkal kemungkinan tidak tepat. Kekeliruan ini terjadi karena kita salah mengambil contoh kasus yang dijadikan pembanding. Kasus pembanding itu mungkin memiliki faktor-faktor yang serupa dengan masalah kita, tapi faktor-faktor yang serupa itu tidak ada hubungannya dengan konteks masalah (bukan indikator yang benar), kesamaan itu ada di luar konteks masalah. Berikut contoh pengambilan kesimpulan menggunakan analogi yang keliru.

1. Lembaga hukum dan peradilan berupaya menegakkan hukum. Kesimpulannya, semakin banyak lembaga hukum dan peradilannya di suatu negara maka negara itu pasti semakin tertib dan adil.

(44)

44

2. Sapi, kambing, dan kerbau punya tanduk, mereka makan dedaunan. Singa, serigala, dan beruang tidak punya tanduk, mereka makan daging. Kuda tidak punya tanduk, kesimpulannya kuda makan daging seperti halnya singa, serigala, dan beruang. 3. Perhatikan gambar perahu layar dan speedboat

yang sedang melaju di bawah ini. Apakah ada yang keliru dengan gambar perahu layarnya?

Pada contoh pertama kekeliruan terjadi karena lembaga hukum berfungsi untuk menegakkan hukum. Jika terlalu banyak lembaga hukum itu malah mengindikasikan tingginya pelanggaran hukum. Kasus yang analog ialah obat berguna untuk menyembuhkan orang sakit, tapi di mana banyak terdapat obat, tidak berarti di situ banyak orang sehat, malah besar kemungkinan di situ terdapat orang sakit.

(45)

45

Pada contoh ke-dua kita salah memilih faktor yang termasuk dalam indikator permasalahan. Permasalahan pada contoh ke-dua ialah “makanan”,

sehingga tanduk bukanlah faktor yang cocok digunakan sebagai indikator dalam pemilihan kasus yang analog. Jadi, meskipun benar dalam hal kepemilikan tanduk kuda lebih menyerupai singa dan serigala, tetapi kita tak dapat menggeneralisasikan makanan singa dan serigala sebagai makanan kuda karena tanduk tak ada hubungannya dengan makanan. Faktor yang lebih cocok digunakan sebagai indikator ialah bentuk gigi dan kuku/cakar, karena kuku digunakan untuk memperoleh makanan dan gigi digunakan untuk mengoyak atau mengunyah makanan. Jika kita menggunakan kuku dan gigi sebagai indikator, maka kuda jelas lebih menyerupai kambing dan kerbau. Jadi, kesimpulannya kuda memakan dedaunan, dan kenyataannya pun demikian.

Pada contoh ke-tiga saya cukup yakin Anda tidak akan menemukan kejanggalan kecuali Anda seorang pelaut atau sudah akrab dengan perahu. Nyatanya, bendera dari perahu layar itu mengarah ke depan (jika perahu bergerak ke arah depan), bukan ke belakang. Hal ini disebabkan perahu layar bergerak maju jika angin menghembuskannya dari belakang ke depan, yang berarti meniup bendera ke depan. Jadi arah bendera pada perahu layar tidak analog dengan arah bendera pada speedboat atau kendaraan lain yang digerakkan oleh mesin.

(46)

46 Generalisasi

Generalisasi merupakan hal yang sangat penting dan riskan dalam analogi. Secara umum, generalisasi ialah menganggap sifat-sifat yang melekat pada suatu hal juga dimiliki oleh hal lain yang merupakan hiperterm (hal yang lebih umum) dari hal tadi. Generalisasi melibatkan teori himpunan tentang subset – superset dan pemahaman mengenai sifat esensial dan aksidensial dari suatu substansi.

Misal substansi yang ditinjau adalah “hewan”, maka himpunan hewan dapat merangkum subset/himpunan bagian “moluska”, “arthropoda”, “chordata4”, dan lain-lain. Sifat-sifat perlu bagi

substansi yang ditinjau menjadi esensi bagi subset-subset yang terkandung di dalam set “hewan”. Atau dalam alur terbalik, subset-subset tadi dapat digolongkan dalam superset “hewan” karena memiliki syarat himpunan (esensi “hewan”, antara lain bertumbuh, memerlukan makanan, bernafas, berkembang biak, dan melakukan metabolisme. Selanjutnya, sifat-sifat lain dari tiap-tiap subset yang saling berbeda antara subset satu dengan subset lainnya kita sebut aksiden dari himpunan “hewan” seperti tak bertulang sejati (moluska), anggota gerak

4

Divisi dari kingdom animalia yang berisikan hewan-hewan yang memiliki sumbu tubuh (notochord) pada arah anterior – posterior, semisal tulang belakang atau bentuk serupa yang lebih sederhana. Vertebrata termasuk dalam divisi ini.

(47)

47

berbuku-buku (arthropoda), dan memiliki sumbu tubuh (chordata).

Namun, jika kita tinjau “chordata” sebagai substansi, maka yang tadi merupakan aksiden bagi “hewan” dapat menjadi esensi bagi “chordata”, semisal memiliki sumbu tubuh. Dengan demikian diperoleh hasil bahwa esensi dari suatu himpunan pastilah menjadi esensi bagi subset-subsetnya, namun tidak berarti semua esensi dari suatu subset juga merupakan esensi bagi himpunan induknya. Hal inilah yang perlu diperhatikan dalam generalisasi dalam beranalogi. Patut diperhatikan apakah sifat yang digeneralisasikan itu merupakan esensi dari himpunan induk ataukah bukan.

Dualisme dan Dikotomi

Dualisme merupakan paham bahwa setiap hal di dunia ini tercipta secara berpasang-pasangan yang saling berlawanan. Baik-buruk, benar-salah, hitam-putih, panas-dingin, terang-gelap, panjang-pendek, kaya-miskin, feminim-maskulin, pintar-bodoh, dan sebagainya. Ada pun dikotomi merupakan pengklasifikasian menjadi dua entitas yang berlawanan. Jadi jelaslah dualisme pasti berwujud dikotomi, tetapi menggunakan dikotomi tidak berarti harus menganut paham dualisme.

(48)

48

Dikotomi dibuat oleh manusia untuk mempermudah pemahaman tentang dua hal yang saling berlawanan. Namun dua hal yang saling berlawanan belum tentu adalah dua terma berbeda yang memang saling berlawanan. Contohnya ialah panas-dingin. Sepintas terlihat panas dan dingin saling berlawanan, masalahnya kita tidak punya batas yang jelas antara panas dan dingin. Padahal, jika panas dan dingin merupakan suatu elementer yang berbeda dan saling berlawanan, pastilah sangat mudah membedakan antara keduanya. Sekarang kita tahu bahwa panas dan dingin hanyalah persepsi kita terhadap banyak atau sedikitnya kalor dalam suatu benda. Makin banyak kalor yang dikandung suatu zat, makin panaslah ia, sehingga tidak ada batas yang jelas antara panas dan dingin.

Untuk membuktikan bahwa panas dan dingin hanyalah persepsi, Anda dapat mengulang eksperimen yang diajarkan saat SD dulu, yakni dengan merendam tangan kanan ke air panas dan tangan kiri ke air es selama tiga hingga lima menit, lalu kedua tangan dicelupkan bersamaan dalam air bersuhu kamar. Tangan yang telah direndam di air panas akan menanggapi penurunan suhu sebagai rasa dingin, sedangkan tangan yang telah direndam di air es akan menanggapi kenaikan suhu sebagai rasa panas. Jadi, meskipun kedua tangan dicelupkan ke dalam air bersuhu sama, tangan kanan Anda akan merasakan dingin dan tangan kiri Anda akan merasakan panas.

(49)

49

Jadi, kebanyakan kualitas yang tampak hanyalah sebuah persepsi dari kuantitas yang berbeda dari suatu elementer. Hal yang sama berlaku untuk pasangan gelap-terang, panjang-pendek, pintar-bodoh, dan lainnya. Untuk kasus gelap-terang, elementernya ialah cahaya/foton. Untuk kasus panjang-pendek, elementernya ialah dimensi panjang (pendek hanyalah berarti kurang panjang). Untuk kasus pintar-bodoh, elementernya ialah pengetahuan. Tetapi patut diperhatikan, terdapat pula pandangan yang menyatakan semua kualitas hanyalah persepsi dari kuantitas elementernya. Pandangan ini betul, tetapi tidak selalu terbukti benar. Salah satu contoh untuk membantah pandangan ini ialah adanya kondisi netral. Contoh yang paling populer ialah pasangan baik-buruk. Apakah elementer dari pasangan baik-buruk? Kebanyakan orang yang menganut pandangan ‘ anti-dualisme’ mengatakan elementernya ialah kebaikan. Kejahatan atau keburukan hanyalah ketiadaan dari kebaikan. Kualitas hanyalah persepsi.

Tetapi, ada satu contoh yang tak sesuai dengan pandangan di atas, ambillah contoh perilaku Acok, Boneng, dan Choky. Asumsikan pada suatu hari Acok hanya melakukan kebaikan saja, Boneng cuma tiduran—tidak melakukan apa-apa seharian penuh, dan Choky hanya melakukan tindakan-tindakan zalim saja. Jelaslah hanya Acok yang melakukan tindakan baik, Boneng dan Choky sama sekali tidak. Jika baik dan jahat hanyalah persepsi dari kadar kebaikan,

(50)

50

maka jelaslah pada hari itu Acok merupakan orang baik sedangkan Boneng dan Choky sama jahatnya (karena sama-sama tidak melakukan kebaikan). Padahal menurut logika kita tidak mungkin Boneng sama jahatnya dengan Choky. Kita dapat menyebut Boneng bersifat netral, tidak melakukan kebaikan dan tidak pula melakukan kejahatan. Jika baik-jahat merupakan kadar dari suatu elementer, maka keadaan

“kadar nol” (tidak memiliki kadar sama sekali) pastilah berada pada salah satu terminal, bukan bersifat netral atau berada di tengah-tengah terminal.

Jadi, di sini kita telah mencoba membuktikan bahwa beberapa hal ternyata tidak bisa dianggap sebagai persepsi dari kuantitas elementer saja. Beberapa hal nampak seperti memang diciptakan sebagai dualitas. Pandangan akhir tetaplah menjadi hak Anda untuk menentukannya sendiri.

Kekeliruan (Fallacy)

Kekeliruan ialah kesalahan pengambilan kesimpulan, membuat kesimpulan yang tidak benar. Pada pembahasan tentang analogi telah diberikan beberapa contoh mengenai kesalahan dalam menarik kesimpulan, inilah yang disebut sebagai kekeliruan. Ada dua hal yang dapat membuat kita salah mengambil kesimpulan yaitu:

(51)

51

1. Kesalahan mengidentifikasi masalah (semisal kesalahan merumuskan premis/pernyataan). 2. Kesalahan dalam proses pemecahan masalah.

Kedua hal di atas terjadi akibat minimnya pengetahuan/pengalaman atau karena kita kurang teliti. Kekeliruan dapat saja disadari keberadaannya akibat adanya ketidaklogisan dari kesimpulan yang keliru itu. Ketidaklogisan ini dapat berupa ketidakkonsistenan atau paradoks.

Contoh kekeliruan dalam menarik kesimpulan: 1. Kuda itu hewan, kucing itu bukan kuda. Jadi,

kucing itu bukan hewan.

2. Api yang berwarna biru lebih panas daripada api yang berwarna merah dan kuning. Api kompor gas berwarna biru sedangkan Matahari berwarna kuning. Artinya akan terasa lebih panas jika berdiri 10 meter di depan kompor gas dibanding jika berdiri 10 meter di depan Matahari.

3. Di sebuah jalan di kota X, terlihat air yang ditumpahkan mengalir dari tempat yang lebih rendah ke tempat yang lebih tinggi. Sepertinya di jalan ini hukum gravitasi Newton tidak berlaku.

Untuk contoh pertama, kesalahannya terletak pada proses penalaran dan pengambilan keputusan yang tidak valid. Kuda dan kucing tidak setara dengan hewan, sebab hewan merupakan hipernim (lebih umum) dari kuda dan kucing. Dalam bahasa

(52)

52

matematik, hewan disebut superset dari kuda, dengan kata lain kuda termasuk elemen dalam hewan dan terdapat elemen-elemen lain yang juga termuat dalam

himpunan “hewan”. Jadi, tidak berarti bila bukan kuda

berarti bukan hewan.

Untuk contoh ke-dua, kekeliruannya terdapat dalam penalaran. Meskipun api kompor gas lebih panas daripada permukaan Matahari, tetapi daya atau energi dari api kompor gas sangat jauh lebih kecil daripada Matahari. Akibatnya, semakin jauh dari sumber panas, suhu lingkungan di sekitar api kompor gas menurun jauh lebih cepat dibanding suhu lingkungan di sekitar Matahari. Berdasarkan persamaan Stefan-Boltzmann,

𝑃 = 4𝜋𝑟2𝑒𝜎𝑇4

Nampak bahwa perubahan suhu terhadap jarak, 𝑑𝑇 𝑑𝑟 = − 𝑃 64𝜋𝑒𝜎 1 4

𝑟−3/2 . Jika dihitung, akan

diperoleh hasil yang sesuai dengan kenyataan bahwa Matahari pada jarak seratusan juka kilometer lebih panas dari pada api kompor gas dari jarak sepuluh meter.

Untuk contoh ke-tiga, hal yang menarik ialah ada banyak kekeliruan di situ. Yang pertama, hukum gravitasi Newton menyatakan benda bermassa akan saling tarik-menarik. Implikasinya, benda-benda di dekat permukaan Bumi akan tertarik ke arah pusat massa Bumi (ke arah bawah). Jadi manakah yang lebih

(53)

53

dapat dipercaya untuk mengetahui arah bawah, hukum gravitasi ataukah pengelihatan? Saat tukang memasang ubin, apakah yang mereka andalkan agar ubin terpasang lurus? Apakah mengandalkan penglihatan langsung untuk mengetahui kemiringan lantai ataukah menggunakan waterpass? Jadi sangat jelas, jika air nampak mengalir ke daerah yang lebih “tinggi”, maka berarti bukan hukum gravitasi yang salah melainkan pengelihatan kita yang salah (ilusi optik). Lagi pula, seandainya hukum Newton memang tidak berlaku di daerah itu—alih-alih airnya mengalir ke tempat lebih tinggi—air, Anda, dan mobil Andalah yang akan naik mengambang ke udara.

3.

Perangkat Berpikir

Pengetahuan ialah hal-hal apa saja yang pernah terekam dan tersimpan dalam ingatan manusia, baik itu melalui pengalaman, ilham, atau hasil pemikiran sebelumnya.

Logika atau penalaran ialah proses memecahkan permasalahan baru dengan menggunakan pengetahuan sebagai modalnya dan metodologi berpikir sebagai langkahnya. Metodologi berpikir dapat kita golongkan yaitu:

1. metode deduksi (analisis) 2. metode induksi (sintetis)

(54)

54

Sistematika, aturan, dan klasifikasi ialah pola-pola atau teori baku yang dibuat untuk memudahkan pengambilan kesimpulan tanpa perlu menggunakan penalaran yang mendalam. Misalkan dengan penalaran yang mendalam, kita mengambil kesimpulan dari persoalan hubungan antara harga dan permintaan-penawaran.

Bila jumlah barang yang ditawarkan terbatas sedangkan permintaan konsumen tinggi (banyak masyarakat yang membutuhkannya), maka para penjual akan menjual barangnya dengan harga yang lebih mahal karena toh meski mahal sedikit tetap saja dagangannya akan laku karena bagaimanapun konsumen memerlukan barang itu dan tidak banyak yang menawarkannya sehingga mereka tetap akan membelinya (tidak punya pilihan lain).

Bila jumlah barang yang ditawarkan melimpah sedangkan permintaan konsumen rendah (masyarakat tak terlalu membutuhkannya), maka para penjual terpaksa menurunkan harga barangnya agar konsumen yang awalnya tidak ingin membeli (karena tidak terlalu butuh) pada akhirnya terpancing untuk membeli karena toh harganya tidak seberapa. Selain itu penjual juga menurunkan harga barang agar cenderung lebih rendah daripada harga yang ditawarkan pedagang lain (pesaing) yang juga banyak menjual barang serupa supaya konsumen lebih memilih membeli darinya.

(55)

55

Jadi, dari penalaran mendalam di atas, diperoleh hukum permintaan dan penawaran:

“Harga berbanding lurus dengan permintaan dan berbanding terbalik dengan penawaran (ceteris paribus5).”

Dengan hukum permintaan dan penawaran, jika kita menemukan suatu kasus, misalkan memprediksi harga cabai menjelang lebaran, maka berdasarkan hukum permintaan dengan mudah diketahui harga cabai akan naik karena banyak orang membutuhkan cabai (permintaan tinggi) menjelang lebaran. Jadi hukum ini bersifat praktis, sudah terpola: jika ini maka itu—sehingga kita tak perlu lagi melakukan penalaran yang mendalam. Kita cukup melakukan penalaran mendalam sekali saja dalam tiap model kasus, yakni untuk menemukan hukum (atau membuktikan yang sudah ada) atau pola yang berlaku dalam kasus sejenis.

Bagi beberapa orang, mereka lebih suka menganalisis dan menalarkan suatu fenomena secara mendalam alih-alih hanya menggunakan pola atau aturan kompleks yang sudah tersusun (formulasi), tentunya terkecuali jika pemecahan dari suatu masalah itu perlu diperoleh dengan segera. Pun bila demikian, setelah selesai mendapatkan pemecahan masalah menggunakan aturan itu, setelah lewat

5

(56)

56

tuntutannya, mereka akan kembali memikirkan persoalan tadi dengan penalaran mendalam, yang memberikan kesenangan bagi orang-orang semacam itu. Orang-orang yang seperti itu ialah pemikir tulen, yang senang menjungkirbalikkan logikanya, berpikir siang-malam demi memuaskan dahaganya. Buku ini dibuat dengan harapan Anda memiliki—meskipun hanya sedikit saja—sifat-sifat pemikir seperti itu. Janganlah hanya mengandalkan formula “siap pakai”

untuk memecahkan masalah. Setidaknya, sekali Anda telah berpikir secara mendalam untuk membuktikan bahwa aturan itu memang benar. Jika Anda telah berhasil membuktikan aturan itu benar (dengan demikian Anda telah memahami aturan itu), maka dalam persoalan lain yang sejenis Anda dapat langsung menemukan solusinya dengan aturan tadi tanpa ada perasaan ragu.

Berikut ini kelemahan dari memecahkan masalah hanya dengan menggunakan formula tanpa pernah membuktikan kebenaran formula itu sendiri. 1. Kita sebenarnya tidak mengerti solusi dari suatu

permasalahan, kita hanya sekedar tahu permasalahan ini solusinya ialah itu.

2. Seandainya formula atau pola itu keliru, maka kita juga akan keliru. Dengan demikian kita menempatkan diri sendiri dalam posisi yang menawarkan diri untuk dibodohi oleh orang lain. 3. Pada permasalahan yang cukup kompleks,

(57)

57

diperhitungkan oleh formula yang dikenal (di luar batasan kesahihannya), sehingga untuk memperoleh solusinya formula tadi harus dimodifikasi atau digeneralisasi. Jika kita tak menganalisis masalah itu, maka kita tidak akan mengetahui hal ini sehingga pemecahan yang kita peroleh dari aturan baku tadi menjadi tidak atau kurang tepat.

Sebagai contoh, kita semua tahu bahwa semua bilangan jika dipangkatkan nol hasilnya adalah satu. Yang membedakan adalah beberapa orang “tahu apa” dan beberapa orang yang lain “tahu bagaimana”. Oke, di sini akan saya buktikan mengapa sembarang bilangan jika dipangkatkan nol hasilnya selalu satu.

𝑎0= 𝑎𝑏−𝑏

Mengingat pemangkatan x adalah perkalian berulang sebanyak x, maka pengurangan pangkat sebesar y berarti kita perlu membaginya berulang sebanyak y.

𝑎𝑏−𝑏 =𝑎 𝑏

𝑎𝑏= 1

Saya tidak mengatakan bahwa pola dan formula-formula itu tidak penting, malah saya menegaskan bahwa mereka itu sangat penting. Tetapi alangkah bijaknya, di saat tidak begitu sibuk, kita berusaha menganalisis suatu persoalan secara mendalam, dengan menggunakan aturan-aturan

(58)

58

baku/dasar, dan meminimalkan penggunaan formula jadi siap pakai. Untuk itu dirasa perlu untuk membahas sedikit pola-pola dan aturan-aturan baku berdasarkan tingkat kepercayaannya.

1. Aksioma

Aksioma merupakan suatu hal yang tak perlu diragukan kebenarannya karena jelas pada dirinya sendiri. Hal ini dikarenakan aksioma ialah kebenaran definitif.

Contoh:

 1 + 1 = 2. Kebenaran definitif maksudnya 1 + 1 ialah suatu bilangan yang nilainya setara dengan 1 lalu diberi lagi 1. Nah, kita sepakat

jumlah itu diberi nama “2”.

 Jarak antara semua titik di keliling lingkaran ke pusatnya pastilah sama, karena jika tidak sama namanya bukan lingkaran.

2. Teorema

Teorema bukanlah suatu kebenaran definitif, tetapi kebenarannya telah terbukti secara matematis dan selalu sesuai dengan realita sehingga tidak ada keraguan mengenai kebenarannya. Teorema merupakan implikasi langsung dari beberapa aksioma.

Contoh:

 Teorema Pythagoras, yang menyatakan kuadrat panjang sisi miring suatu segitiga

Gambar

Gambar 2.1. Perahu layar dan speedboat.
Gambar 3.1. Analogi rangkaian listrik dalam implikasi.
Gambar 3.2. Analogi rangkaian listrik dalam biimplikasi.
Gambar 4.2. Luas daerah di bawah kurva
+3

Referensi

Dokumen terkait

menyetubuhi wanita tersebut, Mazhab Syafi’i mengatakan bahwa menyetubuhi wanita hamil yang telah dinikahi tersebut hukumnya makruh baik bagi laki-laki yang menghamilinya

Dengan segala kemampuan yang ada, karya tulis berupa Skripsi yang berjudul Analisa Pengembangan Runway End Safety Area (RESA) pada Runway Bandara Internasional

(11) Rapat Umum Cabang Luar Biasa adalah Rapat Umum Cabang yang diadakan atas terjadinya pelanggaran AD-ART, Percab dan/atau dalam keadaan yang dianggap

Sifat produk pertanian adalah musimam, cepat rusak dan tersebar dalam beberapa lokasi serta tidak dapat diproduksi seragam secara massal. Hal ini menyebabkan daya saing

Indeks  Dow  Jones  melemah  pada  perdagangan  hari  Kamis  (17/7)  kemarin.  Investor  melakukan  aksi  jual  di  pasar  saham  dan  memilih  instrumen 

Berdasarkan hasil observasi yang peneliti lakukan pada Seksi Pengujian Kendaraan Sub Dinas Teknis Sarana Dinas Perhubungan Kota Bandung bahwa pelaksanaan indikator yang kelima

Try Scribd FREE for 30 days to access over 125 million titles without ads or interruptions.. Start

Pelatihan Academic Self-Efficacy merupakan seperangkat bentuk kegiatan yang memanfaatkan anggota kelompok dan fasilitator untuk membantu mahasiswa yang memiliki derajat